9
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti merumuskan beberapa masalah yang menjadi pokok permasalahan pada
penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Apakah Capital Adequacy Ratio CAR, Return on Asset ROA, Return on
Equity ROE, Loan to Deposit Ratio LDR dan Price Earning Ratio PER
secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI?
2. Faktor mana sajakah yang secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham pada perusahaan perbankan yang terdaftar
di BEI?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apakah Capital Adequacy Ratio CAR, Return on
Asset ROA, Return on Equity ROE, Loan to Deposit Ratio LDR dan Price Earning Ratio PER secara simultan mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap return saham pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI.
2. Untuk mengetahui faktor manakah yang secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap return saham pada perusahaan perbankan
yang terdaftar di BEI.
Universitas Sumatera Utara
10
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dan pemahaman mengenai
Capital Adequacy Ratio CAR, Return on Asset ROA, Return on Equity ROE, Loan to Deposit Ratio LDR dan Price Earning Ratio
PER dan pengaruhnya terhadap return saham. 2. Bagi peneliti lainnya, dapat menjadi bahan referensi dan dasar
pengembangan penelitian selanjutnya yang sifatnya sejenis. 3. Bagi emiten, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan
atau referensi bagi pihak perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam rangka untuk meningkatkan return saham perusahaan.
4. Bagi investor dan calon investor, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi di pasar
modal dan sebagai bahan evaluasi dalam menilai kinerja emitennya.
Universitas Sumatera Utara
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Saham
2.1.1.1 Pengertian Saham
Saham dalam bahasa Belanda disebut andeel, yang berarti andil, sero atau penyertaan modal dalam suatu perusahaan. Dalam
Black’s Law Dictionary, 6
th
Edition, dijelaskan pemahaman mengenai saham share adalah : share means the unit into which the
proprietary in a corporation are divided dalam Sutedi, 2009:33. Dari dua defenisi tersebut dapat dilihat bahwa saham berkaitan erat
dengan pembentukan modal dan adanya badan hukum perusahaan. Saham stock atau share dapat didefinisikan sebagai tanda
penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas
yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut Darmadji dan
Fakhruddin, 2006:6. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut, artinya jika
seseorang membeli saham suatu perusahaan berarti dia telah menyertakan modal ke dalam perusahaan tersebut sebanyak jumlah
saham yang dibeli.
Universitas Sumatera Utara
12
2.1.1.2 Jenis – jenis Saham
Terdapat berbagai jenis saham yang dikenal di bursa dan yang diperdagangkan, yaitu:
1. Saham Biasa Common Stock Saham biasa adalah saham yang tidak memperoleh hak
istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh dividen sepanjang perseroan memperoleh
keuntungan. Pemilik saham mempunyai hak suara pada RUPS Rapat Umum Pemegang Saham sesuai dengan jumlah saham
yang dimilikinya one share one vote. Pada likuidasi perseroan, pemilik saham memiliki hak memperoleh sebagian dari kekayaan
setelah semua kewajiban dilunasi Anoraga dan Pakarti, 2006:54. Menurut Darmadji dan Fakhruddin 2006:10, karakteristik
saham biasa : a. Deviden dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba.
b. Memiliki hak suara dalam rapat umum pemegang saham satu saham satu suara atau one share one vote.
c. Memiliki hak terakhir junior dalam hal pembagian kekayaan perusahaan jika perusahaan tersebut dilikuidasi dibubarkan
setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi. d. Memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain
sebesar proporsi sahamnya.
Universitas Sumatera Utara
13
e. Hak untuk memiliki saham baru yang diterbitkan oleh perusahaan terlebih dahulu preemptive right
2. Saham Preferen Preferred Stock Saham preferen merupakan saham yang diberikan atas hak
untuk mendapatkan dividen danatau bagian kekayaan pada saat perusahaan dilikuidasi lebih dahulu dari saham biasa, di samping
itu mempunyai preferensi untuk mengajukan usul pencalonan direksi atau komisaris. Saham preferen mempunyai ciri-ciri yang
merupakan gabungan dari utang dan modal sendiri debt and equity Anoraga dan Pakarti, 2006:55.
Menurut Darmadji dan Fakhruddin 2006:10, karakteristik saham preferen :
a. Memiliki hak lebih dahulu memperoleh dividen. b. Memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal
saham lebih dahulu setelah kreditor, apabila perusahaan tersebut dilikuidasi dibubarkan.
c. Kemungkinan dapat memperoleh tambahan dari pembagian laba perusahaan di samping penghasilan yang diterima secara
tetap. d. Dalam hal perusahaan dilikuidasi, memiliki hak memperoleh
pembagian kekayaan perusahaan di atas pemegang saham biasa setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.
