Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal

(1)

PELAKSANAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI KECAMATAN KEDUNGBANTENG

KABUPATEN TEGAL

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Geografi pada Universitas Negeri Semarang

Oleh:

Laelia Nurpratiwiningsih 3201407062

JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skipsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial UNNES pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 22 September 2011

Pembimbing I

Drs. Saptono Putro, M.Si. NIP. 19620928 1990031 002

Pembimbing II

Drs. Tukidi, M. Pd.

NIP. 19540310 1983031 002

Mengesahkan: Ketua Jurusan Geografi

Drs. Apik Budi Santoso, M.Si. NIP.19620904 1989011 001


(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skipsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang dan disahkan pada:

Hari : Senin

Tanggal : 3 Oktober 2011

Penguji Utama

Dra. Pudji Hardati, M. Si NIP. 19581004 1986032 001 Penguji I

Drs. Saptono Putro, M. Si. NIP. 19620928 1990031 002

Penguji II

Drs. Tukidi, M. Pd

NIP. 19540310 1983031 002 Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Drs. Subagyo, M. Pd. NIP. 19510808 1980031 003


(4)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulisan orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 22 September 2011

Laelia Nurpratiwiningsih NIM 3201407062


(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka

merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (Q.S Ar Ra’d ayat 11). ” “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia

mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya (Q.S Al-Baqarah ayat 286).”

Bukan kurangnya pengetahuan yang menghalangi keberhasilan, tetapi tidak cukupnya tindakan. Dan bukan kurang cerdasnya pemikiran yang melambatkan perubahan hidup ini, tetapi kurangnya penggunaan dari pikiran dan kecerdasan. (Mario Teguh)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk :

1. Bapakku dan Mamaku tercinta yang selalu mendukung dan mempercayaiku dalam setiap langkahku serta selalu memberikan do’a demi kesuksesanku.

2. Mba Yuli, Mba Tia, Mas Ipunk, Mas Hendy tersayang yang selalu mendukung, membimbing dan menyayangiku.

3. Sahabat-sahabat terdekatku, Teman-teman Geo ’07, KB Sejuk Kost dan seluruh Penghuni Sejuk Kost yang tak dapat ku sebutkan satu per satu.

4. Serta semua pihak yang telah hadir dalam hidupku, Terima kasih semua.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat ALLAH SWT, dengan limpahan rahmat-Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pelaksanaan Program

Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal” sebagai

salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan di Universitas Negeri Semarang.

Penulis memperoleh bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar – sebesarnya kepada :

1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M. Si. selaku Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Drs. Subagyo, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Apik Budi Santoso, M. Si. selaku Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

4. Drs. Saptono Putro, M. Si selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan dan arahannya hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Drs. Tukidi, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan dan arahannya hingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Dra. Puji Hardati, M.Si selaku Penguji Utama atas bimbingan dan arahannya hingga terselesaikannya skripsi ini.

7. Para Dosen Jurusan Geografi atas ilmu yang telah diberikan selama menempuh studi di Jurusan Geografi.

8. Para Staf TU Jurusan Geografi atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama kuliah di Jurusan Geografi.

9. Kepala Desa Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal terkait yang telah membantu ijin dalam penelitian diwilayah penelitian skripsi ini. 10.Kepala UPT Dikpora Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal yang


(7)

vii

11.Bapak, Ibu dan Kakak-kakakku tercinta atas dukungan dan doa serta kasih sayangnya, semoga engkau senantiasa berada dalam lindungan dan kasih sayang Allah SWT.

12.Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis dapat diterima oleh ALLAH SWT sebagai amal shaleh dan hanya ALLAH SWT yang dapat membalas semua kebaikan bapak dan ibu semua. Akhir kata, Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, 22 September 2011


(8)

viii SARI

Laelia Nurpratiwiningsih. 2011.Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal. Skripsi. Jurusan Geografi. FIS. UNNES. Pembimbing I. Drs. Saptono, M. Si. Pembimbing II. Drs. Tukidi, M. Pd. Kata kunci: Wajib Belajar 9 Tahun.

Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembangunan, karena dengan pendidikan masyarakat akan menjadi cerdas selanjutnya akan membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi. Setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 721 anak usia sekolah di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2010 tidak melanjutkan pendidikan. Masalah dalam penelitian: (1) bagaimana pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun? (2) faktor-faktor apa yang menghambat pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng?. Tujuan yang ingin dicapai: (1) untuk mengetahui pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun, (2) untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng.

Populasi dalam penelitian adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak usia 7-15 tahun yang tidak mengikuti program wajib belajar 9 tahun baik pada tingkat SD/MI atau SMP/MTs di Kecamatan Kedungbanteng. Jumlah populasinya yaitu 721 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara acak menggunakan tehnik Proportional Random Sampling. Jumlah sampel penelitian diambil 10% dari 10 desa yang tersebar di Kecamatan Kedungbanteng yaitu 72 orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun tidak melanjutkan sekolah. Variabel yang digunakan, antara lain: karakter keluarga yang meliputi jumlah tanggungan anak dan jumlah keluarga inti, lingkungan keluarga dengan kondisi anak, tingkat pendidikan orang tua baik formal maupun nonformal, mata pencaharian orang tua, tingkat pendapatan orang tua dan aksesibilitas yang digunakan anak ketika sekolah. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi, wawancara, observasi dan angket. Metode dokumentasi untuk mengetahui data di Dinas Dikpora, BPPKB dan Kelurahan. Metode wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi dari Kepala Sekolah dan Kepala UPTD Dikpora. Metode observasi digunakan untuk mengetahui kenyataan yang terdapat di lapangan mengenai keadaan geografis. Metode angket diberikan kepada orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun yang tidak melanjutkan sekolah. Metode analisis data menggunakan metode deskriptif persentase.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng mengalami kenaikan setiap tahunnya, namun pada tahun 2011 dapat diketegorikan Tuntas Utama. Kategori tersebut tidak sesuai dengan target pemerintah yaitu kurang dari 95%, hal tersebut karena menghadapi beberapa masalah. Faktor-faktor yang menghambat program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng, antara lain: 69,05% tingkat pendapatan orang tua,


(9)

ix

66,77% tingkat pendidikan orang tua, 65,28% mata pencaharian orang tua, 43,75% karakteristik keluarga, 63,87% lingkungan keluarga dan 61,35% aksesibilitas. Kecamatan Kedungbanteng terletak 7 km dari ibukota Kabupaten Tegal, dimana Kecamatan Kedungbanteng memiliki 10 desa dengan kondisi jalan dan kondisi rumah yang kurang baik.

Kesimpulan dalam penelitian adalah pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng selama 5 periode (tahun 2007-2011) mengalami kenaikan. Tingkat APK SD/MI dan SMP/ MTs mengalami kenaikan sebesar 15,86% dan tingkat APM SD/MI dan SMP/MTs mengalami kenaikan sebesar 9,99%. Hambatan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal , antara lain: tingkat pendapatan orang tua tergolong rendah yaitu kurang dari Rp 780.000, 00 , tingkat pendidikan terakhir orang tua rata-rata di tingkat SMP, jenis pekerjaan orang tua mayoritas sebagai petani, keluarga mendukung anak untuk sekolah , waktu yang dibutuhkan anak untuk melakukan perjalanan dari rumah ke sekolah 19 menit dengan jarak tempuh 2 km, dan memiliki keluarga inti 6 orang. Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah Dinas Pendidikan diharapkan dapat mengawasi pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun dan dapat menyediakan sarana dan prasarana sekolah, pemberian beasiswa bagi anak sekolah yang tidak mampu serta sekolah lebih meningkatkan kegiatan mensosialisasikan kepada orang tua siswa tentang adanya dana untuk membantu orang tua yang tidak mampu membiayai anaknya untuk melanjutkan sekolah.


