Respon Anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) terhadap penerapan PBI No. II/33/PBI/2009 tentang Good corporate Governance (GCG) bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah

(1)

“RESPON ANGGOTA DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS)

TERHADAP PENERAPAN PBI NO. 11/33/PBI/2009 TENTANG

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) BAGI BANK

UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH”

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)

Oleh :

HILDA NAILU ZAKA

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)

Oleh :

Hilda Nailu Zaka

NIM. 1060 4610 1630

Pembimbing

Dr. Hasanudin, M.Ag

NIP. 196103041955031001

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Ramadhan 1431 H 30 Agustus 2010 M


(4)

ِﻢـﻴِﺣﱠﺮ ا

ِﻦـَﻤْﺣﱠﺮ ا

ِﻪـﱠ ا

ِﻢـْﺴِﺑ

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah serta pertolongan-Nya akhirnya dengan penuh kesabaran penulisan skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, M.A, M.M., sebagai Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan motivasi kepada seluruh mahasiswa di Fakultas Syariah dan Hukum, baik semasa perkuliahan berlangsung, ataupun pada saat penyelesaian tugas akhir.

2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag., sebagai Ketua Jurusan Muamalat (Ekonomi

Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selalu memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk selalu giat dalam mengikuti perkuliahan.

3. Bapak Dr. Hasanudin, M.Ag., sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktu, pikiran dan perhatiannya kepada penulis dalam memberikan pengarahan dan petunjuk tata cara penulisan skripsi.


(5)

4. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH sebagai Pembimbing Akademik yang juga senantiasa mengingatkan dan mengarahkan penulis semasa mengikuti perkuliahan hingga akhirnya menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Segenap pihak Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia

(DSN-MUI) khususnya kepada Dewan Pengawas Syariah yang telah banyak meluangkan waktu dan kesibukannya bagi penulis dalam pelaksanaan kegiatan wawancara untuk proses pengambilan data, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

6. Segenap Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan ilmu yang tidak ternilai, hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Segenap Staf akademik dan staf perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Orang Tuaku Tercinta dan Tersayang Papa H. Abdillah, SH, M.H., & Mama

Entin Hartini, Adikku satu-satunya Lia Amalia, Aunty Rostika, dan seluruh keluarga besar Engkong H. Solehuddin di Bekasi dan keluarga besar Mah Ageung di Ciamis yang telah memberikan kasih sayang serta doa restunya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Untuk teman-temanku yang setia menemani hari-hariku di saat senang dan

sedih (Yulita, Nurul, Boze, Arie, Giska, Ade, Diyanti, Heryani, Fadli, Handrianur, Anya). Untuk anak-anak penghuni Usnan Camp yang lucu-lucu


(6)

viii

10.Untuk Ukhti Termanis Syaputri Febrina Sari, terimakasih banyak atas

informasi, bantuan, dukungan dan masukan yang telah diberikan.

11.Untuk semua teman-teman tercinta di Fakultas Syariah dan Hukum khususnya

Jurusan Perbankan Syariah angkatan 2006.

12.Untuk yang Tersayang Hosein Averroes, terimakasih atas perhatian dan kasih sayangnya yang selalu setia diberikan kepada penulis, terutama pada masa penulisan skripsi ini hingga selesai.

Semoga segala kebaikan yang tulus dari semua pihak dapat diterima oleh Allah SWT serta mendapatkan pahala yang berlipat dari-Nya.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang memerlukannya. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehubungan dengan berbagai keterbatasan kemampuan penulis, baik kemampuan akademik maupun dalam kemampuan teknik penulisan. Sehubungan dengan itu, penulis sangat berharap kritik membangun, saran dan masukan dari pembaca.

Jakarta, 20 Ramadhan 1431 H

30 Agustus 2010 M


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Studi Review Terdahulu ... 8

E. Kerangka Teori ... 10

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II LANDASAN TEORI A. Respon ... 17

B. Dewan Pengawas Syariah (DPS) ... 19

C. Good Corporate Governance (GCG) ... 26

D. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah ... 39

BAB III ANALISIS PERATURAN BANK INDONESIA NO. 11/33/PBI/2009 A. Landasan Penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009 ... 41


(8)

x

B. PBI No. 11/33/PBI/2009 Terkait Dewan Pengawas Syariah .... 41

C. Ringkasan PBI No. 11/33/PBI/2009 ... 46

BAB VI RESPON DEWAN PENGAWAS SYARIAH TERHADAP APLIKASI PBI NO. 11/33/PBI/2009 A. Tanggapan Dewan Pengawas Syariah Terhadap Penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009 Tentang Good Corporate Governance ... 54

B. Analisis Penulis... 66

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(9)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dunia perbankan di Indonesia sudah tidak asing untuk diperbincangkan, sebelum tahun 1990 banyak bank konvensional yang telah berdiri baik bank lokal maupun bank asing yang membuka perusahaan atau cabang di Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa bank yang dikelola di Indonesia dapat diserap dengan baik oleh masyarakat. Pada tanggal 01 Mei 1992 didirikanlah sebuah bank pertama yang berbasis syariah yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI) atas perjuangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendirikan sebuah bank yang ketentuannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Hingga saat ini industri syariah merambat ke dunia asuransi syariah dan unit usaha syariah.

Industri perbankan syariah sejatinya dijalankan berdasarkan prinsip dan sistem syariah. Karena itu, kesesuaian operasi dan praktek bank syariah dengan syariah merupakan piranti mendasar dalam perbankan syariah. Untuk tujuan itulah semua perbankan yang beroperasi dengan sistem syariah wajib memiliki institusi internal yang independen, yang secara khusus bertugas memastikan bank tersebut berjalan sesuai syariah Islam, sebagaimana yang diamanatkan dalam


(10)

UU Perbankan No. 10/1998 yang menyebutkan bahwa bank syariah harus memiliki Dewan Pengawas Syariah.1

Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan lembaga independen atau hakim khusus dalam fikih muamalat dan bidang lembaga keuangan Islam. Dewan Pengawas Syariah suatu lembaga keuangan berkewajiban mengarahkan, mereview dan mengawasi aktivitas lembaga keuangan agar dapat diyakini bahwa mereka mematuhi aturan dan prinsip syariah.2

Perbankan syariah sudah sepatutnya menjadi cikal bakal penggerak perekonomian yang dijalankan dengan berlandaskan al-Qur’an dan Hadits. Kegiatan yang dilakukan dalam operasionalisasi perbankan syariah akan mencerminkan nilai-nilai keislaman sehingga nasabah benar-benar akan merasakan kenyamanan dalam bertransaksi karena sudah merasa aman dari sisi normatif dan juga dari sisi batinnya.3 Seluruh kegiatan atau transaksi yang dilakukan oleh perbankan syariah harus selalu diawasi oleh beberapa anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional (DSN) guna meluruskan kegiatan atau transaksi yang telah dilakukan. Dengan terbentuknya pengawasan yang baik, maka akan tercipta bentuk

1

Agustianto, “Optimalisasi Dewan Pengawas Syariah Perbankan Syariah”, artikel diakses pada 1 Februari 2010 dari http://www.pesantrenvirtual.com.

2

Sofyan S Harahap, Auditing Dalam Perspektif Islam, cet.II, (Jakarta: Pustaka Quantum, 2008), h.207-208.

3

Rifkadejavu, “Dewan Pengawas Syariah, Gaji Buta dan Sekedar Pajangan”, artikel diakses pada 1 Februari 2010 dari http://www. ibbloggercompetition.kompasiana.com.


(11)

3

pengaplikasian produk-produk syariah yang sesuai dengan keputusan yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional.

Ketentuan mengenai Dewan Pengawas Syariah (DPS) di Bank Syariah menjadi lebih fleksibel. Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 11/33/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, anggota Dewan Pengawas Syariah dapat merangkap jabatan di empat lembaga keuangan syariah. Sebelumnya berdasar PBI Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, anggota Dewan Pengawas Syariah ditetapkan merangkap jabatan di dua Bank Syariah dan dua lembaga keuangan bukan bank. Namun dengan ketentuan baru anggota Dewan Pengawas Syariah dapat menjabat di lembaga keuangan lainnya, tak hanya terpatok pada dua bank.4

Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai penerapan

Good Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah,

maka harus ada lembaga yang turut serta mengarahkan, mereview dan mengawasi aktivitas lembaga keuangan agar dapat diyakini bahwa mereka mematuhi aturan dan prinsip syariah. Lembaga yang dimaksud adalah Dewan Pengawas Syariah yang menjadi perpanjangan tangan dari Dewan Syariah Nasional.

Penerapan Good Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah merupakan suatu hal yang baru karena pelaksanaan Peraturan Bank

4

Republika, “Ketentuan DPS Menjadi Lebih Fleksibel”, artikel diakses pada 27 Maret 2010 dari http://koran.repulika.com.