Universitas Sumatera Utara
14
3. Saham Treasuri Treasury Stock Saham treasuri treasury stock merupakan saham milik
perusahaan yang sudah pernah dikeluarkan dan beredar yang kemudian dibeli kembali oleh perusahaan untuk disimpan sebagai
treasuri yang nantinya dapat dijual kembali Jogiyanto, 2000:76. Alasan-alasan perusahaan emiten membeli kembali saham beredar
sebagai saham treasuri adalah sebagai berikut: a. Akan digunakan dan diberikan kepada manajer-manajer atau
karyawan-karyawan di dalam perusahaan sebagai bonus dan kompensasi dalam bentuk saham.
b. Meningkatkan volume perdagangan di pasar modal dengan harapan meningkatkan nilai pasarnya.
c. Menambah jumlah lembar saham yang tersedia untuk digunakan menguasai perusahaan lain.
d. Mengurangi jumlah lembar saham yang beredar untuk menaikkan laba per lembarnya.
e. Alasan khusus lainnya yaitu dengan mengurangi jumlah saham yang beredar sehingga dapat mengurangi kemungkinan
perusahaan lain untuk menguasai jumlah saham secara mayoritas dalam rangka pengambilan alih tidak bersahabat
hostile takeover.
Universitas Sumatera Utara
15
Menurut Darmadji dan Fakhruddin 2006:8, dilihat dari cara peralihannya saham dapat dibedakan atas:
1. Saham atas unjuk bearer stock, artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya agar mudah dipindahtangankan dari satu
investor ke investor lainnya. Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut, maka dialah yang diakui sebagai pemiliknya dan
berhak untuk ikut hadir dalam RUPS. 2. Saham atas nama registered stock, merupakan saham dengan
nama pemilik yang ditulis secara jelas dan cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.
Menurut Darmadji dan Fakhruddin 2006:8, ditinjau dari kinerja perdagangan maka saham dapat dikategorikan atas:
1. Saham unggulan blue-chip stock, yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai pemimpin
leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen.
2. Saham pendapatan income stock, yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari
rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang lebih
tinggi dan secara teratur membagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan tidak mementingkan potensi
pertumbuhan harga saham PE ratio.
Universitas Sumatera Utara
16
3. Saham pertumbuhan growth stock – well-known, yaitu saham- saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang
tinggi, sebagai pemimpin di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu, terdapat juga growth stock lesser-
known, yaitu saham dari emiten yang tidak berperan sebagai leader dalam industri, namun memiliki ciri growth stock.
Umumnya, saham ini berasal dari daerah dan kurang populer di kalangan emiten.
4. Saham spekulatif speculative stock, yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh
penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi memiliki kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang
meskipun belum pasti. 5. Saham siklikal cyclical stock, yaitu saham yang tidak
terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi, harga saham ini tetap
tinggi, di mana emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam memperoleh
penghasilan yang tinggi pada masa resesi. Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat dan selalu
dibutuhkan masyarakat, seperti rokok dan barang-barang kebutuhan sehari-hari consumer goods .
Universitas Sumatera Utara
17
2.1.1.3 Manfaat Kepemilikan Saham
Investor yang melakukan pembelian saham otomatis akan memperoleh hak kepemilikan atas perusahaan sesuai dengan
persentase saham yang dimilikinya. Semakin besar persentase kepemilikan saham yang dimilikinya, maka semakin besar juga
persentase hak kepemilikan atas perusahaan yang menerbitkan saham. Secara umum terdapat dua manfaat yang bisa diperoleh dari
pembelian saham, yaitu manfaat ekonomis dan manfaat non ekonomis Anoraga, 2006:60.
a. Manfaat ekonomis, meliputi : 1. Dividen dividend
Dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang
dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Dividen yang
dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai cash dividend, yaitu kepada setiap pemegang saham diberikan
dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham, atau dapat pula berupa dividen saham stock
dividend, yaitu kepada setiap pemegang saham diberikan dividen dalam bentuk saham sehingga jumlah saham yang
dimiliki investor akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.
Universitas Sumatera Utara
18
2. Capital gain Capital gain adalah keuntungan yang diperoleh investor dari
hasil jual beli saham, berupa selisih antara nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan nilai beli yang lebih rendah.
b. Manfaat non-ekonomis Manfaat non-ekonomis yang bisa diperoleh pemegang saham
adalah kepemilikan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham RUPS untuk menentukan jalannya perusahaan. Semakin
besar jumlah saham yang dimiliki investor, maka semakin besar pula hak suaranya dalam RUPS.
2.1.1.4 Resiko Kepemilikan Saham
Sebaliknya, disamping manfaat yang akan diperoleh dari kepemilikan saham, terdapat beberapa resiko yang dihadapi pemodal
dengan kepemilikan sahamnya Sutedi, 2009:39 antara lain : 1. Tidak mendapatkan dividen
Perusahaan akan membagikan dividen jika operasi perusahaan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian, perusahaan tidak
dapat membagikan dividen jika perusahaan tersebut mengalami kerugian, oleh sebab itu potensi keuntungan pemodal untuk
mendapatkan dividen ditentukan oleh kinerja perusahaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
19
2. Capital loss Dalam aktivitas perdagangan saham, tidak selalu pemodal
mendapatkan capital gain atau keuntungan atas saham yang dijualnya. Ada kalanya pemodal harus menjual saham dengan
harga jual lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian, seorang pemodal akan mengalami capital loss.
