Trend Japanese Rock dan Visual Kei dalam Konteks Pertunjukan Musik Popular di Indonesia : Studi Kasus Group-Group Band di Medan

(1)

TREND JAPANESE ROCK DAN VISUAL KEI DALAM

KONTEKS PERTUNJUKAN MUSIK POPULAR DI

INDONESIA : STUDI KASUS GROUP-GROUP BAND

DI MEDAN

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O L E H

M A S R I N A P U R N A M A S A R I

NIM: 040707007

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TREND JAPANESE ROCK DAN VISUAL KEI DALAM

KONTEKS PERTUNJUKAN MUSIK POPULAR DI

INDONESIA : STUDI KASUS GROUP-GROUP BAND

DI MEDAN

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

M A S R I N A P U R N A M A S A R I

NIM: 040707007

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra USU Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni

dalam Bidang Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(3)

TREND JAPANESE ROCK DAN VISUAL KEI DALAM

KONTEKS PERTUNJUKAN MUSIK POPULAR DI

INDONESIA : STUDI KASUS GROUP-GROUP BAND

DI MEDAN

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O L E H

M A S R I N A P U R N A M A S A R I NIM: 040707007

Pembimbing I Pembimbing II

Drs.Irwansyah Harahap, M.A Drs.Bebas Sembiring, M.Si NIP: 196212211997031001 NIP:19570313199231001

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra USU Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni

dalam Bidang Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(4)

DISETUJUI OLEH: FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI KETUA,

Dra. Frida Deliana, M.Si NIP: 196011181988032001


(5)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua tercinta ayahanda (Alm) H. Hasywin Permana Putra dan ibunda Hj. Rosnani yang telah mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, juga untuk kakak tersayang Reny Windayani. Terima kasih atas dukungan dan doa kalian selama ini.

Skripsi ini berjudul “Trend Japanese Rock dan Visual Kei dalam Konteks

Pertunjukan Musik Popular di Indonesia : Studi Kasus Group-Group Band di Medan”, diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen

Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang membantu penulis. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A dan Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si selalu

Dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, arahan, pemikiran, ketika membimbing penulis dalam penyelesaian dan penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si selaku Ketua Departemen Etnomusikologi, serta Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd selaku Sekertaris Departemen Etnomusikologi yang telah memberikan dukungan moril, saran, serta nasehat-nasehatnya. Kemudian penulis juga berterima kasih kepada seluruh staf pengajar Departemen Etnomusikologi yang telah memberikan pangajaran selama penulis mengikuti bangku perkuliahan. 3. Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A selaku Dosen wali. Terima kasih atas arahan dan

pemikiran-pemikirannya selama ini.

4. Semua orang yang telah memberikan informasi yang sangat berarti selama penulis mengerjakan skripsi ini. Akam (terima kasih telah mengenalkan penulis dengan


(6)

istilah “visual kei”), para personil Azumi, Arya (Julia Rock band), Yudhie (Soudjiro band), Kotchie dan Cya (Shiroyuuki), terima kasih telah membantu selama ini. 5. Sahabat penulis Rian, Vina, dan Vita. Terima kasih atas dukungan dan sindiran yang

tak henti-hentinya selama ini sehingga penulis semangat menyelesaikan skripsi ini. 6. Teman-teman seperjuangan : Pipin, Idol, Frans, Markus, Feri, Ata, Fewa, Dia,

Amran, Welly, Tri, Jeje, Nancy, dodo. Terima kasih atas kebersamaan kita selama ini di dalam suka maupun duka yang mampu kita lewati bersama. Riri sangat menyayangi kalian.

7. Abang dan kakak senior, serta adik-adik junior, yang sering mendesak penulis untuk segera lulus. Terima kasih atas dukungan moril yang telah kalian berikan.

Terima kasih buat kalian semua dan pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga skripsi ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi yang membacanya, dan semoga Allah SWT melimpahkan segala kebaikan, rahmat, dan Hidayah-NYA bagi kita semua. Amin.

Medan, Juni 2010

Penulis

Masrina Purnamasari NIM: 040707007


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… DAFTAR ISI……… DAFTAR TABEL……….. DAFTAR GAMBAR……….

BAB I : PENDAHULUAN………

1.1Latar Belakang………

1.2Pokok Permasalahan………...

1.3Tujuan dan Manfaat………... ………

1.3.1 Tujuan ………..

1.3.2 Manfaat……….

1.4 Konsep dan Teori ……….. 1.4.1 Konsep ……….. 1.4.2 Teori ………. 1.5 Metode Penelitian ………...

1.5.1 Studi Kepustakaan ……….. 1.5.2 Pengamatan ……….. 1.5.3 Wawancara ………. . 1.6 Kerja Laboratorium ………... 1.7 Lokasi Penelitian ………..


(8)

BAB II : JAPANESE ROCK DAN VISUAL KEI :

SEJARAH, KARAKTERISTIK, KEBERADAAN ……… 2.1 Sejarah Musik Rock Jepang ………. 2.2 Karakteristik Umum Japanese Rock ……… 2.2.1 Warna Musik ……….. 2.2.2 Karakter Sound………... 2.2.3 Tangga Nada ………... 2.2.4 Vokal ………... 2.2.5 Lirik Lagu ……….... 2.2.6 Performance ……… 2.3 Visual Kei Sebagai Identitas Musisi Japanese Rock ……… 2.4 Keberadaan Japanese Rock dan Visual Kei dalam Industri Musik di Jepang ………..………..

BAB III : FENOMENA JAPANESE ROCK DAN VISUAL KEI

DI INDONESIA ……… 3.1 Penyebaran Japanese Rock dan Visual Kei ……….. 3.2 Keberadaan Visual Kei dan Band Japanese Rock di Beberapa Kota Besar ………

3.3 J-Event (Japan Event) ………... 3.4 Trend Visual Kei dalam Konteks Pertunjukan ……… 3.5 Band Japanese Rock dalam Industri Rekaman ………


(9)

BAB IV : TREND JAPANESE ROCK DAN VISUAL KEI DALAM

KONTEKS PERTUNJUKAN MUSIK DI MEDAN ……… 4.1 Masuknya Musik Japanese Rock di Kota Medan ……… 4.2 Band Beraliran Japanese Rock di Kota Medan ……… 4.3 Japanese Rock Mengacu Pada Musik ……….. 4.4 Visual Kei Mengacu Pada Penampilan (Performance) ……… 4.4.1 Kostum dan Aksesoris ………. 4.4.2 Rambut ……… 4.4.3 Tata Rias ………. 4.4.4 Aksi Panggung ……… 4.5 Konteks dan Penyajian Musik Dalam Pertunjukan ………. 4.5.1 Waktu dan Tempat Pertunjukan ……… 4.5.2 Penyajian Musik ………….………..

4.5.3 Penonton (audiens) ………... 4.6 Musik Mempengaruhi Perilaku Pemusik dan Penonton …………..

BAB V : PENUTUP ……….. 5.1 Kesimpulan ……….. 5.2 Saran ………

DAFTAR PUSTAKA……….. DAFTAR INFORMAN………... GLOSSARIUM………


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Sejarah Musik Rock Jepang ……….. Table 2 : Event “jejepangan” yang pernah diselenggarakan di kota-kota besar di Indonesia ………...


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Contoh Angura Kei ……….

Gambar 2 : Contoh Eroguro ……….

Gambar 3 : Contoh Oshare Kei ……….

Gambar 4 : Kyo (vokalis Dir en Grey) yang suka menyakiti diri sendiri dalam aksi panggungnya………. Gambar 5 : Vokalis band Azumi (Medan) yang terinspirasi oleh Kyo

untuk melakukan aksi menyakiti diri sendiri dengan

menyayat tangannya dalam suatu pertunjukan……… Gambar 6 : Penulis bersama group band Azumi ……….. Gambar 7 : Band Tamama Impact dari Bandung……….. Gambar 8 : The Gazette (band Jepang) dengan kostum berwarna hitam, juga banyak di usung oleh band Japanese Rock Indonesia……. Gambar 9 : Persamaan cara pewarnaan rambut ‘belang sebelah’ antara band Medan (sebelah kiri) dan band Jepang (sebelah kanan) …. Gambar 10 : Bando dengan hiasan topi kecil sebagai aksesoris ………. Gambar 11 : Contoh model sepatu untuk menunjang penampilan Visual Kei. Gambar 12 :Penonton adalah kalangan remaja………

Gambar 13 : Panggung Pertunjukan………


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jepang merupakan salah satu Negara yang kaya akan budaya. Budaya Jepang yang nyata dan bisa disaksikan saat ini adalah musik popularnya dan

harajuku style1

1

Gaya dandanan yang “aneh” dan tidak lazim, sering disebut gaya pemberontak (rebellion). Masyarakat Jepang (para pekerja) maupun para anak muda merasa bosan dengan keseharian mereka yang selalu rapi memakai jas saat bekerja, rambut tersisir rapi, memakai seragam kesekolah. Oleh karena itu mereka merasa harus “memberontak” terhadap ketidakbebasan mereka dalam hal berdandan dengan melawan mainstream. Mereka berdandan sesuai dengan apa yang mereka mau, memakai baju yang “nabrak-nabrak”, memoles wajah dengan make up tebal ala boneka, memakai stoking warna norak atau belang-belang, rambut warna-warni, dan sepatu ber highheel. Biasanya di kawasan Harajuku ini mereka bercosplay meniru tokoh anime, manga, band favorit, tokusatsu, ataupun tokoh dalam permainan video game. Dalam perkembangannya Harajuku menjadi tempat pelarian para seniman untuk mengadakan perform jalanan. Kini harajuku dikenal sebagai sebuah sentra dunia entertainment yang terkenal di Jepang maupun dunia karena memiliki ciri khas dimana banyak street performers mengekspresikan idealisme mereka dengan gaya berpakaian yang unik yang kemudian dikenal dengan nama Harajuku Style.

. Musik Jepang mampu mencari jati dirinya dengan membuat aliran atau style sendiri meskipun mereka terinspirasi dari barat. Mereka berusaha untuk membuat sesuatu yang baru dengan melakukan inovasi terhadap apa yang ditirunya. Tidak heran jika saat ini kita selalu mendengar aliran musik yang terdapat inisial “J” didepannya, seperti J-Pop, J-Dangdut, J-Rap, dan juga J-Rock. Jika selama ini masyarakat kita sangat terbuka dalam menerima musik dari mancanegara, terutama musik-musik yang berasal dari Amerika seperti Hip-Hop dan R&B, kini berkat teknologi kita juga bisa merasakan kehadiran musik popular Jepang di Indonesia. Saat ini yang sedang menjadi trend bermusik anak-anak muda Indonesia adalah musik Japanese rock (J-Rock). J-Rock atau Japanese


(13)

yang ada di Jepang.2

Perkembangan V-Kei menjadi popular di Jepang dan sering dikaitkan dengan band rock Jepang. Di Jepang sendiri tumbuh kepercayaan di kalangan komunitas band, jika ingin sukses dalam bermusik sebaiknya memulai debut dengan penampilan Visual Kei karena semakin banyak band Visual Kei yang terkenal.

Ada beberapa ciri dari J-Rock yang membuatnya berbeda dari rock Amerika yaitu dalam hal komposisi musik, sound, dan performance. Selain tiga hal tersebut, dari segi Vokal biasanya penyanyi J-Rock memiliki karakter yang kuat dan khas yaitu identik dengan vibrasi dan teknik falsetto. Ciri lainnya yaitu permainan bass yang intens dan tidak hanya memainkan akord saja, drum yang tidak harus double pedal dan banyak sinkop serta variasi, serta nada yang cenderung minor, dan lain sebagainya. Japanese Rock juga memiliki ciri dalam hal pembawaan bermusiknya. Pemusik biasanya memakai tema Visual Kei (V-Kei) yang merupakan trend dalam J-rock yang mengutamakan penampilan visual untuk menarik perhatian penonton. Prinsip dari V-Kei adalah pemusik mengenakan pakaian dan dandanan yang memberi kesan feminin meskipun personilnya adalah laki-laki. Biasanya dalam V-Kei satu orang personilnya berdandan sebagai wanita, meskipun selamanya tidak harus begitu.

