Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini bahasa Mandarin menjadi mata pelajaran yang sudah diajarkan sejak usia anak-anak. Banyak sekolah-sekolah di Indonesia mengajarkan bahasa Asing seperti bahasa Inggris, bahasa Jerman, bahasa Perancis dan bahasa Mandarin. Sekolah- sekolah SD di Indonesia sudah mulai memperkenalkan bahasa Mandarin sebagai salah satu mata pelajaran intrakulikuler maupun ekstrakulikuler. Hal itu disebabkan karena pengenalan bahasa Asing pada usia anak-anak lebih mudah. Perlu diketahui bahwa bahasa merupakan kebiasaan, begitulah teori bahasa yang sering dikenal karena usia anak-anak merupakan usia pembentukan kepribadian, pengembangan bakat, termasuk keterampilan bahasa. Dalam pembelajaran bahasa Asing khususnya bahasa Mandarin, penguasaaan kosakata memainkan peran yang sangat penting. Kosakata merupakan komponen bahasa yang menghubungkan empat keterampilan bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Penguasaan kosakata pada anak-anak dapat dilakukan dengan cara mendengar, membaca, menulis, melatih pengucapan, terus menerus dan berulang-ulang. Tiga tahapan dalam belajar bahasa harus dikuasai, yaitu pengenalan, pemahaman, dan pengembangan. Usia anak-anak adalah usia yang paling mudah untuk mempelajari bahasa, dan penyampaian materi pada anak-anak tentulah berbeda dengan cara penyampaian untuk orang dewasa. Pengenalan bahasa merupakan tahap yang bagus untuk 1 commit to user 2 mempelajari bahasa pada anak-anak selanjutnya merupakan tahap pemahaman dan pengembangan. Beberapa pakar bahasa mendukung pandangan “semakin dini anak belajar bahasa asing, semakin mudah anak menguasai bahasa itu ”. SDN 03 Jaten adalah sekolah tingkat Sekolah Dasar RSBI Rintisan Sekolah Berbasis Internasional. Di sekolah tersebut bahasa Indonesia dan bahasa Inggris menjadi bahasa pengantar dalam Kegiatan Belajar Mengajar KBM. Bahasa Mandarin adalah mata pelajaran baru yang diajarkan dan menjadi mata pelajaran tambahan ekstra sekolah di SDN 03 Jaten. Waktu yang dialokasikan untuk mata pelajaran adalah 35 menit setiap pertemuan. Penulis menyadari bahwa waktu yang diberikan untuk memberikan materi sangatlah sedikit yaitu 35 menit setiap pertemuan dan satu pertemuan setiap minggu. Dengan alokasi waktu yang sangat sedikit, penulis berusaha menggunakan waktu itu sebaik-baiknya untuk bisa mengajar dengan baik dan bisa membuat siswa tertarik pada pelajaran bahasa Mandarin. Untunglah di setiap kelas terdapat media pembelajaran yang lengkap sehingga sangat menunjang dalam proses belajar mengajar, sehingga penulis dapat memaksimalkan pengajaran bahasa Mandarin di sekolah tersebut. Dalam kegiatan pembelajaran bahasa Asing, banyak siswa yang merasa bosan dengan teknik mengajar bahasa Asing secara tradisional, dan mereka menginginkan cara baru yang lebih menyenangkan. Begitu pula yang terjadi pada siswa kelas 1 B di SDN 03 Jaten. Guru biasanya akan mengajar dengan metode konvensional yaitu metode ceramah yang mengharapkan siswa duduk tenang, mendengarkan, mencatat dan menghafal materi yang diajarkan. Kegiatan Belajar Mengajar KBM menjadi monoton dan kurang menarik perhatian siswa. commit to user 3 Kondisi seperti itu tidak akan menyulitkan penulis untuk mengajarkan bahasa Mandarin. Para siswa cenderung pasif dalam menerima materi pelajaran. Banyak siswa yang lebih senang main bersama teman yang lain daripada memperhatikan materi pelajaran. Pada usia anak-anak sebenarnya lebih mudah untuk menyampaikan materi pelajaran berupa pengenalan kosakata karena anak-anak akan cenderung lebih mudah mengingat daripada orang dewasa. Namun, mereka lebih suka bermain daripada belajar. Penulis memilih metode pembelajaran yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut. Pemilihan metode yang tepat untuk mengajarkan bahasa Mandarin pada para siswa sangat penting. Penggunaan metode yang konvensional akan membuat para siswa tidak mau memperhatikan pelajaran