48
Untuk itu pimpinan proyek mencari dasar hukum dan pasal-pasal dalam peraturan guna mendukung atau memperkuat sahnya
pelaksanaan pelelangan, sehngga tidak disalahkan oelh inspektur. Misalnya ditemukan salah satu pasal
perihal ―keadaan darurat‖ atau ―forca majeur‖. Dalam pasal ini dikatakan bahwa ―dalam keadaan
darurat, prosedur pelelangan atau tender dapat dikecualikan, dengan syarat harus memperoleh izin dari oejabat yang berkompeten‖.dari
sinilah dimulainya illegal corruption. 3
Mercenery Corruption, adalah jenis tindakpidana korupsi yang dimaksud memperoleh keuntungan pribadi, melalui penyalahgunaan
wewenang dan kekuasaan. Contoh: Dalam sebuah persaingan tender, seorang panitia lelang memiliki wewenang untukmeluluskan peserta
tender. Untuk itu, secara terselubung atau terang-terangan ia mengatakan bahwa untuk memenangkan tender peserta harus bersedia
memberikan uang ―sogok‖ atau ―semir‖ dalamjumlah tertentu. 4
Ideological Corruption, ialah jenis korupsi ilegal mauoun discretionery yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok. Contoh: Kasus
skandal Watergate, dimana sejumlah individu memberikan komitmen merekakepada presiden Nixon ketimbang kepada undang-undang atau
hukum. Penjualan aset BUMN untuk mendukung pemenangan pemillihan umum partai politik tertentu temasuk dalamcontoh korupsi
ini.
49
2. Tindak Pidana Lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi
a. Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Berikut adalah pasal yang berkitan dengan tindak pidana korupsi: ―Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi,
atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga
tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah dan
paling banyak Rp 600.000.000,00 enam ratus juta rupiah.
‖
37
Perbuatan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana
korupsi yang ditentukan dalam pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, terdiri antara lain sebagai berikut:
1 Dengan sengaja ―mencegah‖ secara langsung atau tidak langsung
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terddakwa ataupun para saksi dalam perkara
tindak pidana korupsi. 2
Dengan sengaja ―merintangi‖ secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
terhadap tersangka dan terddakwa ataupun para saksi dalam perkara tindak pidana korupsi.
3 Dengan sengaja ―menggagalkan‖ secara langsung atau tidak langsung
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terddakwa ataupun para saksi dalam perkara
tindak pidana korupsi.
37
Suyatno, SH, Undang-Undang RI tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU NO. 20 Tahun 2001, jakarta, Pancar Utama, 2001, h. 84.
50
b. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Pasal selanjutnya yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi: ―Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal
29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan atau denda paling sedikit Rp
150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 600.000.000,00 enam ratus juta rupiah.
‖
38
Perbuatan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana
korupsi yang ditentukan dalam pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, terdiri antara lain sebagai berikut:
1 Tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 28 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999, yaitu pada saat dilakukan penyidikan tindak pidana korupsi, tersangka dengan sengaja tidak memberikan
keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar mengenai seluruh harta bendanya dan harta bendaisteri atau suami, anak, dan
harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang
dilakukan tersangka. 2
Tindak pidana sebagai mana dimaksud Pasal 29 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yaitu pada saat dilakukan penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tindak pidana korupsi, tersangka dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau
memberi keterangan yang tidak benar menganai seluruh harta bendanya.
38
Ibid.
51
3 Tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 35 Undang-Undang
Nomor 31 tahun 1999, yaitu pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tindak pidana korupsi, saksi atau ahli dengan sengaja tidak
memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar. 4
Tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 36 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yaitu pada saat pemeriksaan di sidang
pengadilan tindak pidana korupsi, berlaku juga terhadap meraka yang menurut pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatan diwajibkan
menyimpan rahasia.
3. Motivasi Korupsi
a. Ciri-ciri dan Faktor-faktor Penyebab
Praktik korupsi yang menggurita kronis di Indonesia tidak dapat lagi disadari sebagai abnormalitas melainkan dihayati sebagai kenormalan
sehari-hari.
39
Yang terjadi di Indonesia saat ini adalah penumbangan paradigma lama tentang korupsi menggunakan paradigma baru, namun
kendala pada setiap sektor penegak hukum yang tidak kompak dalam memberntas korupsi menjadikan penumbangan korupsi seakan hanya
kemuslihatan belaka. Pejabat atau penyelenggara negara selama ini menganggap dirinya
sebagai penguasa authorities, jarang dari mereka yang menyadari perannya sebagai pelayan masyarakat publicservant service provider.
Budaya kekeluargaan paternalistik juga mengakibatkan turunnya
39
Kompas, Jihad Melawan Korupsi Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005, h. 127.