(12)

Indonesia No. 11/33/PBI/2009 berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010. Ketentuan itu mencakup: pertama, pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum syariah (BUS) paling kurang diwujudkan dalam tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi. Kedua, kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite serta satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern Bank Umum Syariah. Ketiga, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah. Keempat, penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern. Kelima, batas maksimum penyaluran dana dan transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank Umum Syariah. Adapun pelaksanaan Good Corporate

Governance bagi Unit Usaha Syariah (UUS) paling kurang diwujudkan dalam:

pertama, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direktur Unit Usaha Syariah. Kedua, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah. Ketiga, penyaluran dana kepada nasabah pembiayaan inti dan penyimpanan dana oleh deposan inti dan transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan Unit Usaha Syariah. Dalam ketentuan itu juga mengatur mengenai efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi bank umum syariah serta unit usaha syariah.5

Peraturan baru ini sebenarnya melengkapi Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Peraturan Bank Indonesia ini juga telah memenuhi standar Good Corporate Governance yang diterbitkan oleh The

5

Hendri T Asworo, “Pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum Syariah Terbit”, artikel diakses pada 1 Februari 2010 dari http://www.bisnis.com.


(13)

5

Islamic Financial Services Board (IFSB). IFSB merupakan organisasi dunia yang menerbitkan standar perbankan syariah. Peraturan Bank Indonesia baru ini mewajibkan Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) untuk menyesuaikan diri dengan fatwa-fatwa syariah. Karena itu, di Peraturan Bank Indonesia ini dicantumkan pengaturan mengenai peran Dewan Pengawas Syariah (DPS), PBI ini juga memberikan kepastian hukum sekaligus manfaat bagi perbankan syariah.6

Dengan melihat dasar itulah, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian, memberikan gambaran mengenai analisis peraturan bank indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang Good Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah serta bagaimana respon anggota Dewan Pengawas Syariah terhadap pelaksanaan peraturan tersebut sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul “RESPON ANGGOTA DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS) TERHADAP PENERAPAN PBI NO. 11/33/PBI/2009 TENTANG GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

6

Redaksi Berita, “Bank, Saham, Asuransi dan Derivatif”, artikel diakses pada 1 Februari 2010 dari http://www.seruu.com.


(14)

Pada akhir tahun 2009, tepatnya pada tanggal 7 Desember 2009 Bank Indonesia telah mengeluarkan PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Good

Corporate Governance (GCG) bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha

Syariah, peraturan tersebut berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010. Dengan melihat hal itu penulis tertarik untuk membahas keterkaitan antara pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia mengenai Good Corporate

Governance terhadap respon anggota Dewan Pengawas Syariah.

2. Pembatasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian skripsi ini tidak meluas dan dapat menjaga kemungkinan penyimpangan yang terjadi, maka penulis hanya membatasi pembahasan ini dalam ruang lingkup PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Good

Corporate Governance (GCG) bagi bank umum syariah dan unit usaha

syariah yang isinya berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS).

3. Perumusan Masalah

Berkenaan dengan pokok permasalahan di atas, maka permasalahan ini akan dirumuskan ke dalam beberapa pertanyaan, di antara lain:

a. Apa saja tugas dan tanggung jawab anggota Dewan Pengawas Syariah dalam mewujudkan Good Corporate Governance?

b. Bagaimana respon anggota Dewan Pengawas Syariah terhadap penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Good Corporate Governance?


(15)

7

c. Bagaimana implikasi dari penerapan Good Corporate Governance

terhadap Bank Syariah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Dengan adanya perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, diharapkan adanya suatu tujuan bagi penulis dalam skripsi ini. Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui apa saja tugas dan tanggung jawab anggota Dewan Pengawas Syariah dalam mewujudkan Good Corporate Governance. b. Untuk mengetahui bagaimana respon anggota Dewan Pengawas Syariah

terhadap penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Good Corporate Governance.

c. Untuk mengetahui Bagaimana implikasi dari penerapan Good Corporate Governance terhadap Bank Syariah.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang terkait dengan penelitian di atas adalah sebagai berikut:

a. Akademisi; penelitian ini dilakukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan juga sebagai bahan referensi bagi mahasiswa, staf pengajar, dan lainnya.


(16)

b. Praktisi; dapat menjadi sumber referensi pemikiran bagi kalangan praktisi untuk menunjang penelitian selanjutnya yang akan diteliti.

c. Peneliti; penelitian ini merupakan studi awal dari penulisan skripsi serta dapat menambah wawasan/pengetahuan mengenai penerapan Peraturan Bank Indonesia tentang konsep Good Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah terhadap profesi Dewan Pengawas Syariah.

D. Review Studi Terdahulu

Adapun studi review terdahulu dalam menunjang penelitian ini dengan melihat beberapa penelitian skripsi sebelumnya, antara lain:

N

O IDENTITAS ISI PEMBEDA

1 Ahmad Busyaeri, 204046102884, Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

“Urgensi Audit Internal dalam Mewujudkan Good Corporate Governance (GCG) pada Bank Syariah (Studi Penelitian pada PT. Bank DKI Syariah

Jakarta)”. Penelitian ini

membahas mengenai mekanisme pelaksanaan audit internal pada PT. Bank DKI Syariah cabang Tanah Abang yang dilakukan dengan melalui beberapa

Sedangkan dalam penelitian skripsi ini membahas tentang ”Respon Anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) Terhadap Penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009 Tentang Good Corporate


(17)

9

tahapan yaitu tahap perbandingan, vouching,

konfirmasi, analisa, pengecekan, inspeksi, verifikasi, mentrasir dan sampling.

Governance (GCG) Bagi Bank Umum Syariah dan unit Usaha Syariah”.

2 Resa Dewitasari, 204082002275, Jurusan

Akuntansi,

Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

Pengaruh Audit Intern dan Pengendalian Intern Terhadap Penerapan Good Corporate Governance (GCG) (Studi Kasus pada Salah Satu BUMN di Jakarta)”. Skripsi ini membahas mengenai seberapa besar

pengaruh audit intern terhadap penerapan Good Corporate

Governance (GCG) serta

pengaruh audit intern dan pengendalian intern secara simultan terhadap penerapan

Good Corporate Governance

(GCG).

Sedangkan dalam penelitian skripsi ini membahas tentang ”Respon Anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) Terhadap Penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009 Tentang Good Corporate Governance (GCG) Bagi Bank Umum Syariah dan unit Usaha Syariah”. 3 Rica Aulia,

104046101626, Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

“Penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada PT. Bank Syariah Mega Indonesia (Analisis Self Assessment Berdasarkan SEBI No. 9/12/DPNP Tanggal 30 Mei 2007)”. Penelitian ini membahas hasil self assessment yang telah

Sedangkan dalam penelitian skripsi ini membahas tentang Respon Anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) Terhadap Penerapan PBI No.


(18)

Hidayatullah Jakarta, 2009.

dilakukan, secara umum nilai rata-rata keseluruhan terhadap penerapan praktek GCG pada PT. BSMI memperoleh predikat baik.

11/33/PBI/2009 Tentang Good Corporate

Governance (GCG) Bagi Bank Umum Syariah dan unit Usaha Syariah” .

Secara khusus, hingga saat ini belum ada skripsi yang membahas mengenai ” Respon Anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) Terhadap Penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009 Tentang Good Corporate Governance

(GCG) Bagi Bank Umum Syariah dan unit Usaha Syariah”, sehingga peneliti

tertarik untuk meneliti hal ini.

E. Kerangka Teori

Bank Sentral telah menerbitkan peraturan yang mengakomodasi diterapkannya praktik Good Corporate Governance pada sektor perbankan sejak tahun 1999 dengan mengeluarkan PBI No. 1/6/PBI/1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan.7 Istilah Good Corporate Governance menjadi suatu hal yang baru bagi tata kelola perusahaan dengan mengedepankan pola manajemen yang bersih, transparansi dan profesional.

Good Corporate Governance didefinisikan sebagai kumpulan hukum,

peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja

7

Ratna Januarita, “Penerapan Good Corporate Governance Pada Sektor Perbankan Studi Kasus: Divestasi Bank Lippo”, Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, no.2 (Juni 2003): h. 109.


(19)

11

sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efesien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.8

Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Good Corporate Governance antara lain: akuntabilitas, transparansi, kewajaran/kesamaan, kemandirian dan tanggung jawab. Prinsip yang telah disebutkan diatas merupakan prinsip umum yang dipakai. Dalam pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah ada lembaga yang berwenang untuk mengatur agar peraturan tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Salah satu lembaga tesebut adalah Dewan Pengawas Syariah yang didefinisikan sebagai lembaga independen yang mengatur, mereview dan mengawasi kegiatan operasional lembaga keuangan syariah agar tidak keluar dari aturan dan prinsip syariah yang telah ditetapkan. Maka dari itu lembaga Dewan Pengawas Syariah memiliki peranan yang penting bagi tercapainya pelaksanaan Good Corporate Governance dengan baik dan benar.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif-analitis, yakni penelitian yang menggambarkan data dan

8

Muh. Arief Effendi, The Power Of Good Corporate Governance Teori dan Implementasi, (Jakarta: Salemba Empat, 2009), h. 1-2.