3

Dua hal inilah (J-Rock dan V-Kei) yang kemudian banyak ditiru oleh anak-anak muda Indonesia. Japanese Rock dan Visual Kei seolah menjadi trend baru Beberapa band Visual Kei adalah Dir en Grey, The GazettE, Alice Nine, Malize Mizer, X Japan, Luna Sea, Vidoll, Versailles, ScReW, SuG dan sebagainya. Dir en Grey merupakan salah satu band yang “ekstrim” dalam

performancenya.

2

3


(14)

dikalangan komunitas pecinta musik Jepang di Indonesia. Karena kecintaan mereka terhadap musik dan fashion Jepang akhirnya memunculkan band-band yang beraliran J-rock dengan tema V-Kei, contohnya adalah band RevDeKei yang berasal dari Yogyakarta. Meskipun demikian tidak semua band yang muncul mengangkat tema Visual Kei walaupun berada pada aliran Japanese Rock. Wasabi dan Japanese Heroes adalah pelopor band Japanese rock di Indonesia. Setelah mereka, kemudian muncul band-band baru lagi seperti J-Rocks (nama band, bukan penyebutan genre musik), Jetto, dan Leto di Jakarta, atau Sound Wave dan Lucifer di Bandung. Band-band ini selain memainkan lagu soundtrack anime4

Trend serupa juga diikuti oleh beberapa band di kota Medan. Biasanya mereka tampil di acara-acara komunitas ataupun bunkasai

juga memainkan lagu-lagu dari band J-Rock Jepang. Selain itu masih banyak band-band dari kota-kota besar lainnya di Indonesia yang mengikuti trend tersebut. Band-band J-Rock tersebut sering tampil dalam acara yang bersifat Jepang, seperti acara Japan Festival di Universitas Indonusa Esa Unggul (Jakarta Barat), Japan Festival di Margo City (Depok), Japanese Rock Day volume 12,13,14 (Jakarta Selatan), serta Bunkasai yang diadakan diberbagai Universitas di Indonesia. Melody Maker, Wasabi, Monalisa, Mama Rocker, X-Shibuya, Chick-en-katsu, Monoimi, Zanrokku, merupakan beberapa band yang sering melakukan pertunjukan di acara yang bersifat Jepang.

5

4

Film animasi Jepang seperti Samurai X, City Hunter, Gundam, Saint Seiya, Candy-Candy, Detective Conan, Naruto, Dragon ball, dan lain-lain.

5

Festival budaya Jepang

. Beberapa group band yang kerap membawakan lagu-lagu milik band rock Jepang adalah Marrionate, Azumi, Shiroyuuki, dan beberapa band lainnya. Selain membawakan lagu dari band Jepang mereka juga membawakan lagu ciptaan mereka sendiri.


(15)

Berdasarkan pemikiran diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang trend Japanese Rock dan Visual Kei. Ada beberapa alasan mengapa penulis tertarik pada topik ini. Pertama, penampilan V-Kei dan gaya bermusik band Japanese Rock mampu menjadi sebuah trend di kalangan anak-anak muda Indonesia, walaupun jenis musik ini tergolong musik minoritas dalam industri rekaman Indonesia. Hal tersebut menyebabkan pendengar/penikmat musik ini masuk dalam kategori pendengar minoritas. Kedua, J-Rock dan V-Kei ini sering menjadi topik diskusi para pendengar/penikmatnya diberbagai forum di internet. Ketiga, banyak musik popular di Medan yang telah dibahas dan dijadikan sebuah skripsi, seperti perkembangan musik Progressive Metal, perkembangan musik EMO, perkembangan musik keroncong, seni pertunjukan dangdut, dan lain sebagainya, sedangkan Japanese Rock dan Visual Kei belum pernah dibahas. Oleh karena itu, muncul ketertarikan saya untuk membuat tulisan tentang trend J-Rock dan V-Kei di Indonesia umumnya, dan Medan khususnya.

Berdasarkan hal di atas, adapun judul skripsi ini adalah “Trend Japanese

Rock dan Visual Kei Dalam Konteks Pertunjukan Musik Popular di Indonesia :

Studi Kasus Group-Group Band di Medan”.

1.2 Pokok Permasalahan

Adapun yang menjadi pokok permasalahan pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana fenomena Japanese Rock dan Visual Kei di Indonesia? 2. Bagaimana trend Japanese Rock (hal tentang musik) serta Visual Kei

(hal tentang performance) dalam konteks pertunjukan group band beraliran J-Rock di Medan?


(16)

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan

Adapun yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

a) Untuk melihat bagaimana fenomena Japanese Rock dan Visual Kei di Indonesia.

b) Untuk melihat bagaimana trend Japanese Rock dan Visual Kei yang mengacu pada musik dan performance dalam konteks pertunjukan group band beraliran J-Rock di Medan

1.3.2 Manfaat

Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah :

a) Memberikan informasi kepada pembaca bagaimana fenomena

Japanese Rock dan Visual Kei di Indonesia.

b) Memberikan informasi kepada pembaca terkait Trend Japanese

Rock dan Visual Kei dalam konteks pertunjukan group band

beraliran J-Rock di Medan yang mengacu pada musik dan

performance-nya.

c) Dapat dijadikan data untuk bahan penulisan selanjutnya tentang musik Japanese Rock dan Visual Kei

d) Memenuhi salah satu syarat menjadi sarjana seni di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.


(17)

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep merupakan ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo,1985:46). Suatu makna atau pengertian dari sebuah konsep harus didefinisikanan.

Trend merupakan sesuatu yang diikuti oleh orang banyak, bukan satu atau dua orang saja6

Japanese dalam Kamus Inggris Indonesia (2004:334) artinya orang Jepang

atau Jepang. Rock adalah genre musik yang memiliki karakter keras dan menghentak-hentak. Yang dimaksud dengan Japanese Rock disini adalah sebuah genre musik yang berkarakter keras dan menghentak-hentak yang dimainkan oleh orang-orang (musisi) Jepang. Beberapa karakteristik J-Rock secara umum seperti: akord yang banyak menggunakan transpose

, sifatnya sementara dan bisa berulang lagi. Pada tulisan ini trend yang akan dibahas meliputi segi musikal dari musik Japanese Rock, serta hal-hal yang bersifat visual seperti kostum, dandanan, perilaku bermusik, yang kesemuanya itu berkaitan dengan Visual Kei. Seluruh musik yang disebarluaskan melalui media massa baik media cetak, penyiaran ataupun rekaman dapat dikategorikan sebagai musik popular.

7

, banyak memainkan nada-nada kromatik8

Visual kei merupakan penggabungan dari kata Visual (bahasa Inggris)

yaitu berkenaan dengan sesuatu yang dapat dilihat, dan Kei (bahasa Jepang) yang , pemilihan nada-nada tinggi yang dominan dalam solo gitar, permainan tempo bass yang intens, dan lain sebagainya.

6

Netsains.com

7

Penulisan ulang rangkaian melodi atau akord-akord sebuah lagu dengan meninggikan atau merendahkan semua nada dalam rentang jarak tertentu dan menyeluruh.

8


(18)

mempunyai arti “gaya”. Jadi bisa diartikan bahwa Visual Kei adalah gaya dari penampilan luar yang dapat dilihat dengan mata. Gaya dari penampilan luar ini mencakup kostum, rambut, aksesoris, make up, dan perilaku bermusik. Secara umum, anggota band V-Kei berpenampilan “nyentrik” untuk menarik perhatian, seperti rambut yang diwarnai, potongan rambut yang “keren” yang tidak pernah terbayang sebelumnya, make-up tebal yang memiliki kesan feminin, serta kostum yang “aneh”. Visual Kei terbagi lagi menjadi tiga bagian yaitu angura kei,

eroguro, oshare kei, yang memiliki cirinya masing-masing [baca halaman 27].

Mereka bebas menciptakan gaya berpakaian dan berdandan mereka sendiri yang mampu menarik perhatian penonton. Oleh karena itu mereka memiliki ciri kostum sendiri, ada yang mengenakan kimono, ada yang bergaya ke-Eropaan, dan lain-lain.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 522), konteks memiliki dua arti. Arti yang pertama yaitu bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna, sedangkan yang kedua adalah situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian.

Pertunjukan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:1086) artinya sesuatu yang dipertunjukkan, tontonan. Maksud dari konteks pertunjukan dalam penelitian ini adalah situasi/hal-hal yang terdapat dalam sebuah pertunjukan/tontonan, baik itu dari segi audio (segala bentuk musikal yang dapat didengar ) maupun visual (semua hal yang dapat dilihat dengan mata).

Manuel (1988:2) mengatakan bahwa “kata musik popular telah digunakan secara umum dalam tulisan-tulisan berbahasa inggris untuk mengartikan musik rakyat dari seni musik yang diasosiasikan dengan kaum elit. Kata musik popular ini juga


(19)

bisa dideskripsikan sebagai bentuk dari musik yang berkembang di abad ini yang mempunyai hubungan erat dengan media massa”. Sebagai musik yang banyak disebarluaskan melalui media massa, Japanese rock tergolong sebagai salah satu jenis musik popular.

Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau “why”, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata (Yin, 2003:1).

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa maksud dari judul penelitian ini yaitu sebuah tulisan yang ingin menggambarkan bagaimana trend musik Rock Jepang sebagai musik yang rekaman dan penyiarannya telah sampai ke Indonesia beserta gaya visualnya, diikuti atau ditiru oleh anak-anak muda Indonesia baik dari segi musikal maupun segi visual yang kemudian diterapakan dalam situasi pertunjukan mereka, khususnya pertunjukan dari band beraliran rock Jepang yang ada di Medan.

1.4.2 Teori

Teori adalah serangkaian konsep dalam bentuk preposisi-preposisi yang saling berkaitan, bertujuan memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu gejala (Malo dkk, 1985:49-50).

Kemajuan teknologi membantu penyebaran Japanese Rock dan Visual Kei di Indonesia. Penyebaran berkaitan dengan proses difusi. Difusi (diffusion) adalah proses penyebaran kebudayaan-kebudayaan secara geografi, terbawa oleh


(20)

perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi. Bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia di muka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan dan sejarah dari proses penyebaran unsur-unsur-unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia (Koentjaraningrat, 2002:227-228,244).

Dalam zaman modern sekarang ini, difusi unsur-unsur kebudayaan yang timbul di salah satu tempat di muka bumi berlangsung dengan cepat sekali, bahkan seringkali tanpa kontak yang nyata antara individu-individu. Ini disebabkan karena adanya alat-alat penyiaran yang sangat efektif, seperti surat kabar, majalah, buku, radio, film dan televisi (Koentjaraningrat, 2002: 246-247). Jadi tidak heran jika seandainya gaya bermusik dan gaya Visual musisi Jepang dalam waktu kurang dari sebulan atau bahkan seminggu telah ditiru oleh remaja di Indonesia karena adanya televisi, intenet, dan TV kabel.

Dalam menjelaskan konteks pertunjukan Japanese Rock dan Visual Kei, penulis memperhatikan unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah seni pertunjukan seperti waktu, tempat, pemain, penonton; kapan dan dimana pertunjukan dilaksanakan, disajikan untuk apa, dipertontonkan untuk siapa/kalangan mana, serta bagaimana sifat pertunjukannya. Penjelasan mengenai unsur-unsur musikal yang membentuk suatu komposisi musik, tentang instumentasi, lirik, dan vocal berkaitan dengan disiplin ilmu etnomusikologi.

