Amerika Serikat dan Perang Global Melawan Terorisme

tahun terhadap komunis di Afghanistan dan sekarang terlibat dalam perang melawan imperialisme Amerika. terjemahan penulis Dua sumber yang berbeda akan memberikan keterangan yang berbeda pula, inilah yang dapat disimpulkan untuk memahami dua pihak yang berseberangan. Bagi AS, Al- Qaeda merupakan suatu kelompok yang sangat sulit ditebak. Dimulai dari infrastruktur organisasi dan operasionalnya sangat berbeda dengan kelompok gerilya atau kelompok teroris lain, kesalahan dalam pengambilan kebijakan oleh AS juga mendatangkan dampak yang lebih besar, hal ini terbukti dari adanya intervensi AS di Afghanistan tahun 2001 telah mendorong perkembangan perekrutan, pelatihan , dan logistik Al- Qaeda ke jaringan global. 81 Dari penyelidikan yang telah dilakukan oleh Pemerintah AS, terbukti bahwa Al- Qaeda telah menyalurkan dana kepada beberapa kelompok teroris lain yang dianggap sebagai afiliasinya. Adapun yang memiliki hubungan dengan aset dana teroris global adalah: Al QaidaIslamic Army Abu Sayyaf Group Philippines, Armed Islamic Group Algeria, Harkat ul-Mujahidin Kashmir, Al JihadEgyptian , Islamic Jihad, Islamic Movement of Uzbekistan, Asbat al-Ansar, Salafist Group for Call and Combat Algeria, Libyan Islamic Fighting Group, Al- Itihaad al-Islamiya , Islamic Army of Aden, Osama bin Laden, Muhamad Atif, Sayf al- Adl, Shaykh Sai’id, Muhammad Atef, Ibn Al-Shaykh al-Libi, Abu Zubaydah, Abd al-Hdi al-Iraqi, Ayman al-Zawahiri, Thirwat Salah Shihata, Tariq Anwar al- Sayyid Ahmad, Muhammad Salah, Makhtab Al KhidamatAl Kifah, Wafa 81 Rohan Gunaratna, Inside Al- Qaeda, hal. 54 Humanitarian Organisation, Al Rashid Trust Mamoun Darkanzanli Import Export Company . 82 Mengulas kembali ideologi utama Al- Qaeda berdasar pada pemahaman yang keliru terhadap sistem kepercayaan Islamisme dan mengejar jihad. Para jihadis ini menafsirkan bahwa jihad sebagai “perang suci”. Pada hakikatnya, jihad adalah tenaga dari upaya maksimal seseorang untuk mencapai tujuan atau untuk mengusir sesuatu yang dibenci. 83 Al- Qaeda dinyatakan sebagai kelompok teroris multinasional pertama pada abad ke-21. Awalnya, pergerakan Al- Qaeda dianggap menghina kekuatan AS dan memunculkan respon yang berkelanjutan. Kebijakan Perang Global melawan Terorisme atau jaringan Al- Qaeda menjadi arus utama politik luar negeri sejak Pemerintahan George W. Bush. Musuh yang dikenal saat ini adalah gerakan organisasi transnasional ekstrimis, jaringan, dan individu. Anggota negara dan non-negara pendukung gerakan memiliki kesamaan, yaitu sama-sama mengeksploitasi Islam dan menggunakan terorisme sebagai tujuan ideologis. Al- Qaeda dan afiliasinya yang ekstrimis adalah manifestasi yang paling berbahaya, di bandingkan dengan 82 Dikutip Rohan Gunaratna,” Inside Al- Qaeda”, hal 66-67 dari Muhammad Salah, “Secret Relationship between al-Zawahiri and bin Laden: The Juhad Turned bin Laden into a Mujahid , “ Cairo: Al- Hayat, 1998 hal. 6 83 Ibid, hal.69 beberapa kelompok ekstrimis kekerasan lain yang juga dapat menimbulkan ancaman serius dan berkelanjutan. 84 Hal yang paling mendasari alasan maraknya aksi terorisme ini termotivasi oleh ideologi ekstrimis yang bertentangan dengan kebebasan, toleransi, dan modernisasi. Sehingga, kelompok ekstrimis tersebut menggunakan terorisme sebagai alat untuk mencapai tujuan kelompok dengan menargetkan orang-orang biasa untuk menghasilkan rasa takut untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dalam mengejar tujuan-tujuan politik, agama, atau ideologi. Sehingga, menghambat dan melemahkan kemajuan politik, ekonomi, keamanan, dan stabilitas sistem internasional dan masa depan masyarakat sipil. 