(20)

informasi yang berlandaskan fakta-fakta yang diperoleh dilapangan yaitu dengan cara wawancara. Pengertian deskriptif antara lain:

Penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (penulisan : gambaran) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Dalam pengertian ini penelitian deskriptif menggunakan data dasar deskriptif semata, tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis, membuat ramalan, atau mendapatkan makna dan implikasi.9

Pendapat lainnya mengatakan bahwa penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu.10

2. Pendekatan Penelitian

Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa survei ke lembaga Dewan Pengawas Syariah dengan melakukan wawancara langsung kepada para narasumber yang berkompeten di bidangnya guna mendapatkan informasi-informasi penting seputar penelitian.

3. Jenis Data dan Sumber Data

Adapun jenis dan sumber data yang diperoleh yaitu dengan menggunakan dua pendekatan:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau petugas-petugasnya) dari sumber pertamanya.11 Jadi dapat

9

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, ( Rajawali Press: Jakarta, 2004), h. 76.

10


(21)

13

diperoleh secara langsung dari hasil wawancara dengan orang yang ahli dan berkompeten dalam bidangnya dalam hal pengawasan pada lembaga-lembaga keuangan syariah seperti dari hasil wawancara anggota Dewan Pengawas Syariah.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku, jurnal, majalah serta sumber lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, maka harus ditunjang dengan teknik pengumpulan data, diantaranya adalah:

a. Studi Dokumen

Merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mengumpulkan dan mempelajari data-data dan sumber-sumber dari berbagai dokumen yang ada. Dokumen tersebut meliputi buku-buku, jurnal, skripsi terdahulu, majalah, artikel, buletin, ensiklopedia, surat kabar, media internet dan lainnya.

b. Wawancara

Penelitian ini merupakan peninjauan langsung ke lokasi, dalam hal ini penulis melakukan wawancara atau interview langsung dengan narasumber yang cakap dan berkompeten dalam bidangnya untuk

11


(22)

memberikan keterangan yang jelas mengenai masalah yang sedang diteliti.

5. Teknik Pengolahan Data

a. Seleksi Data: setelah memperoleh data dan bahan-bahan baik melalui studi dokumen maupun wawancara, lalu data tersebut diperiksa kembali satu persatu agar tidak terjadi kekeliruan.

b. Klasifikasi Data: setelah data diperiksa lalu diklasifikasikan ke dalam bentuk dan jenis tertentu, kemudian membuat suatu kesimpulan.

6. Teknik Analisa Data

Menganalisis data merupakan suatu hal yang kritis. Peneliti harus menentukan pola analisis mana yang akan digunakan, dalam hal ini penulis menggunakan analisis isi (content analysis) yaitu dengan menganalisis isi dari PBI No. 11/33/PBI/2009 Tentang Good Corporate Governance (GCG) bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah terhadap Profesi Dewan Pengawas Syariah.

7. Teknik Penulisan

Teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007”.


(23)

15

G. Sistematika Penulisan

Agar dapat memudahkan pembahasan skripsi secara keseluruhan, maka sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, kerangka teori, metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori, bab ini membahas pertama, tentang pengertian respon, pembagian dan faktor-faktor yang mempengaruhi respon. Kedua, pengertian Dewan Pengawas Syariah, sejarah, tugas dan fungsi, struktur, keanggotaan dan syarat anggota serta peraturan perundang-undangan terkait Dewan Pegawas Syariah. Kemudian yang ketiga, tentang pengertian Good Corporate Governance, dasar hukum, konsep dasar, prinsip-prinsip Good Corporate Governance, dan pedoman pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance. Keempat, pembahasan tentang Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. BAB III Analisis Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009, bab ini

membahas tentang landasan penerapan, PBI No. 11/33/PBI/2009 terkait Dewan Pengawas Syariah dan ringkasan PBI No. 11/33/PBI/2009.


(24)

BAB IV Respon Dewan Pengawas Syariah Terhadap Aplikasi PBI No. 11/33/PBI/2009, merupakan pembahasan mengenai tanggapan Dewan Pengawas Syariah terhadap penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Good Corporate Governance serta analisis penulis.

BAB V Penutup

Bagian ini merupakan bagian terakhir penulisan yang akan menyimpulkan pokok-pokok penting dari keseluruhan pembahasan serta menyimpulkan jawaban ringkas dari permasalahan yang telah dibahas di atas yang berisikan kesimpulan dan saran.


(25)

LANDASAN TEORI

A. Respon

1. Pengertian Respon

Dalam Kamus Ilmiah Serapan, respons dapat diartikan sebagai reaksi terhadap suatu rangsangan; tanggapan; jawaban.1 Merespon adalah meladeni, melayani, membalas (surat), membidas, menanggapi, menangkis (kecaman), mengindahkan, menimpali, menjawab, menyambut; memenuhi (panggilan), menemui.2

Arti kata tanggapan dalam Tesaurus Bahasa Indonesia adalah balasan, jawaban, reaksi, respons, sahutan, sambutan, sanggahan, tangkisan; komentar.3

2. Pembagian Respon

Respon dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:4 a. Kognitif

1

AKA Kamarulzaman dan M. Dahlan Y. Al-Barry, Kamus Ilmiah Serapan Disertai Entri Tambahan Dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, (Yogyakarta: ABSOLUT, 2005), h. 606.

2

Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 526.

3

Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 638.

4

Ida Marniati, “Respon Nasabah Terhadap Berdirinya BPRS Al Salaam (Studi Pada Nasabah BPRS Al Salaam Cinere Depok)”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, h. 16-17.


(26)

Respons kognitif berkaitan erat dengan pengetahuan, keterampilan dan informasi seseorang mengenai sesuatu. Respon ini timbul apabila adanya perubahan pada apa yang dipahami atau dipersepsi oleh khalayak.

b. Afektif

Respon afektif berhubungan dengan emosi, sikap dan nilai seseorang terhadap sesuatu. Respon ini timbul bila ada perubahan pada apa yang disenangi khalayak terhadap sesuatu.

c. Konatif

Respon konatif berhubungan dengan prilaku nyata, meliputi tindakan, kegiatan atau kebiasaan berprilaku. Dengan kata lain respon ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu kecenderungan bertindak atau berprilaku seseorang terhadap obyek sikap.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Respon

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi respon, antara lain:5

a. Faktor yang diyakini dapat mempengaruhi arah sikap (positif atau negatif) dan intensitas sikap, yaitu:

1) Faktor pengalaman langsung terhadap objek 2) Faktor kerangka acuan

3) Faktor komunikasi sosial

5

Ida Marniati, “Respon Nasabah Terhadap Berdirinya BPRS Al Salaam (Studi Pada Nasabah BPRS Al Salaam Cinere Depok)”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, h. 17-18.


(27)

b. Faktor yang mempegaruhi sikap yang terbentuk pada diri sang individu, yaitu:

1) Faktor internal (faktor fisiologis dan Psikologis)

2) Faktor eksternal, faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi oleh sang individu, norma-norma dalam masyarakat, hambatan-hambatan atau pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat. B. Dewan Pengawas Syariah (DPS)

1. Pengertian Dewan Pengawas Syariah

Dewan Pengawas Syariah adalah lembaga independen atau hakim khusus dalam fikih muamalat. Namun anggota Dewan Pengawas Syariah juga bisa dari ahli dalam bidang lembaga keuangan Islam dan fikih muamalat. Dewan Pengawas Syariah merupakan suatu lembaga keuangan yang berkewajiban mengarahkan, mereview dan mengawasi aktivitas lembaga keuangan agar dapat diyakinikan bahwa mereka mematuhi aturan dan prinsip syariah.6

Anggota Dewan Pengawas Syariah adalah mereka yang memiliki akhlaqul karimah dan memiliki kompetensi kepakaran di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum. Di samping itu, mereka juga harus memiliki komitmen untuk mengembangkan

6

Sofyan S Harahap, Auditing Dalam Perspektif Islam, cet.II, (Jakarta: Pustaka Quantum, 2008), h.207-208.


(28)

keuangan berdasarkan syariah serta memiliki kelayakan sebagai pengawas syariah yang dibuktikan dengan surat sertifikat dari Dewan Syariah Nasional.7

Seluruh transaksi yang dilakukan oleh perbankan syariah harus selalu diawasi oleh beberapa Anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan perpanjangan tangan dari Dewan Syariah Nasional (DSN) guna meluruskan transaksi-transaksi yang telah dilakukan. Dengan terbentuknya pengawasan yang baik, maka akan tercipta pengaplikasian produk-produk syariah yang sesuai dengan keputusan Dewan Syariah Nasional.

2. Tugas dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah

Tugas utama Dewan Pengawas Syariah antara lain:8

a. Mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syari'ah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syari'ah yang telah difatwakan oleh DSN.

b. Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.

c. Sebagai mediator antara Lembaga Keuangan Syariah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran dalam pengembangan produk dan jasa dari Lembaga Keuangan Syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.

7

Muhammad Firdaus, dkk, Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah, cet.II, (Jakarta: Renaisan, 2005), h.17.

8

Yani Haryani, “Mekanisme Kerja Dewan Pengawas Syariah (DPS) Terhadap Mekanisme Operasional Asuransi Syariah (Studi Kasus PT.MAA Life Assurance)”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005, h. 25.


