konflik dan persoalan yang disebut dengan novel atau roman. sedangkan rangkaian peristiwanya yang pendek dan menghadirkan satu konflik dalam satu persoalan
disebut cerita pendek cerpen.
Menulis sastra bukanlah aktivitas impresi, tetapi aktivitas yang bersifat umum karena semua manusia pada saat menulis selalu malalui tahap kreatif ini. Tahap
kreatif menulis yang dimaksud adalah tahap pencarian ide dan pengendapan, tahap penulisan, dan tahap revisi atau editing. Kejelasan merupakan asas yang pertama dan
utama bagi hampir semua karangan, khususnya ragam karangan faktawi. Setiap pembaca betapa pun terpelajarnya menghargai karangan atau suatu karya yang dapat
dibaca dan dimengerti secara jelas. Namun karya yang kabur, ruwet dan gelap akan membosankan pembaca dan melatih pikirannya. Ciri-ciri karangan atau karya yang
jelas adalah mudah, sederhana, langsung, dan tepat. Syarif, 2009:9. Proses menulis teks baru novel Kinanti karya Margareth Widy Pratiwi sebagai bahan ajar membaca
teks sastra adalah sebagai berikut.
2.2.5.1 Karakter
Memberikan mereka nama, sifat, rasa takut, mengenali rasa yang bahkan tak merekan sadari, dan mendefinisikan siapa mereka sebenarnya melalui gerakan dan
kata-kata. Definisi karakter atau tokoh dibagi menjadi 3 yaitu rupa wujud dan keadaan yaitu macam atau jenis contohnya parasnya cantik seperti bidadari rupane
ayu kaya widadari, yang kedua adalah bentuk badan, perawakan. Sebagai contoh
badannya tinggi besar awake gedhe dhuwur dan yang ketiga adalah pemegang peran peran utama dalam roman atau drama. Pada umumnya ada tiga jenis karakter dalam
sebuah novel yaitu protagonis, antagonis, dan karakter pendukung. Kemudian karakter itu dikembangkan dengan dengan membuat biodata karakter Biodata ini
memuat data tentang karakter utama, yang mendeskripsikan mereka secara fisik, psikis, maupun watak. Biodata ini sangat berguna sebagai rujukan untuk menjaga
konsistensi karakter selama menulis. Karakter yang baik memegang tangan pembaca dan mengajak mereka mengikuti perjalanannya dari halaman pertama hingga terakhir.
Karena itulah dalam menciptakan karakter ciptakan karakter yang relateable yang dang dimengerti dan diidentifikasi oleh pembaca. Namun pada proses simplifikasi
sudah tertera karakter yang ada tinggal dikembangkan saja sesuai karakter yang ada tanpa mengubah komposisi cerita. Karakter ini akan dikemas ke dalam tokoh dan
penokohan. Ketika karakter dalam novel sudah diketahui karakter ini yang membantu dalam proses membuat produk sebagai acuan dalam menggambarkan tokoh dan
penokohan dalam proses simplifikasi novel sebagai bahan ajar di Sekolah Menengah Pertama SMP.
2.2.5.2 Alur
Karya sastra yang menarik biasanya memiliki plot yang padat dan alur yang enak dibaca. Plot yang padat membuat pembaca tertarik untuk mengikuti kisah si
tokoh utama dari awal sampai akhir bahkan sampai tidak rela meletakan buku karena
ingin cepat-cepat menyelesaikannya. Alur yang baik membuat perpindahan adegan tidak terasa, sehingga pembaca makin menikmati bacaannya.
Stanton dalam Kurniawan dan Sutardi 2012: 69, alur adalah keseluruhan sekuen bagian peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita, yaitu rangkaian
peristiwa yang terbentuk karena proses sebab akibat kausal dari peristiwa-peristiwa lainnya. Hal ini menunjukan bahwa alur itu bukanlah rangkaian waktu dalam cerita,
melainkan rangkaian peristiwa yang membentuk cerita, dan peristiwa-peristiwa dalam cerita ini mempunyai hubungan yang erat, karena kehadiran satu peristiwa
menyebabkan hadirnya peristiwa lainnya. Jalinan antarperistiwa dalam cerita inilah yang disebut sebagai alur untuk membuat bahan ajar membaca teks sastra.