85 Sebagai upaya dalam memerangi terorisme, Pemerintahan AS mengkaji secara mendalam yang menjadi target dalam perang melawan terorisme tersebut. Ideologi yang radikal telah melakukan perekrutan pejuang dari seluruh penjuru dunia menjadi tantangan global saat ini. Beberapa upaya yang telah dilakukan AS dalam upaya pemberantasan terorisme pasca 911 adalah penggulingan rezim “Taliban” di Afghanistan tahun 2001 dan juga Invasi AS di Irak pada tahun 2003. Kebijakan perang melawan terorisme dari pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden, George W. Bush, secara umum tergambar dalam sejumlah dokumen seperti The National Security Strategy of the United States of America 2002, National Strategy for Homeland Security 2002, National Security 84 Fawaz A. Gerges, The Rise and Fall of Al- Qaeda, 2011, New York: Oxford University Press, Inc, hal. 71 85 Ibid , hal 80 Strategty to Combat Weapons of Mass Destruction 2002, dan National Strategy for Combating Tenorism 2003. Selain ketiga dokumen strategi tersebut, ada pula sejumlah “Executive Order” dari Presiden, dan pidato-pidato Presiden George W. Bush yang kemudian dijadikan dasar pengambilan kebijakan dalam perang melawan terorisme. 86 PBB sebagai organisasi dunia juga turut mengeluarkan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa DK PBB terkait tindakan terorisme, diantaranya; 87 1. Resolusi DK PBB Nomor 1333 tahun 2000 tanggal 19 Desember 2000 yang ditunjukkan secara khusus untuk pencegahan suplai senjata atau kapal terbang atau kelengkapan militer ke daerah Afganistan dan seruan kepada seluruh anggota PBB untuk membekukan aset-aset Osama bin Laden. 2. Resolusi DK PBB Nomor 1368 tahun 2001 tanggal 12 September 2001 tentang pernyataan simpati PBB terhadap Korban Tragedi 11 September 2001 dan seruan kepada seluruh negara anggota PBB untuk melakukan langkah - langkah untuk merespon serangan teroris tersebut. Tahun 2001 adalah awal dimulainya Perang Global Melawan Terorisme. AS melakukan penyerangan ke Afghanistan untuk menggulingkan rezim Taliban atas persetujuan Senat AS pada September 2001, dengan mempergunakan kekuatan militer melawan kelompok Al- Qaeda dan Pemerintah Taliban yang diduga 86 The President, “Establishing the Global War on Terrorism Medals”, Federal Register, Vol. 68, No. 50 2003 87 Dikutip dari artikel jurnal yang ditulis oleh Lisa Meri, “Terorisme Tindak Pidana Transnasional Dalam Pengadilan Nasional ”, Jurisprudentie, Vol. 1 No. 2 2014, hal. 45 melindungi Al- Qaeda. 88 Hal serupa juga dilakukan oleh Presiden Bush terhadap rezim Saddam Husein di Irak pada Maret 2003. AS menuduh Irak tidak mematuhi resolusi-resolousi DK PBB dengan mengembangkan senjata pemusnah massal, dan dianggap memiliki jaringan dengan Osama bin Laden dan melindunginya di Irak. 89 Dalam 100 hari perang, tepatnya 10 November 2001, Presiden George W. Bush menyampaikan kampanye Global War on Terrorism dan mencoba untuk menjalin koalisi negara dunia untuk: 90 1. Mulai menghancurkan pegangan Al- Qaeda di Afghanistan dengan menggulingkan Taliban dari kekuasaan. 2. Menghancurkan operasi global Al- Qaeda dan pendanaan jaringan teroris. 3. Menghancurkan Kamp pelatihan teroris Al- Qaeda 4. Membantu orang yang tidak bersalah dari Afghanistan dan melindungi mereka dari terror Taliban. 5. Membantu Afghanistan mengesampingkan perbedaan lama untuk membentuk pemerintahan sementara yang mewakili semua warga Afghanistan, termasuk perempuan. 6. Presiden Bush menerapkan kebijakan luar negeri yang komprehensif dan visioner melawan terorisme internasional. Bush menyampaikan pada dunia bahwa negara yang mendukung, melindungi, ataupun mendonorkan 88 Steve Bowman, War in Afghanistan: Strategy, Military Operations, and Issues for Congress, CRS 3 Desember 2009. Hal. 4 89 Wendy S. Davis, Providing a Framework to Understanding Why the US Invaded Iraq in 2003 [thesis], 2007. Hal. 36 90 US Departmen of State, The Global War on Terrorism: The First 100 Days, 2001, http:2001-2009.state.govsctrlswh6947.htm bantuan dianggap sama atau disetarakan dengan terorisme yang menjadi musuh bersama. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, aksi kelanjutan yang dilakukan AS adalah invasi AS ke Irak pada tahun 2003. Adapun beberapa hal yang melatarbelakangi AS melakukan invasi adalah: Tuduhan AS bahwa Irak telah mempersiapkan sejata pemusnah massal yang sangat mengancam keamanan negara-negara, menyingkirkan ancaman teroris internasional dan membebaskan rakyat Irak dari penindasan rezim Saddam Husein dengan cara memulihkan demokrasi di Irak. 91 Dua aksi militer yang telah dilancarkan AS tidak memiliki dasar yang kuat, sehingga banyak negara yang beranggapan bahwa penggulingan rezim Taliban dan invasi AS ke Irak merupakan dua fenomena yang sangat merugikan. 