(29)

d. menyampaikan masukan tentang berbagai aspek kesyari’ahan pada direksi atau pihak yang berwenang untuk ditunjuk pada direksi serta memberi atau mengadakan garis-garis besar panduan.

e. Meneliti, mengembangkan, menimbang, meluluskan, dan menolak produk polis yang hendak dipasarkan.

f. Mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi bisnis yang diharapkan kepada DSN sehingga dapat ditetapkan kesesuaian dan tidak kesesuaian dengan syariat islam.

Fungsi Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut:9

1) DPS melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.

2) DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.

3) DPS melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.

4) DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.

Adapun wewenang Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut:10

9

Muhammad Firdaus, dkk, Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah, cet.II, (Jakarta: Renaisan, 2005), h.17.


(30)

a) Mengawasi usaha LKS (asuransi syariah) agar tidak menyimpang dari ketentuan prinsip syariah dan yang telah difatwakan oleh DSN.

b) Memberikan laporan kepada DSN terhadap kegiatan usaha dan perkembangan lembaga yang diawasinya secara rutin sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun.

c) Memberi rekomendasi; keputusan atau garis-garis besar syariah baik untuk pengerahan atau penyaluran dana serta kegiatan asuransi lainnya. d) Memberikan keputusan terhadap produk-produk yang akan diluncurkan

kepada masyarakat.

e) Mengadakan perbaikan seandainya suatu produk yang telah atau sedang dijalankan dinilai bertentangan dengan syariah.

f) Memberi jawaban dalam bentuk keputusan terhadap permasalahan yang diajukan atau yang dihadapi pihak manajemen.

3. Struktur Dewan Pengawas Syariah

Adapun struktur Dewan Pengawas Syariah antara lain:11

a. Kedudukan DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas direksi.

b. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada menejemen dalam

10

Yani Haryani, “Mekanisme Kerja Dewan Pengawas Syariah (DPS) Terhadap Mekanisme Operasional Asuransi Syariah (Studi Kasus PT.MAA Life Assurance)”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005, h. 26.

11

Fitri Barkah, ”Mekanisme Kerja Dewan Pengawas Syariah (DPS) Dalam Menentukan Produk Baru Bank Syariah (Studi Kasus Bank Permata Syariah-Cabang Arteri Pondok Indah)”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006, h. 20-21.


(31)

kaitan dengan implementsi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.

c. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya. d. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan

tersebut.

e. Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah.

4. Keanggotaan Dewan Pengawas Syariah

a. Setiap lembaga keuangan syariah harus memiliki setidaknya tiga orang anggota DPS.

b. Salah satu dari jumlah tersebut ditetapkan sebagai ketua.

c. Masa tugas keanggotaan DPS adalah 4 (empat) tahun dan akan mengalami pergantian antar waktu apabila meninggal dunia, minta berhenti, diusulkan oleh lembaga keuangan syariah yang bersangkutan, atau telah merusak citra DSN.12

12

Dewan Syariah Nasional (DSN), Keputusan DSN MUI No:3 Tahun 2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: DSN, 2000.


(32)

6. Syarat Anggota Dewan Pengawas Syariah

Menjadi anggota Dewan Pengawas Syariah harus memenuhi syarat-syarat di bawah ini, antara lain:13

a. Memiliki akhlaq karimah

b. Memiliki kompetensi kepakaran di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum.

c. Memiliki komitmen untuk mengembangkan keuangan berdasarkan syariah.

d. Memiliki kelayakan sebagai pengawas syariah yang dibuktikan dengan surat/sertifikat dari DSN.

7. Peraturan Perundang-Undangan Terkait Dewan Pengawas Syariah

Dewan Pengawas Syariah tentu tak lepas dari peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun instansi yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan peraturan tersebut.

Peraturan yang terkait dengan Dewan Pengawas Syariah antara lain sebagai berikut:

a. UU Republik Indonesia No.7 tahun 1992 tentang Perbankan.

b. UU Republik Indonesia No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).

13

Dewan Syariah Nasional (DSN), Keputusan DSN MUI No:3 Tahun 2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: DSN, 2000.


(33)

c. UU Republik Indonesia No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. d. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Np. 32/34/Kep-DIR tentang

fungsi dan kewajiban Dewan Pengawas Syariah.

e. PBI No. 33/11/PBI/2009 Tentang Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

f. Keputusan DSN MUI No:3 Tahun 2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah.

Menurut Adiwarman Karim, tidak mudah untuk bertanggung jawab atas pengawasan syariah mengingat demikian kompleksnya transaksi perbankan. Menimpakan beban berat ini hanya kepada Dewan Pengawas Syariah bukanlah cara yang realistis. Pengawasan syariah sepatutnya merupakan tanggung jawab bersama semua stakeholders. Selain Dewan Pengawas Syariah yang bertanggung jawab atas aspek syariahnya, maka untuk aspek operasional pengawasan syariah paling tidak harus dilakukan oleh audit internal bank, direktur kepatuhan, bahkan komisaris harus ikut menjaga kepatuhan syariah. Audit eksternal yang dilakukan oleh kantor akuntan publik juga tidak boleh melewatkan begitu saja adanya pelanggaran atas kepatuhan syariah. Dan tentunya Bank Indonesia bertanggung jawab sebagai pemegang otoritas perbankan. Semua institusi ini sesuai kompetensi dan wewenangnya


(34)

masing-masing harus bahu-membahu menjalankan fungsi pengawasan syariah.14

C. Good Corporate Governance (GCG)

1. Pengertian Good Corporate Governance

Istilah Governance konon berasal dari bahasa Latin : gubernare dan

gubernator yang bermakna steering a ship and the steerer atau captain of a ship. Juga berasal dari bahasa Yunani : kubernain yang artinya steer. Sedangkan kata governance itu sendiri berasal dari bahasa Prancis kuno :

gouvernance yang berarti control dan the state of being governed. Sir Adrian Cadbury yang mengetuai Cadburry Committe di Inggris mengawali pemahaman mengenai corporate governance dalam konteks yang sederhana sebagai ”the system by which companies are directed and controlled”. Namun demikian, dalam konteks yang lebih luas corporate governance

adalah sebagaimana dipromosikan oleh The World Bank, sebagai institusi internasional yang menjadi pionir dalam mempromosikan dan menyebarluaskan praktik good corporate governance.15

Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan Good Corporate Governance

(GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib

14

Muhammad Firdaus, dkk, Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah, cet.II, (Jakarta: Renaisan, 2005), h. 35.

15

Ratna Januarti, “Penerapan Good Corporate Governance Pada Sektor Perbankan Studi : Divestasi Bank Lippo”, Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, no.2 (Juni 2003): h. 104.


(35)

dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efesien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.16

Dari hasil pertemuan tingkat menteri negara-negara OECD pada tanggal 27-28 April 1988 telah menyatakan pengertian Good Corporate Governance

adalah:17

”Good corporate governance is an increasingly important factor for investment decision. Of particular relevance is the relation between corporate governance practice and the increasingly international character of investment. International flows of capital enable companies to access financing from much larger full of investor. If countries are too reap the full benefits of the global capital market, and if they are to attract long-term ”patient” capital, corporate governance arrangement must be creadible and well understood accross borders.”

Dapat dirumuskan suatu kesimpulan bahwa Good Corporate Governance

adalah suatu sistem yang ada pada suatu organisasi yang memiliki tujuan

16

Muh. Arief Effendi, The Power Of Good Corporate Governance; Teori dan implementasi, (Jakarta: Salemba Empat), 2009, h.1-2.

17

Aburizal Bakrie, “Good Corporate Governance : Sudut Pandang Pengusaha, Jurnal Reformasi Ekonomi”, no.2 (Oktober-Desember 2000): h. 26.


(36)

untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal mungkin dengan cara-cara yang tidak merugikan stakeholder organisasi tersebut.18

Manfaat Good Corporate Governance adalah sebagai berikut: a. Sebagai upaya untuk mengurangi praktek KKN

b. Dapat mendorong terciptanya biaya-biaya investasi yang lebih rendah c. Sebagai intangible assets

d. Penggunaan sumber daya manusia dan alam secara efesien e. Sebagai competitive advantage

f. Meningkatkan nilai pemegang saham perusahaan g. Menciptakan kinerja perusahaan yang lebih baik. 2. Dasar Hukum Penerapan Good Corporate Governance

Penerapan Good Corporate Governance ini didasarkan pada beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun Bank Indonesia. Secara umum, UU Perbankan No.7 Tahun 1992 dan UU No.10 Tahun 1998 (sebagai perubahan dari UU No.7 tentang Perbankan) telah menetapkan beberapa rambu yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Good Corporate Governance.

Kemudian Bank Indonesia mengeluarkan sejumlah peraturan tentang praktik Good Corporate Governance pada sektor perbankan, antara lain PBI

18

Suryo Pratolo, ”Good Corporate Governance dan Kinerja BUMN di Indonesia: Aspek Audit Manajemen Dan Pengendalian Intern Sebagai Variabel Eksogen Serta Tinjauan nya Pada Jenis Perusahaan”, Simposium Nasional Akuntansi X, 26-28 Juli UNHAS MAKASAR, 2007.