Sloboda dan O’Neill (2001) dalam Djohan (2009:49) mengatakan bahwa dalam pemahaman sehari-hari, musik seringkali dikaitkan dengan perasaan. Di satu sisi, musik dianggap sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan, dan di sisi lain musik dianggap dapat menggugah perasaan pendengarnya. Karena


(21)

kedekatannya dengan kehidupan manusia, maka kajian tentang musik hampir selalu terkait dengan kajian tentang perilaku manusia.

Penulis akan menggunakan ”Teori Emosi” untuk melihat perilaku pemusik dan penonton selama pertunjukan berlangsung. Emosi dimaknai sebagai cepat lambat (elemen tempo) atau keras dan lembutnya (elemen dinamika) sebuah komposisi musik. Emosi menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan perasaan ataupun hal-hal yang dapat dirasakan dari penyajian sebuah musik. Musik diakui mempunyai kekuatan untuk mengantar dan menggunggah emosi (Djohan, 2009:86-87).

1.5 Metode Penelitian

Metode disini diartikan sebagai suatu cara yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data penelitiannya. Metode yang penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh objek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Salah satu ciri penelitian kualitatif adalah mengutamakan proses daripada hasil. Perhatian penelitian kualitatif lebih ditekankan pada bagaimana gejala tersebut muncul (Arikunto, 2002:14).

Dalam metode penelitian kualitatif, tahapan-tahapan penelitian secara umum terdiri dari tahap Pra-lapangan dan tahap Pekerjaan lapangan.


(22)

1.5.1 Studi Kepustakaan

Sebelum melakukan penelitian lapangan, pada tahap pra-lapangan penulis terlebih dahulu akan melakukan studi pustaka dengan membaca bahan bacaan yang memiliki relevansi dengan topik penelitian. Bahan bacaan bisa berupa buku, majalah, jurnal, artikel, maupun skripsi. Musik Populer yang ditulis oleh Mauly Purba dan Ben M. Pasaribu, 2006; Musik dan Kosmos karya Shin Nakagawa, 2000; Psikologi Musik karya Djohan, 2009; merupakan buku-buku yang saya gunakan dalam menulis skripsi ini, dan masih ada beberapa buku lainnya yang relevan dengan topik penelitian. Penulis tidak menemukan buku khusus yang menulis tentang Japanese rock dan Visual Kei, oleh karena itu penulis mencari artikel dan informasi lain yang memiliki relevansi melalui internet.

1.5.2 Pengamatan

Pengamatan dalam metode penelitian kualitatif meliputi keseluruhan kejadian, kelakuan, dan benda-benda pada latar penelitian.

Mengamati adalah menatap kejadian, gerak atau proses. Untuk mengamati kejadian yang kompleks dan terjadi serentak, pengamat diseyogiakan menggunakan alat bantu misalnya kamera, video tape dan audio-tape recorder. Kejadian tersebut kemudian dapat diamati dan dianalisis setelah rekamannya diputar kembali (Arikunto, 2002:205).

Harsja W. Bachtiar dalam Koenjtaraningrat (1973:149-151) mengemukakan dua macam pengamatan yaitu :

Metode pengamatan terkendali. Dalam pengamatan terkendali, para


(23)

1. kegiatan. Tidak memungkinkan bagi orang yang menjadi sasaran penelitian untuk melihat peneliti yang mengamati mereka, karena peneliti biasanya mengamati dari kaca jendela.

2 Metode pengamatan terlibat. Yang menjadi sasaran pada pengamatan ini adalah orang/pelaku. Oleh sebab itu, dalam mengumpulkan bahan yang diperlukan peneliti mempunyai hubungan dengan para pelaku yang diamatinya. Sasaran penelitian harus diamati di tempat mereka dijumpai. Artinya, orang yang menjadi sasaran penelitian menyadari kehadiran si peneliti. Berbeda dengan pengamatan terkendali, pada pengamatan terlibat peneliti tidak perlu bersembunyi saat mengamati dan tidak juga mengakibatkan perubahan pada kegiatan yang diamati karena kehadirannya.

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode pengamatan terlibat karena orang yang menjadi sasaran penelitian menyadari kehadiran penulis. Melalui pengamatan ini peneliti dalam mengumpulkan bahan keterangan yang diperlukan tidak perlu bersembunyi tapi juga tidak mengakibatkan perubahan oleh kehadirannya pada kegiatan yang diamati.

1.5.3 Wawancara

Untuk mendapatkan keterangan secara lisan dari responden, penulis akan melakukan wawancara.

Metode wawancara dibagi kedalam dua golongan besar yaitu :

1. Wawancara berencana, yang selalu terdiri dari daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya.


(24)

2. Wawancara tidak berencana, yang tidak mempunyai persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan. Wawancara tidak berencana ini dibagi lagi kedalam (a) metode wawancara berstruktur yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai check-list, dan (b) metode wawancara tak berstruktur yaitu wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Kreativitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis ini banyak tergantung dari pewawancara.

Berdasarkan bentuk pertanyaannya wawancara terbagi atas dua, yaitu : 1. Wawancara tertutup, terdiri dari pertanyaan yang bentuknya sedemikian

rupa sehingga kemungkinan jawaban dari responden atau informannya terbatas.

2. Wawancara terbuka, terdiri dari pertanyaan sedemikian rupa bentuknya sehingga responden atau informan tidak terbatas jawabannya dan dapat memberi keterangan atau cerita yang panjang.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua jenis wawancara, yaitu wawancara berencana dengan menyusun daftar pertanyaan, serta wawancara terbuka agar mendapatkan keterangan yang panjang. Selama wawancara peneliti akan mendengarkan dengan penuh perhatian segala hal yang diceritakan informan, juga keterangan yang mungkin tidak diperlukan. Wawancara juga bisa dilakukan melalui telepon, email, dan melalui situs-situs pertemanan.


(25)

1.6 Kerja Laboratorium

Kerja laboratorium adalah kerja dimana penulis akan mulai melakukan pengolahan data dengan menyeleksi semua data yang terkumpul setelah melakukan penelitian lapangan. Pada tahap ini, data yang diperlukan akan dikumpulkan dan disusun sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah laporan dalam bentuk skripsi.

1.7 Lokasi Penelitian

Untuk kegiatan penelitian, penulis memfokuskannya di kota Medan. Acara bunkasai selalu berlokasi di lapangan parkir Fakultas Sastra USU, yang diselenggarakan oleh mahasiswa/mahasiswi jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Selebihnya pertunjukan tidak memiliki lokasi yang tetap. Oleh karena itu, penulis akan melakukan pengamatan ke beberapa pertunjukan musik dimana band beraliran Japanese Rock kota Medan akan tampil.


(26)

BAB II

JAPANESE ROCK DAN VISUAL KEI :

SEJARAH, KARAKTERISTIK, KEBERADAAN

Japanese rock atau biasa disingkat J-Rock merupakan salah satu genre

musik popular Jepang. Sebenarnya orang-orang Amerika lah yang membuat istilah ini karena di Jepang sendiri mereka tidak memakai istilah J-Rock. Orang-orang menyebut istilah J-Rock untuk menyebut band Jepang yang membawakan musik Rock, sama seperti istilah American Rock (Rock yang dimainkan orang Amerika) dan Brit Pop (musik Pop di Inggris). Di Jepang, genre musik modern seperti rock, pop, dance, dan lainnya berada di bawah naungan J-Pop9

Menurut sejarahnya, musik rock masuk ke Jepang ketika musik rock n

roll menjadi trend baru di Jepang pada tahun 1956. Saat itu group musik country

Kosaka Kazuya dan Wagon Master merilis lagu “Heartbreak Hotel” milik Elvis Presley. Gaya musik ini disebut Rockabilly

.

10

. Walaupun hanya berlangsung singkat selama tahun 1950-an, gaya bermusik rockabilly berpengaruh besar

terhadap musik 11

Rockabilly ditampilkan diberbagai Klab Jazz melahirkan musisi-musisi

seperti Mickey Curtis, Masaaki Hirao, dan Keijiro Yamashita. Tidak ada literatur Berikut ini akan dipaparkan bagaimana sejarah musik rock di Jepang.

2.1 Sejarah Musik Rock Jepang

9

Di Jepang, istilah J-Pop digunakan untuk membedakan gaya musik modern dengan musik klasik Jepang yang disebut dengan Enka (bentuk ballad dari Jepang tradisional).

10

Rockabilly adalah salah salah satu gaya paling awal dan paling berpengaruh dalam musi

11


(27)

yang menjelaskan secara pasti kenapa rockabilly di tampilkan di klab Jazz. Penulis berfikir kemungkinan hal itu terjadi dikarenakan musik modern yang pertama kali masuk ke Jepang adalah musik Jazz, sehingga banyak tempat pertunjukan saat itu diperuntukkan hanya untuk menggelar musik jazz.

Puncak kepopuleran rock n’ roll terjadi pada tahun 1959. Ketika itu muncul sebuah film tentang pertunjukan group musik rock n’ roll di Jepang. Namun rock n’ roll mulai kehilangan pamornya bersamaan dengan turunnya pamor rock n’ roll di Amerika Serikat. Banyak group rock n’ roll Jepang yang hanya meniru rock n’ roll Amerika. Kepopuleran tersebut surut di penghujung tahun 1950-an dan digantikan oleh era cover pops (Kaba Popsu), dimana musisi belajar bermain musik dan menterjemahkan lirik lagu-lagu populer Amerika. The Venture mengunjungi Jepang tahun 1962, dan mereka yang menyebabkan munculnya gerakan “gitar listrik” (Eleki Boom). Gerakan ini yang membuat banyak penggemar musik rock berganti identitas dari pendengar setia menjadi musisi rock. Hal tersebut semakin mudah terwujud ketika gitar elektrik produksi dalam negeri dijual dengan harga murah. Yuzo Kayama dan Takeshi Terauchi adalah pemain gitar listrik yang terkenal.12

Sekitar tahun 1964-an, Surf music atau musik Ereki (Eleki) mencapai puncak kepopuleran setelah

Muhammad Sulhan dalam Identitas

dan Budaya Konsumtif (Prajarto, 2004:236) mengatakan bahwa perjalanan hidup

manusia yang selalu ditandai dengan krisisnya identitas menjadi faktor yang membuat mereka selalu menemukan identitas-identitas baru.