Alur dalam prosa fiksi itu memiliki tiga bagian yaitu awal, tengah dan akhir. Bagian awal dalam alur fiksi biasanya mengandung dua hal penting, yaitu eksposisi
dan elemen instabilitas. Eksposisi merupakan istilah yang biasanya dipergunakan untuk menunjuk pada proses yang dipilih dan dipergunakan pengarang untuk
memberitahukan dan mendeskripsikan berbagai informasi yang diperlukan dalam pemahaman cerita. Kehadiran eksposisi inilah, sebagai situasi awal cerita, yang
kemudian menyebabkan terjadinya suatu cerita yang berisi elemen instabilitas baik bersifat implisit ataupun eksplisit. Selain eksposisi dan instabilitas, biasanya pada
bagian awal ini juga sudah diperkenalkan tentang konflik yang akan terjadi. Selanjutnya, konflik mengalami komplikasi klimaksnya pada bagian tengah. Oleh
karena itu, bagian tengah dalam cerita ini merupakan bagian yang menghadirkan konflik dan klimaks. Dalam hal ini, konflik merupakan tahapan dalam cerita yang
membuat pembaca tegang, dan ketegangan tersebut akan sampai pada klimaksnya, yaitu suatu momen dalam cerita. Jika sudah sampai pada klimaks maka alur dalam
cerita akan menuju pada tahap bagian akhir. Jika pada bagian tengah alur terdapat komplikasi dan klimaks, sebagai akibat adanya konflik tertentu maka bagian akhir
terdiri dari segala sesuatu yang berasal dari klimaks menuju ke pemecahan denoument atau hasil cerita. Nurgiyantoro dalam Kurniawan 2012: 71, alur dalam
cerita biasanya mempunyai kaidah-kaidahnya sendiri yaitu kemasukakalan plausibilitas, rasa ingin tahu suspense, kejutan surprise, dan kepaduan unity.
Dalam melakukan simplifikasi pertama-pertama menentukan alur agar alur yang akan ditulis tidak merubah komposisi dalam cerita.
2.2.5.2.1 Diagram Struktur Plot
Tahap-tahap pemplotan dapat digambarkan dalam bentuk gambar diagram. Diagram struktur yang dimaksud biasanya didasarkan pada urutan kejadian dan atau
konflik secara kronologis. Jadi, diagram itu sebenarnya lebih menggambarkan struktur plot jenis progresif-konvensional-teoretis. Berikut adalah diagram yang
digambarkan oleh Jones dalam Nurgiyantoro 1995:151.
klimak
Inciting Forces + pemecahan
awal tengah akhir
Keterangan : Konflik dimunculkan dan semakin ditingkatkan Konflik dan ketegangan dikendorkan
+ Inciting forces menyaran pada hal-hal yang semakin meningkatkan konflik sehingga akhirnya mencapai klimaks.
Diagram di atas menggambarkan perkembangan plot yang runtut dan kronologis. Jadi, ia sesuai betul dengan tahap-tahap pemplotan yang secara teoretis-
konvensional itu. Pada kenyataannya, plot cerita sebuah karya fiksi, terutama novel, terlebih yang tergolong kemudian, urutan kejadian yang ditampilkan pada umumnya
tidak secara linear-kronologis, sehingga digambarkan wujud diagramnya pun tidak akan sama dengan yang di atas. Berikut juga di gambarkan diagram menurut
Rodrigus dan Badaczewski dalam Nurgiyantoro 1995:152.
b
a c
Puncak a, b, dan c, walau sama-sama dapat dipandang sebagai klimaks tentunya tidak sama kadar keklimaksannya. Pada gambar di atas misalnya klimaks
yang paling intensif dan menegangkan. Sebagai contoh misalnya, jika membaca novel Maut dan Cinta kita akan merasakan bahwa terdapat lebih dari satu klimaks di
dalamnya yaitu konflik dibangun, dikembangkan dan diintensifkan sampai klimaks, dikendorkan, muncul konflik lain lagi yang lebih intensif dan dikembangkan sampai
klimaks lagi, dikendorkan lagi, dan seterusnya.
Plot atau alur dikategorikan ke dalam beberapa jenis yang berbeda berdasarkan sudut-sudut tinjauan atau kriteria yang berbeda pula. Pembedaan plot
yang dikemukakan di bawah ini didasarkan pada tinjauan dari criteria urutan waktu, jumlah, dan kepadatan.