(37)

No. 3/22/PBI/2001 tentang transparansi kondisi bank dan PBI No. 2/25/PBI/2001 tentang penetapan status bank dan penyerahan bank ke BPPN. PBI No. 2/23/PBI/2000 tentang fit dan proper test bagi calon pemilik, dewan komisaris, direksi dan pejabat eksekutif bank. PBI No. 1/6/PBI/1999 tentang penugasan direktur kepatuhan.19

Selain itu, terdapat pula Peraturan Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum, yang mana di dalamnya diatur kriteria yang wajib dipenuhi calon anggota Direksi dan Komisaris Bank Umum, serta batasan transaksi yang diperbolehkan atau dilarang dilakukan oleh pengurus bank. Penguatan dewan direksi dan komisaris ini juga didukung oleh Peraturan Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test), di mana calon direksi dan komisaris bank harus memenuhi kompetisi tertentu untuk menjadi pengurus bank. Adanya persyaratan yang terperinci untuk calon direksi dan komisaris ini dapat menjadikan terpilihnya pengurus bank yang independen serta memiliki kemampuan di bidangnya. Dengan demikian, peraturan ini dapat mencegah penyalahgunaan wewenang pemegang saham (mayoritas) untuk menunjuk direksi dan komisaris yang tidak independen. Peraturan lainnya yang dikeluarkan berkaitan dengan kebutuhan peningkatan Good Corporate

Governance adalah PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen

19

Ratna Januarti, “Penerapan Good Corporate Governance Pada Sektor Perbankan Studi : Divestasi Bank Lippo”, Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, no.2 (Juni 2003): h. 104.


(38)

Risiko bagi Bank Umum, Peraturan Bank Indonesia tersebut mewajibkan bank untuk menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan yang terkait dengan penerapan manajemen risiko.20

Beberapa dasar hukum lain dari penerapan Good Corporate Governance

dalam sektor perbankan yaitu berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum yang kembali disempurnakan melalui PBI No. 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perubahan Atas PBI No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Kemudian PBI No. 9/12/PBI/2007 tentang insentive dalam rangka konsolidasi perbankan yang sebelumnya telah diatur dalam PBI No. 8/17/PBI/2006. Peraturan terbaru tentang Good Corporate Governance yaitu PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS).

3. Konsep Dasar Good Corporate Governance

Konsep Good Corporate Governance mencerminkan pentingnya sikap berbagi (sharing), peduli (caring), dan melestarikan. Semua hal itu menyangkut kejiwaan dari Good Corporate Governance. Dengan demikian, jelaslah bahwa perubahan menuju praktik Good Corporate Governance yang lebih baik haruslah mencakup perubahan pada dimensi teknis (sistem dan

20

Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance Mengesampingkan Hak-hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 117-118.


(39)

struktur) dan aspek psikososial (paradigma, visi, dan nilai-nilai) organisasi. Dalam perubahan dimensi psikososial perusahaan, peran kepemimpinan sangatlah penting. Kepemimpinan dalam hal ini berperan besar dalam menumbuhkan aspirasi, menanamkan nilai, serta menumbuhkan idealisme dan kesadaran akan tujuan (sense of purpose) pada anggota perusahaan.21

Banyak jalan untuk memahami corporate governance, namun jalan yang paling dekat adalah dengan memahami teori agensi (agency theory) terlebih dahulu. Teori agensi merupakan salah satu pilar dalam theory of finance. Pilar lainnya adalah: effecient market theory, portofolio theory, capital asset pricing theory, option pricing theory, dan micro structure theory. Teori agensi memberikan wawasan analisis untuk bisa mengkaji dampak dari hubungan agen dengan prinsipal atau prinsipal dengan prinsipal. Pengertian prinsipal dalam agency theory adalah pihak-pihak yang menyerahkan sebagian atau seluruh wealth-nya untuk dikembangkan oleh pihak lain. Teori ini muncul setelah fenomena terpisahnya kepemilikan perusahaan dengan pengelolaan terdapat dimana-mana khususnya pada perusahaan-perusahaan besar yang modern, sehingga teori perusahaan yang klasik tidak bisa lagi dijadikan basis analisis perusahaan seperti itu.22

21

Muh. Arief Effendi, The Power Of Good Corporate Governance; Teori dan implementasi, (Jakarta: Salemba Empat), 2009, h. 1-2.

22

Kresnohadi Ariyoto, dkk, “Good Corporate Governance Dan Konsep Penegakannya di BUMN & Lingkungan Usahanya”, Manajemen dan Usahawan, no. 10 (Oktober 2000): h. 3.


(40)

Asumsi yang digunakan dalam teori agensi antara lain:23

a. Dalam mengambil keputusan seluruh individu bisa mengambil keputusan yang menguntungkan dirinya sendiri. Karena itu agen yang mendapat kewenangan dari prinsipal akan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk kepentingannya sendiri.

b. Individu memiliki jalan pikiran yang rasional sehingga mampu membangun ekspektasi yang tidak bias atau suatu dampak dari masalah agensi serta nilai harapan kesejahteraanya di masa depan. Karena itu, dampak dari perilaku menyimpang dari kepentingan pihak lainnya yang terkait langsung, dapat dimasukkan ke dalam perhitungan pihak lainnya dalam memasok kebutuhan.

Pada konsep di atas diperlukan dua aspek untuk mengukur tingkat keberhasilan dari badan usaha tersebut, yaitu performa dan akuntabilitas. Aspek performa itu sendiri terdiri atas objektif, kebijakan, strategi, rencana, prosedur, pelatihan dan pengembangan. Sedangkan aspek akuntabilitas itu terdiri atas laporan dewan komisaris, pengujian ulang performa dan kebijakan akuntansi perusahaan. Di samping itu, untuk memastikan Good Corporate

Governance di atas dapat berjalan dengan lancar maka diperlukan

23

Kresnohadi Ariyoto, dkk, “Good Corporate Governance Dan Konsep Penegakannya di BUMN & Lingkungan Usahanya”, Manajemen dan Usahawan, no. 10 (Oktober 2000): h. 4.


(41)

aspek pendukung lainnya seperti hukum peraturan, publikasi, laporan tahunan beserta informasi lainnya yang relevan dan kode etik yang kuat.24

4. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance

Setelah beberapa aspek tentang Good Corporate Governance telah dipaparkan di atas, maka pembahasan berikutnya adalah mengenai prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

a. Transparency (Keterbukaan Informasi)

Transparansi bisa diartikan keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Menurut peraturan di pasar modal Indonesia, yang dimaksud informasi material dan relevan adalah informasi yang dapat mempengaruhi naik turunnya harga saham perusahaan tersebut, atau yang mempengaruhi secara signifikan risiko serta prospek usaha perusahaan yang bersangkutan.

Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena ada informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan

24

Busyaeri, Ahmad, “Urgensi Audit Internal dalam Mewujudkan Good Corporate Governance (GCG) pada Bank Syariah (Studi Penelitian pada PT. Bank DKI Syariah Jakarta)”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, h. 35-36.


(42)

terjadinya efesiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.25

Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.(At taubah: 119)

b. Accountability (Akuntabilitas)

Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Masalah yang sering ditemukan di perusahaan-perusahaan Indonesia adalah mandulnya fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Atau justru sebaliknya, Komisaris Utama mengambil peran berikut wewenang yang seharusnya dijalankan Direksi. Padahal, diperlukan kejelasan tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme checks and balances kewenangan dan peran dalam mengelola perusahaan.

Bila perusahaan accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara

25

Mas Ahmad Daniri, Good Corporate Governance Konsep Dan Penerapannya Dalam Konteks Indonesia, (Jakarta: Ray Indonesia), 2005, h. 9-10.


(43)

pemegang saham, Dewan Komisaris, serta Direksi. Dengan adanya kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency problem (benturan kepentingan peran).26

c. Responsibility (Pertanggungjawaban)

Responsibility diwujudkan dalam tata kelola perusahaan yang bertanggung jawab, yang memperhatikan berbagai kepentingan yang terkait bagi terselenggaranya suatu perusahaan (do the right thing). Ha ini diwujudkan dengan menciptakan kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip-prinsip bisnis yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.27

Sebuah perusahaan harus memenuhi dan mematuhi hukum dan undang-undang yang berlaku. Termasuk di dalamnya pemeliharaan lingkungan hidup, hak-hak konsumen, ketenagakerjaan dan lain sebagainya. Dalam konteks responsibility, sebuah perusahaan tidak tegak secara terisolasi dari berbagai kepentingan sosial-budaya dan politik kelompok-kelompok lain (stakeholders). Melainkan terintegrasi di dalamnya. Di sini, sebuah perusahaan tidak hanya harus bertanggung

26

Mas Ahmad Daniri, Good Corporate Governance Konsep Dan Penerapannya Dalam Konteks Indonesia, (Jakarta: Ray Indonesia), 2005, h. 10.

27

Ratna Januarti, “Penerapan Good Corporate Governance Pada Sektor Perbankan Studi : Divestasi Bank Lippo”, Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, no.2 (Juni 2003): h.105.


