guna penyembuhan berbagai jenis penyakit yang bebas efek samping. Sedangkan untuk tingkat dunia maka Indonesia menduduki urutan kedua sebagai negara yang
memiliki kekayaan herbal terbesar setelah Brazil Brazil memiliki kekayaan herbal sekitar 30.000 jenis. Hartyastuti, 2009:1, mengatakan Indonesia memiliki potensi
untuk mengembangkan herbal yang berkualitas secara optimal, akan tetapi sumber alam tersebut belum dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan masyarakat,
hanya 1.200 spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan dan diteliti sebagai obat tradisional.
Narasi ini menggambarkan awal tumbuhnya minat mak Intan untuk berburu TOGA :
Sambil mengisap sebatang rokok, mak Intan yang masih tampak awet diusianya menjelang 58 tahun, duduk santai di balik sebuah
meja, yang merupakan meja kerjanya. Mak Intan mengatakan, ”lah aku pun nggak sangka bisa jadi seperti ini bu. Dulunya aku cuma tau
berbuat dan berbuat. Sambil jual jamu gendong, sambil aku ngutipin rumput-rumput di pinggir jalan. Aku cuma taunya kumpulin aja
dulu, sebanyak-banyaknya, mulai dari satu pot, satu pot, satu pot gitu. Eh nggak taunya jadi banyak, trus kalo ada yang bilang, ibu
belum punya tanaman ini ke aku, aku jadi penasaran dan kepingin untuk memilikinya. Dari buku yang aku baca, di dunia ini ada 1001
jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit, ya aku harus berusaha untuk
memilikinya”, kata mak Intan sambil menggumam sesuatu yang kurang jelas.
5.4.2. Memiliki Lahan Sendiri
Angan-angan yang lain adalah mak Intan ingin memiliki rumah dan lahan penanaman TOGA sendiri. Rumah yang ditempati beserta pekarangannya tempat
menanam TOGA yang ada saat ini, masih merupakan rumah dan lahan kontrakan.
Ulina Karo-Karo : Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga Toga Untuk Pengobatan Sendiri Dan Pengembangan Usaha Di Kelurahan Tanah 600 Kecamatan Medan Marelan, 2009
USU Repository © 2008
Dulu memang mak Intan memiliki rumah sendiri, tetapi karena kebutuhan hidup dan kebutuhan usaha pengembangan TOGA, maka mak Intan dan suaminya sepakat
untuk menjual rumah tersebut. Hasil penjualan rumah kemudian dimanfaatkan untuk mengontrak rumah yang memiliki pekarangan lebih luas, dan dijadikan modal untuk
menambah koleksi tanaman serta biaya untuk mengikuti pameran di berbagai kota. Pada awalnya suami mak Intan kurang setuju dengan niat menjual rumah
mereka, tetapi melihat kegigihan dan keyakinan istrinya, maka dijuallah rumah tersebut. Ternyata dalam mengelola keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
dan membiayai usaha jamunya, mak Intan mempunyai aturan-aturan sendiri. Uang yang dimilikinya tidak semuanya digunakan secara membabibuta untuk mengembang
usaha TOGA-nya. Beliau tetap mengutamakan kebutuhan keluarga, apabila kebutuhan keluarga setiap harinya telah terpenuhi, maka sisanya baru dia gunakan
untuk pengembangan usaha, seperti membeli polibag, tanah kompos, plastik untuk kemasan jamu, dan lain-lain.
Apa yang diyakini oleh mak Intan, ternyata lambat laun diyakini oleh suaminya. Ternyata usaha TOGA yang dikelola istrinya dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari keluarganya dan keluarga anak menantunya, bahkan dapat juga membiayai ongkos untuk melakukan pameran di berbagai kota. Suami mak Intan
mengatakan kepada saya: ”TOGA ini merupakan penghasilan utama di keluarga kami,
meskipun saya Kepling di daerah ini, tetapi ngerilah kan bu kalau hanya mengharapkan gaji dari kerja saya sebagai kepling. Jadinya
dengan adanya tanaman TOGA ini, mudah-mudahan kebutuhan keluarga kami dapat diatasi, mulai dari belanja sehari-hari untuk
Ulina Karo-Karo : Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga Toga Untuk Pengobatan Sendiri Dan Pengembangan Usaha Di Kelurahan Tanah 600 Kecamatan Medan Marelan, 2009
USU Repository © 2008
dapur, jajan anak-anak, uang sekolah cucu-cucu saya, bahkan untuk keperluan anak-anak saya dapat dipenuhi melalui tanaman TOGA
ini”, kata suami mak Intan.
Untuk mewujudkan cita-citanya ini, mak telah Intan menabung sedikit demi sedikit hasil dari penjualan jamu-jamunya, tetapi belum cukup. Beliau sangat
berharap ada yang memberikan pinjaman modal usaha. Selama ini belum pernah sekalipun dia memperoleh pinjaman modal usaha, baik dari dinas pertanian atau dinas
kesehatan. Jika memiliki lahan rumah dan pekarangan sendiri
_yang lebih luas_, mak Intan mempunyai cita-cita untuk lebih mengembangkan TOGA dan menjadikan
rumah yang dimilikinya menjadi taman wisata TOGA. Beberapa kenalan-kenalannya sesama pemanfaat TOGA dari daerah Jawa, telah membuat kebun TOGA milik
mereka menjadi daerah wisata. Pengunjung dapat melihat tanaman TOGA yang ada, tehnik perawatan dan proses pembuatan jamu sampai menikmati suguhan jamu-jamu
buatannya. Sebagian kecil kegiatan ini sudah dilakukan oleh mak Intan setiap pengunjung yang datang membeli tanaman atau jamu, selalu disuguhi minuman jamu
sapu jagat yang masih hangat. Apa yang diangankan oleh mak Intan, sebenarnya sesuatu hal yang wajar,
karena tanaman obat sudah menyatu dengan jiwanya. Apa yang dicita-citakannya ini, sudah ada di daerah Jawa. Salah satunya adalah Taman Wisata Sehat Dayang Sumbi,
berada di desa Sumber Lawang, Mojokerto. Tempat ini menarik untuk dikunjungi karena siempunya juga mulai mengembangkan TOGA berdasarkan pengalaman-
pengalaman pribadi mengobati penyakit-penyakit yang menimpa beberapa anggota
Ulina Karo-Karo : Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga Toga Untuk Pengobatan Sendiri Dan Pengembangan Usaha Di Kelurahan Tanah 600 Kecamatan Medan Marelan, 2009
USU Repository © 2008
keluarganya. Pengunjung yang datang dapat melihat-lihat ratusan koleksi tanaman obat, melihat proses peracikan jamu, membeli jamu dan memperoleh konsultasi
kesehatan secara gratis. Ada sekitar 650 jenis koleksi tanaman obat pada taman wisata Dayang Sumbi, sehingga juga digunakan sebagai lahan Praktek Kerja Lapangan
PKL dan lahan penelitian oleh mahasiswa-mahasiswa dari berbagai daerah Palupi, 2006;1-3.
Selain harapan agar segera memiliki rumah sendiri, mak Intan juga sangat berkeinginan untuk memiliki peralatan yang lebih modern untuk pembuatan jamu-
jamu instant-nya. Dengan peralatan yang lebih modern, waktu pembuatan bisa lebih cepat dan hasil yang diperoleh juga lebih banyak.
5.5. Pemanfaatan TOGA