3. Perusahaan bangkrut atau dilikuidasi Jika suatu perusahaan bangkrut, maka tentu saja akan berdampak
secara langsung kepada saham perusahaan tersebut. Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di bursa efek, jika suatu perusahaan
bangkrut atau dilikuidasi, maka secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa atau di-delist. Dalam kondisi
perusahaan dilikuidasi, maka pemegang saham akan menempati posisi lebih rendah dibanding kreditor atau pemegang obligasi,
artinya setelah semua aset perusahaan tersebut dijual, terlebih dahulu dibagikan kepada para kreditor atau pemegang obligasi dan
jika masih sisa, baru kemudian dibagikan kepada pemegang saham.
4. Saham dihapuscatatkan dari bursa efek delisting Resiko lain yang dihadapi oleh para pemodal adalah jika saham
perusahaan dikeluarkan dari pencatatan di bursa efek atau di- delist. Suatu saham perusahaan di-delist dari bursa umumnya
karena kinerja yang buruk, misalnya dalam kurun waktu tertentu
Universitas Sumatera Utara
20
tidak pernah diperdagangkan, mengalami kerugian beberapa tahun, tidak membagikan dividen secara berturut-turut selama
beberapa tahun, dan berbagai kondisi lainnya sesuai dengan peraturan pencatatan efek di bursa. Saham yang telah di-delist
tentu saja tidak lagi diperdagangkan di bursa, namun tetap akan diperdagangkan di luar bursa dengan konsekuensi tidak terdapat
patokan harga yang jelas dan jika terjual, biasanya dengan harga yang jauh dari harga sebelumnya.
5. Saham diberhentikan sementara suspensi Resiko lain yang juga menggangu para investor untuk melakukan
aktivitasnya adalah jika suatu saham di-suspend atau dihentikan perdagangannya oleh otoritas bursa efek, yang menyebabkan
investor tidak dapat menjual sahamnya hingga suspensi tersebut dicabut. Suspensi biasanya berlangsung dalam waktu singkat,
misalnya satu sesi perdagangan, dua sesi perdagangan, namun dapat pula berlangsung dalam kurun waktu beberapa hari
perdagangan. Hal tersebut dilakukan otoritas bursa jika suatu saham mengalami lonjakan harga yang luar biasa, suatu
perusahaan dipailitkan oleh kreditornya, atau berbagai kondisi lainnya yang mengharuskan otoritas bursa menghentikan
perdagangan saham tersebut untuk sementara sampai perusahaan yang bersangkutan memberikan konfirmasi atau kejelasan
informasi lainnya, hingga informasi yang belum jelas tersebut
Universitas Sumatera Utara
21
tidak menjadi ajang spekulasi. Jika telah didapatkan suatu informasi yang jelas, maka suspensi atas saham tersebut dapat
dicabut oleh bursa dan saham dapat diperdagangkan lagi seperti semula.
2.1.1.5 Harga Saham
Menurut Weston dan Brigham 1993, harga
saham didefinisikan sebagai: “the price at which stock sells in the market.” Dalam penilaian saham dikenal adanya tiga jenis nilai, yaitu:
nilai buku, nilai pasar dan nilai intrinsik. Nilai buku merupakan nilai yang dihitung berdasarkan pembukuan perusahaan penerbit saham
emiten. Nilai pasar merupakan nilai saham di pasar, yang ditunjukkan oleh harga saham tersebut di pasar. Sedangkan nilai
intrinsik adalah nilai saham yang sebenarnya atau seharusnya terjadi Tandelilin, 2001:183.
Pedoman yang digunakan untuk menilai harga saham adalah : a. Bila nilai intrinsik NI lebih besar dari harga pasar saat ini, maka
saham tersebut dinilai undervalued harganya terlalu rendah, dan karenanya layak dibeli atau ditahan apabila saham tersebut telah
dimiliki. b. Bila nilai intrinsik NI lebih kecil dari harga pasar saat ini, maka
saham tersebut dinilai overvalued harganya terlalu tinggi, dan karenanya layak dijual.