(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

SARI ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Penegasan Istilah ... 7

F. Sistematika Skripsi ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan ... 11

B. Pelaksanaan Wajib Belajar ... 16

C. Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) 17 D. Tujuan dan Target Wajib Belajar ... 20

E. Tantangan dalam Wajib Belajar ... 21

F. Hambatan dalam Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun .... 24

G. Penelitian Relevan ... 33


(11)

xi BAB III METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 40

B. Variabel Penelitian ... 41

C. Definisi Operasional ... 43

D. Metode Pengumpulan Data ... 47

E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 48

F. Metode Analisis Data ... 52

G. Diagram Alir Penelitian ... 55

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Penelitian ... 56

2. Kondisi Penduduk Daerah Penelitian ... 60

B. Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun ... 67

1. Tingkat APK dan APM di Kabupaten Tegal ... 68

2. Perbandingan antara Jumlah Penduduk Usia 7-15 tahun yang Sekolah dan Tidak Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal tahun 2010 ... 78

3. Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2010 ... 80

C. Hambatan Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun ... 90

1. Karakteristik Keluarga yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 91

2. Kondisi Lingkungan Keluarga yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 93

3. Tingkat Pendidikan Orang Tua yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 96


(12)

xii

4. Jenis Pekerjaan Orang Tua yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 99 5. Tingkat Pendapatan Orang Tua yang Mempunyai Anak Usia

7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 100 6. Aksesibilitas yang Digunakan Anak untuk Melakukan

Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 101 D. Pembahasan ... 105

1. Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan

Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ………... 105

2. Hambatan Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di

Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 .... 107 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 111 B. Saran ... 112 DAFTAR PUSTAKA ... 113 LAMPIRAN


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1.1.APK dan APM Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 ... 3 Tabel 2.1.Beberapa Penelitian yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Program

Wajib Belajar 9 Tahun ... 37 Tabel 3.1.Orang Tua dari Anak Usia 7-15 Tahun yang Mengikuti maupun

Tidak Mengikuti Program Wajib Belajar 9 Tahun ... 41 Tabel 3.2.Klasifikasi Pendapatan Orang Tua ... 46 Tabel 3.3.Kriteria Deskriptif Persentase ... 55 Tabel 4.1.Banyaknya Perdukuhan RT dan RW Menurut Desa/ Kelurahan di

Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 ... 58 Tabel 4.2.Luas Penggunaan Lahan Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan

Kedungbanteng Tahun 2010 (ha) ... 59 Tabel 4.3.Komposisi Penduduk Menurut Desa/Kelurahan dan Jenis

Kelamin di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 ... 60 Tabel 4.4.Komposisi Penduduk Menurut Desa/Kelurahan dan Kelompok

Umur di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 ... 62 Tabel 4.5.Jumlah Kepala Keluarga Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan

Kedungbanteng Tahun 2010 ... 63 Tabel 4.6.Kepadatan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan

Kedungbanteng Tahun 2010 ... 64 Tabel 4.7. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan

Kedungbanteng ... 65 Tabel 4.8. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan

Kedungbanteng ... 66 Tabel 4.9.Data APK/APM Siswa SD/MI dan SMP/ MTs di Kabupaten Tegal

Tahun 2011 ... 69 Tabel 4.10.Tingkat APK dan APM pada jenjang SD, SMP, SD dan SMP di

Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah dan Indonesia Tahun 2007-2011 ... 75


(14)

xiv

Tabel 4.11.Penduduk Menurut Kelompok Umur Usia Sekolah (7-15 Tahun) di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 ... 78 Tabel 4.12.Banyaknya SD dan SMP Menurut Statusnya di Kecamatan

Kedungbanteng Tahun Pelajaran 2010 ... 82 Tabel 4.13.Jumlah Anggota Keluarga yang Mempunyai Anak Usia 7-15

Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal pada Tahun 2011 ... 88 Tabel 4.14.Banyaknya Anak dari Orang Tua yang Memiliki Anak Usia

7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 92 Tabel 4.15.Dukungan Keluarga terhadap Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak

Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011... 93 Tabel 4.16.Pengaruh Tempat Tinggal Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak

Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011... 94 Tabel 4.17.Kesadaran Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun

yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 tentang Pendidikan ... 95 Tabel 4.18.Lingkungan Keluarga terhadap Anak Usia 7-15 Tahun yang

Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 96 Tabel 4.19.Pendidikan Formal Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15

Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 93 Tabel 4.20. Pendidikan Nonformal Orang Tua yang Memiliki Anak Usia

7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 97 Tabel 4.21.Lamanya Pendidikan Formal Orang Tua yang Mempunyai Anak

Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 98


(15)

xv

Tabel 4.22.Lamanya Pendidikan Nonformal Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2011 ... 98 Tabel 4.23.Jenis Pekerjaan Pokok Orang Tua yang Memiliki Anak Usia

7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 99 Tabel 4.24.Tingkat Pendapatan Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15

Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 100 Tabel 4.25. Klasifikasi Pendapatan Orang Tua yang Memiliki Anak Usia

7-15 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 101 Tabel 4.26.Waktu yang Dibutuhkan Anak untuk Melakukan Perjalanan dari

Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 102 Tabel 4.27.Jarak yang Ditempuh Anak Waktu yang Dibutuhkan Anak untuk

Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 102 Tabel 4.28.Kendaraan yang Digunakan Anak untuk Melakukan Perjalanan

dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 103 Tabel 4.29.Transportasi Umum yang Melewati Rumah Anak Usia 7-15

tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 104 Tabel 4.30.Aksesibilitas yang Digunakan Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak

Melanjutkan Sekolah dalam Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal tahun 2011 ... 104 Tabel 4.31.Jumlah Penduduk Usia Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1.Kerangka Berfikir Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9

Tahun ... 37

Gambar 4.1.Peta Administrasi Kecamatan Kedungbanteng ... 57

Gambar 4.2.Grafik Perbandingan antara Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2010 ... 61

Gambar 4.3.Peta Pencapaian APK dan APM di Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 72

Gambar 4.4.Peta Pencapaian APK dan APM di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 77

Gambar 4.5.Grafik Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun yang Sekolah dan Tidak Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 … .. 79

Gambar 4.6.Diagram Perbandingan Antara Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun yang Sekolah dan Tidak Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 ... 80

Gambar 4.7.Peta Persebaran SD dan SMP di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal ... 81

Gambar 18.1.Penggunaan Sawah di Kecamatan Kedungbanteng ... 158

Gambar 18.2.Aktivitas Petani di Kecamatan Kedungbanteng ... 158

Gambar 18.3.Keadaan Jembatan di Kecamatan Kedungbanteng ... 158

Gambar 18.4.Kondisi Jalan di Kecamatan Kedungbanteng ... 158

Gambar 18.5.Kondisi SMP Negeri 1 Kedungbanteng ... 158


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Metode Pengumpulan Data Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9

Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal ... 117

2. Lembar Observasi ... 119

3. Lembar Dokumentasi ... 120

4. Kisi-kisi Instrument Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal ... 121

5. Wawancara Untuk Kepala UPT Dikpora ... 123

6. Wawancara Untuk Kepala Sekolah ... 124

7. Angket Penelitian ... 125

8. Uji Validitas dan Reabilitas ... 132

9. Perhitungan Validitas Angket ... 136

10. Perhitungan Reabilitas Angket ... 138

11. Tabulasi Pengisian Angket Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal ... 140

12. Hasil Tabel Rata-rata Analisis Angket Tahun 2011 ... 144

13. Perhitungan APK dan APM ... 150

14. Daftar Nama Anak yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 152

15. Daftar Nama Orang Tua dari Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah ... 155

16. Surat Ijin Penelitian ... 156


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembangunan nasional, karena dengan adanya pendidikan bagi masyarakat akan menjadikan masyarakat lebih maju dalam pemikirannya. Pemikiran masyarakat yang maju akan membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi. Pendidikan juga tidak lepas dari peran pemerintah. Pemerintah mengutamakan pentingnya pendidikan bagi seluruh masyarakat dengan meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh


(19)

peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:36).

