Aspek Pasar dan Pemasaran 1. Identifikasi Pasar

53 V. ANALISIS KELAYAKAN INDUSTRI BIOINSEKTISIDA A. Aspek Pasar dan Pemasaran A.1. Identifikasi Pasar Hasil pra kelayakan menunjukkan bahwa potensi maksimal volume pasar bioinsektisida secara nasional mencapai 8,3 ribu tontahun. Potensi tersebut berdasarkan total insektisida impor Indonesia. Namun, volume riil pasar bioinsektisida memerlukan identifikasi. Volume impor tersebut terdiri dari volume insektisida kimia dan bioinsektisida impor. Pasar bioinsektisida Bta merupakan bagian dari cerug pasar bioinsektisida. Kondisi tersebut dijelaskan pada Gambar 38. Keterangan : D = Cerug pasar bioinsektisida dalam pasar insektisida D’ = Cerug pasar bioinsektisida Bta dalam pasar bioinsektisida A,B,C = Cerug pasar produk insektisida lainnya Gambar 38. Cerug pasar Bta dalam pasar insektisida Amir 2005 Amir 2005 menjelaskan bahwa volume pasar merupakan volume permintaan akan produk, sedangkan pasar adalah pihak yang saat ini membeli produk dan pihak yang berpotensi untuk membeli produk. Suratman 2002 menjelaskan bahwa dalam menentukan volume permintaan suatu produk dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode rasio rantai dan metode peramalan permintaan. Metode peramalan permintaan membutuhkan data permintaan masa lalu akan produk. Berdasarkan hasil survey pada BPS, Dinas Pertanian, dan Departemen Perindustrian, data mengenai penggunaan bioinsektisida belum tersedia. Hal ini dikarenakan penggunaan bioinsektisida yang relatif kecil. Metode ini belum dapat diaplikasikan untuk menentukan potensi permintaan bioinsektisida. Metode rasio rantai merupakan metode untuk menentukan permintaan efektif suatu produk dengan membagi dalam unsur yang lebih kecil dari suatu mata rantai urutan atas faktor yang berpengaruh terhadap produk yang bersangkutan Suratman 2002. Variabel yang berpengaruh terhadap permintaan bioinsektisida adalah luas lahan dan dosis penggunaan bioinsektisida satuan luas lahan. Persamaan dasar rasio rantai adalah sebagai berikut: Jp = X 1 x X 2 x X 3 x ..x X n ; Suratman 2002 dimana n = indeks variabel, Dan persamaan yang dihasilkan adalah Jp = X 1 x X 2 ; dengan Jp = Potensi permintaan produk X 1 = luas lahan pertanian suatu daerah ha X 2 = dosis penggunaan bioinsektisida per satuan luas lahan g ha Permintaan efektif dapat dihitung, jika sudah ditentukan target pasar dari produk. D A B C D’ Cerug pasar Bta 54 A.2. Pemasaran Bioinsektisida A.2.1. Segmentasi Pasar Amir 2005 menjelaskan bahwa basis dalam segmentasi pasar terdiri dari tiga jenis yaitu demografis kependudukan, geografis lokasi, dan psikografis kebiasaan. Produk bioinsektisida merupakan produk yang digunakan untuk pertanian. Stakeholder yang bersinggungan secara langsung adalah petani dan aspek lainnya adalah lahan pertanian. Secara demografis penduduk Indonesia mencapai 237,56 juta jiwa dengan 135,41 juta jiwa 57 berada di pulau Jawa BPS 2010. Secara geografis lahan, Indonesia memiliki luas lahan pertanian 64,30 juta ha Adimihardja 2006. Penggunaan lahan sawah seluas 8,01 juta ha, lahan tegalan 11,85 juta ha, selebihnya untuk lahan perkebunan, peternakan, dan perikanan. Lahan sawah di pulau Jawa mencapai 3,3 juta ha 41,13 dari lahan sawah nasional dan lahan tegalan mencapai 9,14 juta ha 77,13 dari lahan tegal nasional. Lahan pertanian di luar