Peranan Sekolah Unsur-unsur Lingkungan Sekolah
siswa di sekolah. f. Fasilitas sekolah
Menurut Ahmad D. Marinda, alat pendidikan adalah suatu tindakan atau situasi yang sengaja diadakan utnuk tercapainya suatu pendidikan yang
tertentu. Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan.
19
• Alat pendidikan dapat diartikan juga berbagai situasi dan kondisi,
tindakan dan perlakuan, tingkah laku dan perbuatan yang secara langsung maupun tidak langsung ditujukan kepada tercapainya tujuan pendidikan.
Menurut Madyo Ekosusilo, alat pendidikan dapat dibedakan menjadi duamacam, yaitu alat pendidikan yang material dan alat pendidikan non
material.
20
Alat pendidikan yang material dapat diartikan alat-alat yang berwujud kebendaan atau benda-benda nyata yang diperlukan dalam proses
pendidikan. Seperti gedung, meja, kursi, papan tulis, buku, dan lain-lain. Sedangkan alat pendidikan non material dapat berupa keadaan atau kondisi,
tindakan dan perbuatan yang sengaja diciptakan sebagai sarana dalam melaksanakan pendidikan guna mencapai tujuan yang diharapkan.
Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai pula
oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar peneriman bahan pelajaran yang
diberikan kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka belajarnya akan menjadi lebih giat dan lebih maju.
Kebudayaan sekolah itu mempunyai beberapa unsur penting, yaitu:
1 Letak lingkungan dan prasaranan fisik sekolah gedung sekolah,
meubelier, perlengkapan lainnya. 2
Kurikulum sekolah yang menguat gagasan-gagasan maupun fakta-fakta yang menjadi keseluruhan program pendidikan.
19
Hasbulah, Dasar-dasar ...., hal. 26
20
Madyo Ekosusilo, Dasar-dasar Pendidikan ...., h. 51
3 Pribadi-pribadi yang merupakan warga sekolah yang terdiri atas siswa,
guru, non teaching specialist dan tenaga administrasi. 4
Nilai-nilai norma, sistem peraturan, dan iklim kehidupan sekolah. Sekolah merupakan media sosialisasi yang lebih luas dari keluarga,
sekolah mempunyai potensi yang pengaruhnya cukup besar dalam pembentukan sikap dan prilaku seorang anak, serta mempersiapkannya
untuk penguasaan peranan-peranan baru dikemudian hari dikala anak atau orang tidak lagi menggantungkan hidupnya pada orang tua atau
keluarganya. Berbeda dengan sosialisasi dalam keluarga dimana anak masih dapat
mengharap bantuan dari orang tua dan memperoleh perlakuan khusus disekolah anak dituntut untuk bias bersikap mandiri dan senantiasa
memperoleh perlakuan yang tidak berbeda dari temen-temennya. Disekolah reward akan diberikan kepada anak yang terbukti mampu bersaing dan
menunjukkan prestasi akademik yang baik. Di sekolah juga anak akan banyak bahwa untuk mencapai prestasi yang baik, maka yang diperlukan
adalah kerja keras. Kurikulum pelajaran disekolah yang relative beragam semuanya menuntut kegigihan sendiri-sendiri bagi seorang siswa yang
berhasil memperoleh nilai baik dalam mata pelajaran IPS misalnya ia belum tentu memperoleh pujian yang sama dalam mata pelajaran lainnya.
Sekolah juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak terutama untuk kecerdasannya.
Anak yang tidak pernah sekolah akan tertingga;l dalam berbagai hal. Sebab sekolah sangat berpefan dalam meningkatkan pola piker anak
karena di 100 sekolah mereka dapat belajar, bermacam-macam ilmu pengetahuan tinggi rendahnya pendidikan dan jenis sekolahnya turut
menentukan pola piker serta kepribadian anaknya dengan anak yang masuk STM. Demikian pula yang tamat dari sekolah tinggi akan
berbeda pola pikirnya dengan orang yang tidak sekolah.
21
Kehadiran di lingkungan sekolah merupakan perluasan lingkungan sosialnya dalam proses sosialisasinya dan merupakan faktor lingkungan
21
Drs. H. Ahmad Fauzi, Psikologi Umum IAIN, STAIN, PTAIS Fakultas MKDK, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, hal. 105
baru yang sangat menantang atau bahkan mencemaskan dirinya. Para guru dan teman-teman sekelas membentuk suatu sistem yang kemudian menjadi
semacam lingkungan norma bagi dirinya. Selama tidak ada pertentangan, selama itu pula anak tidak akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan
dirinya. Namun, jioka salah satu kelompok dimana dirinya dapat diterima dengan baik.
Ada empat tahap proses penyesuain diri yang harus dilalui oleh anak selama membangun hubungan sosialnya, yaitu sebagai berikut:
1. Anak dituntut agar tidak merugikan orang lain serta menghargai dan
menghormati hak orang lain. 2.
Anak dididik untuk menaati peraturan-peraturan dan menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok.
3. Anak dituntut untuk lebih dewasa di dalam melakukan interaksi sosial
berdasarkan asas saling memberi dan menerima. 4.