Salah satu indikator penuntasan program wajib belajar 9 tahun diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) tingkat SMP/sederajat. Penuntasan progam wajib belajar 9 tahun yang bermutu pada tahun 2006-2009 bertujuan untuk meningkatkan APK SMP/MTs/setara hingga mencapai minimal 95%. Pada tahun 2009 APK nasional telah mencapai 98,11%, sehingga program wajib belajar 9 tahun telah tuntas sesuai dengan waktu yang telah ditargetkan pemerintah Indonesia dan bahkan target itu dapat dicapai 7 tahun lebih awal dibandingkan dengan komitmen internasional yang dideklarasikan di Dakar mengenai Education for All (EFA) tahun 2000 yang mewajibkan semua negara di dunia harus menuntaskan wajib belajar 9 tahun paling lambat 2015 nanti (Departemen Pendidikan Nasional, 2010).

Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) memiliki arti yang berbeda. Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama. APK dan APM dimaksudkan untuk mengetahui sukses tidaknya upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan pada tingkat SD dan SMP (Handoko, 1997:120).


(20)

3

Seluruh penduduk Kabupaten Tegal berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak. Pemerintah berkewajiban untuk selalu meningkatkan partisipasi sekolah penduduk. Ratusan siswa SD di Kabupaten Tegal pada tahun 2010 sesuai data dari Dinas Dikpora, siswa yang tidak melanjutkan ke SMP sebanyak 2000 orang (Putra, 2011). Kecamatan Kedungbanteng merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Tegal. Wilayah ini memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu 43.402 jiwa dan kepadatan penduduk sebesar 498 jiwa/km2. Jumlah penduduk yang sedikit diharapkan dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya dan dapat memanfaatkan serta mengelola Sumber Daya Alam yang ada pada daerah sekitarnya. Keberadaan sekolah di wilayah ini diharapkan dapat menunjang pendidikan sehingga anak dapat melanjutkan sekolah.

Tingkat APK dan APM pada jenjang SD dan SMP di Kecamatan Kedungbanteng menurut Dinas Dikpora Kabupaten Tegal Tahun 2010, termasuk dalam urutan ke 10 apabila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain yang berada di Kabupaten Tegal. Data APK dan APM di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. APK dan APM Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Angka Partisipasi

Jenjang Pendidikan

APK (%) APM (%)

SD 104,93 101,57

SMP 70,76 69,07

Sumber: Dinas Dikpora Kabupaten Tegal Tahun 2010

Tingkat APK SD di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 menunjukan 5% anak kurang dari 7 tahun dan lebih dari 12 tahun di Kecamatan Kedungbanteng duduk di bangku SD. Tingkat APK SMP di Kecamatan


(21)

Kedungbanteng tahun 2010 menunjukan jumlah murid SMP di Kecamatan Kedungbanteng yang ada baru 71% dari penduduk umur 13-15 tahun. Pencapaian APK SMP di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 mengindikasikan belum semua anak kelompok umur yang sesuai memperoleh pendidikan. Tingkat APM SD di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 menunjukan lebih dari 100% anak berumur 7-12 tahun terserap di SD, sedangkan APM SMP di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 menunjukan 70% anak penduduk di Kecamatan Kedungbanteng berumur 13-15 tahun telah terserap di SMP.

Peningkatan sumber daya manusia yang dilakukan lewat pendidikan menghadapi beberapa kendala diantaranya faktor lingkungan fisik maupun non fisik. Penuntasan keberhasilan wajib belajar 9 tahun dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal (dalam diri) dan faktor eksternal (luar diri) siswa. Faktor internal, meliputi: kemampuan, minat, motivasi, nilai-nilai dan sikap, ekspektasi (harapan), dan persepsi siswa tentang sekolah. Faktor eksternal, meliputi: latar belakang ekonomi orangtua, persepsi orangtua tentang pendidikan, jarak sekolah dari rumah, hubungan guru-murid, usaha yang dilakukan pemerintah. Banyaknya siswa yang tidak berhasil dalam belajar, termasuk banyaknya anak-anak yang tidak sekolah bisa dilihat dari kedua aspek tersebut (Alwen, 2007: 2).

Pendidikan sangat penting bagi masyarakat, maka dari itu peneliti tergugah untuk mengadakan penelitian mengenai pendidikan pada suatu tempat. Fenomena yang terjadi di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal adalah APK pada jenjang SMP belum sesuai dengan target pemerintah, selain itu masih terdapat


(22)

5

anak usia 7-15 tahun yang belum memperoleh pendidikan. Dari penjelasan

tersebut, maka peneliti memilih judul “Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal”.

B.Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. tingkat APK dan APM di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal pada tahun 2010 termasuk dalam urutan ke 10 dengan memiliki jumlah penduduk usia 7-15 tahun paling sedikit apabila dibandingkan dengan kecamatan lain yang berada di Kabupaten Tegal.

2. tingkat APK SMP di Kecamatan Kedungbanteng tidak sesuai dengan target pemerintah yaitu jumlah murid SMP di Kecamatan Kedungbanteng yang ada baru 71% dari penduduk umur 13-15 tahun, padahal pemerintah pada tahun 2009 menargetkan tingkat APK SMP sebesar 95%.

3. tingkat APM SMP di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 menunjukan 70% anak penduduk di Kecamatan Kedungbanteng usia 13-15 tahun telah terserap di tingkat SMP, sisanya 30% penduduk di Kecamatan Kedungbanteng usia 13-15 tahun belum memperoleh pendidikan di tingkat SMP.

4. di Kecamatan Kedungbanteng masih terdapat anak usia 7-15 tahun yang tidak sekolah, padahal pemerintah telah menetapkan program wajib belajar 9 tahun.

Permasalahan yang akan diteliti berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan adalah:

1. bagaimana pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal?


(23)

2. faktor-faktor apa yang menghambat pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan masalah yang muncul adalah: 1. untuk mengetahui pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan

Kedungbanteng Kabupaten Tegal.

2. untuk mengidentifikasikan hambatan-hambatan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian adalah manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Dinas Pendidikan, dapat memberikan informasi faktual tentang kondisi fisik dan kondisi sosial ekonomi terhadap program wajib belajar 9 tahun agar dapat memberikan pertimbangan dalam menentukan kebijakan . b. Bagi peneliti, dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai program wajib

belajar 9 tahun dan menerapkan ilmu pengetahuan yang di dapat di bangku perkuliahan, serta membuktikan kesesuian teori dengan di lapangan. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat, dapat memberikan masukan tentang visi pendidikan sehingga dapat menyukseskan dan mendukung pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun.


(24)

7

b. Bagi siswa, dapat memberikan motivasi kepada siswa agar tetap semangat dalam mengikuti program wajib belajar 9 tahun.

E.Penegasan Istilah

Peneliti agar lebih mudah dalam melakukan penelitian, maka perlu menegaskan beberapa istilah. Penegasan istilah dalam penelitian ini yaitu wajib belajar 9 tahun, jumlah tanggungan orang tua, pendidikan orang tua, lingkungan keluarga, jenis pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua dan aksesibilitas.

