Aktivitas Belajar Matematika a. Pengertian Aktivitas Belajar Matematika

5. Menggunakan pertanyaan terbuka dan mendorong para siswa untuk berpikir kreatif open questions and encouragement of creative thinking. Jika dikaitkan dengan kegiatan matematika doing math atau aktivitas belajar matematika, aktifitas tersebut ditandai oleh kegiatan seperti: “Mencari dan menemukan pola untuk memahami struktur dan hubungan matematik, menggunakan sumber tersedia secara efektif dalam merumuskan dan menyelesaikan masalah, memahami idea matematika, berfikir dan bernalar matematika melalui: generaisasi, menggunakan aturan inferensi, membuat konjektur, memberi alasan, mengkomunikasikan ide matematika, menetapkan apakah hasil atau jawaban yang diperoleh masuk akal, dimana kemampuan ini kelak sangat berguna bagi siswa dalam menghadapi persoalan dunia nyata yang serba cepat dan tidak menentu”. 13 Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa aktivitas belajar matematika adalah rangkaian kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika sehingga menimbulkan perubahan perilaku belajar pada diri siswa, misalnya siswa dapat mencari dan menemukan pola untuk memahami struktur dan hubungan matemtika, berfikir dan bernalar matematika. Sehingga pembelajaran yang terjadi bukan teacher centre melainkan student centre, siswa jadi lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran matematika.

b. Prinsip Aktivitas

Pendidikan saat ini menghendaki peranan aktivitas siswa dalam kegiatan interaksi pada saat proses pembelajaran. Hal ini tidak berarti guru pasif, tetapi guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator agar siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dalam belajar. Kecenderungan saat ini, banyak yang menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai keinginan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain, belajar 13 Kadir,” Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Soal-soal Terbuka” Algoritma Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 1 No. 1 Juni 2006: hal. 13. hanya mungkin terjadi apabila anak aktif dengan sendirinya. Karena belajar itu merupakan aktivitas yang berproses, sudah barang tentu di dalamnya terjadi perubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan- perubahan tersebut timbul melalui fase-fase anara yang satu sama lain yang saling berkaitan secara berurutan dan fungsional. Dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga fase 14 , yaitu: a. Fase informasi tahap penerimaan materi Dalam fase ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari. b. Fase transformasi tahap perubahan materi Dalam fase transformasi, informasi yang telah diperoleh itu dianalisia, diubah, atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dinyatakan bagi hal-hal yang lebih luas. c. Fase evaluasi tahap penilaian materi Dalam fase ini siswa akan menilai sendiri sampai sejauh mana pengetahuan informasi yang telah ditransformasikan dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain atau memecahkan masalah. Pendapat di atas menunjukkan bahwa setiap orang yang belajar harus aktif. Tanpa adanya aktivitas maka proses belajar akan menjadi satu arah dan terpusat pada guru Teacher Centre. Trinandita dalam pernyataannya mengatakan “hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa”. 15 Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi antara siswa dengan guru atau antara siswa dengan siswa. Dengan demikian belajar harus dialihkan, dari pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Karena 14 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999, h. 111-112 15 “Aktivitas dan Prestasi Belajar” dalam http:ipotes.wordpress.com20080524prestasi- belajar , 28 Maret 2011, 15:16 WIB. sekolah merupakan sebuah miniatur dari masyarakat, maka dalam proses pembelajaran harus terjadi saling kerjasama dan interaksi antar berbagai komponen yang terbaik. Pendidikan modern lebih menitik beratkan pada aktivitas, dimana siswa belajar dengan mengalaminya sendiri, siswa memperoleh pengetahuan pemahaman dan keterampilan serta perilaku lainnya termasuk sikap dan nilai.