The Ventures dengan lirik bahasa Jepang yang kemudian menjadi hits. Tahun

12


(28)

1965, band lokal Tokyo Beatles merilis piringan hitam berisi lagu-lagu The Beatles dengan lirik bahasa Jepang tentunya. The Beatles adalah band rock pertama yang menggelar konser di Nippon Budokan tahun 1966. Masyarakat percaya bahwa The Beatles akan menyebabkan kenakalan remaja di konser tersebut. Pemerintah Jepang kemudian mengerahkan polisi anti huru hara untuk mengamankan penggemar-penggemar remaja. The Beatles kemudian menyebabkan lahirnya gerakan Group Sounds (Gurupu Saunzu) di Jepang. Sebagian besar musisi Jepang merasa bahwa mereka tidak bisa menggunakan bahasa Jepang untuk lagu-lagu rock yang baru, sehingga jaman ini secara bertahap menurun. Sebagai hasilnya, muncul perdebatan “apakah kita harus menyanyikan lagu rock di Jepang?”, “apakah kita harus menyanyikannya dalam bahasa inggris?”, antara Happy End dan Yuya Uchida tentang musik rock Jepang. Perdebatan ini kemudian dikenal dengan “kontroversi rock bahasa Jepang” (Nihonga Rokku Ronso). Namun Happy End membukitikan bahwa musik rock bisa dinyanyikan dalam bahasa Jepang.13

Penghujung tahun 1960-an hingga pertengahan 1970-an terdapat musisi

rock seperti

musik rock dari Kansai (Blues Rock), Fukuoka (Mentai Rock), dan Okinawa (Okinawan Rock). Folk Rock muncul dibawa oleh yang terkenal pada pertengahan 1970-an, musik rock masih belum bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Namun keadaan ini dirubah oleh band Carol

13


(29)

yang didirikan Eikichi Yazawa dan tiga tokoh rock ternama yait (rokku gosanke). Musik rock semakin mudah diterima lagi oleh masyarakat berkat Southern All Star, The Alfee, Kenji Sawada, dan Godiego.14

Sejak akhir tahun 1970-an, group musik rekaman dari label indies kian popular sehingga menyebabkan terjadinya “Band Boom” di Jepang pada pertengahan 1980-an. Muncul aliran-aliran seperti punk rock, new wave, techno

pop, hard rock, dan heavy metal. Group musik yang mewakili seperti Bow Wow,

Loudness, Yellow Magic Orchestra, Anthem, 44Magnum, dan sebagainya.

pengaruh kuat dalam dunia musik rock Jepang.15

Tahun 1989, X-Japan memulai debutnya dan berhasil membuat musik heavy metal diterima oleh semua kalangan masyarakat Jepang. X-Japan yang berpenampilan nyentrik inilah yang secara perlahan-lahan meruntuhkan dominasi musik pop pada saat itu. Ditambah lagi saat itu group band Guns N’ Roses sedang “booming” di Jepang dan memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam merubah pandangan masyarakat terhadap jenis musik Rock. Hide (gitaris X-Japan) mulai dijagokan sebagai icon musik Rock Jepang saat itu dan mempelopori sebutan khusus untuk musik mereka dengan nama Japanese Rock. Berbeda dengan band Loudness yang merupakan band hard rock dari Jepang dimana warna musiknya lebih ke barat-baratan, permainan gitar dan warna musik Hide memiliki warna tersendiri yang banyak mengilhami band-band J-Rocks berikutnya.

16

14

Id.wikipedia.org/wiki/J-Rock

15

http”//moer.multiply.com/journal/Elaborasi musik Indonesia-Jepang_dari Gesang sampai Utada Hikaru

16


(30)

Dalam waktu yang hampir berdekatan, lagu yang bertemakan kritik sosial yang dilihat dari sudut pandang generasi muda juga mencapai ketenaran. Melodic

Hardcore muncul sebagai aliran baru yang dibawa oleh Hi-Standard, Snail ramp,

Nicotine, dan Kemuri. Hi-Standard adalah group yang memulai menggunakan lirik bahasa Inggris yang sekarang ini sudah tidak asing kita dengar. Shonen Knife merupakan band Jepang yang berhasil menjadi pembuka konser Nirvana pada tahun 1993. Puncak kepopuleran menutup akhir dekade 1990-an. Konser-konser di alam terbuka sering diadakan pada saat itu, contohnya seperti Fuji Rock Festival.

Awal tahun 2000-an diramaikan group musik seperti sekali group-group bergenre Melodic Hardcore dan Emocore bermunculan, seperti Ellegarden dan Asian Kung-Fu Generation.

Rock yang popular pada masanya.17

17

Id.wikipedia.org/wiki/J-Rock .


(31)

Tabel 1: Sejarah Musik Rock Jepang Masa / Era

Gerakan/ Gaya

Genre / Irama

Musisi Yang Mewakili

Era 1950-an - - Rock n’ Roll Mickey Curtis, Masaaki Hirao, Keijiro Yamashita

Kaba Popsu / Cover Pop (akhir dekade 1950-an)

- - Liverpool

Sound

Yuya Uchida, Isao Bito

Ereki

(1964-an –1965)

British Invasion

- Surf music (musik eleki),

- Liverpool Sound

Terauchi Takeshi to Buru Jinzu (Takeshi Terauchi dan Blue Jeans), Fujimoto Koichi, Yuzo Kayama, Tokyo Beatles Gurupu Saunzu ( GroupSounds, 1960-an) British Invasion - Kayokyoku atau Wasei Pop

Jockey Yoshikawa and His Blue Comets, The Spiders, RC Succession, Blue Creation, Carol, Happy End, The Mops,dll.

Era 1960-an hingga 1970-an

- -Blues Rock

-Okinawan Rock -Mentai Rock

Ueda Masaki and South to South, West Road Blues Band, Murasaki, Break Down, San House

Era Rock Jepang hingga 1980-an

- -Folk Rock Takuro Yoshida, Yosui Inoe, Garo, NSP, dll.

New Wave ( 1980-an )

- - Punk Rock

- New Wave -Techno pop - Hard Rock - Heavy Metal

BOW WOW, Loudness, Anthem, 44Magnum, Plastics, Anarchy, Hound Dog, Yellow Magic Orchestra, dll. Era Band Boom hingga akhir Band Boom (1980-an-1990-an) Shibuya Kei Visual Kei

- Heavy Metal - Melodic

hardcore - Rockin - Mentai Rock

The Flipper’s Guitar, Pizzicato Five, Salon Music, X-Japan, Luna Sea, Glay, L’Arc En Ciel, Judy and Mary, Hi-Standard, Snail Ramp, Nicotine, Boredoms, dll.

Tahun 2000-an Visual Kei, Sheisun Punk - Melodic hardcore - Emocore - Mixture Rock, dll

Stance Punks, Gagaga SP, Going Steady, Bump Of Chicken, Asian Kung-Fu Generation, Acidman, Dir En Grey, dll.


(32)

2.2.1 Warna Musik

Japanese Rock menggunakan ensambel musik modern seperti instrumen

gitar, bass, drum, keyboard/synthesizers, dan vokal. Instrumen tambahan seperti piano dan biola juga digunakan oleh beberapa group band pada lagu-lagu yang mendapat pengaruh musik klasik, seperti lagu Malice Mizer yang berjudul Gardenia. Musisi Jepang menyukai hal-hal yang sulit. Misalnya saja dalam penggunaan akord seperti Asus4, G6, Fdim, Cmaj7, Faug, yang terkesan sulit dimainkan oleh pemusik pemula yang belum begitu mengenal semua akord. Mereka suka menggunakan akord-akord seperti itu daripada harus menggunakan akord seperti Am, G, F, atau C. Salah satu ciri khas musik Japanese rock bisa dilihat dari pola ritem drumnya.

Contoh pola ritem drum pada lagu “Dahlia” milik band X-Japan ( Sumber : Guitar Pro 5 )

Contoh pola ritem drum pada lagu “C’est La Vie” oleh band L’arc En Ciel ( Sumber : Guitar Pro 5 )


(33)

Progresi akord gitaris Jepang kebanyakan terpengaruh progresi akord musik jazz dan musik klasik. Akord-akord minor 7th dibawakan dengan enerjik pada saat improvisasi gitar. Selain itu yang membuat lagu-lagu Japanese Rock terdengar unik adalah pada saat progresi akord yang sering menggunakan progresi akord ascending18 atau descending19 setengah nada, seperti Ab-G-Gb atau A-A#-B-C.

Pogrresi akord descending pada lagu “Bravery” oleh L’arc En Ciel ( Sumber : Guitar Pro 5 )

18

Progresi akord naik 19


(34)

Dalam teknik permainan bass terdapat istilah “walking bass” atau “bass jalan”. Rangkaian not bass terus bergerak cepat naik dan turun. Bass tidak hanya memainkan akord saja, tetapi juga memainkan melodi dengan improvisasi-improvisasi. Meskipun begitu, tidak semua lagu menggunakan teknik permainan bass seperti itu, tergantung kebutuhan lagunya juga. Selain itu permainan bass dan ritem gitar memainkan pola melodi dasar yang sama, hanya saja di bagian-bagian tertentu masing-masing berimprovisasi. Kabarnya improvisasi-improvisasi inilah yang menandakan kekhasan musik Japanese Rock.

Contoh bass dan gitar yang memainkan pola melodi dasar yang sama ( Sumber : Guitar Pro 5 )


(35)

Permainan bass memiliki banyak variasi akord dibandingkan akord utama lagu itu sendiri. Sebagai contoh, ketika akan pindah ke nada A, bass bebas bermain / berputar-putar ke E atau D atau C# (dan seterusnya asalkan tidak keluar dari tangga nadanya) terlebih dahulu sebelum sampai ke nada A yang di tuju. Bass juga tidak harus mengikuti ketukan drum. Ketika progressi akord teknik permainan bass biasanya di slide (diseret) dan dimainkan dengan menggunakan

pick20

20

Piranti untuk memetik senar gitar

. Birama-birama simetris seperti 4/4 atau 3/4 umum digunakan dalam musik ini. Tempo musik Japanese rock berkisar antara 100-220 bpm (beat per minute). Terkadang musisi Jepang suka membuat intro yang dimulai dengan nada minor, kemudian reff-nya pindah ke nada major. Model seperti ini akrab kita dengar pada soundtrack anime. Kebanyakan Tekstur musiknya polifoni dan lagunya repetitif. Musik Japanese Rock penuh dengan variasi. Variasi bisa dalam hal penggunaan melodi, akord, dan juga variasi musik dalam satu artis. Variasi musik dalam satu artis maksudnya adalah satu artis/musisi bisa memiliki berbagai jenis variasi genre dalam lagu-lagunya. Lar’c En Ciel misalnya, meskipun aliran musiknya alternative, tetapi mereka selalu memadukannya dengan genre lain seperti jazz,

dance, pop, soul, bahkan klasik. Selain itu ada juga The Gazette yang menyajikan

berbagai genre musik dalam tiap albumnya. Mereka suka bereksperimen dengan musik mereka, ada yang bernuansa soft ballad, punk rock, dan juga terdapat unsur

hip hop. Dir en Grey sebagai band trash metal juga menciptakan lagu yang

berunsur pop. Intinya band-band Jepang tersebut tidak mau membuat musik yang terdengar monoton.


(36)

2.2.2 Karakter Sound

Karakter Sound Japanese rock terdengar tipis dan cempreng. Kalau untuk musik yang metal equalisasinya lebih ke mid dan trebelnya lebih besar, sedangkan untuk yang punk-nya sendiri trebelnya dominan. Untuk karakter sound bass-nya sendiri cenderung low bright. Tetapi masing-masing musisi mempunyai pengaturan sound sesuai selera mereka, misalnya saja Dir en Grey dimana sound gitarnya lebih berat dan banyak low tune

2.2.3 Tangga Nada

Tangga nada yang digunakan adalah pentatonic mayor, pentatonic minor, dan tangga nada kromatik. Tidak seperti musik barat, second major (sol dan la) tidak digunakan dalam musik Jepang, kecuali seni musik sebelum musik rock menjadi popular di Jepang. Walaupun semua musik yang berada di bawah naungan J-pop terdengar menjadi lebih barat seiring proses waktu, namun masih terpengaruh tangga nada pentatonic Jepang dan distortional tetrachord. Tangga nada pentatonik Jepang dibagi menjadi :

Tangga nada Hirajoshi = W-H-2-H-2 tangga nada Iwato = H-2-H-2-W Tangga nada Kumoi = 2-H-2-W-H

Tangga nada Hon Kumoi Shiouzhi = H-2-W-H-2

Tangga nada Chinese ,Raga Amritavarsini = 2-W-H-2-H

Keterangan :

W = Whole tone (interval satu) H = Half tone (interval setengah)


(37)

2.2.4 Vokal

Vokal dalam Japanese Rock sering menggunakan teknik falseto. Biasanya vokalis memiliki karakter yang kuat dan khas serta skill (kemampuan) yang tinggi. Bukan vokalis wanita saja yang memakai teknik falsetto yang menjadi ciri khas seorang vokalis, tetapi vokalis pria juga menggunakan teknik yang serupa. Vokalis pria mampu menjangkau nada-nada tinggi sehingga suara mereka menyerupai suara wanita. Nada-nada tinggi ini kemudian digabung dengan teknik falseto dan vibrasi yang menjadi ciri penyanyi Jepang.