92 Hal ini dikarenakan tidak adanya jaminan keselamatan dari tindakan terorisme pasca upaya AS di Afghanistan dan Irak. Pada tahun 2008, Kepemimpinan George W. Bush digantikan oleh Barack Obama. Obama merupakan Presiden terpilih dari Partai Demokrat, berbeda halnya dengan George W. Bush yang berasal dari parta Republik. Menindaklanjuti kebijakan war on terror oleh Obama, ia berusaha untuk bersikap lunak terhadap Irak dan Afghanistan dengan mengurangi pasukan militernya di kedua negara tersebut. Obama memiliki visi untuk menyeimbangkan kembali situasi AS terhadap 91 Mustafa Abd Rahman, Geliat Irak Menuju Era Pasca Saddam, Jakarta: Kompas, 2003, hal.57 92 Ibid, hal. 57 Kebijakan War on Terror dengan cara merubah ideologi, perspektif, dan aliansi untuk memperkuat AS. 93 Obama mengedepankan soft power dalam menghadapi tantangan global. 94 Artinya, dalam menghadapi terorisme internasional, AS tidak serta merta memandang negara Islam sebagai sarang teroris, justru AS mencoba untuk menjalin aliansi yang baik dalam sektor ekonomi, politik, dan budaya dengan negara lain, seperti upaya yang dilakukan oleh Obama dengan membangun hubungan kembali dengan Iran terkait nuklir dengan Rusia dan berjanji akan mengakhiri kependudukan AS di Irak. 95 Meski demikian, kebijakan war on terror tetap menjadi prioritas AS. Perkembangan gerakan-gerakan ekstrimis Islam radikal yang berpotensi menjadi ancaman, seperti Al- Shaabab yang berbasis di Somalia menjadi tantangan tersendiri bagi AS. Berkaitan dengan hal tersebut, AS berupaya untuk mengeluarkan kebijakan yang efektif yang diharapkan mampu mengatasi perkembangan gerakan Al- Shaabab kedepannya. Keseriusan AS dalam mengatasi pergerakan terorisme guna mencapai misi AS dalam menciptakan kehidupan dunia yang damai, dan mempertahankan kebebasan. 93 Boaz Ganor, “Identifing the Enemy in Counterterrorism Operations-A Comparison of the Bush and Obama Administrations ”, International Law Studies: US Naval War Collage, Vol. 90 2014, hal. 342-349 94 Tom Curry, Obama Continues Ekstends Some Bush Terrorism Policies, 2013 [database on- line]; Internet, diunduh pada 28 Mei 2015 tersedia di http:nbcpolitics.nbcnews.com_news2013060618804146-obama-continues-extends-some- bush-terrorism-policies?lite 95 Ibid

BAB III TERORISME AL-SHAABAB DI SOMALIA DAN AFILIASINYA

DENGAN AL- QAEDA Terorisme selalu dikaitkan dengan kekerasan dan bertentangan dengan tingkah laku pemerintah negara. Dipengaruhi oleh berbagai faktor pendorong, keberadaan terorisme semakin luas dan berkembang terutama di negara-negara miskin, seperti Somalia. Federal Bureau of the Investigation FBI mendefenisikan terorisme internasional dengan tiga karakteristik, yaitu: 96 1. Melibatkan tindakan kekerasan atau segala tindakan yang berbahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum federal atau negara. 2. Tindakan dimaksudkan untuk i mengintimidasi atau memaksa penduduk sipil; ii mempengaruhi kebijakan Pemerintah dengan intimidasi atau pemaksaan; atau iii mempengaruhi perilaku Pemerintah terkait senjata pemusnah massal, pembunuhan, penculikan atau; dan 3. Terutama terjadi di luar wilayah yurisdiksi AS, atau melampaui batas-batas nasional dalam hal sarana yang mereka capai. Pernyataan AS pada tahun 2008, 97 menyatakan bahwa saat ini kelompok Al- Shaabab yang beroperasi di Somalia merupakan gerakan terorisme internasional. Untuk menelaah pernyataan tersebut, maka pada bab ini akan dijelaskan tentang 96 FBI, Definition of Terrorism in the U.S. Code [database on-line]; Internet, diunduh pada 7 Oktober 2014; Tersedia di http:www.fbi.govabout-usinvestigateterrorismterrorism-definition 97 US Department of State Bureau of Counterterrorism, Country Reports on Terrorism, 2014 situasi politik Somalia yang memunculkan gerakan kelompok Al- Shaabab dan mengapa ia disebut sebagai terorisme internasional, serta keterikatan kelompok tersebut dengan jaringan Al- Qaeda.

