89
Konversi lahan yang terjadi tidak lepas dari kepentingan berbagai pihak seperti pemerintah, swasta dan komunitas masyarakat. Adapun hal yang dimaksud
dengan konversi lahan oleh petani dalam penelitian ini adalah petani yang menjual tanah pertanian miliknya kepada pihak lain, dimana pihak lain yang membeli tanah
tersebut menggunakannya untuk fungsi nonpertanian. Dalam hal ini tanah tersebut digunakan untuk perumahan.
4.2. Dampak Negative Dari Perkembangan Kampung Susuk
Dalam kegiatan pembangunan sebagai upaya memajukan bangsa perlu kiranya mengelompokan akibat-akibat dari pembangunan tersebut. Akibat yang
berdampak positif memang perlu untuk dipaparkan. Namun, dampak negative dari suatu pembangunan juga harus dicermati. Dalam hingar bingar perkembangan
Kampung Susuk sebagai daearah yang padat penduduk dan lengkap sarana dan prasarananya. Ternyata menyimpan berbagai macam cerita yang menarik mengenai
dampak positif dan negative akan pembangunan di daerah tersebut. Berikut peneliti akan memaparkan dampak negative pembangunan tersebut di Kampung Susuk.
4.2.2. Perkembangan Kampung Susuk Yang Bersifat Negatif
Banjir dan genangan merupakan masalah umum yang terjadi di berbagai daerah di dunia. Banjir ini terjadi di wilayah perkotaan. Medan merupakan salah satu
kota di Indonesia yang selalu mengalami masalah genangan dalam beberapa waktu terakhir. Pemerintah kota telah melakukan berbagai upaya untuk membebaskan kota
Medan dari masalah genangan ini. Namun, beberapa daerah di Kota Medan masih
Universitas Sumatera Utara
90
mengalami genangan setiap kali hujan lebat. Salah satu daerahnya yaitu Kampung Susuk, tepatnya di daerah Kelurahan Padang Bulan Selayang I, Kecamatan Medan
Selayang, Medan, Sumatera Utara. Tidak dapat dipungkiri kalau daerah Kampung Susuk ini merupakan wilayah
strategis untuk dibangun kontrakan dan kos-kosan, karena wilayahnya yang dekat dengan Universitas Sumatera Utara USU membuat berbagai mahasiswa perantauan
memilih tempat tinggal sementaranya di lokasi Kampung Susuk ini. Dengan begitu tidak heran jika banyak yang berlomba-lomba membangun kontrakan dan kos-kosan
di daerah ini. Menurut Gufron 2002 Hal ini menimbulkan beberapa masalah lanjutan antara lain: gangguan terhadap lalu lintas kendaraan dan menimbulkan
penderitaan bagi masyarakat. Banjir jangka pendek dapat menjadi lebih buruk jika daerah perumahan baru dibangun, karena saluran air yang ada tidak mampu
menampung air limpasan hujan.
Tanah-tanah yang produktif diubah menjadi lahan permukiman, pusat perbelanjaan atau pertokoan dan juga hotel. Lahan
–lahan tersebut seharusnya adalah sebagai tempat resapan air, layaknya hutan yang ada di daerah pegunungan. Seperti
halnya hutan yang telah gundul, daerah resapan air yang ada di kota yang telah banyak berkurang inilah yang menyebabkan banjir. Air hujan yang datang yang
seharusnya tidak langsung mengalir ke daerah permukiman tapi diresap oleh tanaman-tanaman yang ada di daeah resapan. Namun, ketika daerah resapan ini
hilang, maka air hujan yang datang tidak ada yang tertahan di daerah resapan sehingga begitu saja mengalir ke daerah permukiman menjadi banjir. Banjir inilah
Universitas Sumatera Utara
91
yang sangat tidak diinginkan oleh semua pihak karena dapat mengakibatkan kerugian material maupun menimbulkan korban jiwa Indrayasa, dkk., 2008.
Banjir di daerah Kampung Susuk berkaitan erat dengan banyak faktor seperti antara lain, pembangunan fisik yang terus meningkat, kawasan tangkapan air di hulu
yang kurang baik, urbanisasi yang terus meningkat, perkembangan ekonomi dan perubahan iklim global. Pembangunan yang terus meningkat di daerah tersebut
karena tempatnya yang strategis untuk para mahasiswa Universistas Sumatera Utara. Sehingga para pengusaha kos-kosan menjadi berlomba-lomba membangun kontrakan
atau kos-kosan dan terus berlanjut di daerah ini mengingat pendapatan yang diraih cukup menjanjikan.
