178
tipe STAD tidak lebih baik daripada metode pembelajaran konvensional pada materi pokok luas permukaan dan volume kubus dan balok.
Tidak dipenuhinya hipotesis pertama mungkin disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya yaitu:
1 Siswa belum bisa menyesuaikan diri dengan adanya penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran karena masih
terbiasa dengan pembelajaran menggunakan metode konvensional, 2 Kurangnya alokasi waktu untuk pembelajaran dengan metode pembelajaran
kooperatif tipe STAD karena perlu mengkondisikan siswa ke dalam kelompok-kelompok dan dalam membimbing siswa dalam berdiskusi
kelompok masih perlu bimbingan lebih, 3 Peneliti kurang mampu membimbing semua kelompok saat kegiatan diskusi
berlangsung, 4 Siswa kurang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas-tugas dan kuis
yang diberikan guru, 5 Saat diskusi kelompok berlangsung seringkali terdapat siswa yang hanya
mencontoh jawaban temannya yang pandai tanpa mau memahami konsepnya. Selain faktor-faktor di atas mungkin masih ada faktor lain di luar kegiatan
belajar-mengajar yang tidak terkontrol oleh peneliti.
2. Hipotesis Kedua
Dari hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh F
b
= 3,4931 3,138 = F
tabel
, maka H
0B
ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaaan prestasi belajar matematika siswa ditinjau dari kedisiplinan belajar
matematika siswa pada materi pokok luas permukaan dan volume kubus dan balok.
Berdasarkan uji pasca analisis variansi diperoleh F
1-2
= 6,4253; F
1-3
= 4,9689; F
2-3
= 0,3939; DK = { 257334
, 6
F F
}, sehingga dapat disimpulkan bahwa:
a. Siswa yang mempunyai kedisiplinan belajar tinggi dan prestasi belajar matematika siswa dengan kedisiplinan belajar sedang secara signifikan
179
memiliki prestasi belajar yang berbeda. Karakteristik perbedaan tersebut sesuai dengan karakteristik perbedaan rataan marginalnya. Dari Tabel 4.6
diperoleh rataan marginal prestasi belajar matematika siswa kelompok kedisiplinan belajar tinggi sama dengan 81,6 dan rataan prestasi belajar
matematika siswa kelompok kedisiplinan belajar sedang sama dengan 68,2143. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki kedisiplinan
belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kedisiplinan belajar sedang.
b. Siswa yang mempunyai kedisiplinan belajar tinggi dengan kelompok siswa yang mempunyai kedisiplinan belajar rendah secara signifikan memiliki
prestasi belajar yang sama. Meskipun dilihat dari rataan marginalnya berbeda, tetapi perbedaan tersebut secara signifikan tidak memberikan pengaruh
terhadap prestasi belajar matematika siswa. Dari Tabel 4.6 diperoleh rataan marginal prestasi belajar matematika siswa kelompok kedisiplinan belajar
tinggi sama dengan 81,6 dan rataan prestasi belajar matematika siswa kelompok kedisiplinan belajar rendah sama dengan 64. Jadi dapat
disimpulkan bahwa siswa yang memiliki kedisiplinan belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan siswa
yang memiliki kedisiplinan belajar rendah. Hal ini dimungkinkan karena siswa yang memiliki kedisiplinan belajar rendah memiliki tingkat kecerdasan
yang lebih tinggi daripada siswa yang memiliki kedisiplinan belajar tinggi. c. Siswa yang mempunyai kedisiplinan belajar sedang dengan kelompok siswa
yang mempunyai kedisiplinan belajar rendah secara signifikan memiliki prestasi belajar yang sama. Meskipun dilihat dari rataan marginalnya berbeda,
tetapi perbedaan tersebut secara signifikan tidak memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa. Dari Tabel 4.6 diperoleh rataan
marginal prestasi belajar matematika siswa kelompok kedisiplinan belajar sedang sama dengan 68,2143 dan rataan prestasi belajar matematika siswa
kelompok kedisiplinan belajar rendah sama dengan 64. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki kedisiplinan belajar sedang
180
mempunyai prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan siswa yang memiliki kedisiplinan belajar rendah.
3. Hipotesis Ketiga