2.2.5 Lirik Lagu

Banyak lagu-lagu Japanese Rock seperti rock barat yaitu bercerita tentang isu politik. Meskipun bercerita tentang isu politk, tapi lagu tersebut didesain yang sesuai untuk anak-anak muda dengan lirik yang “bersih”. Musisi-musisi dari berbagai genre mulai menyanyikan lagu-lagu tentang kehidupan seperti cinta, sekolah, dan isu lainnya. Walaupun begitu, J-Rock masih mempertahankan image “pemberontakan” yang dilihat sebagai bentuk protes sosial.

2.2.6 Performance

Diluar segi musikal, Japanese Rock juga memiliki karakter/ciri dari segi performance. Performance menjadi bagian penting dalam Japanese Rock yang meliputi kostum dan aksi panggung. Fesyen dan perilaku bermusik musisi yang unik membuatnya berbeda dari musik rock barat. Musisinya sendiri muncul dengan versi berbeda dari image rocker yang sebagaimana mestinya. Untuk kostum, para musisi biasanya mengangkat tema Visual Kei atau gaya visual dalam


(38)

berpakaian. Selain itu aksi panggung yang menarik juga mereka tampilkan. Misalkan saja band Dir En Grey. Vokalisnya kerap melakukan tindakan-tindakan menyakiti diri sendiri, seperti mencakar-cakar dadanya hingga berdarah, mensayat-sayat bagian dari tubuhnya, dan mencabut gigi tanpa bius dalam suatu pertunjukan.

2.3 Visual Kei Sebagai Identitas Musisi Japanese Rock

Setelah berakhirnya Perang Dunia ke II terjadi perubahan besar-besaran di Jepang. Saat itu ada komunitas yang “terbuang” dari masyarakat yang berbicara tidak hanya melalui mulut dan tulisan, tetapi juga lewat penampilan. Komunitas yang mayoritas adalah kaum laki-laki ini tampil dengan mengenakan berbagai macam aksesoris dan berdandan maupun berperilaku seperti seorang perempuan. Melalui apa yang mereka pakai, mereka berbicara tentang segala hal, mulai dari hal politik, segala sesuatu yang under pressure (dibawah tekanan), hingga masalah yang menyangkut psikologis. Cara berdandan dan berperilaku mereka seperti itu yang kabarnya melahirkan visual kei. Saat itu visual kei mengacu pada cara berdandan dan berperilaku komunitas tersebut dalam kesehariannya. Seiring dengan perubahan jaman, perlahan-lahan komunitas ini mengalami “mati suri” dikarenakan banyak orang Jepang yang lebih memilih bunuh diri untuk menyelesaikan masalah, daripada harus tenggelam dalam penderitaannya sendiri.21

21

Namun Pada masa sekarang, Visual Kei ( vijuaru kei ) mengacu pada sebuah gerakan yang dilakukan musisi Jepang yang ditandai dengan penggunaan


(39)

tata rias, gaya rambut yang aneh, kostum dan asesoris yang “ribet” yang mulai popular sekitar tahun 1990-an.22

X-Japan merupakan band yang benar-benar mengangkat trend “Visual Shock” (penampilan yang nyentrik) saat bermusik sampai akhirnya gaya ini menjadi populer. Hal itu bersamaan dengan kemunculan band dari belahan dunia barat, KISS, yang sedang populer di Jepang tahun ‘80-an. Hide

23

Visual Kei merupakan hasil kreatifitas dari band-band Jepang yang mengutamakan penampilan visual untuk menarik perhatian penikmat musik Jepang. Anggota band V-Kei senang memakai make-up yang mencolok, unik, dan kostum yang rumit dalam setiap performance mereka. Umumnya anggota band

Visual Kei adalah pria. Keunikannya adalah mereka suka memakai make-up dan

(gitaris X-Japan) adalah orang yang menggagas Visual Kei ala Japanese Rock dan konsep “Visual Shock” yang kini diikuti oleh banyak musisi-musisi Japanese Rock.

Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard dalam Sumarwan (2002:170) , salah satu sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh budaya adalah pakaian dan penampilan. Melalui pakaian dan penampilan inilah para anggota band menjadikan Visual Kei sebagai identitas mereka untuk memperoleh perhatian. Identitas secara psikologis selalu dilekatkan dengan eksistensi diri, yang melihat seseorang menggambarkan dirinya dalam lingkup dunia sosial, sebagai orang yang berada di tengah orang banyak (Sulhan dalam Prajarto, 2004:237). Jadi

Visual Kei mereka gunakan dengan tujuan untuk menunjukkan eksistensi mereka

kepada masyarakat. Fashion dan make-up bagi band Japanese Rock sendiri sama pentingnya dengan jenis lagu yang mereka bawakan.

23

Sejak mengenal musik dari group Rock seperti Kiss dan Bow Wow, sejak saat itu pula Hide begitu tertarik dengan karakter band yang memiliki penampilan visual yang nyentrik dan bergaya.


(40)

kostum yang terkesan feminin atau androgynous meskipun mereka adalah laki-laki. Di Jepang sendiri hal itu disebut Bishounen atau pria cantik karena dikatakan sebagai wanita bukan, dikatakan pria juga bukan. Musik dari band V-Kei dikenal luas dikalangan pendengar musik underground atau indie yang terdiri dari banyak genre seperti heavy metal, elektronika, dan lain-lain. Memasuki tahun 2000-an, banyak band-band Visual Kei yang mulai bereksplorasi dengan musik dan penampilan mereka. Sebelumnya Visual Kei identik dengan penampilan

gothic/dark. Sesuai dengan sifat budaya yang selalu berubah seiring

perkembangan zamannya, Visual Kei kemudian terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya Angura Kei, Eroguro, dan Oshare Kei.

Angura Kei (Underground Style) digunakan oleh perkumpulan teater

independen di Jepang dengan niat untuk membuat sesuatu yang original (asli) dan bersifat “Japanese”. Angura diambil dari kata “Andaruguraundo” yaitu pelafalan orang Jepang untuk menyebut Underground.

Gambar 1: Contoh Angura Kei

Eroguro memfokuskan pada nuansa horor dan imej cross-gender. Umumnya anggota band menggunakan visual shock tidak hanya dari segi visual


(41)

dan pertunjukan live-nya saja, tetapi juga pada lirik lagu yang memiliki kesan humor.

Gambar 2: Contoh Eroguro

Sedangkan Oshare Kei pertama kali muncul di Jepang sekitar tahun 2001. Secara harafiah, Oshare artinya pesolek atau peraga. Seiring perkembangan zaman istilah ini berubah dan lebih sering digunakan untuk menunjukkan sesuatu atau seseorang yang fashionable dan stylish. Anggota band Oshare Kei cenderung berpenampilan ceria, memakai kostum dengan warna-warna yang terang/cerah, terkesan remaja dan trendy seperti fashion anak-anak muda Harajuku pada umumnya.

Gambar 3: Contoh Oshare Kei

Seiring dengan perkembangnnya, semakin banyak band yang muncul dengan inovasi baru dalam berpenampilan. Dandanan menjadi hal yang sangat


(42)

penting bagi mereka karena itulah ciri khas mereka sebagai band Visual Kei. Namun, semakin terkenalnya band-band Visual Kei di masyarakat, lambat laun beberapa band tersebut juga meninggalkan dandanan Visual mereka dan lebih fokus bermusik, contohnya Laruku dan Dir En Grey. Alasannya tidak begitu jelas, melalui media massa opini publik dibiarkan tergiring begitu saja. Jadi ada yang menganggap bahwa band-band tersebut tidak perlu bersusah payah lagi untuk berdandan yang aneh-aneh dan menghabiskan banyak uang untuk kostum dan make up. Tanpa harus melakukan hal itupun, pada kenyataannya masyarakat sudah mengenal mereka. Yang mereka lakukan kini hanyalah memikirkan bagaimana membuat musik yang bagus dan disukai orang banyak. Hal seperti ini memang lazim terjadi disana, walaupun masih banyak juga yang setia dengan dandanan mereka.

2.4 Keberadaan Japanese Rock dan Visual Kei dalam Industri Musik di Jepang

Sejak dahulu orang Jepang sudah terkenal sebagai orang yang sangat mencintai bangsanya, yaitu dengan cara mencintai segala hal yang berhubungan dengan negaranya. Terbukti dari banyaknya musisi Jepang yang setia terhadap label lokal sehingga label-label lokal berhasil menjadi “raja” dalam industri rekaman di negeri sendiri. Tidak heran jika pasar Jepang menjadi pasar kedua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat.24

24

Baca artikel “Major Label Penguasa Industri Musik Dunia” oleh Indriarti Yulistiani, 5 Juli 2009 dalam http://jagatalun.com/2009/07/05/major-label-penguasa-industri-musik-dunia.


(43)

kei, video game, dorama25, music show26, boyband, idol image27

Besarnya pasar Jepang tentu saja menarik minat para label utama dunia. Kuatnya label lokal

, dan forum

“jejepangan” turut mendongkrak industri musik di Jepang.

28

membuat label asing sulit untuk masuk, apalagi menguasai pasar musik Jepang. Hal ini membuat artis-artis Jepang tidak merasa perlu untuk memperluas pasarnya dengan menggarap pasar internasional. Faktor bahasa dan kondisi album rekaman para artis Jepang yang lebih mementingkan tampilan artis dan musisi dibandingkan kualitas bermusik mereka, membuat album artis Jepang juga sulit menembus pasar internasional.29

Masa kebangkitan band-band Visual Kei terjadi sekitar tahun 1988 sampai 1991 dengan band-band seperti X-Japan, Derlanger, dan masih banyak lagi. Ketenaran mereka juga sampai ke Negara lain seperti Korea, Cina, Hongkong,

Kenyataan bahwa para musisi Jepang baik penyanyi solo ataupun group band yang lebih mementingkan tampilan artis daripada kualitas musik mereka tidak bisa dipungkiri, walaupun tidak semua musisi seperti itu. Banyak juga dari mereka yang walaupun mementingkan aspek tampilan luar tetapi memiliki kualitas musik yang bagus pula. Hal itu terbukti dari beberapa group band yang memiliki kemampuan yang baik dalam bermusik dengan lagu-lagu yang banyak diminati masyarakat.

25

Berbeda dengan di Indonesia dimana kebanyakan lagu soundtrack sinetron adalah lagu-lagu yang sudah terkenal terlebih dahulu baru kemudian dijadikan soundtrack, kalau di Jepang kebalikannya. Justru dorama tersebut yang ikut mengangkat kepopuleran lagu temanya

26

Pertunjukan musik dimana banyak penyanyi yang tampil sebagai bintang tamu ataupun program yang menampilkan tangga lagu. Kalau di Indonesia contohnya seperti acara Hip-Hip Hura, Dahsyat, derings, Inbox, On The Spot, Mantap, MTV Ampuh.

