B. PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah peranan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai
Pejabat pegawai negri sipil dalam menyelesaikan kasus penjualan daging sapi glonggongan ?
2. Apakah yang menjadi Faktor dan dampak dari penjualan daging sapi
glonggongan terkait dengan perlindungan konsumem? 3.
Bagaimanakah upaya penanggulangan penjulan daging sapi glonggongan di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian dari skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejauh mana peranan Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan sebagai Pejabat pegawai negri sipil dalam menyelesaikan kasus penjualan daging sapi glonggongan
2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi Faktor dan dampak dari
penjualan daging sapi glonggongan terkait dengan perlindungan konsumem
3. Untuk mengetahui bagaimanakah upaya penanggulangan penjulan
daging sapi glonggongan di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
2.Manfaat Penelitian
Disamping tujuan yang akan dicapai sebagaimana dikemukakan di atas, maka penelitian skripsi ini juga bermanfaat untuk :
1. Manfaat Secara Teoritis
Dapat memberikan informasi, baik kepada kalangan akademis maupun kalangan masyarakat terutama di wilayah hukum kotamadya Medan
tentang hal-hal yang berhubungan dengan daging sapi glonggongan, mulai dari peranan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai pejabat
pegawai negri sipil dalam menyelesaikan kasus penjualan daging sapi glonggongan, faktor dan dampak dari penjualan daging sapi glonggongan
terkait dengan perlindungan konsumen serta upaya penanggulangan penjualan daging sapi glonggongan.
2. Manfaat Secara Praktis
Sebagai pedoman dalam membantu para penegak hukum untuk melakukan pemberantasan penjualan daging sapi glonggongan, agar masyarakat
termasuk di kotamadya Medan menjadi lebih sadar untuk melaporkan apabila menemukan penjualan daging sapi glonggongan serta agar dapat
meningkatkan kerja sama antara pihak Kepolisian dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam rangka mengupayakan
penegakan hukum terhadap penjualan daging sapi glonggongan di pasar tradisional.
Universitas Sumatera Utara
D.Keaslian Penulisan
Skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Penjualan Daging Sapi Glonggongan di Pasar Tradisional Dalam Aspek Huku m Pidana“ adalah
berdasarkan hasil buah pemikiran penulis sendiri. Skripsi ini belum ada yang membuatnya, jikalau memang ada, penulis yakin sudut pembahasannya pasti
berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
E.Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Daging Sapi Glonggongan
Di Indonesia, bulan Ramadhan dikaitkan dengan kesempatan pemenuhan kebutuhan pangan yang lebih istimewa. Setiap sahur dan berbuka biasanya
tersedia makanan dan minuman yang khusus, bukan yang biasa dinikmati sehari- hari. Konsumsi daging sapi demikian juga, apalagi masakan dari sapi seperti
rendang dapat disimpan dan tahan lama, namun sayangnya daging sapi tidaklah murah. Sejak tahun 1999, disaat bulan puasa dan hari raya tatkala permintaan
daging sapi sangat meningkat, biasanya akan muncul akal-akalan dari para pedagang daging untuk meraih keuntungan yang lebih besar. Kasus ini kembali
muncul belakangan ini terutama di pasar tradisional. Para pembeli biasanya tidak jeli dan teliti mengamati mutu daging sapi yang dibelilnya, contohnya di Bekasi,
Yogyakarta, Bogor dan beberapa pasar tradisional di berbagai daerah terungkap penipuan daging sapi glonggongan mulanya berasal dari Boyolali, Jawa Tengah.
Universitas Sumatera Utara
Adapun pengertian dari daging sapi glonggongan itu sendiri yaitu merupakan upaya paksa pemberian minum kepada sapi sebelum di potong dengan
memberikan minum sebanyak-banyaknya sehingga berat badan sapi menjadi membengkak dan otomatis bobot sapi bertambah secara drastis. Jika bobot daging
meningkat, maka perolehan keuntungan produsen dapat menjadi tinggi. Mengamati hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa konsumenlah yang
dirugikan. Bobot daging yang perlahan tetapi pasti akan menyusut bobotnya selang beberapa jam kemudian karena airnya keluar. Konsumen juga ditipu,
karena mereka mendapatkan daging yang bobotnya tidak sesuai dengan harga sebagaimana mestinya.