1. Wajib belajar 9 tahun

Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:216). Pendidikan minimal yang dimaksud dalam penelitian adalah penduduk di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal yang berusia 7-15 tahun harus mengikuti program wajib belajar 9 tahun sampai dengan tamat.

2. Hambatan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun

Hambatan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun dalam penelitian adalah jumlah tanggungan orang tua, pendidikan orang tua, lingkungan keluarga, jenis pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua dan aksesibilitas.

a. Jumlah Tanggungan Orang Tua

Jumlah tanggungan orang tua dalam penelitian adalah jumlah anak yang dimiliki oleh orang tua anak usia 7-15 tahun yang tidak mengikuti program wajib belajar 9 tahun.


(25)

b. Pendidikan Orang Tua

Pendidikan orang tua dalam penelitian, dilihat dari pendidikan formal maupun pendidikan nonformal orang tua. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh orang tua, antara lain: pada jenjang SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi maupun tidak pernah mengikuti sekolah. Pendidikan nonformal yang pernah diikuti oleh orang tua, seperti: kursus mengetik, kursus menjahit, kursus elektro ataupun kursus lainnya yang pernah diikuti oleh orang tua.

c. Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga dalam penelitian merupakan suatu tempat tinggal dimana anak usia 7-15 tahun yang tidak sekolah tinggal. Lingkungan tersebut dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif bagi anak, berupa: dukungan keluarga, keadaan tempat tingal maupun kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan.

d. Jenis Pekerjaan Orang Tua

Jenis pekerjaan orang tua dalam penelitian adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang tua untuk mendapatkan sumber penghasilan hidup sehari-hari yaitu pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan orang tua. e. Pendapatan Orang Tua

Pendapatan adalah hasil yang berupa uang atau barang yang diterimakan sebagai balas jasa atau kontra prestasi (BPS, 1996:8). Pendapatan orang tua dalam penelitian ini adalah seluruh pendapatan


(26)

9

yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang bekerja baik dari penghasilan pokok ataupun sampingan.

f. Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya (Tamin, 2000: 32). Faktor-faktor yang menentukan aksesibilitas dalam penelitian ini adalah jarak yang ditempuh anak untuk sekolah, waktu tempuh yang diperlukan anak untuk sekolah, biaya/ongkos perjalanan yang dibutuhkan untuk sekolah dan fasilitas transportasi yang digunakan anak ketika sekolah.

F. SISTEMATIKA SKRIPSI

Hasil penelitian agar lebih mudah dalam mempelajari, maka peneliti membuat sistematika penulisan skripsi. Isi dari sistematika mewakili bab yang ada dalam skripsi yang dibuat peneliti. Sistematika penulisan skripsi disusun menjadi 3 bagian yaitu: pendahuluan, isi dan penutup.

1. Bagian pendahuluan skripsi

Pendahuluan terdiri dari: halaman judul, sari penelitian, halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel atau grafik dan daftar lampiran.

2. Bagian isi skripsi

BAB I : Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi.


(27)

BAB II : Landasan teori yang berisi tentang pengertian pendidikan, pelaksanaan wajib belajar 9 tahun, tujuan dan target wajib belajar 9 tahun, tantangan wajib belajar 9 tahun, dan hambatan program wajib belajar 9 tahun.

BAB III : Metodologi penelitian yang berisi tentang populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data, validitas dan reliabilitas instrumen, teknik analisis data, dan diagram alir penelitian.

BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan yang berisi tentang uraian hasil penelitian dan pembahasan.

BAB V : Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran. 3. Bagian penutup skripsi, berisi daftar pustaka dan lampiran.


(28)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Pendidikan

Pendidikan sangat dibutuhkan dalam penunjang pembangunan nasional Indonesia. Pendidikan secara sederhana diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendaliaan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:12).

Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan ketrampilan saja, namun diperluas sehingga mewujudkan keinginan, kebutuhan, dan kemampuan individu, sehingga tercipta pola hidup pribadi dan sosial yang baik. Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,


(29)

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:17).

Implikasi penyelenggaraan pendidikan meliputi: 1)kurikulum yang dirancang dan diterapkan, 2)sistem evaluasi dan promosi yang dianut, 3)pendidikan dan tenaga kependidikan, terutama guru yang ditempuh, 4)pembiayaan pendidikan, dan 5)manajemen penyelenggaraan pendidikan nasional (Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan UPI, 2007:21).

Tim Redaksi NPM (2009) menyatakan bahwa strategi penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dapat dibagi menjadi 3 pilar pembangunan pendidikan, yaitu: 1)perluasan dan pemerataan pendidikan, 2)mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan, dan 3)tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa jalur pendidikan terdiri dari atas pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan atau melalui jarak jauh.

1. Pendidikan Formal

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:98). Jadi, Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya dengan kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan


(30)

13

tinggi dan yang setaraf dengannya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.

a. Pendidikan dasar

Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan ketrampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah (Ihsan, 1995:23). Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan bekal dasar bagi perkembangan kehidupan baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus disediakan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Pendidikan ini dapat berupa pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah, yang dapat merupakan pendidikan biasa ataupun pendidikan luar sekolah yang dapat merupakan pendidikan biasa ataupun pendidikan luar biasa.

Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:24).

b. Pendidikan menengah

Pendidikan menengah adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitar serta


(31)

dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja (Ihsan, 1995:22). Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah umum diselenggarakan selain untuk mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan tinggi juga untuk memasuki lapangan kerja. Pendidikan menengah kejuruan diselenggarakan untuk mengikuti lapangan kerja atau mengikuti pendidikan keprofesian pada tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan menengah dapat merupakan pendidikan biasa atau pendidikan luar biasa.

Pasal 18 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:25).

c. Pendidikan tinggi

Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi yang bersifat akademik dan atau professional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, tehnologi dan seni dalam rangka pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia. (Ihsan, 1995:23).

Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institute atau universitas. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan


(32)

15

pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:26).

2. Pendidikan Informal

Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:30). Pendidikan informal dengan kata lain adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk didalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetanga, lingkungan pekerjaan, dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media masa.

3. Pendidikan Nonformal

Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:31). Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Fungsi pendidikan nonformal adalah mengembangkan potensi peserta didik dengan menekankan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional. Pendidikan nonformal


(33)

meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

B.Pelaksanaan Wajib Belajar

UU No. 47 tahun 2008 tentang wajib belajar mengamanatkan bahwa setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 1 menyebutkan bahwa wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, bentuk SD dan MI/ bentuk lain yang sederajat serta SMP dan Madrasah Tsanawiyah/ bentuk lain yang sederajat.

Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Indonesia bukanlah wajib belajar dalam arti compulsory education, seperti yang dilaksanakan di negara-negara maju, dengan ciri-ciri: (1) ada unsur paksaan agar peserta didik bersekolah, (2) diatur dengan undang-undang tentang wajib belajar, (3) tolak ukur wajib belajar 9 tahun adalah tidak ada orang tua yang terkena sanksi, karena telah mendorong anaknya tidak bersekolah, dan (4) ada sanksi bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak sekolah (Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan UPI, 2007:121).