Universitas Sumatera Utara
22
c. Bila nilai intrinsik NI sama dengan harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai wajar harganya dan berada dalam kondisi
keseimbangan. Proses terbentuknya harga saham dapat dibedakan menjadi 3
tiga, yaitu : a. Demand to buy schedule
Investor yang hendak membeli saham akan datang ke pasar saham. Biasanya mereka akan memakai jasa para broker atau pialang
saham. Investor dapat memilih saham mana yang akan dibeli dan bisa menetapkan standar harga bagi investor itu sendiri.
b. Supply to sell schedule Investor juga dapat menjual saham ke pasar saham. Investor
tersebut dapat menetapkan pada harga berapa saham yang mereka miliki akan dilepas ke pasaran. Biasanya harga yang tinggi akan
lebih disukai para investor. c. Interaction of schedule
Pertemuan antara permintaan dan penawaran menciptakan suatu titik temu yang biasa disebut sebagai titik ekuilibrium harga. Pada
awalnya perusahaan yang mengeluarkan saham akan menetapkan harga awal untuk sahamnya. Saham tersebut kemudian akan dijual
ke pasar untuk diperdagangkan. Saat di pasaran, harga saham tersebut akan berubah karena permintaan dari para investor.
Ekspektasi harga yang dimiliki oleh buyer akan mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
23
pergerakan harga saham yang pada awalnya telah ditawarkan oleh pihak seller. Saat terjadi pertemuan harga yang ditawarkan oleh
seller dan harga yang diminta oleh buyer, maka akan tercipta harga keseimbangan pasar modal.
Menurut Sawidji Widoatmojo 1996:46 harga saham dapat dibedakan menjadi 3 tiga yaitu :
a. Harga nominal Harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh
emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya harga nominal memberikan arti penting bagi saham
karena dividen minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal.
b. Harga perdana Harga ini merupakan pada waktu harga saham tersebut dicatat di
bursa efek. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi underwriter dan emiten. Dengan demikian
akan diketahui berapa harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat untuk menentukan harga perdana.
c. Harga pasar Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan
investor yang lama. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa. Transaksi di sini tidak lagi melibatkan emiten
dan penjamin emisi. Harga ini yang disebut sebagai harga di pasar
Universitas Sumatera Utara
24
sekunder dan harga inilah yang benar-benar mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena pada transaksi di pasar sekunder,
kecil sekali terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit. Dengan kata lain, harga pasar saham adalah nilai pasar
sekuritas yang dapat diperoleh investor apabila investor menjual atau membeli saham, yang ditentukan berdasarkan harga
penutupan atau closing price di bursa pada hari yang bersangkutan.
2.1.1.6 Return Saham
Return saham merupakan hasil atau keuntungan yang diperoleh pemegang saham sebagai hasil dari investasinya Jogiyanto,
2000:107. Return merupakan salah satu dasar yang digunakan oleh investor dalam mengambil keputusan investasi karena return
merupakan tujuan utama seseorang berinvestasi. Dengan adanya return, diharapkan seseorang akan termotivasi untuk berinvestasi.
Return juga merupakan imbalan yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada investor atas keberaniannya menanggung resiko atas investasi
yang dilakukannya. Dalam melakukan investasi, investor dihadapkan pada
ketidakpastian uncertainty antara return yang akan diperoleh dengan resiko yang akan dihadapinya. Semakin besar return yang diharapkan
akan diperoleh dari investasi, semakin besar pula resikonya sehingga
Universitas Sumatera Utara
25
dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki hubungan positif dengan resiko. Resiko yang lebih tinggi biasanya dikorelasikan dengan
peluang untuk mendapatkan return yang lebih tinggi pula high risk - high return, low risk - low return. Namun return yang tinggi tidak
selalu harus disertai dengan investasi yang beresiko. Hal ini bisa saja terjadi pada pasar yang tidak rasional.
Jogiyanto 2000:107 membedakan return saham menjadi dua jenis yaitu return realisasi realized return dan return ekspektasi
expected return. Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi dan dihitung secara relatif. Return realisasi ini penting dalam
mengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan resiko mendatang. Sedangkan return ekspektasi merupakan return
yang diharapkan terjadi di masa mendatang dan bersifat tidak pasti. Return yang diterima oleh investor di pasar modal dibedakan
menjadi dua jenis yaitu current income pendapatan lancar dan capital gaincapital loss keuntungan selisih harga. Return total
merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu. Return total sering disebut return saham yaitu
perubahan kemakmuran dari perubahan harga saham dan perubahan pendapatan dari dividen yang diterima. Perubahan kemakmuran ini
menunjukkan tambahan kekayaan sebelumnya. Pemegang saham dalam investasinya dapat memperoleh return yang ditawarkan suatu
saham dalam bentuk capital gain dan dividen.
Universitas Sumatera Utara
26
������ = ������� ���� ���� + ����� Capital gain atau capital loss merupakan selisih dari harga
saham sekarang relatif dengan harga saham periode yang lalu. Apabila harga saham sekarang Pt lebih tinggi dari harga saham periode lalu
�
�−1
maka terjadi keuntungan modal capital gain, dan sebaliknya apabila harga saham sekarang Pt lebih rendah dari harga saham
periode lalu �
�−1
maka terjadi kerugian modal capital loss. ������� ���� ���� ������� ���� =
�
�
− �
�−1
�
�−1
Sedangkan yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi.