(44)

jawab terhadap mereka yang berhubungan langsung dengan perusahaan, tetapi mereka juga yang tak berhubungan secara langsung denganya.28

d. Independency (Kemandirian)

Independensi merupakan prinsip penting dalam penerapan Good

Corporate Governance di Indonesia. Independensi atau kemandirian

adalah suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Independensi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan, keberpihakan karena adanya utang budi yang berlaku dalam budaya dan tata nilai masyarakat Indonesia dapat menghilangkan independensi seseorang.

Untuk meningkatkan independensi dalam pengambilan keputusan bisnis, perusahaan hendaknya mengembangkan beberapa aturan, pedoman, dan praktik di tingkat corporate board, terutama di tingkat Dewan Komisaris dan Direksi yang oleh Undang-undang didaulat untuk mengurus perusahaan dengan sebaik-baiknya.29

e. Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran)

28

Aburizal Bakrie, “Good Corporate Governance : Sudut Pandang Pengusaha, Jurnal Reformasi Ekonomi”, no.2 (Oktober-Desember 2000): h. 24.

29

Mas Ahmad Daniri, Good Corporate Governance Konsep Dan Penerapannya Dalam Konteks Indonesia, (Jakarta: Ray Indonesia), 2005, h. 11-12.


(45)

Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, manajemen dan karyawan bank, nasabah serta stakeholder lainnya.30 Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor khususnya pemegang saham minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain. Pendek kata,

fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.31

5. Pedoman Pelaksanaan Prinsip Good Corporate Governance

Pedoman pelaksanaan Good Corporate Governance disusun oleh Komite Nasional Corporate Governance yang mana pedoman ini bertujuan sebagai acuan pelaksanaan Good Corporate Governance oleh para pelaku usaha di Indonesia. Pedoman ini dibuat dimaksudkan bagi semua jenis perusahaan yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.

30

Yudistira Hasbullah, “Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Kredit di Perbankan Dalam Rangka Good Corporate Governance”, Manajemen dan Usahawan, no.12 (Desember 2004): h. 29.

31

Mas Ahmad Daniri, Good Corporate Governance Konsep Dan Penerapannya Dalam Konteks Indonesia, (Jakarta: Ray Indonesia), 2005, h. 12-13.


(46)

Pedoman ini disusun dengan metode yang memungkinkan terjadinya peningkatan dan penyesuaian standar Good Corporate Governance yang lebih konstruktif dan fleksibel bagi perusahaan Indonesia, bukan dengan pendekatan yang prespektif melalui pemberlakuan peraturan perundang-undangan. Komite menyadari bahwa terdapat aspek Good Corporate

Governance yang perlu diberlakukan dengan peraturan perundang-undangan

namun terdapat pula aspek lain yang sebaiknya diterapkan sesuai dengan perkembangan pasar dan dengan memperhatikan sifat perseroan (self

regulation). Maksud pedoman Good Corporate Governance sebagaimana

yang diharapkan adalah sebagai berikut:32

a. Memaksimalkan nilai perseroan bagi pemegang saham dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional, serta dengan demikian menciptakan iklim yang mendukung investasi.

b. Mendorong pengelolaan perseroan setara profesional, transparan, dan efesien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Dewan Komisaris, Direksi, dan Rapat Umum Pemegang Saham.

c. Mendorong agar pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, dan Anggota Direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan

32

Dhanang Widijawan, “Aspek-Aspek Good Corporate Governance Di Bidang Hukum Perbankan Dalam Rangka Mewujudkan Pemerataan Dan Keadilan Sosial”, Competitive: Majalah Tiga Bulanan Politeknik Pos Indonesia, no. 2 (Maret 2005): h. 29-30.


(47)

dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perseroan terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun kelestarian lingkungan di sekitar perseroan.

Pedoman tersebut dapat menjadi acuan terhadap pelaksanaan Good

Corporate Governance bagi seluruh perusahaan di Indonesia termasuk

perusahaan-perusahaan yang berbasis syariah. Perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, serta perusahaan yang bergerak di bidang pelestaian lingkungan yang telah tercatat dalam bursa efek Indonesia harus selalu mematuhi pedoman ini. D. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan Unit Usaha Syariah adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara


(48)

konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.33

Daftar Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

No Bank Umum Syariah Unit Usaha Syariah 1 Bank Muamalat Indonesia Bank Tabungan Negara Syariah 2 Bank Syariah Mandiri Bank Permata Syariah

3 Bank Syariah Bukopin Bank CIMB Niaga Syariah 4 Bank Mega Syariah Bank Danamon Syariah 5 Bank Rakyat Indonesia Syariah Bank BII Syariah

6 Bank Panin Syariah Bank HSBC Amanah Syariah 7 Bank Central Asia Syariah Bank BTPN Syariah

8 Bank Victoria Syariah Bank OCBC NISP Syariah 9 PT. Maybank Indocorp Bank Sinar Mas Syariah 10 Bank Negara Indonesia Syariah

33

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Jakarta: DPR, 2008. h. 3.


(49)

ANALISIS PERATURAN BANK INDONESIA NO. 11/33/PBI/2009

A. Landasan Penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009

PBI No. 11/33/PBI/2009 merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam rangka membangun industri perbankan syariah yang sehat dan tangguh, maka dari itu diperlukan pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah yang efektif. Kemudian Pelaksanaan

Good Corporate Governance di dalam industri perbankan syariah harus

memenuhi prinsip syariah (sharia compliance). Selain itu, Pelaksanaan Good

Corporate Governance juga merupakan salah satu upaya untuk melindungi

kepentingan stakeholders dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta nilai-nilai etika yang berlaku secara umum pada industri perbankan syariah. Semua hal yang terkait dalam tata kelola perusahaan yang baik, maka perlu ditetapkan Peraturan Bank Indonesia ke dalam pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

B. PBI No. 11/33/PBI/2009 Terkait Dewan Pengawas Syariah 1. Persyaratan Dewan Pengawas Syariah

a. Jumlah, kriteria, rangkap jabatan dan persyaratan lain bagi Dewan Pengawas Syariah tunduk kepada ketentuan Bank Indonesia terkait.


(50)

b. Usulan pengangkatan dan/atau penggantian anggota Dewan Pengawas Syariah (BUS) kepada Rapat Umum Pemegang Saham dilakukan dengan memperhatikan rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi.

c. Pengangkatan Dewan Pengawas Syariah pada UUS yang dimiliki oleh kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri, ditetapkan oleh pimpinan tertinggi di Indonesia dari kantor cabang tersebut.

d. Masa jabatan anggota Dewan Pengawas Syariah paling lama sama dengan masa jabatan anggota Direksi atau Dewan Komisaris.

2. Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah

a. Dewan Pengawas Syariah wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan prinsip-prinsip GCG.

b. Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah adalah memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.

c. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah sebagaimna dijelaskan di atas antara lain meliputi:

1) Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank;

2) Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank agar sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia;


(51)

3) Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya;

4) Melakukan review secara berkala atas pemenuhan Prinsip Syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank; dan

5) Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

d. Dewan Pengawas Syariah wajib menyampaikan Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah secara semesteran.

e. Laporan sebagaimana dimaksud di atas wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode semester dimaksud berakhir.

f. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dan tata cara penyampaian laporan akan diatur lebih rinci dalam Surat Edaran Bank Indonesia.

g. Anggota Dewan Pengawas Syariah wajib menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara optimal.

3. Rapat Dewan Pengawas Syariah

a. Rapat Dewan Pengawas Syariah wajib diselenggarakan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.

b. Pengambilan keputusan rapat Dewan Pengawas Syariah dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat.


(52)

c. Seluruh keputusan Dewan Pengawas Syariah yang dituangkan dalam risalah rapat merupakan keputusan bersama seluruh anggota Dewan Pengawas Syariah.

d. Hasil rapat Dewan Pengawas Syariah wajib dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik.

4. Aspek Transparansi Dewan Pengawas Syariah

a. Anggota Dewan Pengawas Syariah wajib mengungkapkan rangkap jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah pada lembaga keuangan syariah lain dalam laporan pelaksanaan GCG sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.

b. Anggota Dewan Pengawas Syariah dilarang memanfaatkan BUS untuk kepentingan pribadi, keluarga dan/atau pihak lain yang dapat mengurangi aset atau mengurangi keuntungan BUS.

c. Anggota Dewan Pengawas Syariah dilarang mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari BUS selain remunerasi dan fasilitas lainnya yang ditetapkan Rapat Umum Pemegang Saham.

d. Anggota Dewan Pengawas Syariah wajib mengungkapkan remunerasi dan fasilitas pada laporan pelaksanaan GCG sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.

e. Anggota Dewan Pengawas Syariah dilarang merangkap jabatan sebagai konsultan di seluruh BUS dan/atau UUS.


