dibandingkan tahun 2004, selain itu terjadi penambahan jumlah lembar saham yang beredar meningkat sebesar 13.928.000 lembar.
Tahun 2006, secara keseluruhan nilai EPS Bank Danamon lebih kecil dibandingkan tahun 2005 bahkan nilai EPS yang dicapai
tahun 2006 adalah nilai paling kecil selama periode penelitian. Pada triwulan I tahun 2006, terjadi penurunan laba bersih karena
meningkatnya beban operasional lainnya yaitu sebesar 138,17 persen dibandingkan tahun 2005 sehingga menyebabkan pendapatan
operasional bersih yang menurun dari tahun 2005. Penurunan tingkat EPS yang terjadi adalah sebesar 60,94 persen dari Rp.
130,39 pada tahun 2005 menjadi Rp. 50,93 di tahun 2006. Pada triwulan selanjutnya, nilai EPS perusahaan masih lebih kecil
dibandingkan tahun 2005, hal ini terjadi karena penurunan laba bersih perusahaan yang dipengaruhi oleh peningkatan beban
operasional lainnya rata-rata sebesar 85,44 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan pendapatan bunga bersih yang
terjadi masih lebih kecil dibandingkan peningkatan beban operasional lainnya.
Tingkat EPS tertinggi Bank Danamon dicapai pada periode Desember 2004, hal ini karena laba bersih yang dicapai perusahaan
tinggi, sehingga akan menghasilkan laba yang besar pula bagi investornya, hal ini manggambarkan kinerja perusahaan yang baik,
sehingga mampu menciptakan laba yang besar bagi investornya. Sementara tingkat EPS terrendah terjadi pada periode Maret 2006,
hal ini terjadi karena terjadi penambahan jumlah saham yang beredar tanpa diimbangi dengan kenaikan laba bersih yang tinggi,
sehingga disimpulkan bahwa kinerja perusahaan dalam menciptakan laba bersih terhadap modal yang dimiliki mengalami penurunan.
4.2.2. Economic Value Added EVA
Economic Value Added EVA merupakan suatu metode
pengukuran kinerja perusahaan yang menghitung laba ekonomis sebenarnya yang telah berhasil diciptakan oleh suatu perusahaan.
Dengan mengetahui nilai EVA, perusahaan dapat melihat suatu gambaran mengenai peningkatan atau penurunan nilai laba ekonomis
yang sebenarnya tercipta dari kinerjanya, sehingga dapat diketahui posisi perusahaan menurut sudut pandang investor, apakah perusahaan
telah menjadi wealth creator atau wealth destroyer. Nilai EVA yang berhasil dicapai perusahaan dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Nilai Economic Value Added EVA Bank Danamon Economic Value Added
EVA dalam jutaan rupiah Periode
2003 2004 2005 2006 Maret -1.194.634 149.640 1.080.740 -153.387
Juni 27.755 1.397.188
2.389.637 1.437.379
September 1.383.952 2.647.461 3.871.798 3.258.247 Desember 2.028.550 3.841.440 5.516.279 4.908.250
Sumber : Laporan Keuangan dan Data Saham Bank Danamon diolah Pada triwulan I tahun 2003, nilai EVA yang dicapai Bank
Danamon berada dalam posisi negative, yaitu Rp – 1.194.634 dalam jutaan. Hal ini menandakan bahwa perusahaan belum berhasil
menciptakan nilai tambah kekayaan atas modal yang diinvestasikan investor. Hal ini dikarenakan Net Operating After Tax NOPAT yang
berhasil dicapai periode itu sebesar Rp 1.250.606 dengan jumlah biaya modal yang lebih tinggi yaitu Rp 2.445.140. Biaya modal yang tinggi
ini diakibatkan oleh tingginya biaya atas modal saham biasa Ke yang mencapai 121,65 persen, hal ini dikarenakan nilai
β bernilai negative yaitu -0,04 yang berarti return perusahaan bergerak lebih lambat
daripada pergerakan return pasar, sehingga kurang responsive dan bereaksi berlawanan dari return pasar, sehingga menyebabkan
Weighted Average Cost of Capital WACC ikut meningkat hingga
mencapai 21,73 persen. Dengan WACC yang tinggi, maka nilai Biaya modal Cost Of CapitalCOC pun ikut meningkat. Jadi, nilai negative
dipicu oleh biaya modal yang lebih besar dari NOPAT-nya. Ini merupakan hal biasa karena pada awal triwulan pertama,
perkembangan perusahaan masih terus dijalankan sehingga nilai NOPAT belum menunjukkan kinerja akhirnya, dan nilai EVA
berpeluang besar bernilai negative.