Yield dividen merupakan keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Biasanya tidak seluruh keuntungan
perusahaan dibagikan kepada pemegang saham, tetapi terdapat bagian yang ditanam kembali. Biasanya dividen yang diterima ditentukan
dalam Rapat Umum Pemegang Saham RUPS perusahaan tersebut. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa perusahaan tidak selalu
membagikan dividen kepada para pemegang saham tetapi bergantung pada kondisi perusahaan itu sendiri. Ini berarti bahwa jika perusahaan
mengalami kerugian tentu saja dividen tidak akan dibagikan pada tahun berjalan tersebut. Deviden yang dibagikan dapat berupa dividen
tunai maupun dividen saham. Untuk saham biasa yang membayar dividen periodik sebesar D
t
rupiah per lembarnya, maka yield adalah:
Universitas Sumatera Utara
27
����� = ��
�
�−1
Maka, return saham dapat dinyatakan sebagai : ������ = ������� ���� ���� + �����
������ ��ℎ�� = �
�
− �
�−1
�
�−1
+ ��
�
�−1
������ ��ℎ�� = �
�
− �
�−1
+ �
�
�
�−1
Namun mengingat tidak selamanya perusahaan membagikan dividen kas secara periodik kepada pemegang sahamnya, maka return
saham dapat dihitung sebagai berikut:
������ ��ℎ�� = �
�
− �
�−1
�
�−1
Dengan : �
�
= harga saham pada periode t �
�−1
= harga saham pada periode t-1
2.1.2 Capital Adequacy Ratio CAR
Capital Adequacy Ratio CAR merupakan salah satu dari rasio solvabilitas. Rasio solvabilitas merupakan ukuran kemampuan bank mencari
sumber dana untuk membiayai kegiatannya Kasmir, 2004:275. Rasio ini merupakan alat ukur untuk melihat tingkat efesiensi pihak manajemen bank
tersebut dalam menjalankan aktivitasnya.
Universitas Sumatera Utara
28
Capital Adequacy Ratio CAR merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kecukupan modal suatu bank. Menurut Dendawijaya
2005:121 Capital Adequacy Ratio adalah “rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko kredit,
penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber
di luar bank, seperti dana dari masyarakat, pinjaman utang, dan lain-lain”. Dengan kata lain, Capital Adequacy Ratio adalah rasio kinerja bank untuk
mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya kredit yang
diberikan. Capital Adequacy Ratio menunjukkan sejauhmana modal pemilik
dapat menutupi aktiva beresiko Harahap, 2008:307. Rasio ini dihitung dengan rumus :
��� = �����ℎ�����′� ������
����� ���� ����ℎ��� ������ ���� � 100
Modal terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. ATMR adalah nilai total masing-masing aktiva bank setelah dikalikan dengan masing-
masing bobot resiko aktiva tersebut. Aktiva yang paling tidak beresiko diberi bobot 0 dan aktiva yang paling beresiko diberi bobot 100. ATMR
menunjukkan nilai aktiva beresiko yang memerlukan antisipasi modal dalam jumlah yang cukup. ATMR merupakan penjumlahan dari ATMR
aktiva neraca dan ATMR rekening administratif.
Universitas Sumatera Utara
29
Bank Indonesia menetapkan CAR sebagai kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai
suatu proporsi tertentu dari aktiva tertimbang menurut resiko ATMR. Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.623DPNP tanggal 31 Mei
2004, rasio CAR cukup baik berkisar antara 8 dan semakin tinggi rasio ini maka semakin baik kesehatan bank tersebut.
Kecukupan modal merupakan faktor yang penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung resiko kerugian. Modal bukan
saja sebagai salah satu sumber penting dalam memenuhi kebutuhan dana bank, tetapi juga posisi modal akan mempengaruhi keputusan-keputusan
manajemen dalam pencapaian laba dan kemungkinan timbulnya resiko. Modal yang terlalu besar misalnya akan dapat mempengaruhi jumlah
perolehan laba bank, sedangkan modal yang terlalu kecil di samping akan membatasi kemampuan ekspansi bank, juga akan mempengaruhi penilaian
khusus para deposan, debitur, dan para pemegang saham bank. Dengan demikian, fungsi utama modal bank adalah untuk menjaga kepercayaan.
Besar kecilnya permodalan bank akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan keuangan bank yang bersangkutan
Siamat, 2005:288. Permasalahan modal umumnya adalah berapa modal yang harus
disediakan oleh pemilik sehingga keamanan pihak ketiga dapat terjaga. Capital Adequacy Ratio CAR adalah rasio kecukupan modal yang
berfungsi menampung resiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh
Universitas Sumatera Utara
30
bank. Dengan CAR yang tinggi berarti bank tersebut semakin solvable, dimana bank memiliki modal yang cukup guna menjalankan usahanya
sehingga akan meningkatkan keuntungan karena semakin tinggi CAR maka semakin baik kinerja dan kemampuan bank tersebut untuk menanggung
resiko dari setiap kredit atau aktiva produktif yang beresiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. Hal ini akan memberikan keuntungan yang tinggi kepada investor dalam bentuk dividen.