Pelaksanaan pendidikan dasar untuk semua tentunya diperlukan ketentuan-ketentuan tertentu sebagaimana di dalam Deklarasi PBB tentang Hak Atas


(34)

17

Pembangunan yang diadopsi oleh Sidang Umum bulan Desember Tahun 1986. Kewajiban Negara dalam hal ini kewajiban pemerintah daerah untuk melaksanakan wajib belajar diperlukan hal-hal sebagai berikut: 1)tersedianya sarana, seperti: gedung sekolah dan tempat pelaksanaan wajib belajar lainnya (appealability), 2)keterjangkauan (accessability) sarana pelaksanaan wajib belajar), 3)penerimaan (acceptability) yaitu diterima tidaknya bentuk kelembagaan pendidikan oleh rakyat, dan 4)kesesuaian (adaptability) yaitu kesesuaian lembaga-lembaga pendidikan dengan kebutuhan lingkungannya (Tilaar, 2006:165).

Program pendidikan wajib belajar 9 tahun pada hakekatnya berfungsi memberikan pendidikan dasar bagi setiap warga negara Indonesia yang berusia 7-15 tahun agar masing-masing memperoleh sekurang-kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar yang diperlukan untuk dapat berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

C.Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM)

Pembangunan manusia adalah proses agar manusia mampu memiliki lebih banyak pilihan dalam hal pendapatan, kesehatan, pendidikan, lingkungan fisik dan sebagainya. Badan Pusat Statistik (2010) menjelaskan konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah mengukur pencapaian keseluruh negara atau provinsi. IPM mengukur pencapaian kemajuan pembangunan sosial dan ekonomi di negara atau provinsi tertentu. IPM direpresentasikan oleh 3 dimensi, yaitu umur panjang dan sehat (longevity), pengetahuan (knowledge) dan hidup yang layak (standard of living). Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi umur


(35)

panjang dan sehat adalah angka harapan hidup. Dimensi pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, sedangkan dimensi kehidupan yang layak diukur dengan paritas daya beli (purchsing power parity/ PPP).

Keberhasilan Indonesia untuk menurunkan peringkatnya selama periode 2007-2009 dari urutan ke-55 (2007) menjadi ke-60 (2008) dan ke-62 (2009) mengalami kenaikan lagi pada tahun pertama periode kedua pemerintahan Presiden SBY. Tahun 2010, peringkat Indonesia naik satu tingkat menjadi urutan ke-61. Badan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) merilis, indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia berada di urutan ke-124 dari 187 negara yang disurvei. IPM Indonesia hanya 0,617, jauh di bawah Malaysia di posisi 61 dunia dengan angka 0,761. UNDP menggunakan versi rata-rata lama sekolah 5,8 tahun diukur dari penduduk usia 25 tahun ke atas, sementara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memakai data Susenas 2010 Badan Pusat Statistik, yaitu rata-rata lama sekolah 7,9 tahun diukur dari penduduk usia 15 tahun ke atas (Arif, 2011).

Strategi pokok yang dituangkan dalam Repelita VI dirumuskan karena masih ditemukannya masalah mendasar dalam bidang pendidikan. Program pendidikan diperlukan indikator yang handal. Indikator proses pendidikan menunjukkan keadaan proses pendidikan yang diimplementasikan terjadi di masyarakat. Sumber data yang dipakai berasal dari sensus atau survey dengan pendekatan rumah tangga atau data administratif instansi terkait. Data yang


(36)

19

dibutuhkan dalam mengetahui indikator proses pendidikan, antara lain: APK, APM dan rata-rata lama sekolah.

a. Angka Partisipasi Kasar (APK)

Indikator APK mengukur proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut, tetapi indikator ini lebih banyak bercerita tentang keberhasilan sistem pendidikan dalam mendidik anak dan remaja, bukan pada penduduk dewasa. APK memberikan gambaran secara umum tentang banyaknya anak yang sedang/telah menerima pendidikan pada jenjang tertentu. APK biasanya diterapkan untuk jenjang pendidikan SD, SLTP, dan SLTA. Husaini (2010:20) dalam menghitung nilai APK menggunakan rumus sebagai berikut:

b. Angka Partisipasi Murni (APM)

Indikator APM menunjukkan proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya. APM selalu lebih rendah dibanding APK karena pembilangnya lebih kecil (sementara penyebutnya sama). APM membatasi usia murid sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga angkanya lebih kecil karena menunda saat mulai bersekolah, murid tidak naik kelas, berhenti/keluar dari sekolah untuk sementara waktu, dan lulus lebih awal. APM diterapkan untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menegah. Husaini (2010:20) dalam menghitung menggunakan rumus APK sebagai berikut:


(37)

c. Rata-rata lama sekolah

Rata-rata lama sekolah menggambarkan tingkat pencapaian setiap penduduk dalam kegiatan bersekolah. Semakin tinggi angka lamanya bersekolah semakin tinggi jenjang pendidikan yang telah dicapai penduduk. Indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan dua variabel secara simultan; yaitu tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan.

Rata-rata lama sekolah mayoritas penduduk di Indonesia masih relatif rendah dan dalam kondisi memprihatinkan, yakni baru mencapai semester satu kelas tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas yakni 7,5 tahun atau setara dengan kelas dua SMP atau semester satu sekolah menengah pertama (EKSPOSnews, 2011). D.Tujuan dan Target Wajib Belajar

Tim Redaksi NPM (2009:145) mengungkap bahwa penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu pada tahun 2006-2009 bertujuan untuk:

1. meningkatkan Angka Partisipasi Kasar SMP/ MTs setara hingga mencapai minimal 95%.

2. menurunkan angka putus sekolah SMP dari 2,83% menjadi 2%.

3. meningkatkan kualitas lulusan dengan indikator 70% peserta Ujian Nasional mencapai nilai di atas 6,00


(38)

21

4. melengkapi sarana pendidikan sehingga 75% SMP memenuhi Standar Nasional Pendidikan, antara lain: minimal 80% SMP mempunyai perpustakaan, 50% SMP memiliki Laboratorium IPA, 50% SMP memiliki laboratorium bahasa, dan 80% SMP mempunyai ruang ketrampilan yang memadai.

5. menyelenggarakan minimal satu rintisan SMP bertaraf internasional di setiap kabupaten/ kota.

6. terbentuk dan berfungsinya jaringan sistem informasi pendidikan di setiap propinsi di seluruh Indonesia dengan baik.

7. meningkatnya mutu pengelolaan SMP dengan 70% SMP Menjalankan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dengan baik.

8. meningkatkan kesadaran akan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.

Wajib belajar berfungsi untuk mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi warga negara Indonesia. Tujuan program wajib belajar 9 tahun adalah memberikan kesempatan pendidikan minimal bagi setiap warga negara Indonesia agar dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dan dapat hidup mandiri di dalam masyarakat. Pendidikan minimal yang dimaksud adalah masyarakat yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti program wajib belajar 9 tahun yaitu 6 tahun di tingkat SD/MI/sederajat dan 3 tahun di tingkat SMP/MTs/sederajat.

E.Tantangan dalam Wajib Belajar

Tim Redaksi NPM (2009:149) mengungkapkan bahwa penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun sampai dengan mencapai Angka Partisipasi


(39)

Kasar (APK) pada tingkat SMP sebesar 95% dihadapkan pada sejumlah tantangan dalam pelaksanaanya.

1. Masih ada sekitar 1,9 juta anak usia 13-15 tahun belum tertampung

Masih terdapat anak yang belum sekolah karena berbagai alasan, masih masih ada sekitar 1,9 juta anak usia 13-15 tahun di berbagai daerah di Indonesia belum memperoleh layanan pendidikan SMP atau sederajat.

2. APK SMP dari 146 kabupaten di bawah 75%

Tahun 2005 APK SMP secara nasional telah mencapai 85,22%. Namun demikian, masih terdapat 146 kabupaten yang angka APK SMP-nya masih rendah di bawah 75%, di bawah APK nasional. Tanpa upaya-upaya khusus, kabupaten-kabupaten tersebut akan terlalu sulit untuk mencapai APK 95% pada tahun 2008/2009. Selain itu, angka absolut anak yang belum tetampung pada daerah padat penduduk masih sangat tinggi.