Jawa, secara umum tidak terkonsentrasi pada pulau-pulau tertentu BPS 2008. Secara psikografis, penduduk yang berprofesi sebagai petani terkonsentrasi di pulau Jawa. Hal ini ditandai dengan luasnya lahan pertanian yang diusahakan. Berdasarkan basis-basis segmentasi tersebut dapat diperoleh hasil bahwa segmen pasar bioinsektisida memiliki peluang untuk pasar di pulau Jawa. Keberadaan lahan pertanian yang luas dan jumlah penduduk yang besar menjamin keberadaan pasar. A.2.2. Pentargetan Pasar Pulau jawa terdiri dari enam provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Banten, dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kondisi penduduk dan ekonomi keenam provinsi tersebut dijelaskan pada Tabel 22. Tabel 22. Kondisi penduduk dan ekonomi provinsi di Pulau Jawa No Provinsi Luas Wilayah km 2 Jumlah Penduduk juta jiwa Kegiatan Perekonomian Utama 1 D.I. Jakarta 740,3 9,59 Perbankan 2 Banten 9.160,7 10,64 Industri 3 Jawa Barat 34.816,96 43,02 Manufaktur 4 Jawa Tengah 32.548,20 32,38 Pertanian 5 D.I. Yogyakarta 3.185,80 6 Industri kecil 6 Jawa Timur 47.922 37,48 Industri Sumber: BPS 2010 dan wikipedia.org 2011 Berdasarkan Tabel 22, diketahui bahwa wilayah yang memiliki potensi pengembangan pertanian adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Masing-masing provinsi menyumbang Produk Domestik Bruto hingga 15. Pertanian yang berkembang di daerah Jawa Tengah adalah pertanian kehutanan. Jawa Tengah merupakan penghasil Jati dengan luasan lahan 20 dari luas wilayah berupa hutan jati. Produksi pertanian yang lain adalah tembakau. Jawa Barat merupakan penghasil bahan pertanian yang menyuplai 15 kebutuhan nasional. Area Jawa Timur dikembangkan pada area industri. Terdapat beberapa industri besar di Jawa Timur yang meliputi industri kertas dan Industri berat BPS 2010. Ketiga provinsi memiliki peluang yang sama besar untuk menjadi area pasar. Namun Jawa Barat merupakan pasar yang ditargetkan. Hal tersebut dikarenakan, Jawa Barat merupakan area yang strategis. Jawa Barat dekat dengan perkotaan besar dan pusat-pusat pemerintahan. Produk bioinsektisida akan bermuara pada pola pertanian organik. Secara umum, produk pertanian organik masih dikonsumsi pada kalangan ekonomi menengah ke atas. Kalangan ini umum tinggal di perkotaan besar. Selain itu, lokasi industri yang akan didirikan berada di wilayah Jawa Barat, yaitu Bogor. Hal 55 ini mendukung pemasaran produk. Semakin dekat pasar dengan produsen produk, menyebabkan rantai distribusi lebih pendek, yang berdampak pada harga jual yang dapat ditekan. Berdasarkan hal tersebut, target pasar yang diambil adalah area Bogor. Tahun 2008, Kabupaten Bogor memiliki luas lahan pertanian sawah 48.888 ha dan lahan pertanian bukan sawah 67.410 ha Distanhut Kab.Bogor 2010. Kota Bogor memiliki luas lahan pertanian sawah 1.061, 5 ha dan lahan pertanian bukan sawah 1.470,55 ha Distan Kota Bogor 2010. Bogor merupakan daerah penghasil sayuran dan buah segar. Pada Kabupaten Bogor, area unuk tanaman kebun seluas 56.977 ha. Pada kota Bogor, area untuk tanaman kebun seluas 463,67 ha. Hilwan et al 2006 menjelaskan bahwa dosis pemakaian biopestisida adalah 2,5-12,4 gha. Hama ulat kubis dan ulat grayak umum menyerang tanaman hortikultura bukan sawah. Diketahui luas wilayah pertanian bukan sawah di Kabupaten Bogor adalah 67.410 ha dan pada