Kebijakan Amerika Serikat dalam mengatasi aksi terorisme Al-Shaabab di Somalia pada tahun 2012-2014

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

iv

Skripsi ini menganalisis kebijakan Amerika Serikat terkait upaya mengatasi aksi terorisme Al- Shaabab di Somalia tahun 2012-2014. Al- Shaabab merupakan kelompok terorisme yang telah berafiliasi dengan Al- Qaeda tahun 2012 dan telah melancarkan berbagai serangan baik di Somalia, bahkan diluar Somalia. Potensi ancaman yang semakin besar dari Al- Shaabab menyebabkan terganggunya pencapaian kepentingan AS, yaitu untuk membantu TFG menstabilkan Pemerintahan Somalia. Ancaman Al- Shaabab tidak hanya di Somalia, tetapi juga di negara AS. Hal ini ditandai dengan adanya warga Somalia yang tergabung dengan Al- Shaabab, tersebar di AS dan dapat mengancam keamanan internal AS. Selain itu, Al- Shaabab juga telah melancarkan serangan brutal pada Westgate Mall di Nairobi tahun 2013. Sebagai negara pencetus War on Terror, AS terpanggil untuk melakukan tindakan segera dalam memerangi dan melemahkan kelompok terorisme Al- Shaabab.

Metodologi penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan mengumpulkan informasi terkait kebijakan AS terhadap kelompok Al- Shaabab di Somalia yang diperoleh dari buku-buku, jurnal ilmiah, surat kabar dan media elektronik online, serta wawancara dengan beberapa sumber. Kemudian, data yang terkumpul dianalisis secara eksplanatif dengan teori kebijakan luar negeri dan konsep kepentingan nasional. Analisis Kebijakan luar negeri mengacu kepada sikap AS dalam mengatasi terorisme Al- Shaabab di Somalia. Sedangkan konsep kepentingan nasional mengacu kepada alasan keterlibatan AS dalam kasus terorisme yang terjadi di Somalia.

Dalam skripsi ini ditemukan bahwa kebijakan AS melalui Light Footprint atau jejak cahaya dinyatakan berhasil karena kemampuannya dalam melemahkan kekuatan Al- Shaabab. Hal tersebut ditandai dengan terbunuhnya beberapa petinggi Al- Shaabab, termasuk Ahmed Abdi Godane, selaku pemimpin utama Al- Shaabab melalui serangan drones AS. Pemberian US Aid, dukungan AS terhadap TFG dan AMISOM bertujuan untuk memperkuat TFG dan mempersempit ruang gerak gerakan Al- Shaabab. Disisi lain, kebijakan kebijakan tersebut juga bertujuan untuk mempertahankan posisi AS sebagai Great Power di wilayah Afrika. Selain itu, kesungguhan AS dalam menyerang Al- Shaabab dipicu oleh kepentingan keamanan warga negara AS, kebebasan Somalia dari aksi kekerasan demi terwujudnya keamanan dan perdamaian.

Kata Kunci : Amerika Serikat, Perang Melawan Terorisme, Somalia, Terorisme Al- Shaabab, Foreign Policy Theory, National Interest Concept.


(6)

v

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat dalam Mengatasi Aksi Terorisme Al- Shaabab di Somalia Tahun 2012-2014”. Shalawat dalam salam penulis haturkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, semoga kita mendapatkan syafa’at-nya di akhir kelak. Aamin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan hanya hasil karya penulis seorang diri, melainkan juga karena bimbingan, saran, motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah mendukung baik moril maupun materil penulisan skripsi ini, diantaranya:

1. Ayahanda, Drs. Ali Aceh dan Ibunda Rosdiani, S. Pd. Terima kasih atas kepercayaan dan motivasinya kepada penulis untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya. I love U, Mum n Dad.

2. Kakak Fathul Jannah Pasaribu, S. Pd.I dan Khodijah Khoirunnisa Pasaribu, S. Pd, serta Adek Muhammad Yusuf, Murtado Muthohhari, dan Butet Sholihah Pasaribu. Sharing ilmu yang berbeda-beda membuat kita semakin Terdepan. Semoga Allah SWT selalu memudahkan jalan kita dalam menggapai cita-cita. Aamin.

3. Bapak Ahmad Alfajri, MA., selaku dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas kesabaran dan semangatnya dalam membimbing, memotivasi, dan membantu kelancaran proses penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini. 4. Bapak Adian Firnas, M. Si., selaku dosen Pembimbing Akademik. Terima

kasih atas bimbingan dan motivasinya selama masa perkuliahan.

5. Bapak Armein Daulay. Terima kasih atas motivasi, bimbingan, dan sarannya selama penulis menuntut ilmu, baik di bidang akademis maupun organisasi di FISIP UIN Jakarta.

6. Dosen-dosen Jurusan Hubungan Internasional, terima kasih atas ilmu yang diberikan selama penulis menuntut ilmu di UIN Jakarta.


(7)

vi

8. Keluarga kecil bahagia. Istiqamah, Elhumairoh Wijaya, dan Detty Oktavina. Sahabat segala suku yang menyatu di rumah Mi’un. Hidup bersama kalian takkan terlupakan.

9. Mbakku tersayang Santi Laila Tartila. Rekan seperjuangan Annisa, mas Kamil, mbak Rizqi, Tjut Imani, Deswita, dll yang tidak bisa disebutkan satu-satu. Terima kasih atas ilmu yang diajarkan dan dukungannya dalam penulisan skripsi. Just wanna say: “I love u all”.

10. Abanganda Gunawan, Agus, Icun, Sitepu, dll. Semangat kalian yang mendorong penulis untuk segera menyelesaikan skripsi and finally, I’ve fisnished it.

11. Terkhusus buat Ainul, Soma, Yuli Saragih, kak Vivid. Juga buat halak kita, Hasna, Wilda, Ulvha, Lia, dan kak Rindy. Terima kasih sudah menjadi pengganggu sekaligus penghibur selama masa skripsi. Gak ada loe gak rame. 12. Teman-teman dari KKN Merdika, volunteer APEC SOM 1, HMJ HI

2012-2013, teman-teman KIBAR, surveyor ESD Kemdikbud. Tidak satu pun kenangan bersama kalian yang akan penulis lupakan.

13. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga segala dukungan dan bantuan kalian mendapat imbalan dari Allah SWT dan menjadi amal kebaikan.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan menambah khazanah keilmuan bagi pembacanya dan studi Hubungan Internasional.


(8)

vii

ABSTRAKSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Tinjauan Pustaka ... 9

E. Kerangka Teoretis ... 11

1. Teori Kebijakan Luar Negeri ... 12

2. Konsep Kepentingan Nasional ... 15

F. Metode Penelitian ... 16

G. Sistematika Penelitian... 18

BAB II AMERIKA SERIKAT DAN WAR ON TERRORISM A. Tragedy 9/11 dan Perubahan Visi Keamanan AS ... 19

1. Quadrennial Defence Review (QDR 2001) ... 23

2. National SecurityStrategy (NSS 2002) ... 24

3. National Strategy for Homeland Security (NSHS 2002) 26 B. Amerika Serikat dan Perang Global Melawan Terorisme ... 27

BAB III TERORISME AL- SHAABAB DAN AFILIASINYA DENGAN AL- QAEDA A. Dinamika Politik Internal Somalia ... 39

B. Gerakan Terorisme Al- Shaabab dan Perkembangannya... 46

C. Keterkaitan Al- Shaabab dengan Jaringan Al- Qaeda…….. 52

1. Al- Shaabab sebagai Afiliasi Al- Qaeda ... 53

a. Jihad Global….. ... 53

b. Perekrutan Prajurit…. ... 55

BAB IV KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP AKSI TERORISME AL- SHAABAB A. Analisis Bentuk dan Implementasi Kebijakan AS ... 57

1. Strategi Light Footprint atau Jejak Cahaya ... 58

a. Penggunaan Pesawat Tak Berawak (Drones Strike) 61


(9)

viii

3. Pemeberian Bantuan Melalui United States Agency

International Development (USAID) ... . 70 B. Analisis Kepentingan AS... . 73 1. Amerika Serikat Sebagai Negara Hegemon Dunia ... . 75 2. Membendung Kekuatan China di Wilayah Afrika Timur 81

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... …. 84

DAFTAR PUSTAKA ... xiii


(10)

ix

Tabel II.A.1 Pelaku Serangan 9/11 ... 21 Tabel II.B.1 Korban Negara Bangsa Sebagai Dampak 9/11 ... 28 Tabel IV.A.1 Negara-Negara Pendonor AMISOM... 69


(11)

x

Gambar III.A.1. Wilayah Somalia………. 41 Gambar III.C.1. Al Qaeda in Arab Paninsula dan Horn Afrika………. 54 Gambar III.C.2. Al Qaeda di Utara dan Barat Afrika……… 55 Gambar IV.A.1. Presentase Bantuan AS ke Somalia Tahun 2007-2011 72 Gambar IV.B.1. Wilayah Kontrol TFG Tahun 2012 ……… 79 Gambar IV.B.2. Wilayah Kontrol TFG Tahun 2013 ……… 79 Gambar IV.B.3. Wilayah Kontrol TFG Tahun 2014 ……… 80


(12)

xi AFRICOM US-Africa Command AIAI Al-Ittihad Al-Islamiya

AMISOM African Union Mission in Somalia ARCC Africa Regional Combatant Command

AS Amerika Serikat

AU African Union

AQAP Al- Qaeda in Arab Paninsula AQIM Al- Qaeda in Islamic Maghreb CIA Central Inteligence Agency FTO Foreign Terrorist Organization

GWOT Global War on Terrorism

ICU Islamic Court Union

NSHS National Strategy for Homeland Security NSS National Security Strategy

OLF Oromo Liberation Front PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa QDF Quadrennial Defense Review

RASOC Regional African Special Operations Command

SDA Sumber Daya Alam

TFG Transtitional Federal Government TOC Transnational Organized Crime

USAID United State Aid Development Program USC United Somali Congress


(13)

xii Lampiran I Transkip Wawancara I Lampiran II Transkip Wawancara II


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Amerika Serikat (AS) dikenal sebagai negara yang memainkan peranan penting dalam politik internasional.1 Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya kebijakan luar negeri AS yang berdampak luas di berbagai kawasan dunia, salah satunya adalah perang melawan terorisme (war on terrorism).2 Kebijakan tersebut ditetapkan pasca tragedi serangan bom 11 September 2001 terhadap gedung World

Trade Center (WTC) yang merupakan pusat perdagangan dunia, dan Pentagon

sebagai simbol sekaligus Pusat Pertahanan Amerika.3

Al- Qaeda merupakan jaringan terorisme internasional yang diklaim AS sebagai pelaku utama penyerangan 9/11 dan dipimpin oleh Osama bin Laden. Hal tersebut diungkapkan Presiden AS, George W. Bush dalam pidatonya:

American have many questions tonight. American are asking: Who attacked our country? The evidence we have gathered all points to a collection of loosely affiliated terrorist organizations known as Al- Qaeda. They are the same murderers indicted for bombing American embassies in Tanzania and

Kenya, and responsible for bombing the USS Cole.4

Amerika memiliki banyak pertanyaan malam ini. Amerika bertanya: Siapa yang telah menyerang negara kita? Kami telah mengumpulkan bukti data

1Politik Internasional menurut Hans Morgenthau dalam bukunya “Politics Among Nations:

The Struggle for Power and Peace” dinyatakan bahwa semua elemen politik adalah sama, yaitu sama-sama meraih kekuasaan. Dikutip dari “Politics Realism in International Relations(2013)”,

Internet, diunduh 8 April 2014; Tersedia di http://plato.stanford.edu/entries/realism-intl-relations/

2William Boardman, US Foreign Policy: Terrorism in Response to Terrorism [database

On-line],Internet, diunduh pada 10 April 2014; Tersedia di http://www.globalresearch.ca/us-foreign-policy-terrorism-in-response-to-terrorism/5359399.

