Aspek Teknis 1. Keadaan Umum Daerah Bogor

42 tingkat keberhasilan 47 . Hal ini dapat menjadi acuan bagi industri baru yang akan memasukkan produknya di pasar pertanian. Informasi bagi industri baru yang akan memasuki persaingan, keterlibatan Pemerintah akan berdampak pada kemampuan untuk mendapat 47 pangsa pasar. Kerjasama dengan industri asing akan berdampak pada kemampuan untuk mendapat pangsa pasar sebesar 36. Sedangkan jika industri memasuki persaingan secara langsung, maka pangsa pasar yang dapat diambil adalah 17. Gambar 28. Model PHA Pasar Bioinsektisida yang nyata Keterangan level 1: Goal, level 2 : Faktor, level 3: Aktor, level 4 : Alternatif solusi B. Aspek Teknis B.1. Keadaan Umum Daerah Bogor Daerah Bogor secara umum menjadi daerah strategis perkembangan perekonomian. Daerah ini ditopang oleh sektor perdagangan hingga + 30 . Kondisi ini menjadi salah satu daya dukung pengembangan industri. Bogor menjadi bagian dari Megapolitan Jabodetabek. Ketersediaan infrastruktur dan kemudahan aliran informasi menjadikan Bogor sebagai area yang baik untuk menjadi alternatif lokasi pendirian industri. Bogor dibagi menjadi dua daerah pemerintahan yaitu Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Data kondisi umum mengenai kedua wilayah tersebut dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Data umum Kabupaten dan Kota Bogor No Keterangan Kabupaten Bogor Kota Bogor 1 Letak geografis 6,19 o -6,47 o LS dan 106 o 1- 107 o 103 BT 106°48 BT dan 6°26 LS 2 Luas 2.371,21 km² 118,5 km² 3 Jumlah Penduduk 4.316.236 2007 750.250 2003 4 Kepadatan Penduduk 1.820 jiwakm² 6.331 jiwakm² 5 Jumlah Kecamatan 40 6 6 Jumlah Desakelurahan 17 68 7 Ibukota Cibinong Bogor 8 Area Industri Kimia dan Obat- obatan Kec.Cileungsi, Kelapanunggal, dan Gunung Putri Bogor Selatan Sumber: httpbappeda.bogorkab.go.id 2010, www.bogorkab.go.id 2010, dan www.kotabogor.go.id 2010 43 B.1.1. Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor terletak di antara 6,19 o -6,47 o LS dan 106 o 1-107 o 103 BT. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Tangerang , Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi di utara; Kabupaten Karawang di timur; Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi di selatan; Kabupaten Lebak di barat. Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Cibinong. Lokasi ini mendukung perkembangan serta pertumbuhan ekonomi dan jasa pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata. Bagian utara Kabupaten Bogor merupakan dataran rendah lembah Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane, bagian selatan berupa pegunungan, dengan puncaknya: Gunung Halimun 1.764 m, Gunung Salak 2.211 m, dan Gunung Gede Pangrango 3.018 m yang merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Barat Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas 2.371,21 km², dengan tipe morfologi wilayah yang bervariasi, yaitu sekitar 29,28 berada pada ketinggian 15 - 100 meter diatas permukaan laut dpl, 42,62 berada pada ketinggian 100 - 500 meter dpl, 19,53 berada pada ketinggian 500 - 1.000 meter dpl, 8,43 berada pada ketinggiat 1.000 - 2.000 meter dpl, dan 0,22 berada pada ketinggian 2.000 - 2.500 meter dpl. Kondisi morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan dengan batuan penyusunnya yang didominasi hasil letusan gunung, yang terdiri dari andesit, tufa dan basalt. Gabungan batu tersebut termasuk dalam sifat jenis batuan relatif lulus air, dimana kemampuannya meresapkan air hujan tergolong besar. Jenis pelapukan batuan ini relatif rawan terhadap gerakan tanah bila mendapatkan siraman curah hujan yang tinggi. Sejanjutnya, jenis tanah penutup didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat peka terhadap erosi, antara lain Latosol, Aluvial, Regosol, Podsolik dan Andosol. Demikian beberapa wilayah rawan terhadap tanah longsor. Perekonomian kabupaten Bogor digerakkan oleh sektor wisata dan pertanian. Kabupaten Bogor memiliki Perkebunan Teh Cianten, Gunung Mas, dan Cikopo. Pada area Tengah,Kabupaten Bogor banyak dihasilkan buah dan sayur bappeda.bogorkab.go.id 2010. B.1.2. Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106’ 48’ BT dan 6’ 26’ LS. Kota Bogor berada tepat di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor. Lokasi ini berjarak + 60 km dengan Ibukota Negara. Hal ini merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan serta pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata seperti halnya Kabupaten Bogor. Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum + 190 m dan maksimum + 330 m di atas permukaan laut. Suhu rata-rata tiap bulan di Kota Bogor adalah 26’ C dengan suhu terendah 21,8’C dan suhu tertinggi 30,4’C. Kelembaban udara 70 , Curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500 – 4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari. Luas Wilayah Kota bogor sebesar 118,50 km 2 yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Secara Administratif kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa lima diantaranya termasuk desa tertinggal yaitu desa Pamoyanan, Genteng, Balubangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa, 210 dusun, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh Wilayah Kabupaten Bogor yaitu sebagai berikut : • Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Bojong Gede, dan Kec. Sukaraja, Kabupaten Bogor. • Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi, Kabupaten Bogor. • Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Darmaga dan Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor. • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin, Kabupaten Bogor. 44 Tahun 2001, persentase penggunaan lahan di Kota Bogor untuk pemukiman adalah sebesar 69,88, untuk pertanian sebesar 10,05, untuk jalan sebesar 5,31, untuk jasa dan perdagangan sebesar 3,52, untuk badan sungai, situ, danau sebesar 2,89 . Perkembangan kegiatan kota dilakukan dengan mengalihfungsikan lahan pertanian yang kurang produktif dan kebun campuran. Arah perkembangan fisik Kota Bogor sebagai berikut : 1. Bogor Selatan, berpotensi sebagai daerah permukiman dan ruang terbuka hijau 2. Bogor Utara, berpotensi sebagai daerah industri non polutan dan sebagai penunjangnya adalah permukiman serta perdagangan dan jasa. Pada Bogor Utara terdapat kecamatan Tanah Sareal yang berpotensi sebagai permukiman, perdagangan dan jasa, serta fasilitas pelayanan kota 3. Bogor Barat, berpotensi sebagai daerah permukiman yang ditunjang oleh objek wisata 4. Bogor Timur, berpotensi sebagai daerah permukiman 5. Bogor Tengah, berpotensi sebagai pusat perdagangan dan jasa yang ditunjang oleh perkantoran dan wisata ilmiah Perkembangan perekonomian Kota Bogor berada pada kisaran + 6 dengan nilai Produk Domestik Regional Bruto PDRB + Rp 3,5 Triliun dengan pendapatan perkapita + Rp. 4,5 juta. Sektor lapangan usaha keuangan, persewaan dan jasa Perusahaan memberikan kontribusi bagi peningkatan PDRB Kota Bogor sebesar 12,35, sektor pertanian sebesar 0,40, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 10,62, sektor industri pengolahan sebesar 26,44, sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 3,06, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 31.27, sektor jasa-jasa sebesar 7,37, dan sektor bangunan sebesar 8,50 www.kotabogor.go.id 2010. B.2. Calon Lokasi Potensial Daerah Bogor merupakan daerah yang memiliki image pertanian yang kuat. Hal ini didukung dengan keberadaan Kebun Raya Bogor dan perkebunan teh PTPN VIII di Gunung Mas dan Cianten. Kabupaten Bogor menetapkan empat wilayah strategis, diantaranya area agropolitan yang terletak di kecamatan Leuwiliang Bappeda