Kota Bogor 1.470,55 ha. Total luas kedua lahan adalah 68.880,55 ha. Berdasarkan persamaan rasio rantai Suratman 2002, diperoleh hasil volume potensi penggunaan bioinsektisida sebagai berikut: 1. Kabupaten Bogor; 168,5– 835,9 kg 2. Kota Bogor; 3,7 – 18,2 kg 3. Total kedua wilayah; 172,2 – 854,1 kg Nilai volume pasar tersebut merupakan nilai volume potensial, jumlah riil pasar hingga saat ini belum terdata. Volume potensial tersebut dapat dibandingkan dengan volume riil kebutuhan insektisida yang saat ini masih digunakan petani. Jumlah penggunaan insektisida di Kabupaten Bogor dijelaskan pada Tabel 23. Tabel 23. Penggunaan insektisida di Kabupaten Bogor tahun 2009-2010 No Jenis Insektisida Penggunaantahun 1 Spontan 440 l 2 Dharmabas 500E 125 l 3 Topsin 10 l 4 Regent 27 l 5 Ripcord 100 l 6 Aplaud 78 l 7 Decis 72 l 8 Baycarb 85 l 9 Pounce 15 l Total 952 l 10 Furadan 144 kg 11 Belerang 370 kg Total 514 kg Harga Rp 100.000-500.000 satuan Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Bogor 2010 Pemakaian insektisida beragam dan terdapat perbedaan unit. Secara umum penggunaan insektisida padat di Kabupaten Bogor adalah 514 kg tahun dan insektisida cair 952 litertahun. Berdasarkan kondisi riil tersebut dan dibandingkan dengan volume potensi pasar bioinsektisida di Bogor, diketahui bahwa pasar di Bogor merupakan pasar yang berpotensi untuk menyerap produk bioinsektisida dengan rentang nilai pasar 172,2 – 854,1 kgtahun. Bagi industri yang akan memasuki pasar secara langsung, berdasar model PHA pada halaman 42, dijelaskan bahwa volume pangsa pasar yang dapat diambil oleh industri baru adalah 17 dari volume pasar yang telah ada. Rentang nilai pasar yang dapat diambil oleh industri baru adalah 29,3-145,2 kg tahun. Industri memulai produksi pada kapasitas 145,2 kg. A.2.3. Pemposisian P Produk bioinsektis Dalam pasar, pesaing pro produk bioinsektisida im sebesar 17. Market sha industri harus mampu mem Produk bioinsektis metabolit sekunder dari B produk berupa serbuk p Kemampuan toksisitas m substrat ampas tahu dan l hari dengan penurunan ti pada suhu 5 o C . Hal ini b ditambahkan bahan pengi Potensi produk hasil anali Gambar 39. Produk bioins Produk yang dike kemampuan setingkat den membunuh organisme buk A.2.4. Bauran Pemas Bauran pemasaran yang diproduksi diterima dijelaskan pada Gambar 4 Product Produk Promotion Promosi Gambar 40.Bauran Pemasara an Pasar tisida Bta merupakan produk untuk membasmi ulat k roduk ini adalah produk insektisida kimia dengan ham impor. Persaingan tersebut mengakibatkan market sh share tersebut merupakan jumlah maksimum yang da emposisikan produk dalam pasar. tisida yang dibuat merupakan insektisida hayati. Pro Bta berupa kristal yang bersifat toksik terhadap ham putih. Potensi toksisitas produk adalah 16000 IU mencapai 100 hingga pengenceran 10 -4 . Produk dibu limbah cair tahu dengan perbandingan 2:8. Produk da tingkat toksisitas 17 kali pada suhu 35 o C, 13 kali pa i berlaku pada penyimpanan menggunakan kemasan pl gisi berupa lactose sebanyak 6. Wujud produk disaj alisis laboratorium dapat dilihat pada Lampiran 2. insektisida Bta dalam kemasan plastik metalized ikembangkan diposisikan sebagai produk berbasis o engan insektisida dan mampu membasmi hama secara ukan sasaran. asaran an merupakan langkah strategik yang dilakukan produse a konsumen