3The Coalition Information Center, The Global War on Terrorism: The First 100 Days

[Report]; Internet, diunduh pada 10 April 2014; Tersedia di

www.bits.de/public/documents/US_Terrorist_Attacks/100days.pdf.

4George W. Bush Speech, [database on-line]; Internet, diunduh pada 26 Juni 2014; Tersedia


(15)

organisasi teroris yang berafiliasi dikenal sebagai Al- Qaeda. Mereka adalah pelaku yang sama didakwa atas pemboman kedutaan AS di Tanzania dan Kenya, dan bertanggung jawab atas pemboman USS Cole. (terjemahan penulis)

Pernyataan Bush tersebut menunjukkan bahwa AS menuding Al- Qaeda sebagai pelaku utama dan menjadi musuh AS di era abad ke-21. Bagi AS, Al- Qaeda merupakan mafia yang penuh dengan kejahatan dan tujuannya bukanlah untuk menghasilkan uang, melainkan lebih kepada pembentukan keyakinan radikal pada semua orang.5

Tragedi 9/11 menyebabkan terjadinya perubahan konsepsi pertahanan dan politik Amerika Serikat secara radikal sejak perang dunia kedua.6 Presiden Bush mendeklarasikan kebijakan war on terror dengan tujuan untuk menghancurkan dan menghilangkan ancaman terorisme dunia.7 Dalam hal ini, AS juga mengajak sekutu-sekutunya untuk turut mencegah perkembangan aksi terorisme dengan membentuk kebijakan “Global War on Terrorism (GWOT).”8

Pada tahun 2008, sebuah kelompok separatis Somalia atau dikenal dengan Al- Shaabab telah menunjukkan keberpihakannya terhadap kelompok Al- Qaeda.9 Baik Al- Qaeda maupun Al- Shaabab saling memuji satu sama lain, terlihat dari

5 Ibid

6Sasmini, 2009, War on Terror dalam Perspektif HHI, [database on-line], Internet, diunduh

pada 10 April 2014; Tersedia di http://sasmini.staff.uns.ac.id/2009/08/31/war-on-terror-dalam-perspektif-hhi/

7Ibid

8Anna Comelia Beyer, Hegemony and Power in Global War on Terrorism, published (E. Fels

et al (eds), Power in the 21st Century, Global Power Shift, DOI 10. 1007/978-3-642-25082-8_2, Springer-Verlag Berlin Heidelberg 2012)

9Adlini Ilma Ghaisany Sjah, Tracing Al-Shaabab’s Decision to Cooperate with Al Qaeda in


(16)

pemberitaan keduanya di website10 masing-masing. Bahkan Al- Qaeda telah memberikan bantuan persenjataan dan pasukan kepada Al- Shaabab.11

Shirwa Ahmed,12 seorang warga negara AS berdarah Somali-Amerika melakukan bom bunuh diri pada 29 Oktober 2008 di kompleks PBB, konsulat Ethiopia di Hargeisa dan menewaskan 24 orang.13 Peristiwa ini mengundang kemarahan AS dan akhirnya menetapkan Al- Shaabab sebagai bagian dari jaringan terorisme internasional.14

Sebagai respon terhadap pernyataan AS, pada 1 Februari 2012, Pemimpin Al-Shaabab mengunggah sebuah video yang berisikan pernyataan afiliasi dan dukungan penuh dalam segala kegiatan dan tunduk terhadap Pemimpin Al- Qaeda, yaitu Osama bin Laden.15 Keberpihakan Al- Shaabab tersebut menunjukkan adanya peningkatan kerjasama yang dilakukan oleh Al- Qaeda untuk mengimbangi kekuatan AS di wilayah Afrika Timur.16

Sebelumnya, kelompok Al- Shaabab yang beroperasi di Somalia ini dikenal sebagai kelompok yang berupaya untuk memisahkan diri dari Somalia dengan

10Website dalam Oxford Dictionary adalah halaman internet yang menjadi pusat informasi

dari perusahaan/kelompok tertentu.

11Daniel L. Byman, Breaking the Bonds between Al-Qa’ ida and Its Affiliate Organizations

[analysis paper];Saban Center at Brookings, number 7, 2012. Hal. 7

12Ahmed adalah warga negara AS naturalisasi, umur 27 tahun yang tinggal di Minneapolis.

Lulus dari Roosevelt High School di Minneapolis pada tahun 2000 dan meninggalkan Minnesota untuk Somalia pada bulan Desember 2007 dan menghadiri kamp pelatihan Al Shabaab. Dia adalah pelaku bom bunuh diri pertama dari Amerika.

13Anti Demafation League, Al- Shaabab’s American Recruits, 2015 [database On-line],

Internet, diunduh 20 Mei 2014; Tersedia di www.adl.org/assets/pdf/...hate/al-shabaabs-american-recruits.pdf

14Mohamed Ibrahim, “The AlShabab Myth: Notoriety not Popularity”,

National Centre of Excellence for Islamic Studies, Vol 3, No. 5 (2010)

15BBC, Who are Al Shaabab Foreign Links? [database on-line], Internet; Diunduh pada

tanggal 5 Juli 2014;Tersedia di http://www.bbc.com/news/world-africa-15336689

16Daniel L. Byman, Breaking the Bonds between Al-Qa’ ida and Its Affiliate Organizations


(17)

membangun negara yang menerapkan syariat Islam.17 Hal inilah yang menyebabkan AS beserta sekutunya khawatir dengan keberadaan kelompok tersebut. Kekhawatiran AS bertambah dengan adanya perluasan perlawanan yang dilakukan oleh Al- Shaabab di negara selain Somalia.18

Somalia dijuluki dunia sebagai failed state.19 Hal ini memudahkan Somalia menjadi surga bagi gerakan terorisme akibat tidak adanya pemerintahan yang mengontrol wilayah dengan efektif.20 Pemerintah Federal Transisi Somalia

(Transtitional Federal Government/TFG) yang merupakan pemerintahan resmi

Somalia atas dukungan dari Uni Afrika (AU) dan PBB sejak tahun 2007,21 telah mengupayakan diplomasi dan negosiasi dengan kelompok Al- Shaabab. Namun, Al- Shaabab tetap menentang karena menganggap seluruh kebijakan TFG berada di bawah pengaruh pihak Barat.22

Banyaknya intervensi pihak asing di Somalia menyebabkan konflik ini berkepanjangan. Pada tahun 2006, Ethiopia melakukan invasi ke wilayah kekuasaan Al- Shaabab di Mogadishu.23 Disusul dengan penyerangan militer

17Mohamed A. Mohamed. US Strategic Interest In Somalia: From Cold War Era to War on

Terror. Department of American Studies. 01 June 2009

18Ibid

19Failed state adalah kondisi negara yang belum mampu menstabilkan wilayah teritori

dikarenakan banyaknya konflik, berbahaya karena banyaknya kepentingan, serta lemahnya

pemerintahan dalam menghadapi pemberontak”. Dikutip dari tulisan Robert I. Rotberg, Chapter 1:

Failed States, Collapsed States, Weak States: Causes and Indicators, hal. 5; Tersedia di www.brookings.edu/.../statefailureandstateweaknessinatimeofterror.pdf

20Bridget L. Coggins, Do Failed States Produce More Terrorism: Initial Evidence From

Non- Traditional Threat Data (1999-2008) [working Paper]; Center for International Peace and Security Studies, McGill University, 2011, hal. 28

21BTI, Somalia Country Report, 2014, hal. 4 [database On-line], Internet; Tersedia di

www.bti-project.de/uploads/tx_itao.../BTI_2014_Somalia.pdf

22Ibid

23Jeremy Presthold, The United States and Counterterrorism in eastern Africa. Di dalam

Gershon Shafir, Everard Meade, and William J. Aceves, eds. Fromo Moral Manic to Permanent War: Lesson and Legacies of the War on Terror, (London: Routledge, 2013), hal. 127-154


(18)

Kenya dalam membantu pasukan Somalia melawan kelompok Al- Shaabab di tahun 2011.24 Hal ini merupakan salah satu alasan yang menjadi faktor pendorong Al-Shaabab untuk berafiliasi dengan Al- Qaeda.25

Kemudian, pembentukan African Union Mission in Somalia (AMISOM) juga terlihat lebih memihak kepada Pemerintah TFG dibandingkan dengan Al- Shaabab.26 Hal ini dipandang kelompok Al- Shaabab sebagai bentuk keberpihakan Uni Afrika dan TFG kepada pihak Barat (AS), sehingga Al- Shaabab merasa terdiskriminasi dengan adanya desakan dan serangan yang dilancarkan oleh AMISOM terhadap wilayah kekuasaan Al- Shaabab.27

Kompleksitas masalah yang terjadi di Somalia, mempertanyakan kembali posisi AS sebagai polisi dunia. Kewajiban utama pasukan militer internasional dalam operasi perdamaian adalah untuk memberikan keamanan bagi penduduk sipil, tanpa adanya gangguan dari pasukan militer asing yang mengganggu ketertiban umum.28

Proses perdamaian yang belum sempurna ini menyebabkan maraknya aksi terorisme yang belum dapat dicegah, seperti yang telah dilakukan oleh kelompok

24Ibid. Hal. 142

25Lauren Ploch Blanchard, US-Kenya Relations, Congressional Research Service:

Current Political and Security Issues, 23 September 2013

26Paul D. Williams, The African Union Mission in Somalia and Civilian Protection

Challenges [research article], hal. 1; diunduh 20 Mei 2014; Tersedia di www.bancroftglobal.org/wp.../AMISOM-PoC-Stability-2013.pdf

27International Crisis Group, Somalia: Al- Shaabab It Will be a Long War (Nairobi: Africa

Briefing N°99, 26 June 2014)

28Robert. M. Perito, U.S. Police in Peace and Stability Operation, Special Report: United


(19)