Konsumen juga sering dihadapkan pada posisi yang lemah yang diseBabkan kuatnya posisi produsen pelaku usaha.Sebagaimana telah dibahas
sebelumnya bahwa lemahnya posisi konsumen diseBabkan kuatnya posisi produsen pelaku usaha. Konsumen hanya menerima dan menikmati produk yang
dihasilkan oleh pelaku usaha. Pada umumnya, konsumen adalah masyarakat berekonomi lemah dan tidak memiliki banyak pilihan kecuali hanya menikmati
barangjasa yang diproduksi pelaku usaha. Sementara itu, pelaku usaha lebih tahu persis keadaan, kondisi dan kualitas barang yang dihasilkan. Dan, pelaku usaha
memiliki keleluasaan untuk menentukan segala macam kepentingannya. Konsumen terbatas jangkauan pengetahuannya atas informasi tentang sifat dan
mutu barang-barang kebutuhan yang diperlukan.
7
7
Happy Susanto.Hak-hak konsumen jika dirugikan, Jakarta Selatan : visimedia, 2008, hal.30
Universitas Sumatera Utara
Padahal, konsumen sangat bergantung pada informasi yang diberikan pelaku usaha. Dengan tidak adanya informasi yang memadai, konsumen pada
akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menerima dan sebagai objek yang pasif.
2. Ciri-Ciri Daging sapi glonggongan
Sebagai pemakai barangjasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang
bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditenggarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan
menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja
ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar pelaku usaha.
8
a. Warnanya pucat daging yang masih baik berwarna merah terang dan
lemaknya berwarnga kekuningan Namun dalam prakteknya sering kali konsumen sebagai pemakai barang
dan jasa dirugikan oleh perilaku pelaku usaha yang nakal. Karena ketidaktahuan dan ketidaksadaran konsumen akan hak-haknya yang mengakibatkan konsumen
menjadi korban pelaku yang culas terutama bagi ibu rumah tangga yang belum paham benar ciri-ciri daging sapi glonggongan ketika berbelanja di pasar
tradisional. Adapun ciri-ciri daging sapi glonggongan tersebut yaitu :
b. Kandungan air sangat tinggi lebih berairlembek
8
Ibid, hal 22
Universitas Sumatera Utara
c. Kondisinya agak rapuh sehingga tidak bisa dijadikan sebagai produk
olahan seperti bakso d.
Biasanya harganya lebih murah
9
Oleh karena itu diperlukan bantuan dari pemerintah, media cetak serta media elektronik untuk mensosialisasikan tentang ciri-ciri, dampak negatif,
bahayanya maupun memberikan tips – tips tertentu agar pembeli tidak terkecoh dalam membeli daging sapi yang sehat.
Adapun Tips untuk membedakan daging sapi glonggongan dengan daging sapi yang bukan daging sapi glonggongan :
1. Pilih daging yang berwarna merah merah maroon jangan yang
berwarna pucat, jika berwarna pucat ada kemungkinan daging sapi glonggongan atau daging yang sudah lama
2. Pilih daging yang tidak basah kering
3. Jangan pilih daging yang selalu mengeluarkan air, dengan
pengujiannya digantung seandainya terus meneteskan air berarti daging tersebut daging sapi glonggongan
4. Sebaiknya jangan memilih daging yang diletakkan di bawah atau tidak
digantung ada kemungkinan pedagang melakukan hal begitu karena kita tidak mengetahui daging tersebut meneteskan air.
5. Untuk jeroan seperti paru, hati, coba kita cubit atau robek seandainya
mudah koyak berarti jeroan tersebut di tambah air atau jeroan yang sudah kadaluarsa.
10
3. Cara Pembuatan Daging sapi glonggongan
Proses pembuatan daging sapi glonggongan diawali dengan menggelontorkan air bahasa Jawa: nggelonggong sebanyak-banyaknya ke mulut
sapi yang hendak disembelih, yang mana moncong sapi diberi corong dari bambu atau selang dan diikat kuat kemudian kaki sapi diangkat lebih tinggi dari belakang
9
http:nadhasparklink.blogspot.com200910daging-glonggongan.html, Daging sapi glonggongan, hal 1
10
http:nadhasparklink.blogspot.com200910daging-sapi-glonggongan.html, Op.Cit,
hal 2
Universitas Sumatera Utara
setelah dicekokin air sapi didiamkan selama 6 jam. Pedagang biasanya menggunakan mesin bertekanan besar sejenis jet-pump. Tujuannya agar lambung
dan seluruh sistem pencernaan sapi benar-benar penuh dengan air. Perlakuan itu membuat tubuh sapi kelihatan lebih gemuk karena daging sapi telah menyerap air
cukup banyak. Setelah sapi lemas, barulah disembelih. Hasilnya, daging sapi lebih berat ketimbang daging sapi dipotong normal karena daging telah menyerap air.