dengan baik Kotler 2008. Tindakan strat 40. Kualitas Pengemasan Pelayanan purnajuanl Posisi harga Rabat dan kondisi pembayaran Periklanan Hubungan masyarakat Sales promotion Jaringan distribusi Waktu tunggu Stok Transportasi aran UNIDO 1991, Kotler dan Amstrong 2008 dengan penyes 56 t kubis dan ulat grayak. ama sasaran sejenis dan share untuk produk ini dapat diambil, sehingga Produk merupakan hasil ama ulat grayak. Wujud Umg untuk 1,25 mgl. ibuat dengan bahan baku dapat bertahan hingga 30 pada suhu 25 o C, dan 12 plastik metalized dengan sajikan pada Gambar 39. organik yang memiliki ara spesifik dengan tidak sen agar barang atau jasa ategik bauran pemasaran Price Harga Place Tempat yesuaian 57 Terdapat empat aspek dasar bauran pemasaran, yaitu produk, harga, promosi, dan tempat. Masing-masing aspek memiliki parameter strategi seperti pada Gambar 40. Bauran pemasaran dilakukan dikarenakan terdapat persaingan pasar. Usaha untuk membuat produk dapat bersaing berdampak pada besaran biaya yang diperlukan Kotler 2008. Usaha-usaha tersebut dapat dilakukan melalui strategi yang telah dijelaskan pada Gambar 40 yaitu melalui strategi produk, harga, promosi, dan tempat. A.2.4.1. Strategi Produk Produk Bta memiliki posisi sebagai produk berbasis organik. Strategi utama untuk strategi produk adalah kekonsistenan kualitas produk. Petani memiliki kecenderungan untuk memakai produk yang dinilai memiliki kualitas yang konsisten Wachjadi et al 2003. Konsep kemasan dan pelayanan produk lainnya seringkali diabaikan. Hal utama yang diinginkan adalah kekonsistenan kualitas produk. Kekonsistenan kualitas produk diperoleh dari kekonsistenan kualitas proses produksi dan kegiatan riset secara rutin untuk mengembangakan produk yang lebih baik. Strategi ini berdampak pada penggunaan alat produksi yang memiliki kualitas stabil dan dibangunnya laboratorium khusus untuk memantau kualitas. A.2.4.2. Strategi Harga Harga insketisida yang beredar di pasar pertanian Kabupaten Bogor adalah pada rentang nilai Rp 100.000 hingga Rp 500.000 untuk tiap satuan unit. Produk dijual dalam unit liter atau kilogram Distan Kabupaten Bogor 2010. Harga tersebut berlaku untuk insektisida yang umumnya memiliki konsentrasi bahan aktif sebesar 1-50. Pada skala laboratorium, produk Bta memiliki tingkat toksisitas yang sama hingga pengenceran 400. Produk yang dihasilkan pada skala laboratorium adalah konsentrat bahan aktif 100. Mc Neil dan Harvey 2008 dan Hidayat 2006 menjelaskan bahwa produk mikrobial secara umum dihasilkan dari rendemen produksi yang rendah, namun memiliki nilai ekonomi tinggi. Petani secara umum tidak menginginkan produk insektisida yang mahal. Melihat kedua kondisi tersebut, produsen dapat menetapkan suatu harga yang berada pada rentang harga umum atau menjual dengan harga lebih tinggi namun produk berupa konsentrat murni. Harga jual dapat ditetapkan setelah dilakukan analisis aspek finansial. A.2.4.3. Strategi Promosi Penerimaan produk pada suatu pasar mengikuti prinsip ekonomi, dimana konsumen menginginkan pengorbanan minimum untuk memperoleh keuntungan maksimum. Konsumen tidak ingin mengalami kerugian dalam membeli suatu produk Amir 2005. Hal tersebut berlaku pada produk Bta. Petani bersedia menggunakan suatu produk obat pertanian jika produk tersebut terbukti berkualitas. Aspek ini dapat