Al- Shaabab. Ditambah lagi Al- Shaabab yang telah berafiliasi dengan Al- Qaeda semakin gencar dalam mengembangkan aksi perlawanannya terhadap Barat.29

Hal yang membuat dunia terkejut adalah ketika kelompok Al- Shaabab melakukan aksi lintas batas negara. Serangan bom pada 21 September 2013 yang ditujukan ke Westgate Mall, Kenya telah menewaskan 67 orang, dan hampir 200 orang termasuk lima orang diantaranya adalah warga negara Amerika Serikat mengalami luka-luka selama pengepungan yang berlangsung empat hari.30

Westgate Mall merupakan pusat perbelanjaan mewah milik sebuah perusahaan

Israel bernama Sony Holding Ltd.31

Kehadiran kelompok terorisme baru yang menjadi bagian dari Al- Qaeda ini menjadi tantangan tersendiri bagi AS untuk lebih memfokuskan kebijakan luar negerinya dalam mencegah tindakan teror yang semakin berkembang di wilayah Afrika Timur. Perkembangan aksi teror yang dilakukan oleh Al- Shaabab telah melintasi batas negara, menjadikannya sebagai kelompok terorisme internasional yang masuk dalam kategori transnational organized crime (TOC).32

Permasalahan kompleks yang terjadi menjadi hambatan bagi kepentingan AS di Somalia. Somalia merupakan negara yang memiliki arti penting bagi AS. Selain hubungan diplomatik yang telah terjalin dengan Somalia pasca kemerdekaannya

29Daniel L. Byman, Breaking the Bonds between Al-Qa’ ida and Its Affiliate Organizations”

[analysis Paper]; Saban Center at Brookings, number 7 (2012), hal. 8

30Lauren Ploch Blanchard, The September 2013 Terrorist Attack in Kenya: In Brief,

Congressional Research Service, 14 November 2013

31Police Department of New York City, Analysis of Al-Shaabab’s at the Westgate Mall in

Nairobi, Kenya, hal. 5

32The President, “Strategy to Combat Transnational Organized Crime: Addressing

Converging Threats to National Security” [report]; Seal of the President of the United States (2011), hal. 6


(20)

pada tahun 1960, AS juga merupakan salah satu negara pendonor bantuan luar negeri utama bagi Somalia.33

Berdasarkan pemaparan diatas, penelitian ini akan meneliti kebijakan AS sebagai upaya dalam mengatasi aksi teror Al- Shaabab. Pembatasan penelitian dimulai dari tahun 2012 hingga tahun 2014. Tahun 2012 menjadi tahun yang penting dikarenakan adanya deklarasi afiliasi antara Al- Shaabab dengan Al- Qaeda. Afiliasi kedua kelompok tersebut menjadi perhatian AS, sehingga memunculkan pernyataan bahwa kelompok Al- Shaabab termasuk jaringan terorisme internasional yang disetarakan dengan Qaeda. Dengan kata lain, Al-Shaabab menjadi musuh utama AS di wilayah Somalia. Tahun akhir penelitian adalah 2014, tahun ini ditandai peristiwa duka bagi kelompok Al- Shaabab atas keberhasilan AS dalam membunuh pemimpin Al- Shaabab, yaitu Abdi Godane.

Fenomena yang sangat kompleks ini sangat menarik untuk dibahas. Dimulai dengan permasalahan internal Somalia yang masih dikategorikan sebagai negara gagal, hingga kemunculan gerakan terorisme yang mengganggu kepentingan AS di Somalia menyebabkan permasalahan yang sulit menuju penyelesaian. Oleh karena itu, penelitian ini akan fokus pada kebijakan AS dalam mengatasi perkembangan aksi terorisme Al- Shaabab di Somalia pada tahun 2012-2014.

33AS dan Somalia telah menjalin hubungan diplomatik sejak tahun 1960 (pasca kemerdekaan

Somalia dari Inggris). Kedekatan keduanya semakin terlihat ketika Somalia berpihak ke arah Barat setelah perang dengan Ethiopia pada tahun 1970-an. Bureau of African State, US-Somalia Relation, 2013; Tersedia di http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/2863.htm


(21)

A. Pertanyaan Penelitian

Dari uraian penjelasan pada permasalahan diatas, maka peneliti mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Bagaimanakah kebijakan Amerika Serikat dalam mengatasi berbagai aksi terorisme Al- Shaabab di Somalia pada tahun 2012-2014?

B. Manfaat dan Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui latar belakang muncul dan faktor-faktor yang mempengaruhi kelompok Al- Shaabab melakukan aksi terorisme. 2. Untuk mengetahui dinamika hubungan AS dan Somalia dalam

menghadapi terorisme Al- Shaabab.

3. Untuk mengetahui kebijakan AS dalam mengatasi perkembangan aksi terorisme Al- Shaabab di Somalia pada tahun 2012-2014 4. Untuk menganalisa kebijakan AS terkait terorisme Al- Shaabab di

Somalia pada tahun 2012-2014 Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Hubungan Internasional.

2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian serupa.


(22)

C. Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, tinjauan pustaka sangat penting untuk memberikan gambaran dan perbandingan fokus penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, tinjauan pertama diambil dari skripsi yang ditulis oleh Sandi Febrian pada tahun 2014 dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Kerjasama Pemerintah Transisi Federal Somalia (TFG) dan Uni Afrika dalam Menanggulangi Gerakan Al- Shaabab Tahun 2007-2012”.

Skripsi tersebut menjelaskan tentang proses kerjasama kedua aktor, TFG dan Uni Afrika dalam menanggulangi aksi Al- Shaabab di Somalia. Dalam penelitiannya, Sandi menggunakan konsep Kerjasama dan konsep Keamanan sebagai acuan dalam penyimpulan penelitiannya.

Kesamaan skripsi Sandi dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang gerakan Al- Shaabab. Akan tetapi secara keseluruhan, penelitian Sandi dan penelitian ini jelas perbedaannya. Jika Sandi fokus terhadap kerjasama TFG dengan Uni Afrika, maka penelitian ini membahas dari segi Amerika Serikat. Yaitu, Kebijakan AS dalam mengupayakan pencegahan aksi terror dan efek jera bagi kelompok Al- Shaabab.

Tinjauan kedua diambil dari tesis yang ditulis oleh Stephen Westcott dari Murdoch University tahun 2011 yang berjudul “The Impact of Foreign Elements Over Somalia’s Al- Shabaab”. Tesis yang ditulis oleh Stephen membahas tentang terorisme Al- Shaabab. Tesis ini menjelaskan tentang elemen-elemen lain yang berkontribusi dalam pengembangan gerakan Al-Shaabab, serta dampak dari


(23)

hubungannya. Elemen-elemen yang dimaksud seperti: Al-Qaeda, Islam radikal dan ekstrimis, dan lain-lain.

Beberapa ulasan penting dari tulisan tersebut bahwa beberapa tahun terakhir, konflik di Somalia sebagian besar berada di Somalia bagian Selatan dan Tengah yang terjadi antara gerilyawan Islam dan sekutunya terhadap Pemerintah Federal Somalia (TFG). Al-Shabaab sebagai sebuah gerakan Islam bersenjata termotivasi oleh aplikasi militan Salafi untuk mengayomi dunia Muslim dalam beberapa dekade terakhir. Dengan demikian, tujuan utama organisasi gerilyawan Al-Shaabab adalah untuk mendirikan sebuah pemerintahan Islam atas Somalia dan berkontribusi terhadap gerakan Islam internasional.

Persamaan tesis dengan penelitian ini yaitu terletak pada obyek yang diteliti, yaitu sama-sama membahas tentang kelompok Al-Shaabab. Akan tetapi, fokus penelitian jelas berbeda karena subyek penelitian dalam tesis adalah Foreign

Elements (organisasi yang berhubungan dengan Al-Shaabab) sedangkan subyek

penelitan ini adalah kebijakan Amerika Serikat.

Tinjauan berikutnya diambil dari tesis Charles M. Brown tahun 2005 dari Naval Postgraduate School Monterey, California yang berjudul U.S National Security Interest in Africa and the Future Global War on Terrorism (GWOT): A Proposal to Create an African Regional Combatant Command and a Regional

African Special Operations Command.

Penulisan tesis Brown bertujuan untuk menganalisa kebutuhan markas komando militer regional dikawasan Afrika. Amerika Serikat memenuhi keinginan tersebut dengan alasan kepentingan nasional dalam menghadapi global war on


(24)

terrorism (GWOT). Adapun fokus dari tesis ini tentang masalah strategis yang secara historis dan geopolitik terus mempengaruhi Afrika. Tesis tersebut juga mengusulkan pembentukan Afrika Regional Combatant Command (ARCC) dan juga Regional African Special OperationsCommand (RA-SOC). Usulan pembentukan ini untuk mendukung, membantu, dan menyarankan masa depan strategi keamanan nasional Amerika Serikat untuk benua Afrika.

Secara garis besar, tesis yang ditulis oleh Charles fokus pada keinginan Amerika Serikat untuk meningkatkan eksistensinya di wilayah Afrika. Dengan memberikan usulan pembentukan organisasi militer yang bersifat regional untuk tujuan stabilitas kawasan, baik dalam hal ekonomi, politik, militer dan budaya.

Perbedaan tesis dengan penelitian ini terletak pada fokus pembahasan penelitian, penelitian ini lebih fokus pada analisa kebijakan AS dalam memerangi tindakan teror kelompok Al- Shaabab di Somalia tahun 2012-2014. Artinya, yang menjadi aktor dalam penelitian adalah AS, Somalia, dan kelompok Al- Shaabab. Selain itu, fenomena yang diteliti masih baru sehingga hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi peneliti lainnya di masa mendatang.

D. Kerangka Pemikiran

Manusia merupakan makhluk yang selalu cemas akan keselamatan dirinya dari manusia lain. Sifat selalu ingin mendominasi dan mendapatkan keuntungan tertinggi akan dilakukan manusia demi mendapatkan kekuasaan dan mencegah dominasi yang lain.34

34Robert Jacson dan George Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional,


(25)

Menurut perspektif realisme, sifat dasar interaksi dalam sistem internasional yakni anarki, kompetitif, kerap kali konflik, dan kerjasama dibangun hanya untuk kepentingan jangka pendek.35 Hal ini berhubungan erat dengan sifat dasar manusia yang selalu mempengaruhi suatu aktor dalam merumuskan kebijakan dan strateginya. Sifat alami manusia tersebut menjadi faktor utama yang mempengaruhi perpolitikan suatu negara.

Dalam menganalisa kebijakan Amerika Serikat terhadap aksi terorisme Al-Shaabab di Somalia tahun 2012-2014, maka penelitian ini menekankan bahwa AS sebagai kekuatan super power tentunya akan melakukan berbagai cara untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Untuk memenuhi kepentingan nasional, negara akan mengeluarkan berbagai kebijakan sebagai bentuk respon terhadap tindakan yang dianggap sebagai penghambat dalam pencapaian kepentingannya.