c. Klasifikasi Aktivitas Belajar

Aktifnya siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri–ciri perilaku seperti: 1. sering bertanya kepada guru atau siswa lain, 2. mau mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, 3 mampu menjawab pertanyaan, 4 senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya. 16 Semua ciri perilaku tersebut pada dasarnya dapat ditinjau dari dua segi yaitu segi proses dan dari segi hasil. Meskipun orang telah mempunyai tujuan tertentu dalam belajar serta memilih set yang tepat untuk merealisasi tujuan itu, namun tindakan- tindakan untuk mencapai tujuan sangat dipengaruhi oleh situasi. Setiap situasi di manapun dan kapan saja memberi kesempatan belajar kepada seseorang. Situasi ini ikut menentukan set belajar yang dipilih. Berikut ini dikemukakan beberapa contoh aktivitas belajar: 17 1. Visual activities. Di antara visual activities kegiatan visual adalah membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain dan sebagainya. 2. Oral activities. Beberapa kegiatan yang tergolong oral activities adalah: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, melakukan wawancara, diskusi, interupsi dan sebagainya. 16 “Aktivitas dan Prestasi Belajar” dalam httpipotes.wordpress.com, 13 Desember 2010, 08:49. 17 “Aktivitas Belajar” dalam http:edukasi.kompasiana.com20100411aktivitas-belajar , 13 Desember , 08:58. 3. Listening activities seperti mendengakan uraian, percakapan, diskusi, music, pidato dan sebagainya. 4. Writing activities seperti menulis cerita, karangan, laporan, tes, angket, menyalin, dan sebagainya. 5. Drawing activities seperti menggambar, membuat grafik, peta diagram, pola, dan sebagainya. 6. Motor activities seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya. 7. Mental activities seperti menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya. 8. Emotional activities seperti menaruh minat dalam pembelajaran matematika, merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup, dan sebagainya.

4. Bilangan Pecahan a. Pengertian Pecahan

Mempelajari Matematika tidak terlepas dengan bilangan. Salah satu klasifikasi bilangan adalah bilangan pecahan. Bilangan pecahan ini sudah diajarkan dijenjang SD kelas 3. Namun siswa SD masih sangat sulit membayangkan hal-hal yang abstrak sehingga kita sering menemukan siswa lanjutan tidak menguasai materi bilangan pecahan dengan baik. Bilangan pecahan adalah bilangan yang jumlahnya kurang atau lebih dari bilangan utuh. 18 Masih dalam ruang lingkup pecahan, Sugiarto juga menyebutkan bahwa bilangan pecahan adalah bilangan yang digunakan untuk menyatakan bagian-bagian benda, jika benda itu dibagi-bagi menjadi beberapa bagian. Bilangan pecahan sangat erat hubungannya dengan satuan, 18 “Bilangan Pecahan” dalam http:amalia07.files.wordpress.com200807bilangan-1.pdf , 13 Desember 2010, 09:09. maka metode mengajarkan bilangan pecahan ini perlu sekali bantuan visualisasi dengan satuan.