Tetapi melupakan dampak yang terjadi dari pembangunan yang terus meningkat dan memperkecil ruang terbuka hijau. Hal ini sesuai dengan pendapat
Harminto 2012 yang menyatakan Pemanfaatan lahan yang seharusnya digunakan sebagai kawasan untuk daerah resapan air dan umumnya sebagai daerah untuk
konservasi ruang hijau malah dijadikan untuk pemukiman penduduk. Hal ini dipicu adanya sikap konsumtif dari setiap orang untuk memenuhi kebutuhan ekonominya
dan rasa ingin mendapatkan prestise dari orang lain. Selain itu, adanya dorongan dari pihak plain yaitu kepentingan industrial. Alih fungsi lahan tersebut dipicu oleh
adanya pihak yang ingin membuat sebuah perumahan mewah di tengah kota. Kemacetan juga merupakan masalah yang sangat membuat masyarakat
Kampung Susuk menjadi pusing. Banyaknya masyarakat yang menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat membuat jalanan di Kampung Susuk
Universitas Sumatera Utara
92
menjadi macet parah di jam-jam tertentu seperti pagi hari, tengah hari, dan sore hari. Hal ini terjadi karena luas ruas jalan yang tidak sebanding dengan jumlah kendaraan
yang lewat didaerah tersebut. Keadaan ini diperparah lagi dengan kondisi jalan yang berlubang dan tergenang air dikala hujan membuat kesemrawutan jelas terlihat di
Kampung Susuk.
Gambar 5 : Kemacetan di Kampung Susuk
Sumber : Peneliti
Berkembangnya Kampung Susuk juga berdampak pada masyarakat yang bekerja di sektor pertanian. Salah seorang pengusaha jasa Laundry di Kampung
Susuk yang bernama Jasman Sembiring 55 Tahun mengaku bahwa dulu dirinya merupakan petani yang bekerja di bekas lahan pertanian yang saat ini sudah menjadi
perumahan. Lahan milik Jasman dulunya memiliki luas 2 hektare dan berada tepat
Universitas Sumatera Utara
93
dipinggir jalan menuju USU. Lahan yang bapak Jasman kelola dulunya adalah milik dirinya sendiri, namun karena bapak Jasman sudah tidak sanggup untuk
mengelolahnya, maka lahan tersebut pun dijual sekitar 5 tahun yang lalu. Menurut bapak Jasman ketika isterinya masih hidup, keluarganya bersama-
sama mengelola lahan pertanian tersebut dibantu dua orang anak mereka. Namun, selepas meninggalnya isteri Jasman, dirinya merasa sudah tidak sanggup lagi untuk
mengelola lahan pertanian tersebut. Ditambah lagi dengan keadaan dimana dua orang anaknyaorang
membutuhkan tambahan
biaya karena
akan melanjutkan
pendidikannya ke bangku kuliah. Maka hal tersebut semakin menambah beban ekonomi yang ditanggung oleh bapak Jasman dan keluarganya.
“ . . . dulu kami sekeluarga yang mengelola sawah itu, cuman begitu isteri saya meninggal sekitar 6 tahun yang lalu saya pun udah malas
lah mau kerja apapun. Ditambah lagi anak-anak saya butuh biaya untuk kuliahnya, itu yang bikin saya bingung mau nyari uang kemana
lagi .
. .”
Lahan yang sudah tidak dipakai lagi lama-lama akhirnya ditumbui oleh rumput-rumput dan ilalang. Pada akhir tahun 2011 ada seorang pengusaha yang
berniat membeli lahan yang dimiliki oleh bapak Jasman dengan harga 1 Milyar. Namun, bapak Jasman menolaknya karena menurutnya dia bisa menjual tanahnya
dengan harga yang lebih baik dari pada itu. Akhirnya bapak Jasman menjual tanahnya kepada salah seorang pria keturunan Tionghoa dengan harga 3 Milyar.
“ . . . waktu itu ada orang kita Karo yang pertama nawar tanah saya. Dibilangnya dia mau beli 1 Milyar untuk tanah saya yang 2 hektare.
Mana lah mau saya masa tanah dipinggir jalan abis itu lokasinya pun
Universitas Sumatera Utara
94
pas untuk bisnis dihargai segitu. Terakhir ada orang China yang nawarkan samaku 3 Milyar, ya udalah kulepas aja tanahku. Hasilnya
kubangun rumah, kubikin usaha laundry kiloan biar bisa aku makan sama anak-
anakku . . .”
Hasil dari penjualan tanah tersebut akhirnya digunakan bapak Jasman untuk membangun rumah baru di daerah Kampung Susuk, membiayai anak-anaknya kuliah
dan membuka jasa Laundry kiloan. Bapak Jasman membuka usaha jasa Laundry kiloan karena tidak membuang tenaga yang banyak. Bapak Jasman hanya
memonitoring karyawan Laundry nya saja dan mengelola pemasukan dan pengeluaran usahanya. Menurut bapak Jasman dirinya sudah tidak sanggup bila harus
bekerja yang berat-berat, maka Jasman lebih memilih membuka usaha Laundry seperti ini. Bapak Jasman merupakan salah seorang diantara beberapa petani yang
saat ini sudah menjual lahan pertaniannya dan bekerja di sector lain.
4.2.2. Perkembangan Kampung Susuk Yang Bersifat Positif