Oleh karena itu, Capital Adequacy Ratio CAR berpengaruh terhadap return saham yang akan diterima oleh investor.
2.1.3 Return on Asset ROA
Dari sudut pandang calon investor, indikator penting untuk menilai prospek perusahaan di masa yang akan datang adalah dengan melihat
sejauhmana pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Indikator ini sangat penting diperhatikan untuk mengetahui sampai sejauh mana investasi yang
akan ditanamkan investor di suatu perusahaan mampu memberikan return yang sesuai dengan tingkat yang disyaratkan investor.
Salah satu rasio yang sering digunakan untuk mengukur profitabilitas suatu perusahaan adalah Return on Asset ROA. ROA merupakan salah
satu rasio rentabilitas atau sering juga disebut profitabilitas usaha. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang
dicapai oleh bank yang bersangkutan Kasmir, 2004:279.
Universitas Sumatera Utara
31
Return on Asset ROA menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mengukur efektivitas kinerja perusahaan dalam memperoleh laba dengan
memanfaatkan aktiva yang dimiliki Brigham dan Houstan, 2001:90. Dalam perbankan, Return on Asset merupakan salah satu rasio kunci
kemampulabaan. Rasio ini merupakan indikator utama untuk melihat managerial efficiency yang mengindikasikan seberapa mampu manajemen
bank dapat menggunakan kekayaan institusi untuk menghasilkan pendapatan bersih. Return on Asset ROA dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut : ��� =
��� ������ ����� ������
� 100 Laba bersih net income merupakan ukuran pokok keseluruhan
keberhasilan perusahaan. Laba atau kurangnya laba mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mendapat pinjaman dan pendanaan ekuitas,
posisi likuiditas perusahaan dan kemampuan perusahaan. Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.623DPNP tanggal
31 Mei 2004, ROA bank ditetapkan minimal 1,25 dan juga merupakan indikator kepercayaan masyarakat kepada perbankan terhadap pengelolaan
aset bank. Menurut Dendawijaya 2005:118, semakin besar Return on Asset
ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi
penggunaan aset. Semakin tinggi rasio ini berarti perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih. Dengan
Universitas Sumatera Utara
32
pencapaian laba yang tinggi, maka investor mengharapkan keuntungan yang tinggi dari dividen yang akan diperoleh karena pada hakekatnya dalam
ekonomi konvensional, motif investasi adalah untuk memperoleh keuntungan atau tingkat pengembalian return yang tinggi dari investasi
yang dilakukan. Apabila suatu saham menghasilkan dividen yang tinggi maka ketertarikan investor juga akan meningkat akan saham tersebut. Oleh
karena itu, Return on Asset ROA berpengaruh terhadap return saham yang akan diterima oleh investor.
2.1.4 Return on Equity ROE
Selain Return on Asset ROA, rasio lain yang digunakan untuk mengukur profitabilitas suatu perusahaan adalah Return on Equity ROE.
ROE merupakan salah satu rasio profitabilitas yang menggambarkan kemampuan bank untuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham.
Return on Equity adalah ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan tingkat kembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan di
dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas shareholder’s equity yang dimiliki oleh perusahaan. Return on Equity
ROE merupakan salah satu alat utama investasi yang paling sering digunakan dalam menilai sebuah perusahaan
Return on Equity merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola capital yang ada untuk mendapatkan net
income Kasmir, 2004:280. ROE dapat dirumuskan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
33
��� = ��� ������ ����� ���
�ℎ���ℎ�����′� ������ � 100
Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004, batas bawah rasio ROE berkisar antara 5 sampai 12,5 dan
semakin tinggi rasio ini maka bank tersebut semakin baik. Return on Equity merupakan indikator yang amat penting bagi para
pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran dividen.
Return on Equity digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik
saham biasa maupun saham preferen. Semakin tinggi ROE maka kinerja perusahaan semakin efektif. Semakin tinggi nilai ROE menggambarkan
semakin tinggi kemampuan modal sendiri bank menghasilkan laba untuk pemegang saham. Oleh karena itu, Return on Equity ROE berpengaruh
terhadap return saham yang akan diterima oleh investor.
2.1.5 Loan to Deposit Ratio LDR
Loan to Deposit Ratio LDR merupakan salah satu dari rasio likuiditas. Rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih Kasmir, 2004:268. Dengan kata lain, bank dapat
membayar kembali pencairan dana deposannya pada saat ditagih serta dapat mencukupi permintaan kredit yang telah diajukan. Semakin besar rasio
likuiditas berarti bank tersebut semakin likuid.