dan bermain sendiri dengan teman yang lain. Sering ditemukan di lapangan bahwa guru menguasai materi suatu subjek dengan baik tetapi tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Hal itu terjadi karena kegiatan tersebut tidak didasarkan pada model pembelajaran tertentu sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah. Timbul pertanyaan apakah mungkin dikembangkan suatu model pembelajaran yang sederhana, sistematik, bermakna dan dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik sehingga dapat membantu meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar. Berkenaan dengan hal itu, maka dengan memperhatikan berbagai konsep dan teori belajar dikembangkanlah suatu metode pembelajaran yang disebut dengan metode pembelajaran Total Physical Response TPR. Penulis memilih metode Total commit to user 4 Physical Response TPR untuk mengajarkan bahasa Mandarin di kelas 1 B SDN 03 Jaten. Metode Total Physical Response TPR adalah metode pengajaran bahasa asing yang didasarkan pada koordinasi ucapan dan gerakan. Pendengaran anak- anak akan lebih berkembang daripada pengucapan. Guru akan memberikan instruksi secara jelas dan pelan sehingga para siswa dapat mengerti maksud guru. Menurut penulis metode tersebut dirasakan dapat meningkatkan minat siswa dalam mempelajari bahasa Mandarin. Para siswa akan lebih menyukai metode pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan. Metode tersebut juga dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga dapat lebih memudahkan pengenalan kosakata bahasa Mandarin pada siswa. Metode TPR Total Physical Response Method yang dikembangkan oleh James Asher, seorang profesor psikologi Universitas Negeri San Jose California, dipandang sebagai metode yang sesuai untuk mengajarkan bahasa Mandarin pada usia anak-anak yang pembelajarannya lebih mengutamakan kegiatan langsung berhubungan dengan kegiatan fisik dan gerakan. Dalam metode TPR ini, Asher mengatakan bahwa semakin sering atau semakin intensif memori seseorang diberikan stimulasi maka semakin kuat asosiasi memori berhubungan dan semakin mudah untuk mengingat. Kegiatan mengingat ini dilakukan secara verbal dengan aktivitas gerak. Dari sisi perkembangan, Asher melihat keberhasilan belajar bahasa kedua pada orang dewasa adalah sebagai proses yang paralel dengan pencapaian bahasa pertama anak. Dia mengklaim bahwa berbicara langsung kepada anak adalah suatu proses memberi perintah dimana anak commit to user 5 merespon secara fisik lebih dulu sebelum dia mampu menghasilkan respon secara verbal. Lebih lanjut, Asher yang juga menyimpulkan bahwa peran faktor emosi sangat efektif dalam pembelajaran bahasa anak, artinya belajar bahasa dengan melibatkan permainan dengan bergerak yang bisa dikombinasikan dengan bernyanyi atau bercerita akan dapat mengurangi tekanan belajar bahasa seseorang. Dia percaya bahwa dengan keceriaan dalam diri anak akan memberikan dampak yang baik bagi belajar bahasa anak. Metode TPR ini sangat mudah dan ringan dalam segi penggunaan bahasa dan juga mengandung unsur gerakan permainan sehingga dapat menghilangkan stres pada peserta didik karena masalah-masalah yang dihadapi dalam pelajarannya terutama pada saat mempelajari bahasa asing, dan juga dapat menciptakan suasana hati yang positif pada peserta didik yang dapat memfasilitasi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi siswa dalam pelajaran tersebut. Makna atau arti dari bahasa sasaran dipelajari selama melakukan aksi. Kegiatan pengenalan bahasa Mandarin dengan metode ini diharapkan dapat berlangsung secara terus menerus dan bertahap apalagi dengan pembelajaran dengan cara menarik sehingga anak bisa senang dan ceria akan bisa memaksimalkan kemampuan belajar bahasa Asing pada anak. Penulis memilih judul “Peningkatan Penguasaan Kosakata Bahasa Mandarin melalui Metode Total Physical Response di SD Negeri 03 Jaten Karanganyar ”. commit to user 6

B. Rumusan Masalah