2.2.5.2.2 Plot lurus maju
Plot lurus, progresif maju dapat digambarkan sebagai berikut.
A B
C D
E
Simbol A melambangkan tahap awal cerita, B-C-D melambangkan kejadian-kejadian berikutnya, tahap tengah, yang merupakan inti cerita, dan E
merupakan tahap penyelesaian cerita. Oleh karena kejadian-kejadian yang dikisahkan bersifat kronologis yang secara istilah berarti sesuai dengan urutan waktu. Plot yang
demikian disebut juga sebagai plot maju, progresif.
2.2.5.2.3 Plot Sorot Balik flashback
D1 A
B C
D2 E
D1 berupa awal penceritaan, A, B, dan C adalah peristiwa-peristiwa yang disorot balik, D2 sengaja dibuat demikian untuk menegaskan pertalian kronologisnya
dengan D1, dan E berupa kelanjutan langsung peristiwa cerita awal D1.
2.2.5.2.4 Plot Campuran
E D1
A B
C D2
Adegan ABC berisi inti cerita novel, diceritakan secara runtut-progresif- kronologis. Kisah tersebut mengantar adegan D1 dan D2 yang juga lurus-kronologis.
Dalam bagan diatas E menjadi flashback karena E merupakan kelanjutan langsung dari peristiwa D2 justru ditempatkan diawal buku.
2.2.5.3 Setting atau Latar
Setting atau latar membantu pembaca membayangkan cerita dengan lebih baik dan akurat. Jika cerita tanpa setting tentunya pembaca tidak akan antusias dalam
membaca karya sastra. Setting adalah elemen yang membantu pembaca untuk masuk ke dalam cerita dan membuat cerita lebih hidup. saat mendeskripsikan setting, penulis
perlu mempertajam kelima indranya dan mempertimbangkan gaya penulisan, karakter dalam novel dan mood yang ingin dicapai. Setting juga perlu di deskripsikan dalam
proporsi yang pas, gunakan informasi yang relevan dengan cerita dan membangun suasana.
Nurgiyantoro dalam Kurniawan 2012:68, latar atau setting dalam cerita biasanya akan menyangkut tiga hal yaitu latar tempat, adalah latar yang menyaran
pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan pada tempat, yang menunjuk pada lokasi tertentu secara geografis, misalnya didaerah dan tempat tertentu seperti rumah,
sekolah, nama desa dan kota, dan sebagainya, yang kedua latar waktu, latar waktu ini berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
cerita. Masalah kapan ini biasanya berhubungan dengan waktu factual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Ketiga latar sosial
merupakan latar yang menyaran pada kondisi sosial masyarakat sebagai tempat cerita.
Kondisi sosial masyarakat ini mencakup kebiasaan masyarakat dan adat istiadat yang dijadikan sebagai latar cerita. Ketiga latar itu selalu hadir, tetapi latar tempat lebih
fokus menjadi latar yang sering hadir dan bersifat factual. Karena dari deskripsi latar tempat inilah maka latar sosial dan waktu bisa diidentifikasi secara tersirat dari latar
tempat ini. Oleh karena itu, perhatian harus fokus pada deskripsi latar tempat saat menulis, keberadaan latar waktu sejarah dan sosial dijadikan sebagai data untuk
menggambarkan latar waktu sehingga tidak menjadi anakronisme diantara ketiganya. Ketiga aspek itu harus dideskripsikan secara komprehensif.
Pilihan diksi dan cara mendeskripsikan setting akan mempengaruhi banyak hal. Saat menulis deskripsi setting, juga mempertimbangkan karakter yang
menarasikannya, mood yang ingin dicapai dan keseluruhan gaya penulisan dalam karya sastra. Saat menggunakan setting asing, diperlukan faktor lain di luar tempat
dan lokasi yang erat kaitannya dengan daerah tersebut seperti makanan khas, tradisi dan kebiasaan warga lokal, sejarah, kebudayaan, dan lain-lain. Tujuannya adalah
untuk menghidupkan dan memperkaya cerita, terutama bagi pembaca yang masih awam dengan setting yang diangkat.
2.2.5.4 Tahap Editing dan Revisi