Universitas Sumatera Utara
34
Loan to Deposit Ratio LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima bank Dendawijaya,
2005:116. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Loan to Deposit Ratio merupakan rasio untuk mengukur komposisi
jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan Kasmir, 2004:272. LDR dapat dihitung
dengan rumus : ��� =
����� ����� ����� ������� + ������
� 100 Tujuan penting dari perhitungan LDR adalah untuk mengetahui serta
menilai sampai seberapa jauh bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan operasi atau kegiatan usahanya. LDR digunakan sebagai suatu
indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu bank. Loan to Deposit Ratio LDR pada saat ini berfungsi sebagai indikator intermediasi
perantara perbankan antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana.
Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR suatu bank adalah sekitar 85. Namun batas toleransi berkisar antara 85-
100 atau menurut batas aman untuk LDR menurut peraturan pemerintah adalah maksimum 110. Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia
No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004, Bank Indonesia menetapkan kriteria peringkat komponen likuiditas :
Universitas Sumatera Utara
35
1. Untuk Loan to Deposit Ratio yang berada diantara 50 - 75 atau 50 Rasio
≤ 75 artinya likuiditas bank tersebut sangat likuid. 2. Untuk Loan to Deposit Ratio yang berada diantara 75 - 85 atau
75 Rasio ≤ 85 artinya likuiditas bank tersebut likuid.
3. Untuk Loan to Deposit Ratio yang berada diantara 85 - 100 atau 85 Rasio
≤ 100 atau rasio ≤ 50 artinya likuiditas bank tersebut cukup likuid.
4. Untuk Loan to Deposit Ratio yang berada diantara 100 - 120 atau 100 Rasio
≤ 120 artinya likuiditas bank tersebut kurang likuid. 5. Untuk Loan to Deposit Ratio yang lebih besar dari 120 atau Rasio
≥ 120 artinya likuiditas bank tersebut tidak likuid. Semakin tinggi rasio LDR semakin rendah kemampuan likuiditas
bank sehingga resiko dalam berinvestasi menjadi tinggi karena perusahaan perbankan tidak memiliki kemampuan untuk membayar kembali kewajiban
atas dana nasabah atau pihak ketiga. Dengan likuiditas bank yang rendah maka hal tersebut akan berdampak pada hilangnya kepercayaan investor
pada bank tersebut. Apabila masyarakat sudah kehilangan kepercayaan pada suatu bank, maka investor pun tidak berminat untuk membeli saham
perusahaan yang bersangkutan. Dengan terjadinya hal tersebut maka akan berdampak pada menurunnya harga saham perusahaan tersebut.
Sebaliknya semakin rendah LDR menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan kredit. Dengan demikian, rasio LDR bank harus
berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maka laba yang
Universitas Sumatera Utara
36
diperoleh oleh bank tersebut akan meningkat dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan efektif. Meningkatnya LDR berarti
meningkat pula pendapatan bunga yang diperoleh oleh bank. Meningkatnya LDR berarti profitabilitas meningkat yang mengindikasikan pertumbuhan
laba yang semakin besar, sehingga keuntungan investor pun meningkat yang diperoleh dalam bentuk dividen. Oleh karena itu, Loan to Deposit Ratio
LDR berpengaruh terhadap return saham yang akan diterima oleh investor.
2.1.6 Price Earning Ratio PER
Keinginan investor melakukan analisis kesehatan suatu saham melalui Price Earning Ratio PER dikarenakan adanya keinginan investor atau
calon investor akan hasil yang layak dari suatu investasi saham. Price Earning Ratio merupakan rasio yang digunakan mengukur seberapa banyak
para investor bersedia membayar untuk rupiah dari laba yang dilaporkan Brigham dan Houstan, 2001:92. PER menggambarkan apresiasi pasar
terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba Darmadji dan Fakhruddin, 2006:198.
Price Earning Ratio merupakan perbandingan antara harga per lembar saham dengan pendapatan per lembar saham. PER dapat dirumuskan
sebagai berikut : ��� =
������� ����� ������� ��� �ℎ���
Universitas Sumatera Utara
37
Kegunaan PER adalah untuk melihat bagaimana pasar menghargai kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh Earning per Share EPS. PER
menunjukkan hubungan antara pasar saham biasa dengan EPS. PER yang tinggi menunjukkan bahwa investor bersedia untuk membayar dengan harga
saham premium untuk perusahaan. Kecenderungan PER sebuah perusahaan adalah sebuah indikasi dari potensi pertumbuhan jangka panjangnya.
