75 Dari hasil penelitian lampiran 16 terlihat bahwa rata-rata
panelis memberikan nilai yang bervariasi dengan kisaran nilai 4.27- 4.63. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa panelis tidak dapat
membedakan warna antar sampel. Berarti dari kisaran nilai tersebut, secara umum panelis menyukai warna dari sembilan sampel yang
disajikan. Hal ini terjadi diduga karena perlakuan pemekatan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi 80
C dibawah suhu ekstraksi, sehingga walaupun perlakuan pemekatan hingga konsentrasi lebih
tinggi membutuhkan waktu lebih lama, komponen katekin teh hijau dan pigmen klorofil yang berkontribusi terhadap warna tidak
rusakterdegradasi secara signifikan pada semua perlakuan. Pengaruh suhu pengeringan 120, 150 dan 180
C juga tidak mengakibatkan perbedaan warna dari sampel, karena kontak bahan
dengan udara panas pada setiap level suhu pengering terjadi dalam waktu yang sangat cepat sehingga komponen katekin dan pigmen
klorofil tidak rusakterdegradasi secara signifikan pada semua perlakuan suhu pengeringan.
Katekin dan klorofil langsung atau tidak langsung perubahannya selalu dihubungkan dengan sifat teh yaitu warna
Arifin, 1994. Dari hasil uji warna objektif dengan chromameter, ternyata nilai b teh hijau instan bubuk dengan perlakuan pemekatan
hingga konsentrasi 30 Brix menghasilkan derajat kekuningan teh
hijau instan tertinggi sebesar 47.17. Tetapi berdasarkan data subjektif dengan uji organoleptik terhadap parameter warna, panelis tidak
dapat membedakan warna teh hijau instan tersebut.
5.2 Skor Rasa
Rasa merupakan parameter yang digunakan untuk menilai cita rasa dari suatu produk pangan. Menurut Nasution 1980 dikutip
Andamari 2005, rasa dapat dinilai dengan adanya tanggapan kimiawi oleh indera pencicip lidah. Penginderaan rasa terbagi
menjadi empat rasa utama yaitu manis, asin, pahit dan asam. Menurut
76 Winarno 1997 penerimaan panelis terhadap rasa dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Apabila suatu produk
rasanya tidak enak, maka produk tersebut tidak akan diterima oleh konsumen walaupun warna, aroma dan teksturnya baik. Oleh karena
itu, rasa merupakan faktor penting dalam keputusan terakhir konsumen untuk menolak atau menerima suatu produk.. Rekapitulasi
nilai hedonik terhadap skor rasa minuman teh hijau instan dapat dilihat pada lampiran 17.
Hasil pengujian organoleptik terhadap rasa teh hijau instan berkisar antara 1.93 sampai 2.10. Berdasarkan tes Kruskal-Wallis
terhadap rasa teh hijau instan dapat diketahui bahwa semua sampel teh hijau instan hasil kombinasi perlakuan pemekatan dan suhu
pengeringan tidak berbeda nyata lampiran 20a P0,05 yang berarti bahwa perlakuan pemekatan dan suhu pengeringan tidak memberikan
pengaruh terhadap penilaian konsumen pada rasa teh hijau instan. Berdasarkan rangkingnya, panelis memberikan nilai yang lebih tinggi
yaitu skor rata-rata 2.10 pada teh hijau instan dengan kombinasi perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 30
Brix dan perlakuan suhu pengeringan 120
C serta teh hijau instan dengan kombinasi perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 40
Brix dan perlakuan suhu pengeringan 180
C. Sedangkan nilai yang paling rendah yaitu skor rata-rata 1.93 diberikan oleh panelis pada teh hijau instan dengan
kombinasi perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 50 Brix dan
perlakuan suhu pengeringan 120 C.
Dari hasil penelitian lampiran 17 terlihat bahwa rata-rata panelis memberikan nilai yang bervariasi dengan kisaran nilai 1,93-
2,10 sangat tidak suka hingga tidak suka. Dari nilai tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa selain tidak dapat membedakan rasa
antar sampel, panelis juga tidak suka dengan rasa dari teh hijau instan tersebut. Hal ini dikarenakan rasa sepat dan pahit dari teh hijau instan
tidak disukai oleh panelis yang terbiasa dengan minuman teh yang
77 ditambahkan gula pada saat penyajian. Rasa sepat dan pahit yang
timbul dari semua sampel diakibatkan oleh komponen bioaktif teh hijau yaitu katekin. Katekin teh memiliki sifat tidak berwarna, larut
air, serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh Hartoyo, 2003.
Pengaruh pengolahan yaitu pemekatan dengan suhu 80 C dan
waktu evaporasi yang semakin lama dengan semakin tingginya konsentrasi yang diinginkan dalam proses 30, 40 dan 50
Brix ternyata tidak mempengaruhi penilaian rasa oleh panelis terhadap
semua sampel teh hijau instan. Hal ini diduga karena suhu yang digunakan pada proses pemekatan tidak terlalu tinggi 80
C dan lama dari kombinasi waktu pemekatan antar semua sampel yang tidak
terlalu jauh lampiran 7 maka komponen katekin yang terkandung dalam semua kombinasi sampel tidak berubahterdegradasi secara
signifikan. Pengaruh perlakuan suhu pengeringan 120, 150 dan 180
C juga tidak mengakibatkan perbedaan terhadap rasa dari sampel, karena kontak bahan dengan udara panas pada setiap level
suhu pengering terjadi dalam waktu yang sangat cepat sehingga komponen katekin tidak rusakterdegradasi secara signifikan pada
semua perlakuan level suhu pengeringan.
5.3. Skor Aroma