3. Kondisi geografis yang sulit

Anak-anak usia 13-15 yang belum mendapatkan layanan pendidikan umumnya berdomisili di daerah terpencil, terisolir, dan terpencar-pencar dalam komunitas kecil. Kondisi geografis yang tidak terjangkau membuat anak sulit berangkat sekolah. Kondisi geografis daerah mereka tinggal merupakan kendala dalam pengadaan layanan pendidikan bagi mereka yang membutuhkan.

4. Kemiskinan

Kemiskinan sebagai akibat dari krisis ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dan penyesuaian harga BBM dan TDL, jumlah keluarga miskin di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 17%. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya putus


(40)

23

sekolah (angka putus sekolah pada tahun 2005 sebesar 2,83%) dan ketidakmampuan orang tua menyekolahkan anaknya kejenjang yang lebih tinggi.

5. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan

Sebagian masyarakat, terutama yang berpendidikan rendah, masih memandang bahwa pendidikan kurang penting. Mereka beranggapan bahwa bekerja lebih menguntungkan bagi anak tanpa menyadari bahwa pendidikan lebih menguntungkan untuk jangka panjang.

6. Peran PEMDA belum optimal

Sebagian besar PEMDA Tingkat II belum optimal dalam melaksanakan kewajiban dalam pembangunan pendidikan dengan baik. Sejumlah PEMDA Tingkat II bahkan terkesan mengabaikan sektor pendidikan. Hal ini terlihat, antara lain: masih rendahnya alokasi APBD dan perhatian birokrat pada sektor pendidikan. Penyebab utama dari rendahnya partisipasi ini adalah kurangnya pemahaman mereka akan tugas dan tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan pendidikan, sehingga banyak tugas dan tanggungjawab yang tidak dilaksanakan dengan baik.

7. Peran perguruan tinggi perlu dioptimalkan

Perguruan tinggi idealnya memerankan dirinya secara aktif sebagai agen dan katalisator perubahan dalam berbagai bidang, termasuk dalam penuntasan wajib belajar. Namun demikian, selama ini peran yang mereka mainkan masih sangat terbatas pada tataran konsep. Peran yang menyentuh langsung lapangan


(41)

yang secara nyata dan signifikan memberi kontribusi kepada penuntasan wajib belajar sangat lemah.

8. Sarana dan prasarana pendidikan kurang memadai

Daerah-daerah terpencil dan terisolir sarana dan prasarana pendidikannya masih sangat terbatas. Gedung sekolah masih belum memadai atau bahkan belum ada, belum didukung oleh fasilitas pembelajaran yang memadai. Sebagia akibatnya, sebagian anak usia sekolah terpaksa tidak memperoleh layanan pendidikan atau mendapatkan layanan pendidikan dengan kualitas memadai.

F. Hambatan dalam Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun

Keberhasilan Program Wajib Belajar 9 Tahun, menurut Sukardi (2010) dapat dibagi menjadi 2 faktor, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang dipengaruhi dari dalam individu. Faktor internal, meliputi: kemampuan anak, minat sekolah, ekspektasi (harapan) anak, persepsi siswa tentang sekolah dan aspirasi/ cita-cita anak. Faktor eksternal yang dipengaruhi oleh keadaan dari luar individu tersebut, meliputi: kondisi geografis, kondisi sosial ekonomi, keutuhan keluarga, persepsi orang tua, dan ketersedian sarana prasarana.

Penelitian Abdillah (2010) menyebutkan bahwa permasalahan dalam program wajib belajar 9 tahun, antara lain: tingkat pendidikan orang tua mempunyai angka partisipasi yang rendah, mata pencaharian/pekerjaan dan pendapatan orang tua mempunyai angka partisipasi yang sangat rendah, karakteristik keluarga berperan dalam penuntasan program wajib belajar 9 tahun,


(42)

25

angka partisipasi lingkungan tempat tinggal rendah, kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan terhitung rendah, faktor aksesibilitas tidak terlalu menjadi suatu masalah.

Penelitian pada skripsi ini akan mengkaji 6 (enam) permasalahan yang diduga menghambat pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun dilihat dari faktor eksternalnya, yakni: karakteristik keluarga, lingkungan keluarga, pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua dan aksesibilitas yang digunakan anak untuk melakukan perjalanan menuju ke sekolah.

1. Karakter Keluarga

Kondisi sosial adalah keadaan yang berkaitan dengan masyarakat, kondisi ini selalu mengalami perubahan melalui proses dan interaksi sosial. Interaksi sosial berarti proses hubungan yang saling mempengaruhi, bisa terjadi antar individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok (Subandiroso, 1987:45).

Keluarga adalah kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, istri dan anak yang belum dewasa. Setiap keluarga memiliki karakter keluarga tersendiri. Apabila salah satu dari unsur-unsur tersebut tidak ada, misal ada ibu namun tidak ada ayah (baik karena meninggal atau bercerai), maka keluarga tersebut tidak bisa dikatakan sebagai keluarga yang utuh lagi. Ini disebut keutuhan keluarga secara stuktur. Disamping itu, ada pula keutuhan dalam interaksi, yaitu adanya interaksi sosial yang wajar (harmonis). Ketidakutuhan keluarga tentunya berpengaruh negatif bagi perkembangan sosial seorang anak (Hasbullah, 2009:90)


(43)

Keluarga inti terdiri dari beberapa individu, yaitu ayah, ibu dan anak. Setiap individu menjadi tanggungan dalam keluarga tersebut. Jumlah tanggungan adalah banyaknya orang yang menjadi tanggung jawab (secara materi) oleh orang tua. Semakin banyak jumlah tanggungan, maka semakin banyak pula dana yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Rismawati (2010:20) mengatakan jumlah tanggungan keluarga digolongkan menjadi 4, yaitu 1) lebih dari 10 orang berarti sangat banyak tanggungan, 2) 7-9 orang berarti banyak tanggungan, 3) 5-6 orang berarti tanggungan sedang, dan 4) 1-4 orang berarti tanggungan sedikit .

2. Lingkungan Keluarga

Kondisi sosial, interaksi sosial dapat dilakukan pada keluarga. Keluarga dilihat dari segi pendidikan merupakan satu kesatuan hidup (sistem sosial) dan keluarga menyediakan situasi belajar. Sebagai satu kesatuan hidup bersama (sistem sosial), keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ikatan kekeluargaan membantu anak mengembangkan sifat persahabatan, cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerjasama, disiplin, tingkah laku yang baik serta pengakuan akan kewibawaan. Tugas utama keluarga bagi pendidikan adalah sebagai peletak dasar bagi pendidik akhlak dan pandangan hidup keagamaan, sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orangtuanya dan dari anggota keluarga yang lain (Hasbullah, 2009:89).

Lingkungan keluarga adalah daerah atau kawasan tempat suatu kelompok sosial terkecil yang terdiri dari keluarga dan anak, dimana anak memperoleh bimbingan dan latihan dari keluarga untuk mendapatkan


(44)

27

perubahan–perubahan baru yang akan diperlukan dalam masyarakat. Di dalam keluarga anak belajar bersikap, berfikir dan bergaul dengan sesamanya, agar anak dapat berfikir dan bergaul dengan baik diperlukan peranan keluarga untuk membimbing dan mengarahkannya demi keberhasilan pendidikan anak.