Perbandingannnya, satu kilogram daging sapi glonggongan setara dengan tujuh ons daging normal. Dengan cara di-glonggong seperti ini, terjadi serapan air
secara tidak wajar ke dalam sel daging sehingga dapat merusak kadar protein dan zat lain dalam daging. Akibatnya, kualitas daging jadi buruk dan mudah terjadi
pembusukan
11
Dimana daging yang sehat merupakan daging yang diperoleh dari lemak yang disembelih dengan prosedur yang benar. Oleh karena mayoritas penduduk
Indonesia adalah muslim maka tukang jagalnya juga harus muslim, sehingga daging yang beredar di masyarakat merupakan daging yang halal. Pada saat
pemotongan pisau yang digunakan harus tajam dan pemotongan dilakukan pada jalan nafas dan makanan tanpa mengangakat pisau. Sapi yang dipotong harus
sehat, tidak stress dan tenang. Pada saat akan dipotong, kaki sapi diikatkan Seperti yang kita ketahui bahwasanya penduduk Indonesia adalah
mayoritas muslim, oleh karena itu peredaran daging sapi glonggongan di Indonesia diharamkan oleh Majelis Ulama Indonesia MUI dikarenakan daging
tidak memenuhi syarat kesehatan
11
http:www.lawskripsi.comindex.php?option=comcontentview=articleid= 117itemid=117, Tinjauan yuridis penyembunyian identitas pelaku tindak pisana oleh pers dalam
acara bertema investigasi criminal, hal 1
Universitas Sumatera Utara
kemudian dirobohkan sedangkan sapi-sapi yang diglonggongan dapat mengalami stress dan mengeluarkan hormon adrenalin. Daging yang sehat akan
menyelamatkan generasi bangsa. Telitilah sebelum memebeli daging, karena dengan kewaspadaan pembeli, maka akan mengurangi peredaran daging sapi
glonggongan.
4. Sistem Beredarnya Daging Sapi Glonggongan
Adapun Yang dimaksud dengan pemotongan sapi adalah alur proses untuk memproduksi daging sapi yang aman, sehat, umum dan halal. Dalam prosedur
standar oprasional pemotongan sapi Kondisi aman dan sehat dapat dilakukan dengan cara selalu memeriksa kesehatan sapi pada awal proses pemotongan ante
mortem dan pada akhir pemotongan post mortem. Pemeriksaaan sapi hidup sebelum dipotong difokuskan pada penyakit-penyakit menular. Sedangkan
pemeriksaan kesehatan daging sapi diarahkan pada infestatsi parasit dan kelainan patologis yang membahayakan kesehatan atau yang menyeBabkan daging sapi
tidak layak lagi dikonsumsi Sedangkan halal, merupakan persyaratan penting yang dilakukan dengan
cara memotong sapi dengan disertai doa dan prosedur yang sesuai dengan ketentuan agama Islam serta disembelih oleh seorang muslim. Untuk menunjang
maksud tersebut, proses pemotongan hewan besar seperti sapi dan kerbau harus dilakukan melalui prosedur dan tahap-tahap proses baku standar. Standar dan
prosedur operasi S.O.P pemotongan sapi yang telah ditetapkan pemerintah adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Mewajibkan hewan besar seperti sapi dan kerabau dipotong di Rumah
Potong Hewan RPH b.
Pemeriksaan sebelum proses penyembelihan ante mortem oleh petugas yang berkepentingan
c. Sapi dimasukkan ke ruang pemotongan yang telah memenuhi persyaratan
higienis dan sanitasi d.
Sesuai standar halal, sapi direbahkan mengarah kiblat e.
Sapi dibersihkan dari segala kotoran yang melekat di badannya f.
Dilakukan proses pemotongan g.