Adapun, analisa tentang kebijakan AS di Somalia ini tidak terlepas dari dua kajian yang dianggap relevan untuk mengkaji dan menganalisis kebijakan AS, diantaranya adalah Teori Kebijakan Luar Negeri ( The Theory of Foreign Policy) dan Konsep Kepentingan Nasional (The Concept of National Interest).

1. Teori Kebijakan Luar Negeri (Theory of Foreign Policy)

Menurut K. J. Holsti, kebijakan luar negeri adalah tindakan atau gagasan yang dirancang oleh pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah atau mempromosikan suatu perubahan dalam lingkungan, yaitu dalam kebijakan sikap atau tindakan dari negara lain.36

35Anak Agung Banyu Perwita, Yayan Mochammad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan

Internasional (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), hal, 25

36K.J Holsti, International Politics: A Framework for Analysis (U.S.A: Prentice-Hall , Inc.,


(26)

Menurut James N. Rosenau, kebijakan luar negeri memiliki tiga konsep, yaitu sekumpulan orientasi (a cluster of orientations), seperangkat komitmen dan rencana untuk bertindak (a set of commitments to and plans for action) dan bentuk perilaku atau aksi (a form of behaviour).37

Kebijakan luar negeri sebagai sekumpulan orientasi merupakan pedoman bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi kondisi-kondisi eksternal yang menuntut pembuatan keputusan dan tindakan berdasarkan orientasi tersebut.38 Kebijakan luar negeri sebagai seperangkat komitmen dan rencana untuk bertindak diartikan berupa rencana dan komitmen yang konkrit yang dikembangkan oleh para pembuat keputusan untuk membina dan mempertahankan situasi lingkungan eksternal yang konsisten dengan orientasi kebijakan luar negeri.39 Sedangkan kebijakan luar negeri sebagai bentuk perilaku atau tindakan diartikan pada tingkatan yang lebih empiris yaitu berupa langkah-langkah nyata yang diambil oleh para pembuat keputusan yang berhubungan dengan kejadian serta situasi dilingkungan eksternal.40

Menurut James Rosenau, sumber-sumber dalam input perumusan kebijakan luar negeri adalah;

1. Systemic Sources

Sumber-sumber eksternal merupakan sumber yang berasal dari lingkungan eksternal negara. Menjelaskan struktur hubungan antara negara-negara besar, pola-pola aliansi yang terbentuk antara negara-negara dan faktor situasional eksternal yang dapat berupa isu area atau krisis.

37James N Roesenau, The Study of Foreign Policy (New York: Free Press, 1972), hal. 15. 38Anak Agung Banyu Perwita, Yayan Mochammad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan

Internasional (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), hal. 53-54

39 Ibid, hal. 55 40Ibid, hal. 55


(27)

2. Societal Sources

Sumber yang berasal dari lingkungan internal, mencakup faktor kebudayaan dan sejarah, pembangunan ekonomi, struktur sosial dan perubahan opini publik.

3. Governmental Sources

Sumber-sumber dari pemerintahan merupakan aspek-aspek dari struktur pemerintah yang membatasi atau menambah suara-suara dalam pembuatan kebijakan luar negeri negara.

4. Idiosyncratic Sources

Sumber-sumber individu merupakan karakteristik seseorang yang mempengaruhi tingkah laku dan pembuatan kebijakan luar negeri. Seperti karakteristik seorang presiden yang berpengaruh terhadap tingkah laku politik luar negerinya.41

Dalam kasus Somalia yang belum terselesaikan hingga saat ini, AS merupakan mitra utama TFG dalam upaya melawan gerakan Al- Shaabab. Keputusan AS untuk terlibat dalam kasus tersebut dapat dijelaskan dengan teori kebijakan luar negeri oleh Rosenau. Analisa penelitian ini akan terfokus pada faktor eksternal dan internal AS, dimana situasi internal yang berhubungan dengan masalah pembangunan ekonomi AS sangat berpengaruh dalam pengambilan kebijakan Presiden Obama. Faktor eksternal menjadi alasan yang kuat bagi AS dalam keterlibatannya di Somalia, hal ini berhubungan dengan upaya peningkatan aliansi dan pertahanan kekuasaan di kawasan Afrika., serta isu atau krisis yang terjadi.

41James N Rosenau, Kanneth W. Tompson, dan Gavin Boyd, World Politics: An Introduction


(28)

2. Konsep Kepentingan Nasional ( TheConcept of National Interest )

Donald E. Nouchterein42 mendefinisikan kepentingan nasional sebagai keinginan yang dirasakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain yang merupakan lingkungan eksternalnya.

Menurut Morgenthau, kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain. Kemampuan pemimpin negara diukur dengan penurunan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya kerjasama atau konflik.43

Dengan demikian, kepentingan nasional sering dijadikan tolok ukur bagi para pengambil keputusan masing-masing negara sebelum merumuskan dan menetapkan sikap atau tindakan. Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri

(foreign policy) perlu dilandaskan kepada kepentingan nasional dan diarahkan

untuk mencapai serta melindungi apa yang dikategorikan atau ditetapkan sebagai ”kepentingan nasional.”44

Kepentingan nasional terbagi dalam beberapa jenis yaitu: Pertama,

core/basic/vital interest. Kepentingan nasional pada level ini nilainya sangat

tinggi sehingga suatu negara bersedia untuk berperang dalam mencapainya. Misalnya seperti: melindungi daerah-daerah wilayah negara; menjaga dan

42Donald Nuchterlein, The Concept of National Interest: A Time for New Approach, dalam

orbish, vol. 23, (1979), hal. 75

43T.May Rudy, Study Strategis dalam transformasi sistem Internasional Pasca Perang dingin

(Bandung: Refika Aditama, 2002), hal. 116


(29)

melestarikan nilai-nilai hidup yang dianut suatu negara. Kedua, Secondary

Interest. Jenis kedua ini meliputi kepentingan yang ingin dicapai masing-masing

negara namun tidak ingin menggunakan kekerasan (berperang) dalam pencapaiannya. Hal ini disebabkan negara masih melihat adanya kemungkinan lain untuk mencapai tujuannya melalui jalan lain contohnya perundingan.45

Amerika Serikat merupakan negara pemenang pada Perang Dingin yang mengharapkan terciptanya kehidupan dunia yang sejahtera. Somalia yang saat ini masih dalam proses menuju perdamaian, menjadikan AS sebagai mitra utama dalam menghadapi gerakan Al- Shaabab. Keterlibatan AS di Somalia tidak terlepas dari kepentingan keamanan dunia dari serangan teroris, sekaligus untuk mempertahankan eksistensinya sebagai satu-satunya negara super power.

E. Metode Penelitian

Untuk membantu penelitian dalam menganalisa permasalahan yang diangkat, penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian menurut John W. Creswell adalah langkah-langkah yang digunakan dalam mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk meningkatkan pemahaman terhadap suatu topik atau masalah. Beberapa langkah yang menjadi dasar dilakukannya penelitian diantaranya adalah: Mengidentifikasi masalah penelitian; Meninjau literatur; Menentukan tujuan penelitian; Pengumpulan data; Menganalisis dan menafsirkan data; Pelaporan dan evaluasi penelitian.46

45Nicholson, Michael. Formal Theories In International Relations.(New York : Cambridge

University Press, 1990), hal. 76

46John W. Creswell, Educational Research: Palnning, Conducting, and Evaluating


(30)

Metode kualitatif berdasarkan pada prosedur logika yang berawal dari hal khusus sebagai hal yang diamati dan berakhir pada kesimpulan yang bersifat umum.47 Penelitian ini bersifat kualitatif, artinya data tidak berbentuk angka, tetapi mengandalkan data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi dan sudah dikumpulkan oleh pihak atau instansi lain. Sumber-sumber data ini berupa buku, jurnal, hasil penelitian, internet, dan penerbitan-penerbitan lainnya.

Untuk menyempurnakan data yang diperoleh, penelitian ini menggunakan wawancara dengan Abdi Dirshe, seorang analis sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Permanen Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Pemerintah Federal Somalia. Sumber wawancara kedua adalah David Shinn, seorang mantan dubes AS untuk Ethiopia (1996-1999) dan saat ini mengajar di Universitas George Washington. Penelitian menggunakan teknik deskriptif-analistis, yaitu teknik analisis data dengan menguraikan dan menjelaskan gejala dan fenomena penelitian dengan mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya gejala atau fenomena tersebut lebih mendalam, sehingga fenomena tersebut tergambar dengan jelas dan dapat dipahami. 48

Jadi, penelitian kualitatif dapat disimpulkan sebagai studi literatur dengan pengumpulan berbagai data kepustakaan berkaitan dengan masalah yang diteliti, kemudian menyeleksi data sehingga akhirnya sampai pada tahap menganalisa data melalui sebuah pemahaman yang komprehensif.

47Bagong Suryanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif

Pendekatan,(Jakarta: Kencana, 2007), hal. 169

48Neuman, W Lawrence, Basic of Social Research: Qualitative and Quantitative Approach


(31)

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsi ini adalah:

BAB I. PENDAHULUAN

Pembahasan pada bab ini akan dimulai dengan latar belakang permasalahan, pertanyaan penelitian, dan manfaat, serta tujuan penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, dan sistematika penulisan.

BAB II. AMERIKA SERIKAT DAN WAR ON TERRORISM

Pada bab ini akan dijelaskan tentang tragedi 11 September 2001 dan perubahan visi keamanan Amerika Serikat. Dilanjutkan dengan pembahasan mengenai respon Amerika Serikat dalam memerangi terorisme global.

BAB III. TERORISME AL-SHAABAB DI SOMALIA DAN AFILIASINYA DENGAN AL- QAEDA

Bab ketiga akan menguraikan dinamika politik internal Somalia, gerakan terorisme Al- Shaabab di Somalia serta perkembangannya. Lalu, diikuti dengan pemaparan keterkaitan antara Al- Shaabab dengan jaringan Al- Qaeda.

BAB IV. KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENGATASI AKSI TERORISME AL-SHAABAB DI SOMALIA TAHUN 2012-2014

Bab keempat akan menganalisis bentuk-bentuk dan implentasi kebijakan Amerika Serikat dalam mengatasi aksi terorisme Al- Shaabab. Kemudian, dilanjutkan dengan analisis kepentingan Amerika Serikat di balik tindakan tersebut.

BAB V. PENUTUP

Bab kelima akan menyimpulkan hasil dari seluruh pembahasan serta analisis penelitian.


(32)

BAB II

AMERIKA SERIKAT DAN WAR ON TERRORISM

War on Terrorism atau Perang Melawan Terorisme adalah respon AS

terhadap tragedi 11 September 2001. Tragedi tersebut adalah bukti nyata serangan teroris, yang masih menyimpan duka mendalam bagi warga negara AS.49 Untuk membahas lebih mendalam tentang kebijakan tersebut, maka pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang kebijakan war on terrorism dan perubahan visi keamanan AS, serta Perang AS melawan terorisme global.