b. Operasi Hitung Pada Bilangan Pecahan

Dalam pelaksanaan pembelajaran diharapkan guru mengangkat permasalahan-permasalahan keseharian untuk menghilangkan kesan abstrak dari konsep. Guru dapat menyediakan benda-benda kongkrit sederhana seperti pita, kain perca, kertas, kue tar, kertas folio berwarna, untuk dijadikan media pembelajaran sebelum masuk pada tahap semi kongkrit berupa gambar. Secara umum operasi bilangan pecahan terdiri dari: penjumlahan bilangan pecahan, pengurangan bilangan pecahan, perkalian bilangan pecahan, dan pembagian bilangan pecahan. 1 Penjumlahan Pecahan dengan Penyebut yang sama  Dengan menggunakan luas daerah Rumus: Contoh: Bagian yang Diarsir digabung Menjadi + = Peragaan dilanjutkan dengan penjumlahan pecahan-pecahan yang lain. Dari peragaan di atas, dapat dilihat bahwa ada pola hubungan yaitu pembilangnya dijumlah sedangkan penyebutnya tatap. Kesimpulan: Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama dapat dilakukan dengan menjumlahkan pembilangnya, sedangkan penyebutnya tetap.  Dengan memanfaatkan garis bilangan Contoh: mulai dari nol0 kekanan menuju 6 2 dan dilanjutkan 6 3 lagi, sehingga menjadi 6 5 atau 6 5 6 3 6 2   . Garis tebal menggambarkan hasil akhir. Peragaan dapat dilanjutkan untuk pecahan-pecahan yang lain. 2 Penjumlahan pecahan dengan penyebut yang tidak sama Rumus: Saat anak harus mempelajari materi ini, maka mereka hasrus diberikan pengalaman-pengalaman dalam ilustrasi kehidupan sehari-hari. Contoh: Adik mempunyai 4 1 bagian dari kuenya di atas meja. Kemudian ibu memberinya sepotong lagi yang besarnya 2 1 bagian. Berapa kue adik sekarang? 4 1 + 2 1 = 4 3 Dari peragaan ini tampak bahwa hasil akhir adalah 4 3 , berarti 4 3 2 1 4 1   . Tempak pula bahwa 4 2 2 1  . Sehingga 4 3 4 2 4 1 2 1 4 1     . Bila peragaan ini diulang untuk pecahan-pecahan yang lain di mana penyebut dari pecahan yang dijumlah merupakan kelipatan dari penyebut-penyebut lain, maka anak akan mempunyai pengalaman bahwa bila menjumlah pecahan dengan penyebut tidak sama, supaya dapat memperoleh hasil maka penyebutnya harus disamakan terlebih dahulu, yaitu dengan cara mencari pecahan senilainya. Peragaan dan soal di atas masih mudah, karena penyebut yang satu meupakan kelipatan dari yang lain. Bila permasalahan berkembang menjadi 6 1 8 3  maka anak harus mencari penyebut persekutuan. Kendala timbul bila anak belum belajar tentang KPK. Satu cara untuk membantu menentukan penyebut persekutuan adalah dengan mendaftar pecahan- pecahan yang senilai untuk setiap pecahan. Sehinngga anak mempunyai pengalaman untuk memperoleh penyebut yang nilainya paling kecil yang tepat untuk diambil. Ketika siswa memeriksa kedua daftar tersebut, mereka menemukan bahwa beberapa pecahan mempunyai penyebut yang sama dilingkari. Halini akan membantu anak menyadari bahwa terdapat lebih dari satu pasang penyebut persekutuan untuk kedua pecahan. Salah satu pasangan yang penyebutnya nilainya kecil ternyata penyebutnya merupakan KPK dari kedua penyebut dapat digunakan untuk menjumlahkan atau mengurangi pasangan pecahan yang tidak sama penyebutnya

Dokumen yang terkait

Peningkatan hasil belajar matematika siswa melalui pendekatan realistik pada pokok bahasan pecahan

2 17 79

EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN PECAHAN

0 2 2

EKSPERIMENTASI PENGGUNAAN MEDIA KOMPUTER DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN PECAHAN DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA MTs KABUPATEN KLATEN

1 5 112

PENERAPAN PENDEKATAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA KELAS V SD DALAM MEMODELKAN SOAL CERITA MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN PECAHAN.

0 1 32

PENERAPAN PENDEKATAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA KELAS V SD DALAM MEMODELKAN SOAL CERITA MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN PECAHAN.

1 3 5

UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA PADA POKOK BAHASAN PERBANDINGAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII SMP Darussalam Surakarta).

0 0 6

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA.

0 0 7

PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PTK Pembelajaran Matematika Kelas IV SD Negeri 01 Langensari).

0 0 9

PENDAHULUAN PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN HUMANISTIS (PTK di SD Karangtalun 02 Tanon).

0 1 9

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN HUMANISTIS (PTK di SD Karangtalun 02 Tanon).

0 1 12