Bagi keluarga yang tidak mampu, akan merasa berat dalam memenuhi biaya pendidikan. Keputusan untuk tidak menyekolahkan anak sebagai akibat adanya nilai ekonomis anak yang tinggi bagi orang tua. Masih adanya anggapan orang tua bahwa pendidikan tinggi tidak menjamin hari depan yang lebih baik (Rismayanti, 2010:20).

3. Pendidikan Orang Tua

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya, dan sebagainya (Rokhana, 2005:19).

Pendidikan orang tua dapat berpengaruh terhadap pola asuh orang tua terhadap anak. Bagaimana orang tua dapat memberikan pendidikan di dalam keluarga, sekolah maupun dalam bermasyarakat. Jenjang pendidikan yang didapat orang tua antara lain: SD, SMP, SMA, maupun Perguruan Tinggi. Hal ini dapat diperoleh dari ijasah terakhir yang diterima orang tua.

4. Jenis Pekerjaan Orang Tua

Pekerjaan adalah suatu pernyataan tertulis yang menguraikan fungsi, tugas-tugas, tanggung jawab, wewenang, kondisi kerja dan aspek-aspek


(45)

pekerjaan tertentu lainnya (Handoko, 1997:47). Pekerjaan dapat dikatakan adalah pencaharian, barang yang dijadikan pokok penghidupan, suatu yang dijadikan untuk mendapatkan nafkah. Jenis pekerjaan orang tua merupakan kegiatan yang dilakukan oleh orang tua untuk mendapatkan sumber penghasilan hidup. Jenis pekerjaan dapat berupa pekerjaan pokok ataupun sampingan. Macam-macam pekerjaan yang dapat dilakukan oleh orang tua, antara lain: polisi, tentara, guru, pegawai bank, karyawan, pengusaha, pedagang, petani, dll.

5. Pendapatan Orang Tua

Faktor ekonomi keluarga banyak menentukan dalam belajar anak. Misalnya anak dalam keluarga mampu dapat membeli alat-alat sekolah lengkap, sebaliknya anak-anak dari keluarga miskin tidak dapat membeli alat-alat itu. Dengan alat-alat serba tidak lengkap inilah maka hati anak-anak menjadi kecewa, mundur, putus asa sehingga dorongan belajar mereka kurang (Ahmadi, 2007:266).

Profesor P.A Samuel mengatakan bahwa ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai individu-individu dan masyarakat membuat pilihan, dengan atau tanpa penggunaan uang, dengan menggunakan sumber daya yang terbatas tetapi dapat digunakan dalam berbagai cara untuk menghasilkan berbagai cara untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa dan mendiskripsikannya untuk kebutuhan konsumsi, sekarang dan di masa datang, kepada berbagai individu dan golongan masyarakat (Sukirno, 1996:10).


(46)

29

Kondisi ekonomi adalah kondisi yang menghendaki seseorang, suatu masyarakat membuat keputusan tentang cara terbaik untuk melakukan sesuatu kegiatan ekonomi. Sedangkan kegiatan ekonomi didefinisikan sebagai kegiatan seseorang atau suatu masyarakat untuk memproduksikan barang dan jasa maupun mengkonsumsi (menggunakan) barang dan jasa tersebut (Sukirno, 1996:4). Jadi, kondisi ekonomi adalah keadaan seseorang dalam hal keuangan rumah tangga. Kegiatan ekonomi yang dapat berlangsung karena aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan. Kondisi ekonomi keluarga meliputi usaha orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidup (pekerjaan orang tua), pendapatan efektif (penghasilan orang tua) dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga.

Rokhana (2005:8) mengungkapkan bahwa pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Pendapatan yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang bekerja. Orang tua dengan penghasilan yang tinggi akan mampu memenuhi berbagai macam sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan belajar anak. Pendapatan orang tua merupakan sebuah penghasilan yang didapat orang tua sebagai hasil jerih payahnya selama bekerja. Pendapatan orang tua dapat diperoleh selama tiap hari, tiap minggu, atau tiap bulan setelah bekerja.

Klasifikasi pendapatan dapat didasarkan pada Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK). Pendapatan keluarga dikatakan tinggi bila pendapatan tiap bulan lebih besar dari UMK, sedangkan pendapatan rendah bila pendapatan tiap bulan lebih kecil dari UMK.


(47)

Sumardi dan Hans Evert (1983;15) menyebutkan bahwa tingkat ekonomi masyarakat disesuaikan dengan pendapatan dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu ekonomi tinggi, ekonomi sedang dan ekonomi rendah.

a. Ekonomi tinggi

Golongan yang berpenghasilan tinggi adalah golongan yang mempunyai penghasilan atas pekerjaannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan pokoknya. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan esensial yang sedapat mungkin harus dipenuhi. Kebutuhan esensial ini seperti makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, partisipasi, transportasi, perawatan pribadi dan rekreasi.

b. Ekonomi sedang/ menengah

Golongan berpenghasilan sedang sudah dekat dengan golongan yang berpenghasilan tinggi. Ini berarti golongan yang berpenghasilan ekonomi sedang cenderung masih dapat menyisihkan hasil kerjanya untuk kebutuhan lain yang sifatnya tidak esensial.

c. Ekonomi rendah

Ekonomi rendah adalah golongan miskin yang memperoleh pendapatannya sebagai imbalan atas pekerjaanya yang jumlahnya sangat sedikit apabila dibandingkan pemenuhan kebutuhan pokoknya. Kebutuhan esensial tidak dapat terpenuhi maksimal.

6. Aksesibilitas

Lingkungan tempat tinggal adalah tempat anak–anak tinggal, bertumbuh dan berkembang menuju kedewasaan. Lingkungan tempat tinggal


(48)

31

sangat mempengaruhi kegiatan belajar anak. Anak–anak yang tinggal di daerah kumuh akan ikut terbawa pada kondisi yang tidak mementingkan kegiatan belajar (Kamanto, 1988:90).

Kondisi lingkungan sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai alat dalam proses pendidikan. Lingkungan berfungsi sebagai wadah atau lapangan terlaksananya proses pendidikan. Lingkungan fisik berupa alam atau benda fisik, seperti rumah, pakaian, tanah datar, pegunungan, sawah dan lain-lain (Hasbullah;2007).

Letak merupakan suatu keadaan relatif pada suatu wilayah. Letak dapat dilihat pada letak bujur maupun letak lintangnya. Dari letak tersebut dapat dilihat kondisi wilayah tersebut. Sedangkan topografi adalah kondisi alam yang merintangi atau mempersulit perjalanan antar dua daerah (Soekadijo, 2000:137).

Aksesibilitas adalah kemudahan pencapaian terhadap suatu daerah. Semakin dekat dengan jarak antar daerah berarti semakin mudah kontak terjadi (Bintarto, 1979:16). Jarak antara rumah dengan sekolah dapat mempengaruhi minat siswa dengan sekolah, sehingga menimbulkan sikap dan motivasi yang baik terhadap orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah terdekat.

Jarak menjadi salah satu faktor dalam aksesibilitas. Jarak adalah sebagai sesuatu yang dapat diukur, adalah dasar dari studi geografi. Jarak menjadi objek utama dalam pembicaraan mengenai karateristik suatu kawasan di atas permukaan bumi (Nopembri, 2007:26). Jarak yang jauh dari rumah akan sulit


(49)

dicapai dan membutuhkan banyak biaya. Dengan jarak yang jauh maka untuk ke sekolah dibutuhkan biaya yang lebih.

Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain

dan „mudah‟ atau „susah‟nya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan

transportasi (Tamin, 2000:32).

