Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

dan faktor-faktor lainnya yang dapat menghambat proses pembelajaran atau sebaliknya mampu membantu proses pembelajaran jika guru dapat menyikapinya dengan tepat. Oleh karena itu di dalam proses pendidikan, Peran guru atau pendidik sangat menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Pendidikan diharapkan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik saja, melainkan dapat menerapkan ilmu pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, agar anak didik kelak dapat bertanggung jawab, mandiri, berperilaku baik, dan bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya. Proses belajar mengajar melibatkan interaksi antar guru dan peserta didik secara terarah dan terencana. Guru memerlukan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dalam proses belajar mengajar tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut seorang guru harus berusaha menempatkan diri tidak hanya sebagai media penyampai pesan dan informasi pengetahuan, tetapi juga sebagai motivator, mediator, fasilitator dan sebagainya. Peran guru terhadap tumbuh kembang anak, baik itu kecerdasan kognitif, belajar akan norma-norma kesopanan dalam lingkungan sekolah dan mayarakat penting diberikan kepada diri setiap peserta didik. Mereka harus dipersiapkan untuk terjun langsung ke dalam kehidupan bermasyarakat sebagai salah salah satu wujud dari tujuan pendidikan. Salah satu tujuan negara Republik Indonesia yang tercantum pada pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai tindak lanjut dari tujuan tersebut, maka diadakan program pendidikan nasional. Sehubungan dengan hal ini pemerintah telah mengambil kebijaksanaan-kebijaksanaan, di antaranya mengenai pelaksanaan pendidikan dewasa ini yang lebih diorientasikan pada peningkatan mutu, khususnya untuk memacu penguasaan pengetahuan dan teknologi yang perlu ditingkatkan. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah telah melaksanakan usaha dan upaya dengan melaksanakan berbagai perbaikan seperti: melengkapi sarana dan prasarana, meningkatkan kualitas guru dan perbaikan kurikulum. Pada bidang kurikulum, pemerintah telah melakukan perubahan yang mendasar dengan memberlakukan pendekatan kurikulum berbasis kompetensi. Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dewasa ini menempatkan posisi pendidikan sebagai penentu bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi suatu negara di masa yang akan datang. Untuk menunjang perkembangan IPTEK diperlukan penguasaan terhadap ilmu dasar, salah satunya matematika. Perkembangan IPTEK tidak hanya menuntut kemampuan menerapkan matematika tetapi juga membentuk kemampuan, penalaran untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Oleh karena itu, penguasaan suatu konsep matematika sangat penting dalam mendukung hal tersebut. Proses pembelajaran pada pendidikan formal pendidikan di sekolah merupakan upaya pengembangan pengetahuan dan kemampuan siswa yang telah ditetapkan pada kurikulum dan diwujudkan melalui penyelenggaraan mata pelajaran yang wajib diajarkan pada setiap jenjang pendidikan. Dan matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan pada setiap jenjang pendidikan. Karena dengan belajar matematika siswa dapat berfikir logis dan sistematis serta dapat memecahkan segala permasalahan dalam kehidupan. Dengan dikuasainya ilmu matematika yang mengandalkan penalaran dan logika maka siswa mampu menjalankan kehidupannya kelak dengan proses berfikir yang lebih terarah pula. Namun pada kenyataannya, pentingnya diajarkan matematika dengan proses bernalar tidak sejalan dengan kenyataan di sekolah. Pengalaman penulis sebagai pengajar di salah satu bimbingan belajar menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik di bimbingan belajar tersebut mengatakan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang dianggap sebagai momok di sekolah, baik dari tingkat dasar hingga tingkat menengah atas, matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit dipelajari. Matematika seringkali dianggap sebagai pelajaran yang membosankan, tidak bermanfaat, menegangkan dan citra-citra buruk lainnya. Tidak salah memang jika melihat itu dari sisi proses pembelajaran atau peran guru selama ini. Metode yang selama ini digunakan guru kerapkali dianggap membosankan bagi peserta didik. Mengajar tak ubahnya proses “mendongeng”. Guru menjelaskan di depan kelas, memberikan rumus, contoh soal, dan menugaskan siswa untuk mengerjakan soal-soal. Sebuah proses monoton dan turun-temurun dari generasi ke generasi. Salah satu hal yang membuat siswa menganggap matematika sebagai pelajaran yang membosankan karena matematika adalah pelajaran yang hanya menuliskan angka-angka dan menghitungnya berdasarkan rumus yang telah diajarkan guru. Siswa tidak mengerti dari mana rumus itu berasal, siswa kurang diajak terlibat langsung untuk menemukan jawaban menurut pola pikir dan dari pengetahuan yang telah mereka dapatkan sebelumnya. Kurangnya penguasaan materi matematika bagi siswa diantaranya disebabkan karena siswa terbiasa menghafal suatu rumus tanpa mengetahui bagaimana pembentukan rumus itu berlangsung. Hal ini menyebabkan siswa sering lupa dengan apa yang telah dipelajari dan siswa kurang dapat memahami atau menarik kesimpulan dari informasi yang telah diberikan guru. Siswa juga tidak pernah diberi pengalaman langsung atau contoh konkret, sehingga memberikan kesan yang membosankan. Selain itu, terdapat