A. Tragedi 9/11 dan Perubahan Visi Keamanan Amerika Serikat

Tragedi 11 September 2001 telah menjadi sejarah yang tidak terlupakan bagi warga AS. Kejadian tersebut terjadi di luar prediksi dan menyadarkan masyarakat dunia bahwa serangan tak terduga dapat terjadi kapan saja, dimana saja, dan tidak diketahui besar kekuatannya. Tragedi ini menunjukkan bahwa aksi terorisme telah menjadi ancaman dan tantangan baru dunia pasca berakhirnya Perang Dingin.50

Tragedi 9/11 adalah peristiwa dahsyat yang dilakukan oleh kelompok terorisme Internasional di wilayah AS. Penyerangan tersebut dimulai dengan pembajakan empat pesawat komersil oleh 19 orang yang merupakan kelompok Al-Qaeda51 yang sedang terbang menuju San Francisco dan Los Angeles setelah lepas

49Richard F. Grimmett, Authorization For Use of Military Force in Response to the 9/11

Attacks (P.L. 107-40): Legislative History (CRS Report for Congres, 2007)

50Daniel Byman, Remaking Alliances for the War on Terrorism, The Journal of Strategic

Studies, Vol. 29, No. 5 (2006), hal. 767-811

51Ranne R. A. Kawilarang, Tragedi 9/11: Penabrakan pesawa-pesawat bajakan ke Menara

Kembar WTC jadi simbol perang atas terorisme, 2011 [database on-line]; Internet; diunduh pada 10 Mei 2014; Tersedia di http://dunia.news.viva.co.id/news/read/246153-11-9-2001--tragedi-9-11


(33)

landas dari Boston, Newark, dan Washington, D.C.52 Para pembajak dengan sengaja memilih penerbangan jarak jauh karena mengangkut bahan bakar yang banyak guna memaksimalkan sasarannya.53

Di dalam dokumen laporan tragedi 9/11 dijelaskan bahwa penyerangan terjadi sekitar pukul 08.45-10.30 waktu setempat. Kejadian tersebut telah meruntuhkan menara gedung WTC bagian utara, tepatnya dilantai 80 dan menara bagian selatan, lantai 60.54 Selain itu, serangan juga dilancarkan teroris menuju Pentagon dan Gedung Putih.55 Akan tetapi, serangan yang diperkirakan menuju Gedung Putih gagal karena pesawat terbalik dan menghantam tanah. Kegagalan tersebut dikarenakan adanya perlawanan penumpang pesawat terhadap pelaku pembajakan.56 Jumlah korban dari keseluruhan peristiwa ini mencapai 3500 orang, dan sebanyak 10.000 orang luka-luka.57

AS meyakini bahwa pelaku penyerangan adalah teroris disinyalir dari Arab Saudi dan beberapa negera Arab lainnya, tergabung dalam jaringan terorisme Al- Qaeda yang berbasis di Afghanistan.58 Berikut adalah data pelaku pembajakan pesawat tragedi 9/11 yang diperoleh CIA;

52The 9/11 Commission Report, 2001[report], Internet; diunduh pada 3 Mei 2014; Tersedia

di http://www.9 11commission.gov/report/911Report.pdf

53Ibid

54Imelia Pebreyanti, 11-9-2001: Teror 9/11 Mencekam Amerika Serikat, diunduh pada 11

September 2014; Tersedia di http://news.liputan6.com/read/2103399/11-9-2001-teror-911- mencekam-amerika-serikat.

55Ibid,

56The 9/11 Commission Report, 2001 [database On-line], Internet; diunduh pada 3 Mei 2014;

Tersedia di http://www.9 11commission.gov/report/911Report.pdf

57Ibid

58Imelia Pebreyanti, 11-9-2001: Teror 9/11 Mencekam Amerika Serikat [database on-line];

Internet, diunduh pada 11 September 2014; Tersedia di http://news.liputan6.com/read/2103399/11-9-2001-teror-911- mencekam-amerika-serikat.


(34)

Tabel II.A.1. Pelaku Serangan Tragedi 9/11

Penerbangan Nama Warga Negara

AA Flight 11

Muhammed e-Amir Awad al-Sayed Atta Mesir

Abd al-Aziz Abd al-Rahman Muhammed al-Umari Saudi Ustam bin Muhammad Abd al-Rahman al-Saqami Saudi

Wail Muhammad Abdallah al-Shehri Saudi

Walid Muhammad Abdallah al-Shehri Saudi

UA Flight 175

Marwan Yousef Muhammed Rashid Lekrab

al-Shehhi UAE

Ahmad Salih Said al-Kurshi al-Ghamdi Saudi

Fayez Rashid Ahmad Banihammad UAE

Hamza Salih Ahmad al-Hamid al-Ghamdi Saudi

Mahanid Muhammad Fayiz al-Shehri Saudi

AA Flight 77

Hani Salih Hasan Hanjur Saudi

Khalid bin Muhammed bin Abdallah al-Mihdhar Saudi

Majid Muqid Mushan bin Ghanim Saudi

Nawaf bin Muhammad Salim al-Hazmi Saudi

Salim Muhammad Salim al-Hazmi Saudi

UA Flight 93

Ziad Samir Jarrah Lebanon

Ahmad Abdullah Abd al Rahman al-Nami Saudi

Ahmad Ibrahim Ali al-Haznawi Saudi

Said Abdalah Ali Sulayman al-Ghamdi Saudi

Sumber: Central Inteligence Agency (CIA US)59

Menanggapi penyerangan tak terduga terhadap AS tersebut, George W. Bush yang merupakan Presiden AS pada masa itu terkejut dan mengutuk perbuatan teroris. Pada pukul 19.00 waktu setempat, dalam pidatonya Bush menyatakan:

“… Terrorist attacks can shake the foundations of our biggest buildings,

but they cannot touch the foundation of America. These acts shatter steel, but they cannot dent the steel of American resolve. Today, our nation saw

59Diolah oleh penulis, diunduh 15 Mei 2014; Tersedia di


(35)

evil-the very worst of human nature-and we responded with the best of America. We will make no distinction between the terrorist who committed

these acts and those who harbor them.”60

Serangan teroris bisa menghancurkan fondasi bangunan terbesar kami, tetapi mereka tidak dapat menyentuh dasar Amerika. Serangan ini bisa saja menghancurkan bangunan baja, tetapi mereka tidak dapat menghentikan tekad Amerika. Hari ini, bangsa kita melihat kejahatan manusia yang paling buruk dan kami pastinya memberikan respon terbaik Amerika. Kami tidak akan membuat perbedaan, baik terhadap pelaku serangan maupun yang membiayai mereka. (terjemahan penulis)

Sikap marah yang ditunjukkan oleh Presiden AS tersebut mengundang perhatian dunia. Terbukti dari banyaknya negara-negara yang menyampaikan duka cita dan dan rasa simpati kepada AS, termasuk Negara Barat dan Negara-Negara Muslim.61

Osama bin Laden merupakan pemimpin Al- Qaeda yang diyakini AS sebagai dalang dari penyerangan WTC. Presiden Bush menyatakan bahwa AS telah memiliki bukti koleksi jaringan teroris yang berafiliasi dengan AL- Qaeda. Teroris yang dimaksud diantaranya adalah pelaku pemboman Kedutaan AS di Tanzania dan Kenya, dan juga bertanggung jawab atas pengeboman USS Cole di Yaman.62

Pada tahun 2004, Osama bin Laden mengirim sebuah video kepada Aljazeera. Di dalam pidatonya, Osama menyatakan kebenciannya terhadap AS dimulai sejak tahun 1982, ketika AS beserta enam armadanya membantu Israel dalam

60George W Bush, 9/11 Address to the Nation: A Great People has been Moved to defend a

Great Nation, diunduh pada 5 Mei 2014; Tersedia di

http://www.americanrhetoric.com/speeches/gwbush911addresstothenation.htm

61Haley Sweetland Edwards, We Are All Americas: The World’s Response to 9/11 [database

on-line], Internet; diunduh pada 15 Mei 2014; Tersedia di http://mentalfloss.com/article/28724/we-are-all-americans-worlds-response-911

62Nick Howen, Military Force and Criminal Justice: The US Response to 11 September and

International Law, (Jenewa: The International Council on Human Rights Policy: International Meeting on Global Trends and Human Rights,2002).


(36)

penyerangan di Lebanon yang menewaskan banyak kaum muslim. Banyaknya pertumpahan darah, ketakutan, dan hujan roket yang terjadi setiap hari menggugah hati Osama untuk melakukan pembalasan terhadap pelaku penyerangan tersebut.63 Sehingga, penyerangan terhadap WTC dan Pentagon AS pada 11 September 2001 adalah bentuk pembalasan Osama terhadap dukungan dan koalisi AS-Israel di Palestina dan Lebanon.64

Ketegangan antara state dan non-state actor, dalam hal ini AS dan Al- Qaeda menjadi isu popular sepanjang kekuasaan AS. Isu terorisme menjadi tantangan keamanan dunia, sehingga diperlukan strategi sebagai upaya dalam menghadapai musuh kedepannya. 65 Perubahan pengaturan keamanan AS sebagai akibat tragedi 9/11, dimulai dengan pengeluaran Quadrennial Defense Review (QDR) tahun 2001, kemudian di tahun berikutnya dokumen National Security Strategi (NSS) dan

National Strategy for Homeland Security (NSHS) tahun 2002 menjelaskan tentang

perubahan warna kebijakan AS sebagai dampak dari tragedi 9/11.

1. Quadrennial Defense Review (QDR) 2001

Langkah pertama dalam merespon tragedi 9/11 oleh Pemerintahan George W. Bush dengan menerbitkan Quadrennial Defense Review (QDR) pada 30 September 2001. QDR 2001 ini berisikan tentang strategi perencanaan pertahanan dari model “berbasis ancaman” yang mendominasi pemikiran dimasa lalu menjadi model

63Ibid

64Aljazeera, Full Transcript of Bin Laden’s Speech [database on-line], Internet; Tersedia di

http://www.aljazeera.com/archive/2004/11/200849163336457223.html

65Andrew Feickert, U.S. Military Operations in the Global War on Terrorism: Afghanistan,


(37)

“berbasis kemampuan” untuk masa depan.66 Tragedi 9/11 adalah momentum yang menunjukkan bahwa AS masih memiliki keterbatasan militer terhadap ancaman tak terduga, seperti yang telah dilakukan oleh kelompok teroris tersebut.