Didiamkan beberapa saat hingga darah betul-betul tirishabis, kemudian daging dimatangkan aging dengan cara menyimpannya pada suhu kamar
selama 5-7 hari. Hal ini dilakukan karena setelah proses pemotongan karkas dagingnya akan mengalami rigor mortis, yaitu pengerasan dan
pengkakukan daging akibat terjadinya kekejangan kontraksi urat daging. Daging demikian jika dimasak akan menghasilkan hidangan daging yang
keras dimakan. Penyimpanan karkas, disamping untuk pematangan daging juga bertujuan untuk persediaan bahan mentah stock dan untuk
menunggu angkutan atau pemasaran.
h. Proses pemisahan kepala dari badan
i. Proses pengulitan
j. Pemeriksaan kesehatan daging
k. Pemisahan daging, organ dalam, jeroan di ruang yang sudah ditentukan
l. Pemeriksaan post mortem oleh petugas keur master, jika produk daging
dinyatakan sehat dengan stempel khusus, boleh dipasarkan dan didistribusikan
12
Akan tetapi bila dilihat dari prosedur standar operasional pemotongan sapi di atas tentunya sapi glonggongan jauh dari kualitas daging sapi yang aman, sehat,
umum dan halal. Hal ini dikarenakan, daging sapi glonggongan itu sendiri merujuk pada daging dari sapi yang diberi gelontoran dalam bahasa Jawa,
glonggongan berarti gelontoran air sampai over dosis. Jadi sapi sebelum disembelih, diberi air secara paksa. Caranya, moncong sapi diberi corong bambu
atau selang dan diikat kuat. Biar air masuk penuh, kaki sapi di angkat lebih tinggi dari kaki belakang. Proses ini menghasilkan sapi bertambah tambun. Setelah
12
http:duniasapi.comprosedur-standar-operasional-pemotongan-sapi, prosedur standar operasional pemotongan sapi, hal 1-2
Universitas Sumatera Utara
dicekokin air, sapi didiamkan selama 6 jam lalu dipotong. Tiap kilogram daging akan meningkat beratnya sampai 3 ons dari berat normalnya.
Kemudian daging dilempar ke pasar dengan harga dibawah harga normal. Padahal kalau dihitung secara cermat, konsumen yang beli daging sapi
glonggongan amat dirugikan. Karena daging yang telah dibeli setelah dimasak akan menyusut sebanyak 50 persen. Artinya separuhnya lagi, konsumen seperti
beli air. Soal gizinya juga dipastikan berkurang banyak. Daging sapi glonggongan bergizi rendah karena protein, lemak, vitamin dan mineral turun hingga 23,3
persen. Selain itu kualitas daging turun kelas, pucat, cepat busuk dan lembek. Karena itu para pedagang nakal, tak akan berani menggantung daging sapi
glonggongan jualannya. Pasti akan ditaruh di wadah seperti baskom. Biasanya mereka berkilah, daging ini berasal dari jenis sapi anu yang kualitas harganya
lebih murah misalnya dari sapi unggulan itu. Pokoknya banyak ragam kilah tipu- tipu mereka, biar pembeli terpikat.
13
1. Spesifikasi Penelitian
F..Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini :
Penelitian hukum dapat dibedakan menjadi penelitian hukum normatif dan penelitian hukum soiologis. Adapun penelitian hukum yang digunakan dalam
skripsi ini adalah penelitian hukum normatif yuridis-normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang
13
http:acenlemon.wordpress.com20090909daging-sapi-glonggongan-marak-pada-saat- lebaran, daging sapi glonggongan marak pada saat lebaran, hal 3
Universitas Sumatera Utara
merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian hukum kepustakaan.
14
a. Penelitian inventarisasi hukum positif
Penelitian hukum normatif dapat dibedakan dalam :
b. Penelitian terhadap asas-asas hukum
c. Penelitian yng menemukan hukum inconcreto
d. Penelitian sistemik hukum
e. Penelitian taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal
15
Jika dilihat dari 5 macam penelitian hukum normatif di atas maka penelitian hukum yang digunakan termasuk kedalam penelitian untuk menemukan hukum
inconcreto yaitu merupakan usaha untuk menemukan apakah hukumnya yang sesuai untuk diterapkan inconcreto guna menyelesaikan suatu perkara tertentu
dan dimanakah bunyi peraturan hukum itu dapat diketemukan.