guru yang kurang berhasil menyampaikan konsep atau materi karena kurangnya penguasaan metode pembelajaran. Masih rendahnya penguasaan terhadap pemahaman konsep matematika ditandai oleh nilai prestasi matematika siswa yang masih rendah. Sebagian siswa beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran ilmu pasti yang membosankan dan sangat sulit untuk dipelajari karena dianggap sebagai pelajaran yang hanya berisi rumus-rumus, angka-angka, dan untuk menguasainya harus memiliki hapalan yang kuat. Anggapan yang tidak sepenuhnya salah, misalnya anggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang berisi rumus-rumus. Memang benar bahwa matematika identik dengan rumus, namun yang perlu diajakan bahwa rumus-rumus itu tidak datang dengan sendirinya, namun ada pendekatan-pendekatan yang digunakan sehingga didapatkan rumus-rumus yang ada saat ini. Para pendidik cenderung tidak mengikutsertakan peserta didik dalam mencari suatu jawaban dari permasalahan yang ada dengan menggunakan penalaran, melainkan dengan menggunakan rumus yang ada. Sehingga pada saat anak lupa dengan rumus yang sudah ia hafal, maka ia tidak bisa mengerjakan soal tersebut. Padahal yang terpenting dalam menguasai matematika adalah proses bernalar. Penekanan hafalan pada pembelajaran matematika tradisional merupakan sesuatu yang dianggap paling buruk dan harus disingkirkan. Namun kita juga tidak boleh melupakan bahwa proses dan keahlian menghafal juga harus diperhatikan oleh para guru. Perlu diingat bahwa dalam menghadapi ujian, siswa tidak diperkenankan menggunakan kalkulator dan alat hitung lainnya. Jadi pemahaman akan suatu permasalahan dengan keahlian menghafal tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Pemodelan Matematika, Universitas Indonesia UI, Prof Djati Kerami mengemukakan, cara memperkenalkan pelajaran matematika kepada anak-anak harus secara alami, agar anak tidak merasa takut terlebih dahulu, sehingga mereka diharapkan tertarik kepada pelajaran metematika. Ia mencontohkan bagaimana seorang anak diperkenalkan lingkungan dengan beberapa pohon yang ada di sekelilingnya. Biarkan anak tersebut menghitung pohon tersebut, tanpa disadari mereka telah belajar matematika. Belajar matematika harus didasari dengan rasa senang, dengan begitu siswa akan “memiliki” matematika, dan proses belajar mengajar akan lebih kondusif sehingga pada akhirnya tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai. Guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar harus dapat memahami tujuan dari proses belajar yang yang dilakukan. Secara umum, tujuan dari belajar adalah agar ilmu yang didapatkan dari proses belajar dapat dimanfaatkan bagi kehidupan sehari-hari, atau dapat digunakan sebagai bekal pada pendidikan selanjutnya Mata pelajaran matematika, selain mempunyai sifat abstrak, pemahaman konsep yang baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan pemahaman konsep sebelumnya. Sampai saat ini masih banyak ditemui kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep matematika. Akibatnya, siswa kesulitan dalam memahami konsep-konsep selanjutnya. Sehingga siswa akan menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan tidak menyenangkan, Hal ini disebabkan oleh beberapa aspek diantaranya kecerdasan siswa, bakat siswa, kemampuan belajar, minat siswa, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, dan kondisi masyarakat yang luas. Adapun hal yang membuktikan bahwa banyak anak yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika, karena mereka bukan memahami konsepnya, melainkan menghafalnya. Jika dilihat dari kenyataannya yang ada di lapanganpun, siswa menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang sukar, sehingga mereka merasa kurang mampu untuk mempelajarinya. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh sistem pembelajaran yang diterapkan di sekolah yang pada umumnya lebih didominasi oleh pembelajaran konvensional, dimana pembelajaran hanya berpusat pada guru, sehingga siswa cenderung pasif karena mereka hanya menerima materi dan latihan soal dari guru, hal ini tidak cukup mendukung penguasaanya terhadap konsep matematika menjadi lebih baik. Secara rinci Wahyudin dalam disertasinya yang berjudul “Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan Siswa dalam Pelajaran Matematika” menemukan salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika, yaitu siswa kurang memahami dan menggunakan nalar yang baik dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Padahal, pemahaman konsep merupakan bagian yang sangat penting dalam memecahkan masalah bahkan menjadi landasan untuk berfikir dalam menyelesaikan persoalan. Selain itu, kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep matematika bukan semata-mata berasal dari permasalahan siswa. Tetapi, sangat memungkinkan juga disebabkan oleh guru dalam proses pembelajarannya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jenning dan Dunne dalam bukunya yang berjudul “Math Stories, Real Stories, Real-life Stories” dan dikutip dalam www.duniaguru.com, bahwa dalam pengajaran matematika, penyampaian guru cenderung bersifat monoton, hampir tanpa variasi kreatif. Kalau saja siswa ditanya ada saja alasan yang mereka kemukakan seperti matematika sulit, tidak mampu menjawab, takut disuruh guru kedepan dan sebagainya, sehingga menimbulkan adanya gejala matematika phobia ketakutan terhadap matematika yang melanda sebagian besar siswa. Guru dalam pembelajarannya dikelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkontruksi sendiri ide- ide matematika. Matematika merupakan ilmu yang berhubungan dengan ide-ide atau konsep abstrak yang tersusun secara hierarki dan penalaran deduktif yang membutuhkan pemahaman secara bertahap dan berurutan. Kesulitan memahami matematika merupakan faktor utama yang menyebabkan siswa tidak menyukai matematika, yang pada dasarnya siswa bukan paham akan konsep tetapi menghapal rumus- rumus pada matematika. Jika konsep-konsep dasar diterima siswa secara salah, maka akan sulit untuk memperbaikinya. Keberhasilan proses belajar matematika dapat diukur dari keberhasilan siswa mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut. Keberhasilan ini dapat dilihat dari tingkat keberhasilan pemahaman, penguasaan materi dan hasil belajar siswa, terutama pada penguasaan konsep yang merupakan dasar untuk belajar matematika di tingkat selanjutnya. Semakin tinggi pemahaman dan penguasaan materi serta prestasi belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Selain dari kemampuan siswa menerjemahkan informasi yang ia dapatkan di sekolah, yang terpenting adalah peran guru dalam sistem pembelajaran, terutama peningkatan kualitas belajar mengajar. Guru tidak dapat menyalahkan sepenuhnya output dari hasil pembelajaran pada usaha siswa dalam belajar, karena dalam proses belajar terdiri dari rangkaian peristiwa yang sangat kompleks, bahkan peran guru sangat besar untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Proses belajar mengajar dipengaruhi oleh beberapa komponen pengajaran yaitu: guru, prasaranasarana termasuk media pengajaran, kurikulum, metode pengajaran, materi pengajaran, alat evaluasi, lingkungan atau masyarakat setempat. Dengan demikian, keberhasilan suatu proses pembelajaran itu tergantung kepada peran guru sebagai seorang pendidik yang berfungsi sebagai fasilitator, dinamisator dan juga motivator bagi siswa dalam belajar. Namun terlepas dari perannya guru memerlukan alat bantu sebagai penyampai pesan dan juga untuk memudahkannya dalam mengajar, misalnya media pengajaran, metode pengajaran dan juga strategi yang guru gunakan untuk mencapai tujuan pendidikan dan tujuan proses belajar mengajar. Menanggapi masalah-masalah yang telah diuraikan diatas, guru harus mampu menyelenggarakan suatu pembelajaran yang lebih ionovatif dan kondusif agar dapat lebih melibatkan siswa secara aktif dalam belajar, sehingga siswa dengan serndirinya dapat menerima dan memahami materi dan konsepnya. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus lebih ditekankan pada pengalaman belajar apa yang akan dimiliki siswa dari proses pembelajaran, baik kognitif, afektif, psikomotor, serta life skill-nya. Agar kemampuan kognitif siswa seimbang antara tingkat pemahaman dengan tingkat penalarannya Agar tingkat kognitif siswa antar domain yang satu dengan domain yang lain seimbang, maka guru sebagai tenaga pendidik harus selalu meningkatkan profesionalnya, yaitu dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada anak dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses KBM, juga mengusahakan hubungan yang erat dengan guru, teman-temannya, dan juga lingkungan sekitarnya. Untuk menciptakan hubungan yang baik antar siswa dan keaktifan siswa dalam belajar salah satunya dapat digunakan metode pembelajaran “simulasi” Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul “PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIMULASI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMAT IKA SISWA”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah proses pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar? 2. Bagaimanakah proses pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa? 3. Apakah pembelajaran dengan menggunakan metode simulasi efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa? 4. Apakah pembelajaran dengan menggunakan metode simulasi berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematika siswa?

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini terarah dan tidak melebar, maka penelitian ini dibatasi pada: 1. Pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan aritmatika sosial, berdasarkan kategori pemahaman yang hendak dicapai yaitu kategori pemahaman menurut Bloom yang meliputi: Translation, Interpretation, dan Extrapolation. Yang akan dilakukan pada kelas VII tujuh di SMP Negeri 3 Tangerang Selatan.. 2. Metode pembelajaran simulasi dibatasi pada metode simulasi role playing.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pemahaman konsep siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional. 2. Bagaimana pemahaman konsep siswa dengan menggunakan pembelajaran metode simulasi. 3. Apakah ada pengaruh pembelajaran dengan menggunakan metode simulasi terhadap pemahaman konsep matematika siswa.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran pemahaman konsep siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional. 2. Untuk mengetahuidan memberikan gambaran pemahaman konsep siswa dengan menggunakan pembelajaran metode simulasi. 3. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran dengan menggunakan metode simulasi terhadap pemahaman konsep matematika siswa

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Siswa a. Dapat memberikan nuansa baru dalam kegiatan belajar bagi siswa. b. Dapat memotivasi siswa dalam mengembangkan potensi kreatifnya sehingga dapat menunjang peningkatan prestasi belajarnya.