27

Idol Image dikabarkan mengandalkan wajah yang tampan dan cantik, atau biasa kita dengar di Indonesia dengan istilah “jual tampang” untuk mempopulerkan musik mereka

28

penguasaan major label dunia di Jepang hanya mencapai sekitar 48% dari seluruh pasar Jepang. Sedangkan label-label lokal di Jepang menguasai hampir 52% dari seluruh pasar ( data IFPI )

29

Baca artikel “Major Label Penguasa Industri Musik Dunia” oleh Indriarti Yulistiani, 5 Juli 2009 dala


(44)

dan Taiwan. Hal itu Kemudian memunculkan band-band seperti Lar’c En Ciel, Luna Sea, Malize Mizer, Dir en Grey, di tahun 1991 sampai 1996. Masa ini menjadi masa keemasan bagi group-group band karena banyak dari mereka yang mencapai kesuksesan, bahkan beberapa diantaranya berhasil masuk ke major label.30

30

http//hanayume.wordpress.com/2008/12/01/sejarah singkat visual kei

Laruku (sebutan untuk Lar’c en Ciel) yang mengangkat tema abad pertengahan pada kostumnya, banyak memasukkan unsur-unsur musik yang lain seperti musik Hawai. Sedangkan Diru (sebutan untuk Dir en Grey) banyak menggunakan unsur metal dimana sang vokalis sering menggunakan teknik

Growl, dan nuansa penuh mistik yang dipadu dengan falset terdapat pada lagu Saku.

Seiring dengan perkembangnnya, semakin banyak band yang muncul dengan inovasi baru dalam berpenampilan. 12012 dan The Gazette kerap memakai kostum yang sangat rumit dan sulit ditiru di setiap penampilannya. Dengan pemakaian make up yang sedemikan rupa membuat para personilnya berwajah “cantik”. Keberadaan merekapun semakin diakui dan diminati masyarakat baik dalam maupun luar negeri. Meskipun sulit menembus pasar internasional, bukan berarti tidak ada sama sekali band Japanese Rock Jepang dengan penampilan Visual Kei yang berhasil eksis di luar Jepang. Lar’c en ciel, Dir En Grey, D’espairs Ray, adalah beberapa band yang banyak melakukan konser dan tour di luar Jepang.


(45)

BAB III

FENOMENA JAPANESE ROCK DAN VISUAL KEI DI INDONESIA

3.1 Penyebaran Japanese Rock dan Visual Kei

Era perkembangan teknologi yang semakin maju membantu penyebaran kebudayaan dengan sangat cepat. Proses penyebaran musik popular keseluruh dunia sangat bergantung oleh media massa31

Internet merupakan salah satu media massa dimana kita bisa mendapatkan informasi dengan mudah. Kita dapat mengetahui berbagai kejadian di penjuru dunia dengan cepat karena perbedaan jarak tidak menjadi halangan lagi untuk memperoleh informasi. Informasi seputar Japanese rock dan Visual Kei dapat kita temui dibeberapa website khusus seputar budaya Jepang, seperti harajukja.com dan japanesia.com. Selain itu juga banyak terdapat blog yang ditulis oleh orang-orang yang memiliki ketertarikan dan mengetahui banyak informasi mengenai J-, baik cetak maupun elektronik. Menurut Akhmad Zaini Abar, media massa kini menjadi sumber dominan untuk memperoleh citra realitas sosial serta interpretasinya dan penilaiannya. Budaya massa atau budaya pop cenderung menjadi budaya dominan karena terus menerus diproduksi media massa (2004:90). Media massa digunakan untuk menyebarluaskan musik, menyiarkan pertunjukan musik, promosi rekaman dan pertunjukan serta berita-berita seputar kehidupan para artis. Pada umumnya, peranan media massa dalam pertunjukan musik populer lebih ampuh daripada pertunjukan live (Purba dan Pasaribu, 2006:8). Sebagai budaya popular, keberadaan Japanese rock dan visual kei sangat bergantung pada media massa.

31

Media massa atau Pers adalah istilah yang mulai dipergunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus di desain untuk masyarakat yang sangat luas.


(46)

Rock dan V-Kei, seperti japanesemusicworld.blogspot.com, dan lain sebagainya. Kemudian ada juga forum-forum diskusi para pecinta musik Japanese Rock dan

Visual kei, seperti musisi.com dan bengkelmusik.com. Lalu terdapat juga Community Organization32 penggemar J-Rock dan V-kei dalam situs pertemanan, seperti organisasi J-Music Street Army, Indonesia, dimana para penikmat musik Jepang bergabung (termasuk penulis). Disini mereka bisa berbagi apapun tentang musik Jepang, mulai dari info terbaru seputar artis favorit hingga Bunkasai,

Cosplay, ataupun event-event lain seputar J-Musik. Organisasi ini juga menjadi

sarana untuk memperkenalkan proyek musik para anak muda untuk diperkenalkan pada anak-anak muda lainnya yang berada di dalam komunitas ini. J-Music Have

One Spirit in Peace adalah organisasi lain yang dibuat untuk pecinta aliran

J-Music, baik itu fans group band Jepang seperti Alice Nine, Vamps, dan sebagainya, ataupun fans group band lokal seperti J-Rocks, Wasabi, R’Am-en-Band, dan lain-lain. Untuk melihat performance para pemusik secara lengkap tidak hanya dari sisi audio saja tetapi juga visualnya, para pengguna internet bisa menyaksikannya melalui youtube. Disini para pengguna bisa memuat, menonton dan berbagi klip secara gratis. Umumnya video-video yang ada di youtube adalah klip musik (video clip), film, TV, serta video yang dibuat para pengguna youtube sendiri.33

32

Penulis juga bergabung dalam community organization yang terdapat dalam situs pertemanan guna mendapatkan informasi seputar fenomena Japanese Rock di Indonesia ataupun di Jepang. Beberapa minggu sekali penulis akan dikirimkan up-date/berita terbaru mengenai band J-Lokal dan event-event yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat.

33

http//id.wikipedia.org

Melalui youtube semua penampilan luar dari para pemusik, seperti kostum, dandanan, aksi panggung, dan hal-hal lainnya yang bersifat visual bisa disaksikan. Oleh karena itu, banyak gaya bermusik dan dandanan group band


(47)

Jepang yang ditiru oleh remaja Indonesia setelah menyaksikan penampilan band-band Jepang tersebut di youtube.

Media berikutnya adalah televisi. Televisi telah menjadi medium yang sangat banyak menciptakan budaya popular (Sumarwan, 2002: 184). Di penghujung tahun 1980-an, anime dan manga cukup popular di televisi. Melalui penayangan anime di televisi inilah diperdengarkan lagu-lagu Jepang sebagai

soundtracknya, baik yang bergenre Japanese Rock ataupun Japanese Pop. Pada

tahun-tahun berikutnya J-Rock dan juga J-Pop cukup sering ditayangkan di MTV (Music Television). MTV adalah stasiun televisi Amerika Serikat yang berspesialisasi untuk memutar acara-acara yang berhubungan dengan musik. Menurut Sulhan, dengan siaran 24 jam-nya stasiun seperti MTV telah menjadi saluran penyemaian gaya hidup subkultur kawula muda yang tumbuh bersamaan dengan perkembangan industri musik dan hiburan yang berhasil memanfaatkan kemajuan dunia pertelevisian (2004:256). MTV telah mendirikan cabang-cabang di berbagai Negara dan daerah di dunia, seperti MTV Indonesia34

IRO-IRO J-Lokal Sound adalah sebuah program acara di radio 90,20 TRAX FM Semarang yang khusus memutar lagu-lagu band Japanese Indonesia.

, MTV Jepang, MTV India, dan lain-lain. MTV Indonesia adalah sebuah cabang Indonesia dari stasiun televisi musik MTV. Sebagai musik televisi tentu saja banyak program musik yang ditayangkan seperti MTV Gress, MTV Top Hits, MTV Asia Hitlist, serta MTV Most Wanted. Meskipun yang paling sering ditayangkan adalah musik barat dan Indonesia, tetapi lagu-lagu dari penyanyi atau group band Jepang yang sedang popular pada saat itu sering ditayangkan.

34


(48)

Program ini ditujukan untuk seluruh anak band dan musisi Japanese Indonesia (J-Band) yang sudah memiliki lagu sendiri. Mereka harus mengirimkan demo lagunya dalam bentuk CD bila lagu-lagu mereka ingin diputar di radio tersebut. Program ini boleh diikuti oleh band J-Lokal dari daerah mana saja di Indonesia. Beberapa band yang sudah masuk acara IRO-IRO seperti Julia Rock Band (Jogjakarta), Lemonade (Semarang). GOS (Semarang), Wasabi (Jakarta), dan lain-lain.

Media cetak seperti majalah dan tabloid turut membantu penyebaran budaya popular Jepang. Di Indonesia ada majalah khusus bernama “Animonster” yang berisikan segala sesuatu yang bersifat “jejepangan”, seperti anime, manga,

dorama, musik ( J-Music ), kebudayaan, gaya hidup, dan lainnya. Majalah ini

diterbitkan oleh Megindo Bandung sebagai bahan acuan untuk mendengarkan musik dan juga menjadi acuan untuk membeli serial komik baru, serta berita seputar dorama dan film. Selain majalah animonster ada juga tabloid “Asian Plus” yang berisikan tentang berita-berita seputar artis di kawasan Asia, seperti Jepang, Korea, dan Taiwan. Tidak hanya berita seputar artis-artis serial drama dan bintang film saja yang di ulas pada tabloid tersebut, tetapi juga berita dari para musisi baik penyanyi solo maupun group band yang berasal dari Jepang. Biasanya terdapat ulasan mengenai jalannya sebuah konser, jadwal pertunjukan, ataupun ulasan mengenai album baru dari seorang penyanyi / group band. Di Indonesia sendiri terdapat “Toko Buku Kinokuniya”35

35

Kinokuniya telah membuka 4 gerai di Indonesia yang semuanya dikelola oleh PT. Kinokuniya Bukindo dengan sistem franchise. Pertama kali didirikan bulan Maret 1990 berlokasi di Plaza Indonesia.

yang menjual buku dan majalah berbahasa Jepang, Inggris, Mandarin, Indonesia, dan alat tulis eksklusif dari Jepang. Sedikit


(49)

banyak toko ini membantu persebaran hal-hal yang bersifat “jejepangan” di Indonesia.

3.2 Keberadaan Visual Kei dan Band Japanese Rock di Beberapa Kota Besar

Di Indonesia, pengaruh Visual Kei sudah ada sejak tahun 2000. Walaupun saat itu masih belum banyak, namun komunitasnya sudah ada. Sebagian besar komunitas tersebut adalah penggemar musik Rock Jepang (Japanese Rock) yang sering berkumpul bersama ketika ada festival-festival band, atau mengadakan

gathering khusus di tempat-tempat umum. Ada yang mendirikan band yang

memainkan musik rock Jepang dan meniru Visual Kei dari band-band favorit mereka. Populernya Visual Kei di Indonesia di pelopori oleh beberapa komunitas yang senang mengadakan gathering sambil melakukan cosplay.

Kepopuleran Japanese Rock di Indonesia seiring sejalan dengan kepopuleran manga ( komik Jepang ) dan penanyangan anime di televisi di penghujung tahun 1980-an. Berkat lagu-lagu soundtrack ( lagu tema ) anime yang dinyanyikan oleh para musisi terkenal Jepang inilah kemudian muncul trend bermusik Japanese Rock di kalangan remaja-remaja Indonesia. Awalnya musik-musik dari serial inilah yang kemudian disebut sebagai Japanese Rock ( J-Rock ), namun kini semua musik yang bergenre rock bisa dikategorikan sebagai Japanese

Rock.

Pada bab sebelumnya sudah disebutkan bahwa Wasabi adalah salah satu pelopor Japanese Rock di Indonesia. Yang melatar belakangi terbentuknya Wasabi tahun 2001 ini adalah kekaguman mereka terhadap musik-musik Jepang.