Seiring dengan perkembangan aktivitas operasional perusahaan, terjadi peningkatan nilai EVA dari triwulan I sampai
dengan IV. Setelah berada pada triwulan II, nilai EVA berubah menjadi positif yaitu Rp 27.755 dalam jutaan. Hal ini karena terjadi
peningkatan nilai NOPAT yang lebih besar dari biaya modalnya. NOPAT meningkat karena laba bersih perusahaan meningkat, tetapi
hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan COC-nya, karena komponen IC periode tersebut hanya meningkat sebesar 4,6 persen
dari periode lalu, lebih kecil dibandingkan peningkatan NOPATnya yang sebesar 106,75 persen sehingga menghasilkan EVA yang positif.
Di tahun 2003 nilai EVA meningkat dari triwulan I sampai triwulan IV sebesar 269,81 persen, hal ini menandakan bahwa perusahaan telah
berhasil menciptakan tambahan kekayaan bagi investornya. Memasuki triwulan I tahun 2004 nilai EVA yang tercipta
berada pada posisi yang positif yaitu sebesar Rp 149.640 dalam jutaan, lebih bagus jika dibandingkan triwulan I tahun 2003 yang
bernilai negatif . Pada triwulan II terjadi peningkatan nilai EVA yang signifikan sebesar 4934 persen dibandingkan tahun 2003. Begitu pula
pada triwulan selanjutnya yang masing-masing mengalami peningkatan sebesar 91,29 persen dan 89,37 persen dibandingkan
tahun sebelumnya. Secara umum, pada tahun 2004 nilai EVA Bank Danamon terus mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan nilai laba
bersih dan biaya bunga perusahaan terus mengalami peningkatan, tetapi tidak diikuti oleh WACC sebagai komponen biaya modal yang
justru mengalami penurunan dibandingkan tahun 2003, penurunan yang terjadi adalah sebesar 67,42 persen dan mengakibatkan
penurunan COC yang pada akhirnya menghasilkan nilai EVA yang positif dan lebih besar dari tahun sebelumnya.
Pada tahun 2005, nilai EVA yang diciptakan Bank Danamon pun terus mengalami perkembangan dibandingkan tahun 2004
Peningkatan signifikan terjadi pada triwulan I yaitu sebesar 622,23 persen dibandingkan tahun 2004. Rata-rata peningkatan yang terjadi
adalah sebesar 195,78 persen di tiap periodenya dibandingkan tahun sebelumnya. Pada akhir 2005, nilai EVA mencapai Rp 5.516.279
dalam jutaan. Nilai positif ini dikarenakan COC perusahaan yang rendah, dan dapat disimpulkan bahwa nilai COC untuk tahun 2005
adalah biaya modal terrendah dibandingkan nilai COC pada tahun lain pada periode penelitian ini. Biaya modal ini rendah karena nilai
struktur modal rata-rata WACC yang rendah. Nilai biaya modal atas saham biasa Ke pada tahun 2005 mencapai angka negative yaitu
mencapai -11,45 persen, hal ini dipengaruhi oleh tingkat sensitivitas return saham perusahaan yang bergerak lebih tinggi terhadap
pergerakan return pasar dengan β = 1,245 dan tingkat market risk
premium yang mencapai angka negative tertinggi pada periode
penelitian yaitu -97,7 persen. Dan hal ini menjadikan struktur ekuitas sebagai pengurang dari struktur biaya hutang, sehingga nilai WACC
menjadi kecil yaitu sebesar 2,23 persen yang mempengaruhi nilai COC sehingga mengalami penurunan dan meningkatkan nilai EVA.
Memasuki triwulan I 2006, terjadi penurunan nilai EVA dibandingkan tahun 2005, EVA yang terbentuk menghasilkan nilai
negative, terjadi penurunan sebesar 804,58 persen jika dibandingkan triwulan I 2005. Hal ini disebabkan laba bersih yang berhasil dicapai
perusahaan hanya sebesar Rp 250.611 dalam jutaan rupiah yang merupakan laba terkecil yang dicapai perusahaan dibandingkan tahun-
tahun lalu dalam periode penelitian ini, selain itu nilai NOPAT-nya lebih kecil dari biaya modalnya, peningkatan NOPAT-nya lebih kecil
dibandingkan peningkatan biaya modalnya, sehingga EVA yang terbentuk pun negative. Biaya modal yang tinggi ini diakibatkan oleh
biaya modal atas saham yang cukup tinggi yaitu mencapai 50,23 persen dan mengakibatkan nilai WACC yang lebih tinggi
dibandingkan tahun 2005 yaitu meningkat sebesar 360 persen. Tetapi memasuki triwulan II 2006 nilai EVA pun berubah positif yaitu
sebesar Rp 1.437.379, tetapi jika dibandingkan tahun 2005 nilai EVA yang terbentuk mengalami penurunan sebesar 39,85 persen, penurunan
ini disebabkan peningkatan biaya modal 424,77 persen yang lebih besar daripada peningkatan NOPAT-nya 20,05 persen. Peningkatan
nilai EVA terus terjadi hingga akhir triwulan 2006, dikarenakan nilai NOPAT yang terus meningkat seiring dengan perkembangan kinerja
Bank Danamon sehingga laba bersih yang dicapai terus meningkat begitu pula dengan biaya bunganya.
