Analisis Jumlah Kromosom Sel lestari tumor

72 difagosit dapat diukur secara tidak langsung dari produk biokimia yang dihasilkan seperti hidrogen peroksida dan spesies oksigen reaktif dengan menggunakan spektrofotometer atau fluorometer. Stimulasi sel fagosit aktif SFA pada fraksi yang telah dimurnikan dengan kadar uji 100 bpj yaitu fraksi B1 38,5 dan C-1 36,6 lebih besar dibandingkan fraksi B 23,2 dan C 9,3; diduga fraksi B-1 dan C-1 meningkatkan produksi dan sekresi faktor kemotaktik. Stimulasi IF fungsi menelan paling besar diperole h pada kelompok pasca perlakuan fraksi B 50,9 dan fraksi C 59,5 dibandingkan fraksi B-1 19,8 dan C-1 16,7. Hal ini mungkin disebabkan adanya efek aditif atau sinergis dari multikomponen bioaktif dalam fraksi B dan C melalui aktivasi berbagai faktor endogen interleukin, faktor kemotaktik, sel NK, sel sitotoksik, TNFa yang terlibat dalam stimulasi sistim secara keseluruhan Baratawidjaja 2001. Makrofag mempunyai peranan penting dalam sistim imun non spesifik sebagai pertahanan awal terhadap invasi mikroorganisme maupun imunitas anti-tumor dengan fungsinya sebagai fagosit profesional untuk menghancurkan dan menyajikan antigen kepada limfosit. Makrofag yang teraktivasi akan melaksanakan fungsi efektornya sebagai aktivator limfosit, mikrobisidal, tumorisidal, kerusakan jaringan, inflamasi serta demam. Komponen bioaktif yang mempunyai sifat mengaktivasi makrofag atau bekerja sebagai imunomodulator bermanfaat sebagai terapi tambahan ajuvan bagi penderita kanker dalam kaitan meningkatkan sistim imun non spesifik penderita melawan infeksi, meningkatkan efektivitas terapi melalui sistim efektor tumorisidal, mengurangi dampak efek samping kemoterapi maupun radioterapi yang bersifat menekan sistim imun penderita.