dijadikan materi utama untuk mempromosikan produk. Menurut Kotler dan Amstrong 2008, konsumen memerlukan waktu pembelajaran untuk memahami suatu produk dan kemudian memutuskan untuk menjadi konsumen yang loyal atau tidak. Berdasarkan kondisi tersebut, media promosi yang dilakukan adalah adanya kegiatan percontohan aplikasi penggunaan Bta. Kegiatan percontohan melalui pembuktian kemampuan produk pada suatu wilayah tanam. Kegiatan percontohan termasuk pada kegiatan invesasi. Hal ini berdampak pada alokasi finansial. Kegiatan berupa pengadaan lahan percontohan yang ditanami tumbuhan yang sering diserang hama ulat Kubis dan ulat Grayak. 58 A.2.4.4 Strategi Distribusi Hasibuan 1985 menjelaskan bahwa jenis pasar insektisida di Indonesia adalah 80 berupa pasar bisnis institusi. Pasar tersebut memiliki skema distribusi seperti pada Gambar 41. Kondisi skema distribusi tersebut masih tetap sama hingga saat ini Depperin 2010. Skema tersebut juga dilakukan pada perdagangan produk bioinsektisida impor. Mayoritas perdagangan insektisida berupa perdagangan yang berpusat pada pedagang-pedagang besar. Skema tersebut juga digunakan oleh produsen bioinsektisida impor. Kecenderungan skema tersebut adalah petani memperoleh harga beli tinggi dan tidak mengetahui apakah ada kecurangan atau tidak pada produk yang mereka beli. Semakin panjang rantai distribusi di antara produsen dan petani, akan mengakibatkan tingginya harga jual. Berdasarkan hal tersebut, untuk produk bioinsektisida Bta melakukan penjualan produk dengan rantai distribusi yang tidak panjang, yaitu antara produsen dan petani, hanya terdapat pihak pengecer atau grosir. Hal ini dapat memperkecil kemungkinan pertambahan harga dan perubahan produk. Gambar 41. Skema distribusi pasar insektisida di Indonesia Hasibuan 1985 A.3. Jaringan Kerja Kelayakan Pasar dan Pemasaran Kegiatan dalam aspek pasar dan pemasaran dikerjakan oleh SDM yang telah menyelesaikan aspek pra kelayakan. Keseluruhan alokasi sumber daya yang dibutuhkan pada aspek pasar dan pemasaran dijelaskan pada Tabel 24. Penjelasan jenis kegiatan dapat dilihat pada halaman 34. Tabel 24. Alokasi sumber daya kelayakan pasar dan pemasaran Kegiatan Rincian Kegiatan Predecessor Successor Perkiraan Alokasi SDM orang Biaya Rporanghari Waktu hari Biaya Peralatan dan akomodasi Rp F F1 C’ F’ 2 35.000 10 F2 F F3 5 F3 F2 F’ 7 Total 2 Rp420.000 12 Biaya Total SDM x Biaya Rp 840.000 Keterangan : Upah Minimum Regional UMR Bogor + Rp 1.000.000bulan BPLHD Jawa Barat 2011 Jaringan kerja yang diperoleh berdasar bagan di atas adalah seperti pada Gambar 42. Gambar 42. Jaringan kerja kelayakan pasar dan pemasaran dengan alokasi waktu 10 5 7 C’ F1 F’ F F2 F3 59 Kegiatan analisis kelayakan pasar dan pemasaran membutuhkan waktu 105 hari dengan termasuk waktu 93 hari penyelesaian pra kelayakan. Untuk menyelesaikan keseluruhan aspek analisis. Keseluruhan membutuhkan sumber daya manusia 2 orang. Dengan UMR Rp 35.000 hari maka diperoleh rencana biaya untuk menyelesaikan analisis pra kelayakan adalah Rp 840.000. Pada Gambar 42 terdapat 1 jalur kritis yaitu jalur C-F2-F3-F’ yang membutuhkan waktu 12 hari. Jalur tersebut merupakan jalur kegiatan analisis segmentasi, pentargetan, dan pemposisian pasar serta penentuan stategi bauran pemasaran. B. Aspek Legal dan Yuridis B.1. Tahapan Pendaftaran Badan Usaha