Dari periode pengamatan 2003 sampai 2006, secara umum nilai EVA terbesar terjadi pada periode tahun 2005, dengan rata-rata
nilai EVA sebesar Rp 3.214.614 dalam jutaan. Sementara untuk nilai EVA terkecil terjadi pada periode 2003, pada Maret 2003 nilai EVA
yang terbentuk adalah sebesar Rp -1.194.634. Untuk nilai NOPAT, yang terbesar terjadi pada tahun 2006 dengan rata-rata sebesar Rp
4.292.502 dalam jutaan di tiap triwulannya. Nilai NOPAT yang besar ini lebih karena biaya bunga yang dimiliki perusahaan juga besar
dengan rata-rata di tahun 2006 sebesar Rp 3.530.465 dalam jutaan yaitu jumlah terbesar diantara periode lain 2003,2004,2005 yang
masing-masing sebesar Rp 2.215371, Rp 1.511.848, Rp 2.112.906 dalam jutaan. Namun untuk tingkat keuntungan atau laba bersih yang
diperoleh, paling tinggi dicapai pada periode tahun 2005 yaitu rata-rata sebesar Rp 1.454.258 dalam jutaan, sementara untuk periode lain
2003,2004,2006 masing-masing adalah sebesar Rp 864.350, Rp 1.441.398, Rp 762.037 dalam jutaan.
Untuk biaya modal sebagai komponen pengurang EVA, yang terbesar terjadi pada periode tahun 2003, dengan rata-rata sebesar Rp
2.518.315 dalam jutaan, dengan rata-rata sebesar itu dan nilai NOPAT yang tidak jauh berbeda dengan periode lain, maka nilai EVA
yang terbentuk pun semakin kecil. Sementara itu, nilai COC terkecil adalah periode tahun 2005 yaitu rata-rata sebesar Rp. 352.550 dalam
jutaan, sehingga nilai EVA pun meningkat. Komponen yang mempengaruhi COC adalah WACC dan IC. Invested Capital IC yang
dimiliki oleh perusahaan setiap periodenya cenderung mengalami kenaikan, hal ini seiring dengan perkembangan kinerja Bank Danamon
dalam rangka pembiayaan kegiatan operasionalnya yang semakin meluas guna mencapai tujuannya. Dengan nilai IC yang terus
meningkat akan berpeluang menurunkan nilai EVA karena perusahaan yang terus mengembangkan usahanya membutuhkan struktur
pemodalan yang tinggi sehingga COC sebagai komponen pengurang EVA pun meningkat. Sementara itu, WACC tertinggi yang merupakan
komponen COC adalah tahun 2003, hal ini dikarenakan nilai β yang
negative, menggambarkan kurang sensitifnya return asset saham perusahaan terhadap pergerakan dari return pasar Indeks Harga
Saham GabunganIHSG dan cenderung bergerak berlawanan terhadap return
pasar. Dan setelah nilai β dikalikan dengan market risk premium
yang negative akan meningkatkan Ke-nya. Ke tertinggi berada pada posisi 121,65 persen sehingga biaya modalnya pun meningkat, bahkan
paling tinggi. Sementara itu WACC terrendah terjadi pada tahun 2005, hal ini disebabkan nilai
β yang bernilai lebih dari 1, menggambarkan pergerakan harga sekuritas perusahaan yang lebih tinggi dari pada
pergerakan harga pasar. Dengan sedikit pergerakan dari return portfolio pasar akan berpengaruh lebih besar terhadap return sekuritas
perusahaan. Dengan β yang tinggi dan market risk premium yang
negatif, berarti risiko pasar dalam suatu aset perusahaan tidak lebih besar dari risk free-nya, sehingga Ke yang terbentuk pun menurun.
Dalam WACC, selain faktor ekuitas, melibatkan pula struktur hutang, biaya hutang terbesar terdapat pada tahun 2003, jadi hal ini memang
membuktikan bahwa COC terbesar terjadi pada tahun tersebut dengan komposisi Ke dan Kd terbesar pada periode penelitian, sehingga
WACC yang terbentuk pun meningkat yang mengakibatkan peningkatan biaya modal perusahaan.
4.2.3. Market Value Added MVA