65 Aktivitas antiproliferasi fraksi B-1 dan C-1 8 bpj sekitar 2 kali lebih besar
terhadap sel HeLa dan 1,2 kali lebih besar terhadap sel K 562 dan WEHI dibandingkan dengan fraksi B dan C 15 bpj. Di dalam ekstrak kasar EtOAc dan hasil fraksinasi
fraksi B dan C terdapat kelompok senyawa flavonoid dan terpenoid; masing masing mempunyai aktivitas biologis berbeda sesuai dengan kadar dan sifatnya. Beberapa
komponen bioaktif mempunyai efek pleitropik mempunyai beragam efek fisiologis; kombinasi dengan berbagai komponen bioaktif lain akan memberikan efek sinergis
Inalci et al. 2005. Pada penelitian ini efek sinergis tersebut ditunjukkan oleh PP dari fraksi B dan C terhadap sel HeLa dan WEHI.
Flavonoid dan kurkumin adalah senyawa polifenol bersifat sebagai anti oksidan atau penangkap radikal bebas; sifat ini bermanfaat sebagai pencegah kerusakan jaringan
inflamasi maupun kerusakan DNA yang merupakan inisiasi pada proses karsinogenesis Heim et al. 2002. Sugiyanto et al. 2003 melaporkan flavonoid
golongan flavon dan flavonol yang diperoleh dari fraksi polar ekstrak etanol daun ngokilo Gynura procumbens memberikan aktivitas penghambatan pertumbuhan
terhadap sel mieloma dan Vero. Komponen bioaktif bahan pangan seperti kurkumin, kuersetin, resveratrol, silimarin, diallil sulfida, likopen bermanfaat sebagai
kemopreventif primer karsinogenesis Dorai dan Aggrawal 2004. Kurkumin adalah zat warna kuning, terdapat pada berbagai jenis rimpang Curcuma dengan kadar yang
bervariasi yaitu sebesar 0,51 C. xanthorrhiza , 0,19 C. mangga dan 0,10 C. zedoaria Sumarny et al. 2006. Senyawa terpenoid menghambat pada tahap post
inisiasi karsinogenesis; molekul target senyawa terpenoid antara lain enzim DNA polimerase, COX 2 Cyclo -oxygenase dan protein kinase Marles et al. 1995. Senyawa
bioaktif tunggal murni memberikan beberapa keuntungan pada pengembangan obat baru antara lain dapat dilakukan pengulangan percobaan dengan dosis tepat, menelusuri
mekanisme kerja dengan molekul target kerja spesifik Inalci et. al. 2005, meneliti hubungan struktur dan aktivitas SAR serta melakukan sintesis atau semi sintesis untuk
mengurangi ketergantungan dengan bahan alam Colegate dan Molyneux 1993.
d. Kajian mekanisme kerja sitotoksik seskuiterpen lakton
Seskuiterpen lakton banyak dijumpai pada famili CompositaeAsteraceae seperti parthenin Parthenium hysterophorus, elephantopin Elephantopus elatus; mempunyai
banyak aktivitas biologis dan farmakologis sebagai antimikroba, anti tumor dan anti
66 inflamasi Dewick 2003. Prediksi senyawa fraksi B-1 pada penelitian ini adalah
gweikurkulakton termasuk kelompok seskuiterpen lakton. Menurut Marles et al. 1995, mekanisme sitotoksik seskuiterpen lakton melibatkan gugus fungsi fungsional O=C-
C=CH
2
seperti struktur a metilen– ? lakton atau keton a, β
tidak jenuh. Struktur senyawa dengan gugus fungsional ini menghasilkan reaksi adisi tipe Michael dengan molekul
nukleofilik biologik gugus donor elektron seperti fosfat, amin, sulfhidril, tiol yang terdapat pada struktur asam amino, asam nukleat dan protein dalam molekul biologis.