A. Dinamika Politik Internal Negara Somalia

Somalia merupakan negara yang belum memiliki parlemen formal lebih dari dua dekade setelah penggulingan Presiden Siad Barre pada tahun 1991. 98 Ketidakstabilan pemerintahan berdampak pada tingginya perilaku anarkis antar masyarakat Somalia yang berujung pada maraknya kemiskinan, kelaparan, dan kekeringan berkepanjangan. Keterpurukan yang dialami Somalia terhitung sejak tahun 1992 hingga 2012. 99 Tahun 2012 merupakan tahun awal yang menjadi era baru bagi Somalia. Bantuan kemanusiaan, serta pembentukan Pemerintahan Transisi Federal Somalia TFG yang diakui secara internasional telah mencoba untuk mengambil alih kepemimpinan di Somalia. Meskipun, sebelumnya kekuatan ICU telah menyebar hampir di seluruh wilayah Somalia, tetapi banyaknya pengaruh pihak luar akhirnya mempengaruhi secara drastis masalah perpolitikan internal Somalia. 100 Dinamika politik internal Somalia yang kian memburuk menarik perhatian dunia. Hal ini dikarenakan sulitnya mencapai kesejahteraan dan kesepahaman 98 Abdullahi M. Odowa, “Somalia Clan and State Politics: What can current leaders in Somalia learn from their past history? ”, The ITPCM International Commentary, Vol. IX, No 34 2013. 99 Somalia: Security and Humanitarian Situation in South and Central Somalia, 2014, tersedia dihttps:www.gov.ukgovernmentuploadssystemuploadsattachment_datafile390329cig_soma lia_security_situation_v20.pdf 100 Rob Wise, “Al-Shaabab”, Center for Strategic and International Studies: Case Study No. 2 2011 antara Pemerintah Transisi Somalia TFG dan kelompok pemuda Islam Somalia yang lebih dikenal dengan Al- Shaabab. 101 Benturan kepentingan dan intervensi asing telah mengembangkan permasalahan yang semakin sulit. Terlihat dari munculnya dua kelompok yang sama-sama bersaing untuk merebut wilayah kekuasaan di Somalia. Konflik yang berawal dari perang saudara pasca penggulingan Siad Barre telah memberikan petaka yang menurunkan posisi Somalia di dunia. 102 Failed State merupakan julukan yang diberikan bagi Somalia karena ketidakmampuannya dalam mewujudkan stabilitas pemerintahan, serta ketidakmampuannya dalam mengatasi penanggulangan bencana, kekeringan, kemiskinan, dan kelaparan. 103 Somalia merupakan wilayah yang terletak di kawasan Afrika Timur yang dikuasai oleh Inggris wilayah utara dan Italia wilayah selatan. Namun, pada tahun 1960, Inggris menarik diri dari wilayah kekuasaannya dan situasi tersebut dimanfaatkan oleh Italia dengan menggabungkan kedua wilayah serta membentuk negara baru, yaitu Republik Somalia. 104 Wilayah Somalia sangatlah strategis, selain letak geografisnya yang berada diantara 3 negara besar, seperti Ethiopia, Kenya dan Djibouti, negara ini juga berbatasan dengan Teluk Aden dan Samudera Hindia. 105 Ditambah lagi, Somalia 101 Norwegian Organisation for Asylum Seekers, “Persecution and Protection in Somalia” [database On-line], hal. 24 102 Ibid, hal. 23 103 Anna Yulia Hartati, Konflik Internal Somalia dalam Konteks Perang Sipil, SPEKTRUM Jurnal Ilmu Politik Hubungan internasional, Vol. 8, No. 1, Januari 2011 104 Peter T. Leeson, Better off Stateless: Somalia before and after government collapse, Journal of Comparative Economics 35 2007 689-710 105 Dr. Abdullahi A. Osman, et all, Operationalizing African-led Solutions in Peace and Security, Case Study: South Sudan and Somalia , IPSS and APSP, 2013 juga memiliki garis pantai terpanjang di Benua Afrika, yakni sepanjang 3.330 km. 106 Adapun lokasi strategis Somalia dapat dilihat pada peta di bawah ini. Gambar III.A.1. Wilayah Somalia Sumber: www.nctc.gov.com 107 Sejak kemerdekaannya, Republik Somalia merupakan sebuah negara demokrasi parlementer. Namun pada tahun 1969, sebuah kudeta yang dipimpin oleh Mohamed Siad Barre telah berhasil membentuk Pemerintahan baru yang otoriter. 