Kabupaten Bogor 2010. Hal ini mendukung pengembangan daerah agrowisata dan agropolitan. Kabupaten dan Kota Bogor menetapkan wilayah khusus industri seperti yang disebutkan pada Tabel 16. Kabupaten Bogor memiliki tiga kecamatan yang menjadi wilayah khusus industri yaitu Cileungsi, Kelapanunggal, dan Gunung Putri. Kota Bogor memiliki Bogor Selatan sebagai wilayah khusus industri. Di samping semua daerah tersebut terdapat satu wilayah pengembangan lain yaitu kecamatan Darmaga. Pada kecamatan tersebut terdapat kampus Institut Pertanian Bogor yang memiliki laboratorium lapang di Leuwikopo. Lokasi kelima daerah tersebut dapat dilihat pada Gambar 29,30, dan 31. 45 Gambar 29. Area Kabupaten Bogor 1:100.000 Cileungsi, Gunung Putri, Kelapanunggal Sumber : maps.google.com Gambar 30. Bogor Selatan 1: 20.000 Sumber : maps.google.com 46 Gambar 31. Area Leuwikopo, Darmaga-Bogor, 1: 20.000 Sumber : maps.google.com B.3. Karakterisitik dan Ketersediaan Bahan Baku Sarfat 2010 dan Susanto 2010 mengembangkan produk Bta dengan substrat limbah cair tahu dan ampas tahu. Secara umum, bahan untuk substrat mikroba harus memiliki kadar proksimat seperti pada Tabel 17. Tabel 17. Kadar Proksimat Substrat untuk bakteri No Elemen Kadar basis kering 1 Karbon 50-53 2 Hidrogen 7,0 3 Nitrogen 12-15 4 Fosfor 2,0-3,0 5 Sulfur 0,2-1,0 6 Potasium 1,0-4,5 7 Sodium 0,5-1,0 8 Kalsium 0,01-1,1 9 Magnesium 0,1-0,5 10 Klorida 0,5 11 Besi 0,02-0,2 Sumber : Luria 1960, Aiba et al 1973, Herbert 1976 dalam Stanbury dan Whitaker 1989 Pada hasil pengujian untuk limbah cair tahu dan limbah ampas tahu memiliki komposisi dasar seperti pada Tabel 18. Limbah ampas tahu memiliki kadar nitrogen yang tinggi yaitu 41 melebihi konsentrasi nitrogen untuk standar yaitu 12-15 . Nitrogen ini berperan penting pada pembentukan biomassa sel pada fase lag fase pertumbuhan. Kadar nitrogen yang tinggi pada ampas tahu dapat mengimbangi kadar nitrogen yang rendah pada limbah cair tahu. Namun 47 substrat ini memiliki kadar karbon, protein, dan karbohidrat serta mineral yang rendah sehingga dilakukan penambahan konsentrasi zat-zat tersebut saat proses produksi. Tabel 18. Kandungan proksimat ampas tahu dan limbah cair tahu No Elemen Kadar basis kering Limbah Ampas Tahu Limbah Cair Tahu 1 Air 876 9919 2 Abu 7 50 3 Nitrogen 41 2 4 Lemak 5 79 5 Serat 22 1 Sumber: Sarfat 2010 Kandungan proksimat kedua jenis limbah memungkinkan untuk dijadikan substrat pada produksi bioinsektisida Bta. Industri tahu menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Industri ini menghasilkan limbah padat sebanyak + 2,5 dari total bahan baku dan limbah cair dalam jumlah besar. Neraca massa produksi industri tahu dijelaskan pada Gambar 32. Gambar 32. Neraca Massa Pembuatan Tahu Sumber : Nuraida 1985 dalam Partoatmodjo et.al 1991 dengan penyesuaian dalam www.kelair.bppt.go.id Kota Bogor merupakan salah satu daerah dengan persebaran industri tahu yang merata. Kota ini dalam setahun dapat menghasilkan 1.229 ton tahu Disperindakop Kota Bogor 2010. Kapasitas produksi yang besar mengindikasikan limbah yang terbentuk juga bervolume besar. Produktivitas industri tahu di Kota Bogor dijelaskan pada Tabel 19. Volume limbah indsutri tahu yang ada pada kota Bogor cukup untuk menjadi sumber pasokan bahan baku substrat produksi Bta. Tabel 19.Produksi Tahu di Kota Bogor No Area Tahu tontahun Ampas tahu ton tahun Limbah cair litertahun 1 Bogor Utara 695 608 22.674 2 Bogor Selatan 277 242 9.037 3 Bogor Timur 15 13 489 4 Bogor Barat 191 167 6.231 5 Bogor Tengah 25 21 815 6 Tanah Sareal 26 22 848 Total 1.229 1.073 40.094 Sumber : Disperindakop Kota Bogor 2010 Kedelai 6 kg Air 270 kg Ampas tahu 7 kg Whey 261 kg Tahu 8 kg Limbah Input Output Energi Teknologi Proses 48 B.4. Pengembangan Produk Bta B.4.1. Pengembangan Teknologi Proses dan Produk Sarfat 