18
Tampaknya alasan untuk terjadinya perceraian lebih disebabkan oleh alasan Syiqoq. Dalam penjelasan Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1989 dinyatakan
bahwa Syiqoq adalah perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami istri.
Untuk sampai kesimpulan bahwa istri tidak dapat lagi di damaikan harus di lalui beberapa proses. Sebagaimana firman Allah SWT Q.S. Annisa: 35
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri
itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
d. Salah Satu Pihak Melakukan Perbuatan Zina yang Menimbulkan Saling
Tuduh Menuduh Antar Keduanya.
Cara menyelesaikan adalah dengan cara membuktikan tuduhan yang di dakwakan dengan cara lian seperti telah di singgung di muka. Lian sesungguhnya
telah memasuki gerbang putusnya perkawinan, dan bahkan untuk selama lamanya. Karena akibat Lian adalah terjadinya talak bain kubro.
25
Jika diamati aturan-aturan fiqh yang berkenaan dengan talak, terkesan seolah-olah fikih memberi aturan yang sangat longgar bahkan dalam tingkat
tetentu memberikan kekuasaan yang terlalu besar pada laki-laki. Seolah-olah talak
25
Ibid., h. 214.
19
menjadi hak laki-laki sehingga bisa saja seorang suami bertindak otoriter. Misalnya, mencerai istri secara sepihak.
26
Jika fikih terkesan mempermudah terjadinya perceraian, maka, UUP dan aturan-aturan lainya terkesan mempersulit terjadinya perceraian ini untuk dapat
terwujudnya sebuah perceraian harus ada alasan-alasan tertentu yang dibenarkan Undang-undang dan ajaran agama. Jadi semata-mata diserahkan kepada aturan-
aturan agama.
27
B. Perceraian dalam perspektif UU No. 1 Tahun 1974
Pada pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal berdasarkan ketuhanan Yang
Maha Esa, salah satu fungsi Undang - Undang perkawinan No. 1 tahun 1974 dan PP No. 9 tahun 1995 adalah untuk mengatur dan membatasi penggunaan dan
kebolehan talak dengan berbagai syarat yang disesuaikan dengan hukum Islam. Dan tatacara penggunaan talak mesti melalui campur tangan Pengadilan Agama
yang diberi kewenangan untuk menilai dan mempertimbangkan apakah dasr alasan suami untuk menthalak istri menurut hukum Islam.
Karena itulah, menurut Al-Sayyid syabiq, penentuan syarat-syarat layak tidaknya suatu perceraian diakabulkan pengadilan didasarkan pada prinsip
meringankan urusan manusia menjauhkan segala kesempitan serta berpijak pada jiwa syariat Islam yang penuh dengan kemudahan.
28
26
Ibid., h. 215.
27
Ibid., h. 216.
28
Sayyid Sabiq , Fiqih, h. 83.