Sebagai upaya dalam menghadapi situasi global yang semakin berkembang, QDR 2001 menjelaskan tentang kepentingan militer sangat dibutuhkan untuk persiapan di masa mendatang. Kehadiran kelompok terorisme diakui AS sebagai tantangan yang sulit, sehingga AS harus melanjutkan pergerakan yang lebih cepat dalam pengembangan militernya. Hal ini dikarenakan komitmen AS sebagai negara adidaya bertugas untuk menyediakan keamanan dan kesejahteraan bagi semua warga Amerika dan menghormati komitmen AS di dunia.67

QDR adalah titik awal yang baik untuk transformasi sistem sumber daya manusia Departemen Pertahanan. Selain melatih militer professional, AS juga mendanai fasilitas hidup, seperti perawatan kesehatan, perumahan, bagi prajurit guna mempertahankan kualitas kekuatan yang dibutuhkan dimasa depan.68

2. National Security Strategy (NSS) 2002

Di dalam National Security Strategy (NSS) 2002 langkah yang dipilih oleh pemerintahan Bush dalam kerangka “global war on terror” adalah:69

1. Melakukan tindakan secara langsung serta berkelanjutan untuk senantiasa menggunakan kekuatan nasional ataupun internasional. Fokus perhatiannya adalah terletak pada teroris, organisasi teroris serta negara yang mensponsori

66Department of Defense, Quadrennial Defense Review Report [report], Unites States of

America, 2001

67Ibid 68Ibid


(38)

gerakan terorisme internasional yang berupaya untuk menambah atau menggunakan senjata pemusnah masal (WMD);

2. Berupaya untuk senantiasa melindungi masyarakat Amerika Serikat beserta kepentingan negara baik di dalam negeri ataupun kepentingan negara yang berada diluar wilayah Amerika Serikat, dengan cara mengidentifikasikan ancaman, kemudian menghancurkan ancaman tersebut sebelum menggangu atau memasuki wilayah kedaulatan Amerika Serikat. Hal ini dilakukan dengan atau tanpa bantuan pihak internasional sebagai bagian dari upaya membela diri dari ancaman teroris yang akan mengganggu masyarakat ataupun negara Amerika Serikat;

3. Berupaya untuk meniadakan negara-negara yang di kemudian hari akan menjadi sponsor terhadap gerakan teroris dengan cara memberikan pemahaman atau paksaan terhadap suatu negara agar mengambil tanggung jawab terhadap kedaulatan yang mereka miliki. Amerika Serikat juga akan melakukan kampanye dalam upayanya melawan terorisme dengan melakukan:70

a. Menggunakan pengaruhnya serta melakukan kerjasama dengan negara- negara mitra utama dan pendukungnya untuk senantiasa memandang bahwa terorisme tidak ubahnya dengan sebuah tindakan yang menyerupai pembajakan, perbudakan, pembunuhan masal. Tindakan- tindakan yang melanggar norma yang seharusnya dikecam dan tidak akan pernah mendapatkan dukungan dari negara-negara bermartabat.


(39)

b. Mendorong dan mendukung pemerintahan yang moderat dan modern, terutama dalam komunitas muslim dunia dan memastikan bahwa idiologi terorisme tidak akan pernah mampu berkembang subur.

c. Memaksimalkan diplomasi publik untuk mempromosikan kebebasan, mendapatkan saluran akses informasi, serta ide-ide secara baik. Dengan harapan agar senantiasa menghidupkan harapan serta aspirasi kebebasan terhadap komunitas-komunitas yang masih berada dibawah belenggu pemerintahan yang mendukung terorisme.

3. National Strategy for Homeland Security (NSHS) 2002

Pada bulan Juli 2002, pemerintahan Bush mengeluarkan kebijakan strategi keamanan dalam negeri atau National Strategy for Homeland Security 2002. Pada bagian awal naskah NSHS 2002, Presiden Bush memberikan pandangan yang mengatakan bahwa: “saat ini negara kita menghadapi perubahan ancaman baru.”71

NSHS 2002 diterbitkan dua bulan sebelum NSS 2002. Bertujuan untuk memberikan respon terhadap serangan 9/11 yang menjadi cerminan nyata bahwa ancaman yang datang kini memang termodifikasi.72 Terorisme negara atau pun organisasi terorisme internasional telah dan akan mendatangkan ancaman bahkan serangan terhadap kepentingan domestik serta kepentingan-kepentingan AS diluar negeri. Pemetaan terhadap ancaman ini penting agar upaya pembenahan terhadap kerentanan bisa segera diperbaiki dengan harapan serangan terhadap wilayah kedaulatan AS dapat dihindari dikemudian hari.

71George W. Bush, National Strategy for Homeland Security, 2002. 72Ibid


(40)

NSHS 2002 adalah sebuah produk konsultasi yang dilakukan selama delapan bulan yang melibatkan pemerintah federal dengan segenap pengambil keputusan lokal, seperti gubernur, walikota, dan para praktisi hokum yang bertujuan agar terdapat kesamaan visi bahwa NSHS adalah sebuah strategy nasional bukan hanya menjadi dominasi pemerintah federal.73

Dalam NSHS 2002, banyak pembenahan yang dilakukan oleh pemerintahan Bush. Pembenahan ini terbagi atas beberapa bagian yang kesemuanya bermuara pada tujuan strategis yang ingin dicapai, yakni; mampu mencegah serangan teroris terhadap AS, mengurangi kerentanan AS terhadap bahaya serangan teroris, dan meminimalisir kehancuran yang ditimbulkan akibat dari serangan teroris serta melakukan upaya pemulihan pasca penyerangan teroris tersebut. Serangan 9/11 yang tidak terpikirkan sebelumnya kemudian menempatkan strategy environment dalam situasi ketidakpastian. Akhirnya mengakibatkan situasi yang sulit karena tidak dapat memprediksi kejadian secara tepat dan tepat.74

B. Amerika Serikat dan Perang Global Melawan Terorisme

Pada masa Perang Dingin, perang negara melawan negara adalah sesuatu hal yang umum, maka saat ini justru jarang terjadi. Tantangan baru dunia adalah kehadiran kelompok terorisme internasional yang tidak diketahui secara jelas keseluruhan target sasarannya.75 Kehadiran konflik bersenjata yang dilakukan oleh aktor-aktor non negara, pada hakikatnya masih diukur sebagai kekuatan yang relatif

73Ibid. 74Ibid

75Leonard Freedman, Power & Politics in America : Sevent Edition, (USA: Harcourt Collage,


(41)

kecil jika dibandingkan dengan kekuatan militer yang dimiliki oleh negara. Namun, kekuatan kecil tersebut telah menciptakan sebuah kehancuran yang sifatnya besar. Untuk itu, AS dalam hal ini merupakan negara nomor satu dunia harus melakukan transformasi kekuatan militernya agar mampu secara objektif dalam mengantisipasi tipe perang yang saat ini terjadi.

Dalam upaya merespon aksi terorisme, AS mencoba untuk menarik simpati negara untuk turut mendukung kebijakan war on terrorism. Negara yang juga menjadi korban dalam serangan tersebut merupakan negara yang sangat mendukung penuh kebijakan AS. Adapun negara yang menjadi korban dalam tragedi 9/11 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel II.B.1. Korban Negara Bangsa sebagai Dampak 9/11

Sumber: www.state.gov.com76

76US Department of State, “The Global War on Terrorism: The First 100 Days” tersedia di


(42)

AS memiliki keyakinan penuh atas tindakan terror yang dilakukan oleh Al-Qaeda. Siapakah Al- Qaeda dan apa motifnya dalam melakukan aksi terorisme sekaligus menjadikan AS sebagai sasaran utamanya. Al- Qaeda merupakan pengikut aliran keras yang terdapat di kalangan gerilyawan Muslim yang berjihad dengan dukungan AS ketika melawan invasi Uni Soviet pada tahun 1980-an di Afghanistan. Kelompok jihad tersebut tergabung dalam suatu kelompok yang di sebut sebagai “Taliban”. Pada pendudukan Uni Soviet pada tahun 1979-1989, Al-Qaeda menarik banyak pemuda muslim dari seluruh dunia untuk ikut serta dalam perang jihad anti Soviet. Seorang warga negara Arab Saudi bernama Osama bin Laden dan seorang warga Palestina bernama Abdullah Azzam, merupakan tokoh kunci yang mengembangkan dan membiayai gerakan perlawanan tersebut.77

Setelah kekalahan dan mundurnya Uni Soviet pada tahun 1989, Osama bin Laden dan Abdullah Azzam bersepakat untuk tidak membubarkan pasukan mujahidin. Mereka akhirnya membentuk organisasi yang di sebut sebagai Al- Qaeda. Adapun yang menjadi pemimpin utamanya adalah Abdullah Azzam. Akan tetapi setelah Abdullah Azzam meninggal, kepemimpinan Al- Qaeda diambil alih oleh Osama bin Laden.78

Persekutuan yang akhirnya berakhir dengan tidak baik, ketika AS mengizinkan dan mendukung Israel dalam penyerangan terhadap Lebanon tahun 1982.79 Kekecewaan Osama terhadap sikap AS yang telah menghancurkan negara

77A.M. Hendropriyono, Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam: Terorisme

Jaringan Al- Qaeda, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2009), hal 189-190

78Ibid, hal. 191

79Aljazeera, Full Transcript of Bin Laden’s Speech [database on-line], Internet; Tersedia di


(43)

Islam tersebut mengundang rasa sakit hati dan pembalasan yang terlaksana melalui penyerangan WTC dan Pentagon AS tahun 2001.

Peristiwa inilah yang memberikan duka mendalam bagi warga AS. Tidak ada kata maaf bagi pelaku serangan 9/11. Bagi AS, Osama bin Laden adalah tokoh antagonis yang harus dibunuh karena dianggap sebagai dalang dari berbagai aksi terorisme yang telah dilancarkan Al- Qaeda. Berbeda halnya dengan pandangan Rohan Gunaratna, di dalam wawancaranya dengan seorang kelompok Al- Qaeda dinyatatakan tentang Osama bin Laden bahwa:

The West, and the rest of the world, are accusing Osama bin Laden of being the prime sponsor and organizer of what they call ‘international terrorism’today. But as far as we are concerned, he is our brother in Islam. He is someone with knowledge and a mujahid fighting with his wealth and his self for the sake of Allah. He is a sincere brother and he is completely the opposite to what the dis- believers are accusing him of. We know that he is well established with the mujahideen in Afghanistan and other places in the world. What the Americans are saying is not true. However, it is an obligation for all Muslims to help each other in order to promote the religion of Islam.Osama bin Laden is one of the major scholars of the jihad, as well as being a main commander of the mujahideen worldwide. He fought for many years against the Communists in Afghanistan and now is engaged in a war

against American imperialism.80 (Ibnul-Khattab, Komandan Militer

Mujahidin di Kaukasus)

Barat, dan seluruh dunia, menuduh Osama bin Laden sebagai sponsor utama dan penyelenggara apa yang mereka sebut terorisme internasional saat ini. Tapi kita turut prihatin, karena dia saudara kita di Islam. Dia adalah seseorang yang berjuang dengan pengetahuan, harta dan dirinya demi Allah. Dia adalah saudara yang tulus dan dia benar-benar berlawanan dengan apa yang dituduhkan pihak Barat.Kita tahu bahwa ia telah membesarkan mujahidin di Afghanistan dan tempat-tempat lain di dunia. Apa yang dikatakan Amerika adalah tidak benar. Namun, sudah menjadi kewajiban bagi semua umat Islam untuk saling membantu dalam rangka untuk mempromosikan agama Islam. Osama bin Laden adalah salah satu ulama besar dari jihad, serta menjadi komandan utama mujahidin di seluruh dunia. Dia berjuang selama