16
2. Jenis Data Dan Sumber Data
Oleh karena itu realisasinya didului oleh penelitian lapangan yang dilakukan dan ditunjukkan
kepada efektivitas hukum terhadap penjualan daging sapi glonggongan.
Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yang didukung data primer. Data sekunder diperoleh dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan
ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa undang- undang, peraturan pemerintah dan sebagainya.
14
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum Dan Juri Metri, Jakarta; Ghalia,
hal 9
15
Ibid, hal12
16
Ibid, hal 22
Universitas Sumatera Utara
b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi
atau hasil kajian tentang tindak pidana perpajakan, majalah-majalah, karya ilmiah dan beberapa sumber ilmiah serta sumber internet yang berkaitan
dengan permasalahan dalam skripsi ini. c.
Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia dan lain-lain. Data primer diperoleh dari wawancara dengan Kepala Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan, konsumen serta penjual daging sapi glonggongan di pasar tradisional.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Metode Library Penelitian Kepustakaan yakni penelitian yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Data sekunder yang digunakan bersumber dari bahan hukum
primer, sekunder dan tersier yaitu seperti buku, artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, serta peraturan perundang-
undangan serta ensiklopedia. b.
Metode Field Research Penelitian Lapangan yaitu suatu pengumplan data dengan cara terjun kelapangan guna memperoleh data-data yang
diperlukan dan data-data yang diperoleh itu disebut dengan data primer. Penelitian lapangaan dilakukan dengan wawancara terhadap berbagai nara
sumber yaitu dengan beberapa konsumen dan produsen di pasar tradisional
Universitas Sumatera Utara
serta dengan Kepala Higien Sanitasi di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan.
4. Analisis Data
Sesuai dengan sifat penelitian maka analisis data dilakukan secara kualitatif yaitu dengan cara mempelajari dan memahami semua data yang ada.
Selanjutnya dianalisis dnegan menafsirkan metode induktif dan deduktif, sehingga dapat ditarik kesimpulan dalam rangka menjawab permasalahan
skripsi ini.
17
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan Bab, dimana masing-masing Bab diuraikan masalahnya secara tersendiri,
namun masih dalam konteks yang saling berkaitan satu dengan lainnya secara sistematis,menetapkan materi pembahasan keseluruhannya ke dalam 5 lima Bab
yang terperinci sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan Bab yang memberikan penjelasan tentang latar belakang, memuat tentang permasalahan, tujuan dan manfaat
penulisan, keaslian penulisan serta sitematika penulisan.
17
Soerjono Soekanto, Penghantar Penelitian Analisa Kualitatif Hukum, Jakarta : Universitas Indoneisa, 1986, hal 249.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PERANAN DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
SEBAGAI PEJABAT PEGAWAI NEGRI SIPIL DALAM MENYELESAIKAN KASUS PENJUALAN DAGING SAPI
GLONGGONGAN DIPASAR TRADISIONAL
Bab ini menjelaskan tentang pembahasan permasalahan penegakan hukum pidana yang mencakup fungsi dibentuknya Dinas Peternakan
dan Kesehatan Hewan di Indonesia dalam menyelesaikan kasus penjualan daging sapi glonggongan di pasar tradisional sampai
dengan kedudukan, tugas pokok Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yaitu melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang
peternakan dan kesehatan hewan BAB III FAKTOR DAN DAMPAK DARI PENJUALAN DAGING SAPI
GLONGGONAN TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Bab ini menjelaskan tentang faktor dan dampak dari penjualan daging sapi glonggongan serta bagaimana perlindungan konsumen
terhadap penjualan daging sapi glonggongan di pasar tradisional dimana dalam hal ini Undang-undang perlindungan konsumen saja
tidak cukup akan tetapi bantuan dari hukum pidana sangat di perlukan dalam usaha perlindungan konsumen terhadap penjualan
daging sapi glonggongan agar pelaku usaha yang berbuat curang dapat jerah.
BAB IV UPAYA PENANGGULANGAN PENJUALAN DAGING SAPI GLONGGONGAN
Bab ini menjelaskan tentang upaya-upaya yang akan dilakukan dalam menanggulangi penjualan daging sapi glonggongan yang
Universitas Sumatera Utara