Anak di tuntut untuk memahami orang lain. Keempat tahap proses penyesuaian diri berlangsung dari proses yang
sederhana ke proses yang semakin kompleks dan semakin menuntut penguasaan sistem respon yang kompleks pula. Selama proses penyesuaian
diri, sangat mungkin terjadi anak menghadapi konflik yang dapat berakibat pada terhambatnya perkembangan sosial mereka. Sebagaimana dalam
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga dituntut menciptakan iklim kehidupan sekolah yang kondusif bagi perkembangan sosial remaja.
Sekolah merupakan salah satu lingkungan tempat remaja hidup dalam kesehariannya. Sebagaimana keluarga, sekolah juga memiliki
potensi memudahkan atau menghambat perkembangan hubungan sosial remaja. Sebaliknya, sekolah yang iklim kehidupannya bagus dapat
memperlancar atau bahkan memacu perkembangan hubungan sosial remaja.
Kondusif tidaknya
iklim kehidupan
sekolah bagi
perkembangan hubungan sosial remaja tersimpul dalam interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, keteladanan prilaku
guru, etos keahlian atau kualiatas guru yang ditampilkan dalam
melaksanakan tugas profesionalnya sehingga dapat menjadi model bagi siswa yang tumbuh remaja. Hadir atau tidaknya faktor-faktor
tersebut secara tidak langsung dapat mempengaruhi perkembangan hubungan sosial remaja, meskipun disadari pula bahwa sekolah
bukanlah satu-satunya faktor penentu.
22
g. Lingkungan dan Kesempatan Seorang anak dan keluarga yang baik, memiliki intelijensi
yang baik, bersekolah di suatu sekolah yang keadaan guru-gurunya dan alat-alatnya baik, belum tentu dapat belajar dengan baik. Masih
ada faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Misalnya karena jarak antara rumah dan sekolah itu terlalu jauh, memerlukan
kendaraan yang cukup lama sehingga melelahkan. Banyak pula anak-anak yang tidak dapat bel;ajar dengan hasil baik dan tidak
dapat mempertinggi belajarnya, akibat tidak ada kesempatan yang disebabkan oleh sibuknya pekerjaan setiap hari, pengaruh
lingkungan yang buruk dan negatif serta faktor-faktor lain yang terjadi di luar kemampuannya. Faktor lingkungan dan kesempatan
ini lebih-lebih lagi berlaku bagi cara belajar pada orang-orang dewasa.
23
Selain itu juga sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang sudah terstruktur, memiliki sistem dan organisasi yang baik
bagi penanaman nilai-nilai etika, moral, mental, spiritual, disiplin dan ilmu pengetahuan. Gedung sekolah, metode mengajar,
hubungan guru dengan siswa, dan sebagainya. Apabila terjalin dengan baik akan membantu pencapaian prestasi belajar siswa
24
. Sekolah seharusnya mempunyai kemampuan untuk membentuk pola
perilaku anak didiknya. Yang tadinya belum tahu cara berbicara yang sopan dan santun, maka dengan arahan dan kewibawaan gurunya, berubahlah ia
menjadi sosok anak baik yang membanggakan orang tuanya. Akan tetapi kita semua tahu, setidaknya ada tiga faktor yang
mempengaruhi pembentukan pola perilaku seorang anak. Pertama, lingkungan di dalam rumahnya sendiri yang terdiri dari kedua orang tuanya,
saudara kandungnya dan atau kerabat atau orang lain yang mungkin ikut
22
Mohammad Ali, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, Bandung: Bumi Aksara, hal. 96-97
23
M. Ngalim Purwanto, M. Pd, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Remana Rosdakarya, 1990, cet-5, hal. 105-106
24
Kartini Kartono, Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi, Jakarta: CV. Rajawali, 1985, hal. 1
tinggal dan menjadi bagian dari keluarga besarnya. Kedua, lingkungan sekolahnya yang terdiri dari para pendidik, peserta didik yang lain baik
setara, senior maupun juniornya. Ketiga, lingkungan diluar pagar rumahnya. Missal, tetangga RT, RW, kelurahan hingga kota bahkwan seluruh dunia.
Mulai keluar dari pagaf rumahnya sang anak akan menghadapi sebuah komunitas atau norma-norma yang jauh berbeda dengan norma yang ada di
rumah. Biasanya secara normatif pola pembentukan di lingkungan keluarga
dan sekolah akan saling melengkapi dan atau saling menguatkan. Seorang yang tadinya pemalu, takut bicara atau menyampaikan pendapat, maka berkat
gemblengan para guru disekolahnya ia jadi pandai berorasi di depan teman-temannya.
Saat ini adalah era komunikasi Global. Tanpa harus terganggu oleh panjangnya jarak maupun sulitnya medan dan letak geografisnya, semua
orang dimudah untuk saling berhubungan, bahkan dengan biaya yang relatif lebih murah serta banyak pilihan jenisnya, seperti SMS, Phone, Chatting,
e-mail, Blogging konvensional maupun FB dan Twitter. yang dianggapnya ideal. Misalnya nilai-nilai moral atau agama maupun nilai-nilai ideal berdasar
pemikiran filsafat maupun sains yang dikaguminya. Rendahnya kontrol orang tua dan guru serta derasnya arus informasi
global merupakan kombinasi yang buruk bagi pembentukan kepribadian anak dan remaja harapan bangsa ini. Kita akan semakin sulit membendung arus
informasi yang masuk ke kepala dan jivva anak itu. Termasuk informasi tentang indahnya pergaulan bebas itu.