2010 dan Susanto telah mengembangkan produk Bta dengan teknologi fermentasi cair. Rendemen produk 1,3-3,5 g100ml bahan baku atau rata-rata 1,81. Telah dijelaskan pada halaman 1 bahwa rendemen maksimal untuk produk mikrobial berbasis protein sel adalah 3 Mc Neil dan Harvey 2008. Hidayat et al 2006 menjelaskan bahwa nilai ekonomi produk mikrobial dengan rendemen rendah adalah tinggi. Proses produksi yang dikembangkan untuk produksi pada skala laboratorium adalah seperti pada Gambar 33. Gambar 33. Diagram alir proses produksi bioinsektisida Skala Laboratorium Neraca massa yang terbentuk pada skala laboratorium seperti pada Gambar 34. Berat jenis bahan baku diasumsikan 1gml, sehingga nilai bobot dan volume adalah sama. Untuk perhitungan neraca massa dapat dilihat pada Lampiran 1. Produksi pada skala laboratorium hanya menggunakan urutan proses propagasi I, porpagasi II dan pemanenan. Input merupakan propagasi I, kegiatan proses merupakan propagasi II. 49 Gambar 34. Neraca massa produksi skala Laboratorium B.4.2. Penggandaan Skala Untuk Skala Pilot Pengembangan produk mikrobial menjadi skala industri memerlukan translasi dari pengembangan pada skala laboratorium. Dasar pengembangan produk untuk industri mikrobial berbasis mikroba adalah pada skala laboratorium. Purnawati 2007 melakukan scale up skala pilot untuk produk Bt subsp israelensis. Pada penelitian tersebut, translasi dilakukan dari volume produksi 3 liter menjadi skala pilot 13 liter. Kondisi ini dapat diterapkan pada produk Bta. Secara umum Bt memiliki karakteristik yang sama. Perbedaan strain hanya berdampak pada perbedaan jenis kristal protein yang dihasilkan Glare et al 2000. Purnawati 2007 menjelaskan bahwa dalam melakukan scale up, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu kesamaan geometrik bioreaktor, komposisi bahan baku yang sama, serta menggunakan kondisi pH, suhu, kelarutan oksigen, dan strain yang sama. Parameter yang diperlukan dalam penentuan geometrik bioreaktor adalah diameter impeler Di, diameter tangki Dt, tinggi cairan media H L , dan jumlah impeler Ni. Spesifikasi bioreaktor kapasitas 3 liter yang digunakan Purnawati 2007 adalah sebagai berikut: 1. Tipe impeller Ni = turbin pipih flat-blade turbin 2. Jumlah impellerNb = 1 set 3. Tinggi Bioreaktor Ht = 0,23 m 4. Tinggi cairan fermentasi Hl = 0,153 m 5. Diameter impeller Di = 0,05 m 6. Diameter tangki Dt = 0,129 m 7. Volume media V = 2 L 8. Densitas media P = 1,0067gml 9. Kecepatan aerasi Vs = 1vvm 10. Kecepatan agitasi N = 200 rpm = 3,333rps Pada skala pilot, digunakan bioreaktor dengan kapasitas 13 liter, dengan spesifikasi sebagai berikut Purnawati 2007 : 1. Tipe impeller Ni = turbin pipih flat-blade turbin 2. Jumlah impeller Nb = 1 set 3. Tinggi Bioreaktor Ht = 0,45 m 4. Tinggi cairan fermentasi Hl = 0,336 m 5. Diameter impeller Di = 0,09 m 6. Diameter tangki Dt = 0,197 m Inkubasi 100 ml Reduksi bobot 0 ml Total 100 ml Ampas tahu 20 g Limbah cair tahu 80 ml MnSO 4 0,02 g MgSO 4 0,3 g FeSO 4 0,02 g CaCO 3 1 g Nutrient Broth 2,5 ml Urea 0,21 g Biakan Bta 1 ose Total 100ml Bubuk bioinsektisida 3,5 g Limbah 96,5 g Loss 0 ml Total 100 g Input Proses Output 50 Skema bioreaktor yang digunakan adalah seperti pada Gambar 35. Gambar 35. Skema bioreaktor skala laboratorium Purnawati 2007 Berdasar perhitungan pada Lampiran 3 diperoleh pada skala laboratorium diperlukan tenaga 0,01303 HP m 3 dengan nilai koefisien transfer oksigen kLa 0,0015 detik. Penggandaan skala menjadi skala pilot 13 liter dengan menggunakan basis Pg V membutuhkan energi 0,0208 HPm3, kebutuhan aerasi 0,8 vvm dan kecepatan agitasi 135 rpm. Penggandaan skala menggunakan basis kLa mebutuhkan energi 0,02687 HPm 3 , kebutuhan aerasi 0,6 vvm, dan kecepatan agitasi 34 rpm. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 3.

C. Aspek Finansial