Perusahaan dengan pertumbuhan yang tinggi high growth biasanya memiliki PER yang tinggi. Sebaliknya, perusahaan dengan pertumbuhan
yang rendah, cenderung memiliki PER yang rendah pula. Semakin besar PER suatu saham maka harga saham tersebut akan
semakin mahal terhadap pendapatan bersih per sahamnya. Angka rasio ini biasanya digunakan investor untuk memprediksi kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba di masa yang akan datang. Semakin kecil nilai PER maka semakin murah saham tersebut untuk dibeli dan semakin baik
pula kinerja per lembar saham dalam menghasilkan laba bagi perusahaan. Semakin baik kinerja per lembar saham akan mempengaruhi banyak
investor untuk membeli saham tersebut. Oleh karena itu, Price Earning Ratio PER berpengaruh terhadap return saham yang akan diterima oleh
investor.
Universitas Sumatera Utara
38
2.2 Review Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon 2009 dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Kinerja Keuangan terhadap Return Saham Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Hasil penelitian menyatakan bahwa hasil uji F
menunjukkan bahwa variabel EPS, PER, DER, ROI, ROE secara simultan berpengaruh terhadap return saham. Sedangkan hasil uji parsial uji-t,
menunjukkan bahwa variabel EPS, PER dan ROI memiliki pengaruh yang signifikan terhadap return saham, sedangkan variabel DER dan ROE tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Marviana 2009 dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Faktor
Fundamental terhadap Return Saham Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.” Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa secara
simultan faktor fundamental dengan indikator melalui Capital Adequacy Ratio CAR, Return on Asset ROA, Return on Equity ROE, Net Interest Margin
NIM, Debt to Equity Ratio DER, Loan to Deposit Ratio LDR, Earning per Share EPS, Price Earning Ratio PER, Burden Ratio BR berpengaruh
signifikan terhadap return saham. Sedangkan secara parsial hanya Net Interest Margin NIM, Loan to Deposit Ratio LDR, Earning per Share EPS, Price
Earning Ratio PER yang memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham. Sonya 2009 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kinerja
Keuangan terhadap Return Saham Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.” Hasil penelitiannya menyatakan bahwa hasil uji F dan uji t
Universitas Sumatera Utara
39
menunjukkan bahwa variabel bebas EPS, DER, PER, ROI, ROE terhadap variabel terikat return saham perusahaan manufaktur tidak terdapat pengaruh
yang signifikan baik secara simultan maupun parsial. Ikhsan 2011 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Return
on Assets ROA, Return on Equity ROE, Debt to Equity Ratio DER terhadap Return Saham pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI.” Hasil analisis
menunjukkan bahwa rasio keuangan yang terdiri dari rasio ROA, ROE dan DER tidak berpengaruh secara simultan maupun parsial terhadap return saham
perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kuspita 2011 dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Capital
Adequacy Ratio CAR, Loan to Deposite Ratio LDR, Non Performing Loan NPL, Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional BOPO, Return on
Asset ROA dan Deviden per Share DPS terhadap Return Saham Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
simultan CAR, LDR, NPL, BOPO, ROA dan DPS berpengaruh signifikan terhadap return saham. Sedangkan secara parsial variabel BOPO dan DPS
berpengaruh signifikan terhadap return saham bank, sementara untuk variabel CAR, LDR, NPL dan BOPO tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.
Berikut ini disajikan tabel penelitian terdahulu yang membahas tentang return saham.
Universitas Sumatera Utara
40
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti
Judul Variabel
Penelitian Hasil Penelitian
Rizki Tampubolon
2009 Pengaruh Kinerja
Keuangan terhadap Return Saham
Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia
Variabel independen:
EPS, PER, DER, ROI,
ROE Variabel
dependen:
Return Saham Secara simultan EPS, PER,
DER, ROI, ROE berpengaruh terhadap return saham.
Secara parsial EPS, PER dan ROI memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap return saham.
Ratna Dina Marviana
2009 Pengaruh Faktor
Fundamental terhadap Return Saham
Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia
Variabel independen:
CAR, ROA, ROE, NIM,
DER, LDR, EPS, PER, BR
Variabel dependen:
Return Saham Secara simultan CAR, ROA,
ROE, NIM, DER, LDR, EPS, PER, BR berpengaruh
signifikan terhadap return saham. Secara parsial hanya
NIM, LDR, EPS, PER yang memiliki pengaruh signifikan
terhadap return saham.
Sonya 2009
Analisis Kinerja Keuangan terhadap
Return Saham Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia
Variabel Independen:
EPS, DER, PER, ROI,
ROE
Variabel dependen:
Return Saham Baik secara simultan maupun
parsial EPS, DER, PER, ROI, ROE tidak berpengaruh
signifikan terhadap return saham .
M. Ikhsan 2011
Analisis Pengaruh Return on Assets
ROA, Return on Equity ROE, Debt to
Equity Ratio DER terhadap Return
Saham pada Perusahaan Perbankan
yang Terdaftar di BEI
Variabel independen:
ROA, ROE DER
Variabel dependen:
Return Saham Baik secara simultan maupun
parsial ROA, ROE dan DER tidak berpengaruh terhadap
return saham
Universitas Sumatera Utara
41
Sumber : Hasil Olahan Peneliti 2012
2.3 Kerangka Konseptual