Reaksi ini membentuk hubungan melintang cross-linking dengan rangkaian DNA sehingga terjadi kerusakan pada fungsi DNA dan mencegah mitosis Siswandono dan
Soekardjo 2000. Reaksi adisi Michael terjadi antara nukleofilik Nu dengan elektrofilik keton a ,
β tidak jenuh akan menghasilkan produk adisi konyugat seperti
pada Gambar 22 McMurry 1984.
elektrofilik nukleofilik
Ion karbonium Produk adisi konyugat
Gambar 22. Reaksi adisi nukelofilik dengan elektrofilik karbonil a, β
tidak jenuh McMurry 1984
Berdasarkan mekanisme reaksi adisi Michael, senyawa fraksi B-1 seskuiterpen lakton dengan struktur ?-lakton a ,
β tidak jenuh diduga akan membentuk ion
karbonium reaktif dan bila bereaksi dengan nukleofilik seperti gugus sulfhidril SH dari asam amino, asam nukleat dan protein akan menghasilkan produk konyugat seperti
reaksi pada Gambar 23.
Struktur dengan karbonil ion karbonium gugus sulfhidril produk konyugat
a, β
tidak jenuh molekul biologis
Gambar 23. Dugaan mekanisme reaksi senyawa B-1 dengan gugus sulfhidril Pembuktian terjadinya reaksi adisi nukleofilik harus didukung dengan data
spektroskopi senyawa produk konyugat. Kinetika reaksi seskuiterpen lakton dengan
67 gugus sulfhidril tergantung pada jumlah dan tipe gugus karbonil, pH medium, kadar
sulfhidril dan karakter molekul sulfhidril target Heilman et al. 2001. Rungeler et al. 1999 melakukan kajian hubungan struktur dan aktivitas dari 28 senyawa seskuiterpen
lakton yaitu akivitas penghambatan NF- κ
B Nuclear Factor– Kappa B; mediator sentral respon imun dikaitkan dengan sifat lipofilisitas, molekular geometris dengan sinar X
dan jumlah struktur elemen fungsional atau pengalkil dari senyawa seskuiterpen lakton. Senyawa pengalkilasi seperti siklofosfamid, mekloretamin, klorambusil bekerja
tidak spesifik pada siklus sel; kebanyakan efektif bekerja pada fase G
1
lambat atau fase S sehingga menghalangi sel memasuki fase G2 atau fase pre-mitotik dengan akibat
kegagalan pembelahan sel tumor. Jika sel tumor dapat memperbaiki kerusakan DNA sebelum pembelahan berikutnya maka efek alkilasi tidak mematikan, maka sel tumor
relatif tahan resisten terhadap zat pengalkil. Senyawa pengalkil tidak responsif dengan baik pada tumor yang tumbuh lambat atau padat karena sejumlah besar sel tumor berada
dalam fase istirahat Remers 1991, tetapi efektif bila digunakan untuk mengobati tumor yang mempunyai sifat proliferatif cepat seperti tumor jaringan limfoid limfosarkoma,
penyakit Hodgkin dan sistim retikuloendotel leukemia limfositik dan mieloma Siswandono dan Soekardjo 2000.
Hasil uji antiproliferasi senyawa fraksi B-1 seskuiterpen lakton sesuai sifat senyawa pengalkil yang responsif terhadap sel tumor dengan sifat proliferasi cepat
seperti sel K 562 sel leukemia meiloid kronik. Pada penelitian ini diperoleh potensi antiproliferasi sel K-562 dari senyawa B-1 IC
50
1,64 bpj adalah 2 kali lebih besar dibandingkan pada sel HeLa IC
50
3,34 bpj dan sel WEHI 164 IC
50
3,50 bpj. Alkilator dapat menyebabkan depresi hemopoetik yang irreversibel, terutama
bila diberikan setelah pengobatan anti tumor lain atau setelah radioterapi. Beberapa tahun terakhir ini dikembangkan cara pengobatan dengan memberikan bahan yang
dapat memperbaiki fungsi sistim imun tubuh yang dikelompokkan sebagai Biological Response Modifiers BRMs. Contoh bahan biologik yang diberikan antara lain faktor
perangsang koloni makrofag macrophage-colony stimulating factor, M-CSF, faktor perangsang koloni-granulosit granulocyt-colony stimulating factor, G-CSF, tu mor
necrosis factor TNF, interferon IFN, antibodi monoklonal atau bahan yang berasal bakteri atau jamur. Tujuan pemberian BRMs adalah menurunkan insidens infeksi akibat
depresi sumsum tulang atau kemoterapi serta mengurangi lama perawatan Baratawidjaja 2001; Nafrialdi dan Gan 1995.
68
3. Uji Fagositosis a. Fraksi EtOAc