108 Kemudian pada tahun 1970, Siad Barre dibawah pengaruh Uni Soviet mengubah kediktatorannya menjadi sosialis. Kebijakan ini dikenal dengan istilah scientific socialism yang bertujuan untuk menghapuskan clanism dalam memperkuat politik berdasarkan pada kelompok-kelompok. 109 Masa pemerintahan Siad Barre ditandai dengan banyaknya penganiayaan, pemenjaraan, dan penyiksaan terhadap penduduk sipil, lawan politik dan 106 Security Council, Report of the Secretary-General on the protection of Somali natural resources and waters , United Nations, 2011 107 Lihat Grup Al- Shaabab dalam National Counterterrorism Center; Tersedia di http:www.nctc.govsitegroupsal_shabaab.html 108 Peter T. Lesson, “Better off stateless: Somalia before and after government collapse”, Journal of Comparative Economics 35 USA: George Mason University,2007 hal. 689-710 109 Anna Yulia Hartati, “Konflik Internal Somalia dalam Konteks Perang Sipil”, SPEKTRUM Jurnal Ilmu Politik Hubungan internasional , Vol. 8, No. 1, Januari 2011 pembangkang. 110 Pemerintahan yang otoriter memicu munculnya gerakan-gerakan baru secara sembunyi, berusaha untuk menggulingkan pemerintahan Siad Barre. Dan akhirnya, penggulingan pemerintahan tersebut terjadi pada awal tahun 1991. 111 Penggulingan kekuasaan Siad Barre terjadi ketika situasi politik yang tersentralisasi mengakibatkan kekacauan ekonomi, institusi politik yang tidak berjalan, korupsi merajalela, semangat juang penduduk sipil yang sangat minim sedangkan semangat juang kesukuan sangat tinggi. 112 Situasi ini memunculkan pihak-pihak yang berani menentang dan berhasil menggulingkan kepemimpinan diktator Siad Barre. Mereka adalah Ali Mahdi Mohamad yang merupakan pendiri Kongres Persatuan Somalia United Somali CongressUSC dan Jenderal Mohamed Farah Aideed yang merupakan pemimpin dari sayap militer USC. 113 Keberhasilan dalam menggulingkan pemerintahan Siad Barre memunculkan permasalahan baru. Dua pihak yang bekerjasama antara Ali Mahdi Mohammad dan Mohamed Farah Aideed bersaing untuk mendapatkan posisi sebagai pemimpin negara Somalia yang sedang mengalami kekosongan status quo. 114 Bersamaan dengan runtuhnya rezim otoriter, Somaliland bekas protektorat Inggris menyatakan kemerdekaannya, namun tidak mendapatkan pengakuan dan dukungan dari dunia internasional. Pada tahun 1998, wilayah Puntland kemudian 110 Peter T. Leeson, “Better off Stateless: Somalia before and after government collapse”, Journal of Comparative Economics 35 2007, hal. 689-710 111 Abdullahi M. Odowa, “Somalia Clan and State Politics: What can current leaders in Somalia learn from their past history? ”, The ITPCM International Commentary, Vol. IX No 34 2013. 112 Peter T. Leeson, “Better off Stateless: Somalia before and after government collapse”, Journal of Comparative Economics 35 2007 hal. 689-710 113 Somalia Civil War-Southern Somalia [database on-line]; Internet, diunduh pada 5 Juni 2014; Tersedia di http:www.globalsecurity.orgmilitaryworldwarsomalia-south.htm 114 Ibid