(53)

5. Sanksi Bagi Dewan Pengawas Syariah

a. Dalam hal terdapat 3 (tiga) kali teguran tertulis dari Bank Indonesia terkait pelanggaran terhadap ketentuan dalam Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah, Rapat Dewan Pengawas Syariah (huruf a dan d), dan Aspek Transparansi Dewan Pengawas Syariah, maka BUS atau UUS terkait harus mengganti anggota Dewan Pengawas Syariah tersebut.

b. Dalam hal Dewan Pengawas Syariah tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sebagaimana dimaksud dalam Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah (huruf b, c, d, e, dan f) sampai dengan izin usaha Bank dicabut, maka anggota Dewan Pengawas Syariah dimaksud dapat dikenakan sanksi berupa pelarangan menjadi anggota Dewan Pengawas Syariah di perbankan syariah paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan izin usaha Bank oleh Bank Indonesia.

C. Ringkasan PBI No. 11/33/PBI/2009

1. Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah (BUS) paling kurang diwujudkan dalam:

a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi; b. kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang

menjalankan fungsi pengendalian intern BUS;

c. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS); d. penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern;


(54)

e. batas maksimum penyaluran dana; dan

f. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan BUS.

2. Pelaksanaan GCG bagi Unit Usaha Syariah (UUS) paling kurang diwujudkan dalam:

a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direktur UUS; b. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS;

c. penyaluran dana kepada nasabah pembiayaan inti dan penyimpanan dana oleh deposan inti; dan

d. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan UUS.

3. Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris wajib membentuk paling kurang:

a. Komite Pemantau Risiko;

b. Komite Remunerasi dan Nominasi; dan c. Komite Audit.

4. Anggota Komite Pemantau Risiko paling kurang terdiri dari: a. seorang Komisaris Independen;

b. seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang perbankan syariah; dan

c. seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang manajemen risiko.


(55)

5. Anggota Komite Remunerasi dan Nominasi paling kurang terdiri dari: a. 2 (dua) orang Komisaris Independen; dan

b. seorang pejabat eksekutif yang membawahi sumber daya manusia. 6. Anggota Komite Audit paling kurang terdiri dari:

a. seorang Komisaris Independen;

b. seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang akuntansi keuangan; dan

c. seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang perbankan syariah.

7. Aspek transparansi pengungkapan kepemilikan saham 5% (lima persen); bagi Dewan Komisaris hanya berlaku pada BUS yang bersangkutan, sementara bagi Direksi berlaku baik pada BUS yang bersangkutan maupun pada bank dan perusahaan lain di dalam negeri maupun luar negeri.

8. Dalam rangka melaksanakan GCG, Direksi wajib memiliki fungsi paling kurang:

a. Audit Intern;

b. Manajemen Risiko dan Komite Manajemen Risiko; dan c. Kepatuhan.

dimana dalam rangka mendorong efektivitas implementasi pelaksanaan fungsi dimaksud, Direksi dapat membentuk satuan kerja tersendiri.


(56)

9. Dalam rangka penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dalam RUPS bagi BUS, rencana penunjukan dimaksud terlebih dahulu dikonsultasikan dengan DPbS.

10. Hal-hal yang diatur dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas DPS adalah:

a. Di BUS:

1) Dewan Komisaris wajib memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti rekomendasi DPS

2) Direksi wajib menindaklanjuti rekomendasi DPS

3) Laporan hasil audit intern terkait pelaksanaan pemenuhan Prinsip Syariah disampaikan kepada DPS

4) BUS wajib memastikan ketersediaan dan kecukupan pelaporan internal yang didukung oleh sistem informasi manajemen yang memadai, dalam rangka meningkatkan kualitas proses pengawasan DPS.

b. Di UUS :

1) Direktur UUS wajib menindaklanjuti rekomendasi dari hasil pengawasan DPS

2) Direkrut UUS wajib menyediakan data dan informasi terkait pemenuhan Prinsip Syariah yang akurat, relevan dan tepat waktu kepada DPS


(57)

3) UUS wajib memastikan ketersediaan dan kecukupan data/informasi bagi DPS.

11. Hal-hal yang diatur terkait pelaksanaan GCG bagi DPS, antara lain:

a. Anggota DPS wajib menyediakan waktu yang cukup agar pelaksanaan tugasnya berjalan optimal, dan DPS wajib menyelenggarakan rapat paling kurang 1(satu) kali dalam 1(satu) bulan.

b. Anggota DPS wajib mengungkapkan rangkap jabatan sebagai anggota DPS, dan remunerasi serta fasilitas yang diterima dalam laporan pelaksanaan GCG.

c. Anggota DPS dilarang merangkap jabatan sebagai konsultan diseluruh BUS dan/atau UUS, dengan masa transisi pemberlakuan 1(satu) tahun setelah berlakunya PBI ini.

12. Ketua Komite sebagaimana dimaksud dalam angka 3, hanya dapat merangkap jabatan sebagai ketua Komite paling banyak pada 1 (satu) Komite lainnya pada BUS yang sama.

13. Laporan pelaksanaan GCG bagi BUS disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun buku berakhir, dan paling kurang meliputi:

a. kesimpulan umum dari hasil penilaian self assesment atas pelaksanaan GCG BUS;

b. kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris, hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota Dewan Komisaris dengan anggota Dewan


(58)

Komisaris lain, anggota Direksi, dan/atau pemegang saham pengendali BUS serta jabatan rangkap pada perusahaan atau lembaga lain;

c. kepemilikan saham anggota Direksi serta hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota Direksi dengan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi lain, dan/atau pemegang saham pengendali BUS;

d. rangkap jabatan sebagai anggota DPS pada lembaga keuangan syariah lainnya;

e. daftar konsultan, penasihat atau yang dipersamakan dengan itu yang digunakan oleh BUS;

f. kebijakan remunerasi dan fasilitas lain (remuneration packages) bagi Dewan Komisaris, Direksi, dan DPS;

g. rasio gaji tertinggi dan gaji terendah; h. frekuensi rapat Dewan Komisaris; i. frekuensi rapat DPS;

j. jumlah penyimpangan (internal fraud) yang terjadi dan upaya penyelesaian oleh BUS;

k. jumlah permasalahan hukum perdata maupun pidana dan upaya penyelesaian oleh BUS;

l. transaksi yang mengandung benturan kepentingan; m. buy back shares dan/atau buy back obligasi BUS;

n. penyaluran dana untuk kegiatan sosial baik jumlah maupun pihak penerima dana; dan


(59)

o. pendapatan non halal dan penggunaannya.

14. Laporan pelaksanaan GCG bagi UUS, paling kurang meliputi:

a. kesimpulan umum dari hasil self assesment atas pelaksanaan GCG UUS; b. rangkap jabatan sebagai anggota DPS pada lembaga keuangan syariah

lainnya;

c. daftar konsultan, penasihat atau yang dipersamakan dengan itu yang digunakan oleh UUS;

d. kebijakan remunerasi dan fasilitas lain (remuneration packages) bagi DPS;

e. frekuensi rapat DPS;

f. jumlah penyimpangan (internal fraud) yang terjadi dan upaya penyelesaiannya oleh UUS;

g. jumlah permasalahan hukum perdata atau pidana dan upaya penyelesaiannya oleh UUS;

h. penyaluran dana untuk kegiatan sosial baik nominal maupun penerima dana; dan

i. pendapatan non halal dan penggunaannya.

15. Laporan pelaksanaan GCG BUS disampaikan kepada DPbS atau KBI setempat dengan tembusan kepada DPbS paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun buku berakhir. Sementara, laporan pelaksanaan GCG UUS yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan GCG Bank Umum


(60)

Konvensional (BUK) disampaikan dalam bab (chapter) tersendiri pada periode waktu sebagaimana ketentuan GCG yang berlaku bagi bank umum dan selanjutnya disampaikan kepada DPbS dan/atau KBI setempat yang melakukan pengawasan terhadap BUK dimaksud paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun buku berakhir.

16. Adanya ketentuan peralihan atas laporan pelaksanaan GCG BUS untuk posisi laporan akhir Desember 2009 yang tetap mengacu pada PBI No.8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good

Corporate Governance bagi Bank Umum sebagaimana diubah dengan PBI

No.8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perubahan atas PBI No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum.

17. Dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini maka PBI No.8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good

Corporate Governance bagi Bank Umum beserta ketentuan perubahannya

dinyatakan tidak berlaku bagi BUS.1

1

Perbankan, “PBI No. 11/33/PBI/2009-Bank Sentral Republik Indonesia”, artikel diakses pada 1 Februari 2010 dari http://www.bi.go.id.


(61)

BAB IV

RESPON DEWAN PENGAWAS SYARIAH TERHADAP APLIKASI PBI NO. 11/33/PBI/2009

A. Pandangan Dewan Pengawas Syariah Terhadap Penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009 Tentang Good Corporate Governance

1. Pendapat Anggota Dewan Pengawas Syariah Mengenai Good Corporate

Governance Dan Mekanismenya Pada Bank Syariah

Good Corporate Governance adalah suatu peraturan Bank Indonesia yang

ditujukan untuk meningkatkan atau melahirkan perusahaan yang baik, yang disiplin dan patuh pada peraturan. Sesuai dengan namanya sendiri, GCG

(Good Corporate Governance) yaitu menciptakan korporasi yang baik dan

bersih.1 Good Corporate Governance ini hanya ditujukan kepada Dewan

Pengawas Syariah, Dewan Komisaris dan Direksi saja. Peraturan ini dibuat agar masing-masing tahu hak dan kewajibannya, sehingga nanti tidak terjadi apa yang disebut dengan benturan kepentingan dan kekacauan dalam sebuah

bank.2 Di Dewan Pengawas Syariah, Good Corporate Governance merupakan

sebuah arahan atau aturan yang baku yang menjadi tugas utama Dewan

1

Aminudin Yakub, DPS Bank Panin Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 31 Mei 2010.