(50)

Setahun setelah mereka mengawali langkah di komunitas Britpop, berbagai komunitas Jepang mulai merebak, yang tentunya diiringi dengan banyaknya acara-acara berlabel komunitas Jepang. Hal ini berdampak bagus buat wasabi dikarenakan minimnya band-band yang membawakan musik Jepang pada saat itu, sampai akhirnya menyebabkan wasabi semakin sering ditanggap untuk jadi pengisi acara tersebut. Kerja keras pun akhirnya membuahkan hasil, nama wasabi pun sering mulai terpampang di event-event komunitas Jepang sebagai bintang tamu. Band-band pengusung musik Jepang pun semakin banyak bermunculan dan memeriahkan warna-warni musik komunitas.36

JRS (J-Rocks) mengawali karir mereka dengan membawakan lagu-lagu dari band Rock Jepang seperti Laruku, Glay, Malize Mizer, dan Kaze. Lagu-lagu dari Laruku lah yang mempengaruhi musik mereka. Tahun 2004 mereka mengikuti audisi Nescafe Gets Started 2004 di Bandung, yang juga diikuti band-band dari beberapa kota besar di Indonesia seperti Makassar dan Jogjakarta. Akhirnya mereka menjadi pemenang pertama pada kompetisi tersebut. Ketika itu memang warna musik yang mereka bawakan masih jarang di Industri musik Indonesia. Dari segi vokal, Iman memiliki karakter vokal yang kuat dan range vokal yang lebar, yang membuatnya mampu manjangkau nada-nada rendah hingga nada-nada tinggi, digabung dengan tekhnik falsetto namun tetap terjaga artikulasinya.

Band-band tersebut seperti JRS (J-Rocks), Jetto, Leto, Sound Wave, Lucifer, dan masih banyak lagi.

37

36

Friendster Wasabi

Ada juga band Akatsuki (sebelumnya bernama Yellow Box dan Astronia) dari Jakarta yang mengaku terpengaruh oleh JRS untuk masuk komunitas Jepang, meskipun pada saat itu mereka sama sekali “buta” dengan

hal-37


(51)

hal yang “berbau” Jepang. Mereka mulai membawakan lagu-lagu Jepang dan seiring waktu pengetahuan mereka dalam bermusik juga bertambah.38

Kyuushensi (Jakarta) terbentuk tahun 2004, dimulai dari empat orang yang memiliki ketertarikan yang sama terhadap musik Jepang. Dalam sebuah kompetisi band, mereka memainkan lagu-lagu L’arc En Ciel, Luna Sea, dan ZONE yang mengantarkan mereka menjadi juara ketiga dalam kompetisi tersebut. Sekarang mereka adalah band Visual Kei yang meng-cover band J-rock ( Japanese Rock ) seperti Pierrot, Plastic Tree, dan sebagainya. Suicide Maya ( Bandung ) secara resmi didirikan pada tanggal 25 Desember 2006. Group ini terbentuk dari pecahan sebuah band HISTERIQUE MEDIA ZONE atau lebih dikenal sebagai HIMEZO. Suicide Maya terinspirasi oleh Dir en Grey , Sadie , D'espairsRay, UnsraW , Lynch , Gilgames , dan band visual lainnya , The Black Dahlia Murder, dan Dimmu Borgir. Tetapi Suicide Maya menilai genre musik mereka sebagai

Post Metal Progressive. Semenjak pengaruh musik mereka berkembang, mereka mencampur antara visual kei, progressive rock, dan heavy metal. Shuriken (Jakarta) terbentuk awal tahun 2006. Walaupun terbilang baru, namun para personilnya sudah banyak pengalaman di scene J-Lokal Indonesia. Terdiri dari lima personil dimana tiga personilnya adalah personil dari beberapa band terdahulu seperti Wasabi, Sakura Drop, dan Chik-en-Katsu. Mereka memainkan lagu-lagu J-Metal terutama lagu-lagunya Dir En Grey. Namun mereka juga memiliki beberapa lagu karya mereka sendiri yang diharapkan bisa dinikmati oleh penikmat musik Tanah air terutama penggemar musik metal dan sejenisnya. PUREI (Jakarta) merupakan band covering L’arc En Ciel yang terbentuk

38


(52)

pertengahan tahun 2007 bergenre Alternative Japanese Rock. Nama PuRei sendiri terinspirasi dari judul film horor Jepang. Lalu ada Sora Aoi (S.O) yang bergenre J-Rock, V-Kei, Funk J-Rock, “Happymetal” yang meng-cover band Maximum The Hormone, Girugamesh, Dir en Grey, soundtrack movie & anime, dan masih banyak lagi. Band ini berdiri tanggal 19 Januari 2009 di Bandung. Selanjutnya ada D’arc Alice yang memulai perjalanan sebagai band jepang-jepangan sekitar bulan Februari 2008. Mereka dikenal public sebagai band cover Alice 9. Sebelumnya band ini bernama AFTER ALL, namun mereka mengganti nama bandnya menjadi D’arc Alice karena di luar negeri juga terdapat band dengan nama serupa. Giga Of Spirit (Semarang) adalah sekumpulan orang yang memiliki hobi yang sama dalam bermusik, sehingga membentuk band yang mengambil genre Nu Metal yang menggabungkan teknik vokal growl, scream, dan soft voice. Mereka terpengaruh banyak band luar seperti Maximum The Hormone, Girugamesh, dan Slipknot. Mereka juga memiliki lagu karya sendiri. Band lain yang juga membawakan lagu milik Maximun The Hormone adalah HOUKI BOUSHI (Bandung). Selain itu mereka juga memainkan lagu milik band Gazzete, Luna Sea, Younha, Punk’en Ciel, dan Jealkb. Kabuki Clash adalah band yang tidak hanya memainkan satu genre J-Music saja, terkadang J-Pop/J-Rock tergantung event. Mereka juga tidak mengcover satu atau dua band saja, tetapi mereka bebas membawakan lagu-lagu yang mereka suka dengan pendekatan J-Music secara umum. Salah satu band yang mereka cover adalah Abbingdon Boys School, serta pernah membawakan lagu milik Miyavi dan Kannivalism. Obake merupakan band spesialis covering lagu-lagu L’arc En Ciel yang memulai debut bermusik “jejepangan” pada awal tahun 2007. Rev De Kei (Jogjakarta) yang disinyalir satu-satunya band Indonesia


(53)

yang pernah meng-cover band Kaggra adalah pemenang Animosound 2008. Selain itu masih banyak band-band cover lainnya seperti : Mojigoi yang

meng-cover band Gazzete, Girugamesh, dan Dir en Grey. Rakku (Ranshin Kurabu)

meng-cover band Barouqe. Rozuka (Rouzen Houka) merupakan band cover Girugamesh. Tamama Impact dan Yajirobe yang sama-sama covering Asian Kung-Fu Generation, sedangkan Ponchi Monchi dan X-Shibuya juga sama-sama

covering band Dir en Grey.39

39

Selebihnya masih banyak band lainnya seperti Chick-en-Katsu (terinfluence oleh L’arc en Ciel, Gackt, Luna Sea, Dir en Grey, AKG, Hyde, dan JRS), Sans Logique, Play Group a.k.a The Bonyo, Rosemary Marian, Visblood, Zeal, Kasa Rock, Dai’Shi, REI (dulunya bernama Restu ibu), Julia Rock band, Ruins Arc, The Satpams, Suzero, Sakura for my valentine, Love Ozawa, Bobymaru, Miabee, dan masih banyak lagi. Di Indonesia juga terdapat beberapa komunitas penggemar musik Jepang, seperti Hikaru, Shimatta, Sinyuu, J-Toku, dan lain-lain. Tetapi selain yang telah disebutkan diatas masih banyak lagi band-band lain yang mewakili masanya dan kotanya.

Informasi tentang kapan pastinya aliran Japanese Rock masuk ke kota-kota besar tidak diketahui. Saya ambil contoh saja di Jogja. Dari informan saya, Arya, yang merupakan vokalis Julia Rock band mengatakan bahwa tidak diketahui kapan pastinya musik Jepang tersebut masuk kesana. Dia hanya memperkirakan sekitar tahun 2004 semuanya bermula dari MTV. Setelah melihat MTV kemudian ia mencari di forum internet. Ternyata ada sebuah radio yang mengulas dan memutar lagu-lagu Jepang (baik Rock maupun Pop). Lalu bersama temannya ia membentuk komunitas penggemar musik Jepang yang bernama Shimatta.


(54)

3.3 J-Event ( Japan Event )

Semakin banyak event-event yang bersifat Jepang beberapa tahun terakhir ini di Indonesia. Event-event tersebut memperlihatkan budaya Jepang modern seperti cosplay, fashion Harajuku, dan seni video. Disamping itu juga terdapat budaya tradisional Jepang seperti Taiko (atraksi bedug Jepang), aikido, karate, origami (seni melipat kertas), chanoyu (seni meminum teh), dan shodo (kalografi Jepang). Acara-acara seperti itu selalu dimeriahkan oleh penampilan band-band Indonesia beraliran J-Rock atau J-pop, dan memberikan kesempatan bagi mereka menunjukkan eksistensinya. Dalam waktu dekat ini akan diadakan event seperti Animation Industry & Japan Scholarship di Bina Nusantara, YOCCHIKOI di ITB, serta Gelar Jepang UI 2010. Dibawah ini adalah daftar event-event yang pernah diselenggarakan di beberapa kota besar di Indonesia :

Table 2: Event “jejepangan” yang pernah diselenggarakandi kota-kota besar di Indonesia

Nama Acara / Pertunjukan

-Animaku No Hibi -Anti Love Japanese Fest -Band Battle Tamagochi -Battle Of Harajuku

-Bunkasai ( di banyak Universitas ) -Bonenkai 2 Japan Fest

-Bandung Hamamatsu, PERSADA -Danjiki No Matsuri

-Festival Budaya Indonesia-Jepang -Gelar Jepang UI

-Honnoukai Star -Harajuku Nite Ohayou -Himawari UNPAD -Harajuku NITE -Indonesia Japan Expo -Ibiza JBand Competition -Japanese Rock Day -Japan Karnival

-Japan Festival Univ. Indo Nusa Esa Unggul

-Japan Pop Culture Fest, PERSADA -Japanzuki UPI

-Japan Festival Revolution -Japan Fest, Dufan -Japan Expo -Japan Magic Day

-Live Audition J-Rencarnation -Noir, J-Gothic Paradise -Nihon no Matsuri STT Telkom -Ngabuburit Jepang YKBI

-Old and New Japanese Culture Fest -Sashimi, Universitas Widyatama -Sanjyuuichi No Arts Of Nihon “Kultur” (SAKU)

-Teru-Teru Bozu SMU 20 -Terubozu

-Urban Fest


(55)

3.4 Trend Visual Kei Dalam Konteks Pertunjukan

Selain mengikuti Trend dalam bermusik, remaja kita juga mengikuti gaya berpakaian dari para musisi Jepang meskipun mereka tidak berdandan “serumit” seperti yang ada disana. Buat beberapa band cover Visual Kei pada awalnya mereka memang berdandan. Julia Rock Band juga sekitar tahun 2005-2007-an juga masih berdandan ketika tampil. Namun sekarang mereka mencoba lebih segmented dan mulai merubah dandanannya menjadi lebih kasual.

Penampilan band Rev De Kei juga agak simple dan tidak terlalu sama dengan band Visual Kei yang ada di Jepang. Selain tampil dengan Visual Kei-nya, Rev De Kei juga kerap tampil dengan cosplay tokoh anime. Berkat dandanan mereka yang dianggap Japanese, merekapun mendapat kesempatan mengisi acara di JIExpo Kemayoran-Jakarta dalam rangka memperingati 50 tahun hubungan Indonesia-Jepang.40

Selain itu ada juga Melody Maker yang konsisten tampil dengan kostum

ala Visual Kei, Harajuku, Industrial dan juga make up pucat ala Cradle Of Filth

dan Malize Mizer, serta mengedepankan aksi panggung yang freak dengan tema

Atractive Provocative ala Dir En Grey.