80Rohan Gunaratna, Inside Al- Qaeda: Global Network of Terror, (New York: Cloumbia


(44)

tahun terhadap komunis di Afghanistan dan sekarang terlibat dalam perang melawan imperialisme Amerika. (terjemahan penulis)

Dua sumber yang berbeda akan memberikan keterangan yang berbeda pula, inilah yang dapat disimpulkan untuk memahami dua pihak yang berseberangan. Bagi AS, Al- Qaeda merupakan suatu kelompok yang sangat sulit ditebak. Dimulai dari infrastruktur organisasi dan operasionalnya sangat berbeda dengan kelompok gerilya atau kelompok teroris lain, kesalahan dalam pengambilan kebijakan oleh AS juga mendatangkan dampak yang lebih besar, hal ini terbukti dari adanya intervensi AS di Afghanistan tahun 2001 telah mendorong perkembangan perekrutan, pelatihan , dan logistik Al- Qaeda ke jaringan global.81

Dari penyelidikan yang telah dilakukan oleh Pemerintah AS, terbukti bahwa Al- Qaeda telah menyalurkan dana kepada beberapa kelompok teroris lain yang dianggap sebagai afiliasinya. Adapun yang memiliki hubungan dengan aset dana teroris global adalah: Al Qaida/Islamic Army Abu Sayyaf Group (Philippines),

Armed Islamic Group (Algeria), Harkat ul-Mujahidin (Kashmir), Al

Jihad/Egyptian, Islamic Jihad, Islamic Movement of Uzbekistan, Asbat al-Ansar,

Salafist Group for Call and Combat (Algeria), Libyan Islamic Fighting Group,

Al-Itihaad al-Islamiya, Islamic Army of Aden, Osama bin Laden, Muhamad Atif, Sayf

al-Adl, Shaykh Sai’id, Muhammad Atef, Ibn Al-Shaykh al-Libi, Abu Zubaydah, Abd Hdi Iraqi, Ayman Zawahiri, Thirwat Salah Shihata, Tariq Anwar al-Sayyid Ahmad, Muhammad Salah, Makhtab Al Khidamat/Al Kifah, Wafa


(45)

Humanitarian Organisation, Al Rashid Trust Mamoun Darkanzanli Import Export

Company.82

Mengulas kembali ideologi utama Al- Qaeda berdasar pada pemahaman yang keliru terhadap sistem kepercayaan Islamisme dan mengejar jihad. Para jihadis ini menafsirkan bahwa jihad sebagai “perang suci”. Pada hakikatnya, jihad adalah tenaga dari upaya maksimal seseorang untuk mencapai tujuan atau untuk mengusir sesuatu yang dibenci.83

Al- Qaeda dinyatakan sebagai kelompok teroris multinasional pertama pada abad ke-21. Awalnya, pergerakan Al- Qaeda dianggap menghina kekuatan AS dan memunculkan respon yang berkelanjutan. Kebijakan Perang Global melawan Terorisme atau jaringan Al- Qaeda menjadi arus utama politik luar negeri sejak Pemerintahan George W. Bush.

Musuh yang dikenal saat ini adalah gerakan organisasi transnasional ekstrimis, jaringan, dan individu. Anggota negara dan non-negara pendukung gerakan memiliki kesamaan, yaitu sama-sama mengeksploitasi Islam dan menggunakan terorisme sebagai tujuan ideologis. Al- Qaeda dan afiliasinya yang ekstrimis adalah manifestasi yang paling berbahaya, di bandingkan dengan

82Dikutip Rohan Gunaratna,” Inside Al- Qaeda”, hal 66-67 dari Muhammad Salah, “Secret

Relationship between al-Zawahiri and bin Laden: The Juhad Turned bin Laden into a Mujahid, “

(Cairo: Al- Hayat, 1998) hal. 6


(46)

beberapa kelompok ekstrimis kekerasan lain yang juga dapat menimbulkan ancaman serius dan berkelanjutan.84

Hal yang paling mendasari alasan maraknya aksi terorisme ini termotivasi oleh ideologi ekstrimis yang bertentangan dengan kebebasan, toleransi, dan modernisasi. Sehingga, kelompok ekstrimis tersebut menggunakan terorisme sebagai alat untuk mencapai tujuan kelompok dengan menargetkan orang-orang biasa untuk menghasilkan rasa takut untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dalam mengejar tujuan-tujuan politik, agama, atau ideologi. Sehingga, menghambat dan melemahkan kemajuan politik, ekonomi, keamanan, dan stabilitas sistem internasional dan masa depan masyarakat sipil.85

Sebagai upaya dalam memerangi terorisme, Pemerintahan AS mengkaji secara mendalam yang menjadi target dalam perang melawan terorisme tersebut. Ideologi yang radikal telah melakukan perekrutan pejuang dari seluruh penjuru dunia menjadi tantangan global saat ini. Beberapa upaya yang telah dilakukan AS dalam upaya pemberantasan terorisme pasca 9/11 adalah penggulingan rezim “Taliban” di Afghanistan tahun 2001 dan juga Invasi AS di Irak pada tahun 2003.

Kebijakan perang melawan terorisme dari pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden, George W. Bush, secara umum tergambar dalam sejumlah dokumen seperti The National Security Strategy of the United States of America (2002), National Strategy for Homeland Security (2002), National Security

84Fawaz A. Gerges, The Rise and Fall of Al- Qaeda, 2011, (New York: Oxford University

Press, Inc), hal. 71


(47)

Strategty to Combat Weapons of Mass Destruction (2002), dan National Strategy

for Combating Tenorism (2003). Selain ketiga dokumen strategi tersebut, ada pula

sejumlah “Executive Order” dari Presiden, dan pidato-pidato Presiden George W. Bush yang kemudian dijadikan dasar pengambilan kebijakan dalam perang melawan terorisme.86

PBB sebagai organisasi dunia juga turut mengeluarkan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) terkait tindakan terorisme, diantaranya;87

1. Resolusi DK PBB Nomor 1333 tahun 2000 tanggal 19 Desember 2000 yang ditunjukkan secara khusus untuk pencegahan suplai senjata atau kapal terbang atau kelengkapan militer ke daerah Afganistan dan seruan kepada seluruh anggota PBB untuk membekukan aset-aset Osama bin Laden. 2. Resolusi DK PBB Nomor 1368 tahun 2001 tanggal 12 September 2001

tentang pernyataan simpati PBB terhadap Korban Tragedi 11 September 2001 dan seruan kepada seluruh negara anggota PBB untuk melakukan langkah - langkah untuk merespon serangan teroris tersebut.

Tahun 2001 adalah awal dimulainya Perang Global Melawan Terorisme. AS melakukan penyerangan ke Afghanistan untuk menggulingkan rezim Taliban atas persetujuan Senat AS pada September 2001, dengan mempergunakan kekuatan militer melawan kelompok Al- Qaeda dan Pemerintah Taliban yang diduga

86The President, Establishing the Global War on Terrorism Medals, Federal Register, Vol.

68, No. 50 (2003)

87Dikutip dari artikel jurnal yang ditulis oleh Lisa Meri, Terorisme Tindak Pidana


(48)

melindungi Al- Qaeda.88 Hal serupa juga dilakukan oleh Presiden Bush terhadap rezim Saddam Husein di Irak pada Maret 2003. AS menuduh Irak tidak mematuhi resolusi-resolousi DK PBB dengan mengembangkan senjata pemusnah massal, dan dianggap memiliki jaringan dengan Osama bin Laden dan melindunginya di Irak.89

Dalam 100 hari perang, tepatnya 10 November 2001, Presiden George W. Bush menyampaikan kampanye Global War on Terrorism dan mencoba untuk menjalin koalisi negara dunia untuk:90

1. Mulai menghancurkan pegangan Al- Qaeda di Afghanistan dengan menggulingkan Taliban dari kekuasaan.

2. Menghancurkan operasi global Al- Qaeda dan pendanaan jaringan teroris. 3. Menghancurkan Kamp pelatihan teroris Al- Qaeda

4. Membantu orang yang tidak bersalah dari Afghanistan dan melindungi mereka dari terror Taliban.

5. Membantu Afghanistan mengesampingkan perbedaan lama untuk membentuk pemerintahan sementara yang mewakili semua warga Afghanistan, termasuk perempuan.

6. Presiden Bush menerapkan kebijakan luar negeri yang komprehensif dan visioner melawan terorisme internasional. Bush menyampaikan pada dunia bahwa negara yang mendukung, melindungi, ataupun mendonorkan

88Steve Bowman, War in Afghanistan: Strategy, Military Operations, and Issues for Congress,

CRS 3 Desember 2009. Hal. 4

89Wendy S. Davis, Providing a Framework to Understanding Why the US Invaded Iraq in

2003 [thesis], 2007. Hal. 36

90US Departmen of State, The Global War on Terrorism: The First 100 Days, 2001,


(49)

bantuan dianggap sama atau disetarakan dengan terorisme yang menjadi musuh bersama.

Sebagaimana disampaikan sebelumnya, aksi kelanjutan yang dilakukan AS adalah invasi AS ke Irak pada tahun 2003. Adapun beberapa hal yang melatarbelakangi AS melakukan invasi adalah: Tuduhan AS bahwa Irak telah mempersiapkan sejata pemusnah massal yang sangat mengancam keamanan negara-negara, menyingkirkan ancaman teroris internasional dan membebaskan rakyat Irak dari penindasan rezim Saddam Husein dengan cara memulihkan demokrasi di Irak.91 Dua aksi militer yang telah dilancarkan AS tidak memiliki dasar yang kuat, sehingga banyak negara yang beranggapan bahwa penggulingan rezim Taliban dan invasi AS ke Irak merupakan dua fenomena yang sangat merugikan.92 Hal ini dikarenakan tidak adanya jaminan keselamatan dari tindakan terorisme pasca upaya AS di Afghanistan dan Irak.