4. Analisis Jumlah Kromosom Sel lestari tumor

Pada penelitian ini diamati jumlah kromosom sel tumor pasca perlakuan fraksi B-1 dan C-1 1,5 bpj dengan pewarnaan Giemsa Gambar 27. Pada umumnya jumlah kromosom sel tumor adalah aneuploidi yaitu jumlah kromosom bukan perkalian pasti dari perangkat haploid n dengan variasi antara diploidi 2n sampai tetraploidi 4n MacDonald 1998. 73 Gambar 27. Kromosom sel HeLa. Pewarnaan Giemsa dengan perbesaran 10 X.100 Indeks ploidi IP yaitu perbandingan jumlah kromosom pengamatan dengan jumlah kromosom normal dari sel spesies Fabarius et al. 2003. Kriteria diploidi, bila nilai IP= 0,95 -1,05 dan aneuploidi jika IP 0,95 atau 1,05 Kresno 2001. Pada penelitian ini diperoleh rataan jumlah kromosom dan IP sel HeLa sebesar: 51,4 1,10, sel K -562 sebesar 49,5 1,08 dan sel WEHI 164 sebesar 47,6 1,19 sehingga ketiga sel tumor tersebut dimasukkan ke dalam kelompok hiperdiploidi. Frekuensi hiperdiploid kromosom sel WEHI 164 sebesar 100 , sel HeLa sebesar 58 dan sel sel K-562 sebesar 56 Tabel 8. Perlakuan fraksi B-1 1,5 bpj mengurangi IP sampai tingkat ploidi IP 1,05 pada kultur sel Hela, K-562 dan WEHI 164 sedangkan fraksi fraksi C- 1 1,5 bpj pada kultur sel HeLa Gambar 28 Tabel 8. Jumlah kromosom sel tumor pasca perlakuan dengan fraksi B -1 dan C-1 Sel HeLa Sel K562 Sel WEHI 164 Parameter K- B-1 C-1 K- B-1 C-1 K- B-1 C-1 Rataan 50,48 47,36 47,42 49,52 47,74 49,5 47,58 41,06 42,84 SD 2,32 0,90 1,16 1,62 1,45 2,34 2,03 3,05 3,28 F 2 n± 21 49 49 22 42 28 39 30 F 2 n+ 29 1 1 28 8 22 50 11 20 IP 1,10 1,03 1,03 1,08 1,04 1,08 1,19 1,03 1,07 Keterangan : 1. Rataan : 50 sel, F: frekuensi 2. IP: Indeks ploidi= Jumlah kromosom pengamatan : Jumlah kromosom normal 3. Jumlah kromosom normal: sel manusia 2n=46, sel mencit 2n=40 4. Sel manusia HeLa dan K-562:~diploidi2n±: 46-49; hiper-diploidi 2n+;50-59 5. Sel mencit sel WEHI 164 ; ~ diploidi 2n±, 40-43 ; hiperdiploidi 2n+, 44-53 74 0.95 1.00 1.05 1.10 1.15 1.20 1.25 K- B-11,5 bpj C-1 1,5 bpj Indeks Ploidi HeLa K-562 WEHI Gambar 28. Pengaruh fraksi B-1 dan C-1 terhadap indeks ploidi kromosom sel Pada fase G1 terjadi sintesis protein dan RNA sedangkan pada fase S terjadi sintesis DNA dan duplikasi kromosom. Kelainan pada sistim kinase tergantung siklin cdk pada fase S menyebabkan replikasi berulang DNA lebih dari satu kali pada satu fase S tunggal sebelum siklus sel memasuki fase berikutnya. Kejadian ini menyebabkan kandungan DNA dengan jumlah kromosom yang tidak normal dan disebut aneuploidi Kresno 2001. Senyawa dari fraksi B-1 yaitu seskuiterpen lakton termasuk kelompok alkilator dan bekerja menghambat proliferasi pada fase G1 lambat dan fase S sehingga menghalangi sel memasuki fase G2 maupun fase mitotik. Pengurangan indeks ploidi kromosom sel Hela, K -562 dan WEHI pasca perlakuan dengan fraksi B -1 diduga akibat penghambatan senyawa fraksi B-1 pada fase S yaitu fase pada saat terjadi duplikasi kromosom. Kemungkinan senyawa fraksi B-1 bekerja pada fase S, masih perlu didukung dengan pengukuran kadar DNA pada fase G1 dan fase S. Perlakuan fraksi C-1 hanya menurunkan tingkat ploidi sel HeLa sesuai dengan kadar hambat median IC 50 1,55 bpj sel HeLa dan tidak dapat mengurangi tingkat ploidi sel K -562 dan WEHI 164. Kemungkinan ini disebabkan kadar perlakuan fraksi C-1 seharusnya 3 bpj sesuai dengan IC 50 3,03 dan 3,31bpj atau senyawa fraksi C-1 komponen terpenoid mempunyai target pada siklus sel yang berbeda dengan fraksi B-1. Pada umumnya jenis tumor dengan kromosom aneuploidi mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan tumor dengan kromosom diploidi. Seperti yang 75 dilaporkan oleh Li Zhang et al. 2002; insiden pembentukan tumor sebesar 6565 pada inokulasi sel HeLa hiperdiploidi jumlah kromosom 59-65 dan sel BHK-21, hipo- tetraploid jumlah kromosom 70-76 sebesar 4040. Semakin besar variasi jumlah kromosom maka semakin besar pula kemampuan pembentukkan kloning, kekuatan aglutinasi dan sifat tumorigenis itas sel tumor.

5. Pewarnaan Sel Lestari Tumor dengan Pewarna Fluoresens

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Antikanker Payudara Kombinasi Ekstrak n-Heksana dan Etilasetat Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dengan Doksorubisin terhadap Sel Kanker T47D secara In Vitro

10 98 130

Ekstraksi, Identifikasi, dan Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri Rimpang Lengkuas (Alpinia galangal Willd.) dan Temu Kunci (Boesenbergia pandurata Roxb.) dari Desa Curahnongko

0 6 17

Isolasi dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.)

5 62 86

Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Daun Paku Pyrrosia lanceolata (L.) Farw. terhadap Penghambatan Denaturasi Protein secara In Vitro

15 40 82

Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-Metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dengan Metode Reaksi Reduksi dan Uji Aktivitas Antiinflamasinya secara In Vitro

1 16 70

Skrining, Isolasi, dan Uji Aktivitas Antibakteri Metabolit Bioaktif Jamur Endofit dari Tanaman Kina (Cinchona pubescens Vahl.)

0 31 69

Karakterisasi dan Studi Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Etanol Secang (Caesalpinia sappan

1 2 5

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Kapulaga (Amomum compactum) terhadap Aeromonas hydrophila secara In Vitro

0 0 58

Uji Aktivitas Antikanker Payudara Kombinasi Ekstrak n-Heksana dan Etilasetat Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dengan Doksorubisin terhadap Sel Kanker T47D secara In Vitro

0 0 12

Uji Aktivitas Antikanker Payudara Kombinasi Ekstrak n-Heksana dan Etilasetat Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dengan Doksorubisin terhadap Sel Kanker T47D secara In Vitro

1 1 7