Lain lagi dengan band Soudjiro. Menurut Yudhie (informan penulis) yang merupakan gitaris band Soudjiro (beraliran Techno Japanese

Rock), mereka juga tidak terlalu mengusung tema Visual Kei atau Harajuku saat

tampil, karena untuk masalah kostum sendiri mereka sudah di kontrak oleh sebuah distro di Jogjakarta yang mengharuskan mereka memakai produk distro tersebut. Kalaupun ingin berekspresi hanya melalui rambut lah mereka tunjukkan.

41

40

www.Japanesia.com

JRS (J-Rocks) sekilas dilihat berusaha menjiplak band Laruku yang dulunya adalah band V-Kei. Justru orang-orang di

41


(56)

Indonesia menganggap dandanan mereka sebagai gaya Harajuku. Istilah V-Kei memang masih sangat asing ditelinga orang Indonesia. Hanya orang-orang yang mengikuti perkembangan band Jepang sajalah yang mengenal istilah V-Kei. Pada album pertama, mereka menampilkan tampilan yang “ceria” dimana beberapa personilnya mewarnai rambutnya dengan warna pink dan pirang seperti orang barat. Namun sepengamatan saya, semakin terkenal mereka di masyarakat, perlahan-lahan gaya seperti itupun mereka tinggalkan. Kini mereka kerap tampil kompak dengan mengenakan kostum yang seragam, justru pada salah satu kostum mereka terdapat motif batik yang mencirikan budaya Indonesia. Beberapa personil Rosemary Marian juga kerap memakai Rock dan kaos kaki warna warni yang lazim digunakan oleh perempuan. Dari segi visual, kostum band Suicide Maya memang tidak terlalu Japanese, namun mereka lebih menonjolkan aksi panggung, dimana sang vokalis menirukan aksi panggung Kyo (vokalis Dir en Grey) yang mensayat-sayat bagian tubuhnya.

Menurut Arya (informan penulis), beberapa band lain juga mulai lebih kasual, namun bukan berarti tidak memperhatikan fashion sama sekali. Hal ini terutama berlaku untuk band-band yang sudah cukup lama bermusik karena mereka kini lebih fokus pada musikalitasnya. Sedangkan band-band baru masih mengandalkan fashion sebagai “senjata utama”, baru kemudian musikalitas.

3.5 Band Japanese Rock Dalam Industri Rekaman

Menurut Pengamat Musik Denny Sakrie, di Indonesia ini musik yang mengkhalayak itu adalah yang easy listening, mudah dicerna dengan kemasan-kemasan yang berbeda. Pengamat Musik lainnya, Denny MR, melihat pasca


(57)

booming-nya trend musik rock alternative dan ska di Indonesia beberapa tahun lalu hingga kini belum ada lagi trend musik yang dominan. Sedangkan menurut Abdee Negara (gitaris Slank), trend musik sekarang lebih variatif dan rancu karena sumbernya sudah sangat banyak. Contohnya, anak-anak muda Indonesia kini bisa tergila-gila dengan musik dan gaya hidup dari Jepang. Dulu kita hanya melihat trend musik yang datangnya dari Inggris atau Amerika.42

Dari hasil forum di internet, komposisi musik dari lagu-lagu Japanese

Rock ini terdengar aneh bagi sebagian orang yang baru pertama kali

mendengarnya. Namun mereka bisa langsung menjadi penggemar setia aliran musik tersebut setelah terbiasa mendengarnya. Sayangnya genre musik ini jarang kira temui di Industri musik Indonesia. Menurut Dedy Hernawan, bagi dunia musik hiburan komposisi musik yang rumit/jelimet sekalipun berkualitas, akan dianggap terlalu sulit untuk diterima oleh masyarakat karena hal itu bertentangan dengan hakikat musik hiburan yang selalu menawarkan kemudahan; mudah dicerna, mudah dihapus, dan mudah untuk dinikmati. Sehingga Jenis komposisi musik yang rumit sekalipun berkualitas tidak akan memenuhi syarat untuk dijadikan komoditi rekaman.43

Band Indonesia yang menjadi pelopor dan sukses membawa jenis musik ini masuk major label adalah JRS (J-Rocks). Perusahaan Aquarius Musikindo melihat potensi mereka ketika JRS menjadi pemenang pertama pada audisi Nescafe Gets Started 2004. JRS menjadi satu-satunya band Indonesia yang berhasil rekaman di Abbey Road, tempat yang sama dengan The Beatles rekaman.

42

Baca Tulisan Wendi Putranto, “Industri Musik Indonesia Kiamat?”, dalam Majalah Rolling Stone edisi Maret 2007

43

Baca artikel “Penciptaan Seni dalam Konteks Perubahan Jaman” oleh Dedy Hernawan dalam P4ST UPI FORD FOUNDATION (p4st.upi.edu/main.php).


(58)

Lagu-lagu pada album pertama JRS bagi sebagian penggemar musik Japanese

Rock sering diasosiasikan dengan lagu-lagunya Laruku. Misalnya saja lagu

“ceria” yang dianggap menjiplak lagu “C’est la vie”. Bahkan video klip single pertama mereka yang berjudul Lepaskan Diriku juga dianggap meniru salah satu video klip Laruku. Memang pada album tersebut nuansa Jepang sangat terasa pada musik mereka.

R Muhammad Mulyadi (peneliti sejarah industri musik) dalam tulisannya “Faktor-Faktor Penentu Produk Industri Budaya”, menyatakan bahwa:

…….di dalam industri musik, musisi lebih sering tunduk kepada keinginan produser. Dalam hal ini musisi lebih sering menyetujui kehendak produser bahwa produk yang akan dibuat ditujukan ke pasar. Dengan demikian suatu jenis produk album musik sering ditentukan berdasarkan keinginan dan pengamatan selera pasar si produser, berdasarkan selera pasar. Produser campur tangan mengenai jenis musik, judul lagu, bahkan nama kelompok band. 44

Mungkin hal ini juga lah yang membuat JRS harus menyesuaikan dengan selera pasar, dimana seiring waktu terjadi perubahan pada album-album mereka selanjutnya. Sampai kini JRS masih eksis di blantika musik Indonesia dan memiliki penggemar setia yang diberi nama J-Rock Star yang tersebar dibeberapa kota di Indonesia. Ketika saya menanyakan hal ini kepada Denny Sakrie melalui

chat dalam situs pertemanan, tepatnya pertanyaan saya saat itu, “Mengapa

band-band lain selain JRS yang mengusung aliran serupa sulit masuk ke industri rekaman?”. Ia menjawab dan berpendapat bahwa JRS kini telah mengubah musiknya tidak terlalu bernuansa Japanese Rock lagi. Mengapa mereka bisa eksis dan bertahan sampai saat ini karena mereka melakukan kompromi dengan label

44


(59)

dan pendengar pop Indonesia dalam hal lirik yang menggunakan bahasa Indonesia, serta make up yang tidak terlalu Harajuku style lagi.

Pada dasarnya masuk ke major label adalah impian para band baru untuk bisa eksis di Industri musik nasional dan memiliki kesempatan albumnya di produseri, karena produser adalah pemodal (yang menyediakan modal) bagi para musisi dalam industri musik. Namun kenyataan bahwa terdapat produser yang sering tidak sejalan dengan musisinya tidak bisa dihindari, sebab produser dalam memilih seniman memiliki beberapa pertimbangan seperti, apakah artisnya akan popular dan kasetnya laris, serta genre musik yang akan direkam juga apakah sudah popular di masyarakat atau belum. Keadaan seperti itu disadari benar oleh band-band baru. Mereka tahu konsekuensi bila mereka masuk ke major label dan menemukan jenis produser seperti itu maka kreatifitas mereka dalam bermusik akan terhambat dan terpaksa mengikuti keinginan produser yang mementingkan selera pasar.

Oleh karena itu, sampai saat ini ada beberapa band yang lebih memilih berada di jalur independent/indie45

45

R Muhammad Mulyadi S.S.,M.Hum, “Faktor-Faktor Penentu Produk Industri Budaya” dalam

. Melody Maker yang memainkan musik percampuran antara Japanese Rock dan Metal ini adalah salah satunya. Mereka tetap konsisten di jalur indie karena mereka mengedepankan idealisme dan kreatifitas di atas bisnis atau industri yang komersil. Bagi mereka, seni yang sejati tidak boleh dikotori dengan campur tangan apapun dan murni dari jiwa sang musisi kepada jiwa sang pendengar yang memiliki “kehausan” akan sesuatu yang berbeda. Melody Maker lebih memilih menjadi minoritas, tetapi memiliki skill

memasarkannya sendiri dikelompokan sebagai indie label. Pengunaan istilah indie label tidak hanya sampai pada tahap membuat album musik dengan modal sendiri, sedangkan untuk pemasarannya menggunakan distributor musik atau menitipkan di distro-distro.


(1)

Harajuku Style :Gaya dandanan yang aneh dan tidak lazim seperti

memakai baju yang “nabrak-nabrak”, memoles wajah dengan make-up tebal seperti boneka, memakai stocking warna norak atau belang-belang, rambut warna warni, dan sepatu highheel.

Idol Image :Salah satu pendongkrak industri musik Jepang.

Biasa mereka dibilang “jual tampang” dengan target utama adalah fans laki-laki.

Japanese Pop (J-Pop) :Istilah untuk membedakan gaya musik modern

seperti pop, rock, dance, dengan musik klasik Jepang.

Japanese Rock (J-Rock) :Penyebutan genre musik rock yang ada di Jepang. Kaba Popsu (Cover Pops) :Era ketika musisi Jepang belajar menterjemahkan

liri-lirik lagu populer Amerika ke dalam bahasa Jepang.

Majalah Animonster :Majalah yang bersifat “jejepangan”, sebagai bahan

acuan untuk mendengarkan musik, untuk membeli komik baru, berita seputar dorama, dan film.

Manga :Sebuah komik yang berasal dari Jepang.

Music Show :Pertunjukan musik dimana banyak penyanyi tampil

sebagai bintang tamu, ataupun program tangga lagu.

Okinawan Rock :Musik rock yang berasal dari Okinawa. Origami :Seni melipat kertas

Oshare Kei :Anggota band cenderung berpenampilan ceria

dengan kostum warna-warna terang atau cerah, terkesan remaja dan trendy seperti fashion anak muda harajuku pada umumnya.

Rockabilly :Salah satu gaya yang paling awal dan paling

berpengaruh dalam musik rock ‘n roll yang muncul pada tahun 1950-an.

Shodo :Kaligrafi Jepang

Taiko :Atraksi pukul bedug Jepang


(2)

anggota band menggunakan kostum dramatis dan imej visual untuk memperoleh perhatian.


(3)

Gambar 4: Kyo (vokalis Dir en Grey) yang suka menyakiti diri sendiri dalam aksi panggungnya.

Gambar 5: Vokalis band Azumi (Medan) yang terinspirasi oleh Kyo untuk melakukan aksi menyakiti diri sendiri dengan menyayat tangannya dalam suatu pertunjukan


(4)

Gambar 6: Penulis bersama group band Azumi

Gambar 7 : Band Tamama Impact dari Bandung

Gambar 8 : The Gazette (band Jepang) dengan kostum berwarna hitam, juga banyak di usung oleh band Japanese Rock Indonesia


(5)

Gambar 9 : Persamaan cara pewarnaan rambut ‘belang sebelah’ antara band Medan (sebelah kiri) dan band Jepang (sebelah kanan)

Gambar 10 : Bando dengan hiasan topi kecil sebagai aksesoris


(6)

Gambar 12 :Penonton adalah kalangan remaja

Gambar 13 : Panggung Pertunjukan