Pada tahun 2008, Kepemimpinan George W. Bush digantikan oleh Barack Obama. Obama merupakan Presiden terpilih dari Partai Demokrat, berbeda halnya dengan George W. Bush yang berasal dari parta Republik. Menindaklanjuti kebijakan war on terror oleh Obama, ia berusaha untuk bersikap lunak terhadap Irak dan Afghanistan dengan mengurangi pasukan militernya di kedua negara tersebut. Obama memiliki visi untuk menyeimbangkan kembali situasi AS terhadap

91Mustafa Abd Rahman, Geliat Irak Menuju Era Pasca Saddam, (Jakarta: Kompas, 2003),

hal.57

92


(50)

Kebijakan War on Terror dengan cara merubah ideologi, perspektif, dan aliansi untuk memperkuat AS.93

Obama mengedepankan soft power dalam menghadapi tantangan global.94 Artinya, dalam menghadapi terorisme internasional, AS tidak serta merta memandang negara Islam sebagai sarang teroris, justru AS mencoba untuk menjalin aliansi yang baik dalam sektor ekonomi, politik, dan budaya dengan negara lain, seperti upaya yang dilakukan oleh Obama dengan membangun hubungan kembali dengan Iran terkait nuklir dengan Rusia dan berjanji akan mengakhiri kependudukan AS di Irak.95

Meski demikian, kebijakan war on terror tetap menjadi prioritas AS. Perkembangan gerakan-gerakan ekstrimis Islam radikal yang berpotensi menjadi ancaman, seperti Al- Shaabab yang berbasis di Somalia menjadi tantangan tersendiri bagi AS. Berkaitan dengan hal tersebut, AS berupaya untuk mengeluarkan kebijakan yang efektif yang diharapkan mampu mengatasi perkembangan gerakan Al- Shaabab kedepannya. Keseriusan AS dalam mengatasi pergerakan terorisme guna mencapai misi AS dalam menciptakan kehidupan dunia yang damai, dan mempertahankan kebebasan.

93Boaz Ganor, Identifing the Enemy in Counterterrorism Operations-A Comparison of the

Bush and Obama Administrations”, International Law Studies: US Naval War Collage, Vol. 90 (2014), hal. 342-349

94Tom Curry, Obama Continues Ekstends Some Bush Terrorism Policies, 2013 [database

on-line]; Internet, diunduh pada 28 Mei 2015 tersedia di

http://nbcpolitics.nbcnews.com/_news/2013/06/06/18804146-obama-continues-extends-some-bush-terrorism-policies?lite

95


(51)

BAB III

TERORISME AL-SHAABAB DI SOMALIA DAN AFILIASINYA DENGAN AL- QAEDA

Terorisme selalu dikaitkan dengan kekerasan dan bertentangan dengan tingkah laku pemerintah negara. Dipengaruhi oleh berbagai faktor pendorong, keberadaan terorisme semakin luas dan berkembang terutama di negara-negara miskin, seperti Somalia.

Federal Bureau of the Investigation (FBI) mendefenisikan terorisme

internasional dengan tiga karakteristik, yaitu:96

1. Melibatkan tindakan kekerasan atau segala tindakan yang berbahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum federal atau negara.

2. Tindakan dimaksudkan untuk (i) mengintimidasi atau memaksa penduduk sipil; (ii) mempengaruhi kebijakan Pemerintah dengan intimidasi atau pemaksaan; atau (iii) mempengaruhi perilaku Pemerintah terkait senjata pemusnah massal, pembunuhan, penculikan atau; dan

3. Terutama terjadi di luar wilayah yurisdiksi AS, atau melampaui batas-batas nasional dalam hal sarana yang mereka capai.

Pernyataan AS pada tahun 2008,97 menyatakan bahwa saat ini kelompok Al-Shaabab yang beroperasi di Somalia merupakan gerakan terorisme internasional. Untuk menelaah pernyataan tersebut, maka pada bab ini akan dijelaskan tentang

96FBI, Definition of Terrorism in the U.S. Code [database on-line]; Internet, diunduh pada 7

Oktober 2014; Tersedia di http://www.fbi.gov/about-us/investigate/terrorism/terrorism-definition


(52)

situasi politik Somalia yang memunculkan gerakan kelompok Al- Shaabab dan mengapa ia disebut sebagai terorisme internasional, serta keterikatan kelompok tersebut dengan jaringan Al- Qaeda.

A. Dinamika Politik Internal Negara Somalia

Somalia merupakan negara yang belum memiliki parlemen formal lebih dari dua dekade setelah penggulingan Presiden Siad Barre pada tahun 1991.98 Ketidakstabilan pemerintahan berdampak pada tingginya perilaku anarkis antar masyarakat Somalia yang berujung pada maraknya kemiskinan, kelaparan, dan kekeringan berkepanjangan. Keterpurukan yang dialami Somalia terhitung sejak tahun 1992 hingga 2012.99

Tahun 2012 merupakan tahun awal yang menjadi era baru bagi Somalia. Bantuan kemanusiaan, serta pembentukan Pemerintahan Transisi Federal Somalia (TFG) yang diakui secara internasional telah mencoba untuk mengambil alih kepemimpinan di Somalia. Meskipun, sebelumnya kekuatan ICU telah menyebar hampir di seluruh wilayah Somalia, tetapi banyaknya pengaruh pihak luar akhirnya mempengaruhi secara drastis masalah perpolitikan internal Somalia.100

Dinamika politik internal Somalia yang kian memburuk menarik perhatian dunia. Hal ini dikarenakan sulitnya mencapai kesejahteraan dan kesepahaman

98Abdullahi M. Odowa, Somalia Clan and State Politics: What can current leaders in Somalia

learn from their past history?”, The ITPCM International Commentary, Vol. IX, No 34 (2013).

99Somalia: Security and Humanitarian Situation in South and Central Somalia, 2014, tersedia

dihttps://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/390329/cig_soma lia_security_situation_v20.pdf

100Rob Wise, Al-Shaabab, Center for Strategic and International Studies: Case Study No.


(1)

The original US intervention in Somalia in 1992-1994 was done for humanitarian reasons and then, once it became a UN operation, for purposes of state building. At that time, it had nothing to do with counterterrorism. Following the 1998 al-Qaeda bombings of the US embassies in Dar es Salaam, Tanzania and Nairobi, Kenya, counterterrorism became the principal reason for reengaging in Somalia and it continues to be the primary reason up to the present. This is part of the US effort globally to combat terrorism, even though al-Shabaab has had minimal impact on the US. Small numbers of Somalis living in the US have joined al-Shabaab and pose a theoretical threat to the US. The main concern, however, is the impact of al-Shabaab on US allies in the Horn of Africa, especially Kenya, Ethiopia, and Djibouti.

3. US as a superpower country is always exist [sic] in promoting peace process in Somalia. According to you, what are the most influential US foreign policies in assisting Somalia against al-Shabaab? How are the policies being implemented?

The most useful thing the US can do is to fund and train the Somali security services, support AMISOM financially, provide intelligence to AMISOM, help identify and remove key al-Shabaab leaders, and put pressure on the Somali Federal Government to improve its governance and more forward faster with the process of political reconciliation. The US is doing all of these things.

4. What are the US contributions in helping Somalia against al-Shabaab?

See no. 3 above. In addition, the US provides considerable emergency aid and some development assistance to Somalia in order to help strengthen the Somali government. It is also supportive of Somalia in UN debates in New York.


(2)

5. Referring to US and AMISOM, which one is more dominant in influencing Somalia’s government policies? And according to you, what factor drives US/AMISOM to do so?

Because AMISOM forces work closely with Somali government forces, I believe AMISOM is dominant on security issues. AMISOM, the US and others influence the political process. I suspect the US and EU have a greater influence on political issues than does AMISOM. As for humanitarian assistance and development aid, the UN, EU, and US are far more important than AMISOM. But countries such as Turkey also play an important role.


(3)

Lampiran II

Transkip Wawancara

Name : Abdi Dirshe, BA Occupation(s) : Political Analyst

Permanent Secretary, Ministry of Plannining and International Cooperation,

Federal Government of Somalia E-mail : dirsheabdi@gmail.com

Date : 10 June 2015

List of Questions

1. Somalia is known as a country that is still pursuing to stabilize his government since the collapse of Siad Barre's regime in 1991. Some external actors are trying to intervene and assist Somalia’s efforts. What do you think about foreign intervention in Somalia? (How many states play the biggest role in Somalia?) Would this situation (foreign intervention) drive Somali citizen’s survival into advantage / disadvantage in the future? The present military action in Somalia under the African Union Mission in Somalia (AMISOM) is in response to fight Al-shabab, the Al-Qaeda linked terrorist group. The Somali government supports the presence of AMISOM. The Somali public see progress in the political and economic environment and in this way support the decision of the government. In the medium to long term, the Somali National Army is to replace the AMISOM troops.


(4)

2. How is the recent development of US Government and Somali Government (TFG)’s bilateral relations?

The US has shifted its foreign policy towards Somalia from containment to ONE Somalia policy where the Somali State is supported to reclaim its sovereignty in a new political framework in which the Somali regions have a role to play in the decision making process. This is not limited to political support but also development and military support.

3. The emergence of Al- Shaabab as fractions of the Islamic Courts Union has been developing since 2006. It started from the separatist action that intended to control southern Somalia in 2006, to its development into Al- Qaeda affiliation in 2008, and was officially announced in 2012. Do you agree that the transformation of Al- Shaabab will create a global threat as equivalent with al-Qaeda? in your opinion, what are the motives that drive Al- Shaabab in joining Al Qaeda?

Some of the early leaders of Al-shabab were trained in Afghanistan, hence a link to the Al-Qaeda leadership. In addition, Al-Qaeda operatives in Eastern Africa have moved to Somalia in the absence of effective government and have provided training and a link to Al-Qaeda. This has made the transition an easy one.

4. According to you, what are the most influential US foreign policies in assisting Somalia againts Al- Shaabab, particularly from 2012-2014? How are the policies being implemented?


(5)

The US supports AMISOM with training and intelligence information in combating Al-Shabab and it also trains the Somali National Army. The USAID provides development assistance to Somalia.

5. What are the US contribution in helping Somalia againts Al- Shaabab?

The US is active on the ground by way of drones and military support to both AMISOM and the Somali Nantional Army.

6. In some news articles about Al- Shaabab, Ahmesd Abdi Geodani as a supreme leader of Al- Shaabab was killed by a US drone strike attack? How do you respond, as a Somali government, to that action taken by US?

The Somali government has offered amnesty to all Al-Shabab members and its leadership if they renounce violence. Godane decided to continue waging extreme violence against the people of Somalia. Killing Godane was seen as a serious setback to Al-Shabab but the solution always lies in dialogue.

7. Referring to US and AMISOM existence. Which one from these two is more dominant in influencing Somalia’s government policies? And according to you, what factor drives AS / AMISOM to do so?

Government policies – foreign, domestic? The US has enormous influence on Somalia’s domestic and international policies. AMISOM has some but limited influence.

8. Do you agree that the problem of terrorism becomes a major goal of the US intervention in Somalia? If yes, why? And if not, why?


(6)

Somalia has everything to gain from stability and the US is supporting Somalia reach that goal. The goal of the USA is to create a stable international environment so its global trade and influence remain strong.

9. Last question, What is the best solution to prevent Somalia from being the target of “save heaven“ for terrorism?

The Somali people’s opinion matter when it comes whether Somalia becomes safe haven for terrorist organizations. Al-Shabab was supported by the public when there was Ethiopian occupation in Somalia but the same people have turned against Al-Shabab when the Ethiopian troops withdrew. This is important point.