2

Fathurrahman Djamil, DPS Bank CIMB Niaga Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 Juni 2010.


(62)

Pengawas Syariah di bank syariah, baik itu berbentuk bank umum syariah ataupun unit usaha syariah yang menjadi tanggung jawabnya.3

Good Corporate Governance memang menjadi solusi terbaik bagi tata

kelola perusahaan, karena sudah diterima secara internasional dan fungsinya

sudah cukup memadai.4

Ini semua adalah bagian dari tanggung jawab Bank Indonesia untuk mengatur, karena jika tidak diatur demikian maka akan menimbulkan

problem. Pada tahun-tahun yang lalu banyak bank yang collapse, salah

satunya karena tidak transparan dan akuntabil. Jika semua peraturan Good

Corporate Governance dilakukan secara konsisten maka akan baik.5

Dengan adanya Good Corporate Governance, maka dilakukan istilahnya

pre supervisory action, on going supervisory action, dan post supervisy

action. Jadi ada pengawasan yang berkesinambungan.6

Sedangkan mekanisme pelaksanaan Good Corporate Governance pada

Bank Syariah yang mereka awasi adalah:

a. Mengadakan meeting wajib minimal sebulan sekali. Tetapi jika ada

masalah, maka setiap minggu bisa diadakan rapat. Jadi tergantung seberapa banyak masalah yang dihadapi.7

3

M. Gunawan Yasni, DPS BRI Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 26 Mei 2010.

4

Ikhwan A. Basri, DPS Bank Bukopin Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 1 Juni 2010.

5

Fathurrahman Djamil, DPS Bank CIMB Niaga Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 Juni 2010.

6

M. Gunawan Yasni, DPS BRI Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 26 Mei 2010.

7

Muardi Chatib, DPS Bank Muamalat Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 31 Mei 2010.


(63)

b. Melakukan pengawasan dan memberikan opini syariah atas produk dan aktivitas perbankan.8

c. Untuk mengeluarkan produk, anytime dilakukan karena produk itu tidak

akan pernah terjual apalagi dijual kepada masyarakat jika belum mendapatkan persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah.9

d. Antara Satuan Pengawas Internal dan compliance harus mempunyai garis

pelaporan dan juga garis tanggung jawab, sehingga dapat menyampaikan apa-apa yang sudah diatur dan ditemukan. Jadi Satuan Pengawas Internal dan Kepatuhan harus selalu berkoordinasi dengan Dewan Pengawas Syariah.10

e. Standard Operating Procedur (SOP) yaitu tata kerja yang akan dilakukan ketika suatu lembaga akan berjalan. Dewan Pengawas Syariah turut mengembangkan dan mengawasi apakah ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Standard Operating Procedur ini bertentangan dengan syariah atau tidak. Kemudian sifat pengawasan yang digunakan adalah semacam random sampling.11

2. Tugas Dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah Dalam Praktek Good

Corporate Governance

Adapun tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah antara lain:

8

Aminudin Yakub, DPS Bank Panin Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 31 Mei 2010.

9

M. Amin Suma, DPS Bank Permata Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 Juni 2010.

10

M. Gunawan Yasni, DPS BRI Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 26 Mei 2010.

11


(1)

- 43 - Pasal 83

BUS yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 52 ayat (1), Pasal 53 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 54 dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai penugasan direktur kepatuhan dan penerapan standar pelaksanaan fungsi audit intern bank umum dan Peraturan Bank Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.

Pasal 84

BUS yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 55 dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum penyaluran dana.

Pasal 85

BUS yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 56 dan Pasal 57 dan UUS yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 73 dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank dan Peraturan Bank Indonesia tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.

Pasal 86

BUS yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 59 dan UUS yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 74 dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.


(2)

- 44 - Bagian Kedua Sanksi Pelaporan

Paragraf 1 Laporan Pelaksanaan

Pasal 87

(1) BUS yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3) dan UUS yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) dikenakan sanksi kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan.

(2) BUS yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (4) dan UUS yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (3) dikenakan sanksi kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan teguran tertulis oleh Bank Indonesia.

(3) BUS yang menyampaikan laporan yang dinilai tidak benar dan/atau tidak lengkap sebagaimana diatur dalam Pasal 62 dan UUS yang menyampaikan laporan yang dinilai tidak benar dan/atau tidak lengkap sebagaimana diatur dalam Pasal 76 dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan dapat dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal 58 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, berupa:

a. penurunan tingkat kesehatan yaitu penurunan peringkat faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan;


(3)

- 45 -

b. pelarangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring; c. pembekuan kegiatan usaha tertentu;

d. pemberhentian pengurus Bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia; dan/atau

e. pencantuman anggota pengurus, pegawai, pemegang saham Bank dalam daftar tidak lulus melalui mekanisme uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test).

(4) Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah Bank diberikan 2 (dua) kali surat teguran oleh Bank Indonesia dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja untuk setiap teguran dan Bank tidak memperbaiki laporan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah surat teguran terakhir.

Paragraf 2

Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah, Pedoman, Sistem dan Prosedur serta Struktur Kelompok Usaha

Pasal 88

(1) Bank yang tidak menaati ketentuan pelaporan hasil pengawasan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4), pelaporan perubahan pedoman, sistem dan prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2), serta pelaporan perubahan struktur kelompok usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3) dan ayat (5), dapat dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal 58 Undang-Undang Nomor 21


(4)

- 46 -

tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, berupa :

a. teguran tertulis dan sanksi kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja kelambatan untuk setiap laporan;

b. teguran tertulis dan sanksi kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) apabila Bank tidak menyampaikan laporan.

(2) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila Bank belum menyampaikan laporan dimaksud setelah 1 (satu) bulan sejak batas akhir penyampaian laporan, untuk pelaporan perubahan pedoman, sistem dan prosedur serta pelaporan perubahan struktur kelompok usaha.

(3) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila Bank belum menyampaikan laporan dimaksud setelah 2 (dua) bulan sejak batas akhir penyampaian laporan, untuk pelaporan hasil pengawasan Dewan Pengawas Syariah.

(4) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban Bank untuk menyampaikan laporan dimaksud.

BAB V

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 89

Ketentuan mengenai larangan rangkap jabatan bagi anggota Dewan Pengawas Syariah sebagai konsultan di BUS dan/atau UUS


(5)

- 47 -

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (4) wajib dipenuhi paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini.

Pasal 90

Laporan pelaksanaan GCG BUS untuk posisi laporan akhir Desember 2009 tetap mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 91

Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia ini diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.

Pasal 92

Dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini maka PBI No.8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum beserta ketentuan perubahannya dinyatakan tidak berlaku bagi BUS.


(6)

- 48 - Pasal 93

Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010.

Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 7 Desember 2009 Pjs GUBERNUR BANK INDONESIA,

DARMIN NASUTION Diundangkan di : Jakarta

Pada tanggal : 7 Desember 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 175 DPbS


Dokumen yang terkait

Dampak penerapan psak 108 terhadap tingkat solvabilitas minimum perusahaan asuransi syariah : studi pada unit syariah PT. Asuransi umum Bumiputera Muda 1967

5 95 129

Respon Anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) terhadap penerapan PBI No. II/33/PBI/2009 tentang Good corporate Governance (GCG) bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah

1 6 170

Pengaruh penerapan good corporate governance oleh dewan komisaris, dewan direksi, komite-komite, dan dewan pengawas syariah terhadap kinerja perbankan pada Bank umum syariah di Indonesia Tahun 2010-2013

1 7 115

Kendala dan tantangan penerapan sistem muzara'ah di bank syariah

0 10 87

Analisis rasio risiko dan profitabilitas bank umum syariah (studi empiris 3 bank umum syariah di Indonesia)

3 7 121

pengaruh penerapan prinsip good corporate governance (GCG) terhadap kinerja pegawai perbankan syariah di Kabupaten Pandeglang (Februari-Maret 2015)

0 4 104

Pengaruh good corporate governance : GCG terhadap kinerja keuangan perbankan syariah : studi kasus pada BANK umum syariah dan unit usaha syariah di Indonesia periode 2010-2013

0 24 0

Pengaruh penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) terhadap kinerja pegawai perbankan syariah di kabupaten Pandeglang : Februari-Maret 2015

1 16 104

Pengaruh sistem shariah governace terhadap kualitas tata kelola perbankan syariah (studi pada bank umum syariah dan unit usaha syariah Indonesia Tahun 2013)

0 8 0

Pengaruh intelectual capital dan good corporate governance terhadap profitabilitas bank umum syariah periode 2010-2013

0 12 152