Miro (2005:20) menyebutkan faktor-faktor yang menentukan tinggi rendahnya aksesibilitas, sebagai berikut ini:

a. Faktor waktu tempuh

Faktor ini sangat ditentukan oleh ketersediaan prasarana transportasi dan sarana transportasi yang dapat diandalkan. Contohnya adalah dukungan jaringan jalan yang berkualitas yang menghubungkan daerah asal dengan daerah tujuan. Cepat lamanya waktu yang diperlukan dapat mempengaruhi anak untuk mau melakukan perjalanan ke sekolah.

b. Faktor biaya/ongkos perjalanan

Biaya perjalanan ini berperan dalam menentukan mudah tidaknya tempat tujuan dicapai, karena ongkos perjalanan yang tidak terjangkau mengakibatkan orang (terutama kalangan ekonomi bawah) enggan atau bahkan tidak melakukan perjalanan. Begitu pula dengan biaya perjalanan yang dibutuhkan oleh seorang anak untuk mencapai sekolah mereka. Sekolah yang letaknya terlalu jauh dari rumah mereka akan membutuhkan


(50)

33

ongkos/ biaya yang lebih banyak jika dibandingkan dengan letak sekolah yang dekat dengan mereka.

c. Fasilitas transportasi

Fasilitas transportasi adalah sektor yang sangat penting karena transportasi sebagai sarana seseorang untuk melakukan perjalanan. Keterkaitan fasilitas transportasi dengan pendidikan adalah bahwa tercukupinya sarana dan prasarana transportasi mempengaruhi anak untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah.

G.Penelitian Relevan

Peneliti memperluas pengetahuan dengan menambahkan penelitian terlebih dahulu sebagai pembanding dalam penelitiannya. Pembanding dilihat mulai dari judul penelitian, tujuan, variabel, metode, dan hasil penelitian. Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang lain memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.1.


(51)

No Judul Oleh Tahun Variabel Metode Kesimpulan 1. Pencapaian Program

Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Bodeh Kabupaten Pemalang

Duana Bagus Abdillah

2010 a. Pencapaian program wajib belajar 9 tahun:

−Nilai APK dan APM

−Ketersediaan alat-alat penunjang program wajib belajar 9 tahun b. Permasalahan dalam

program wajib belajar 9 tahun:

−Tingkat pendidikan orang tua

−Pekerjaan dan pendapat orang tua

−Karakteristik keluarga

−Pengaruh lingkungan tempat tinggal

−Kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan

−Faktor aksesibilitas

a. Angket b. Wawancara c. Dokumentasi d. Observasi

a. Pencapaian program wajib belajar tahun 2009 berdasarakan APK sebesar 78, 11% dengan APM sebesar 62,49%.

b. Permasalahan dalam program wajib belajar 9 tahun, antara lain: tingkat pendidikan orang mempunyai angka partisipasi yang rendah, mata pencaharian/ pekerjaan dan pendapatan orang tua mempunyai angka partisipasi yang sangat rendah, karakteristik keluarga berperan dalam penuntasan program wajib belajar 9 tahun, angka partisipasi lingkungan tempat tinggal rendah, kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan terhitung rendah, faktor aksesibilitas tidak terlalu menjadi suatu masalah.

2. Faktor-faktor Penyebab Ketidaktuntasan Program Wajib Belajar 9 Tahun di

Yaeni Risma

2009 a. Tingkat pendidikan orang tua

b. Mata pencaharian orang tua

c. Pendapatan orang tua

a. Kuesioner b. Wawancara c. Dokumentasi

Kabupaten Temanggung tahun 2008 yaitu 88,15%. Pendapatan orang tua merupakan faktor yang memiliki kriteria tingkat penyebab ketidaktuntasan paling tinggi dalam


(52)

35

Kecamatan Kaloran Kabupaten

Temanggung Tahun 2008

d. Jumlah tanggungan orang tua

e. Kesadaran orang tua terhadap pendidikan anak

f. Faktor aksesibilitas g. Pelaksanaan program

program wajib belajar 9 tahun di kecamatan Kaloran

Sedangkan jarak dari tempat tinggal ke sekolah yang terlalu jauh merupakan faktor yang memiliki kriteria tingkat penyebab ketidaktuntasan paling rendah yaitu 63,04%

3. Faktor-faktor

Penyebab Anak Usia Sekolah Tidak Menyelesaikan Pendidikan Dasar (Studi kasus di Desa Pesantren

Kecamatan Blado Kabupaten Batang

Purnomo Adi Saputra

2009 a. Faktor sosial-ekonomi orang tua

b. Faktor aksesibilitas

a. Angket b. Wawancara c. Dokumentasi d. Observasi

Faktor penyebab anak usia sekolah tidak menyelesaikan pendidikan dasar sebagai berikut:

a. Pendidikan orang tua sangat rendah b. Pendapatan orang tua sangat rendah c. Orang tua menganggap pendidikan

kurang penting

d. Jarak dari rumah ke sekolah cukup membutuhkan waktu

e. Fasilitas jalan kurang baik

f. Tidak adanya fasilitas transportasi di desa Pesantren yang bisa mengangkut anak-anak ke sekolah 4. Faktor Penghambat

Pelaksanaan

Program Wajib Belajar 9 Tahun Bagi Anak Usia Sekolah di Desa

Gigih N. 2007 a. Tingkat pendidikan orang tua

b. Tingkat pendapatan orang tua

c. Pekerjaan orang tua d. Faktor lingkungan

a. Angket b. Wawancara c. Dokumentasi d. Observasi

Kriteria Hambatan:

a. Tingkat pendidikan orang tua: Tinggi (51, 47%)

b. Tingkat Pendapatan orang tua: Tinggi (49,63 %)


(53)

Wonogiri f. Jarak tempuh

g. Fasilitas transportasi

e. Fasilitas transportasi: Sangat tinggi (58, 09%)

5. Faktor-faktor

penyebab rendahnya lulusan SMP melanjutkan ke SMA bagi penduduk desa Kemiriombo kecamatan

Gemawang Kabupaten

Temanggung (Suatu Kajian Analisis Geografi)

Ferry Indrahart

2005 Faktor-faktor penyebab rendahnya lulusan SMP melanjutkan ke SMA: a. Kondisi geografis:

−Letak

−Keadaan topografi

−Tingkat aksesibilitas b. Kondisi

sosial-ekonomi orang tua:

−Pendidikan orang tua

−Jenis pekerjaan orang tua

−Pendapatan orang tua

a. Wawancara b. Dokumentasi c. Observasi

Faktor yang menyebabkan rendahnya lulusan SMP melanjutkan ke SMA di desa Kemiriombo 2005, terdiri dari: a. Faktor geografi

−Jarak dari rumah ke sekolah yang terdekat, yaitu lebih dari 10 Km.

−Keadaaan topografi yang kasar yaitu berupa perbukitan, sehinggga menyebabkan daerah tersebut sulit untuk berhubungan dengan daerah lain. Dan mempengaruhi kelancaran aktivitas penduduk.

−Aksesibilitas yang rendah, yaitu meliputi : kondisi jalan yang rusak, dan keadaan transportasi yang tidak lancar.

b. Faktor sosial ekonomi

−Pendidikan orang tua rendah yaitu 83,05% hanya lulusan SD.

−Mata pencaharian orang tua 76,27% ialah petani.

−Pendapatan orang tua 81,4% rendah yaitu kurang dari Rp 600.000,00


(54)

37

F. Kerangka Berfikir

Gambar 2.1. Kerangka Berfikir Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun.

Program Wajib Belajar 9 Tahun

Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UU

Penduduk Usia Sekolah (7-15

Tahun)

Anak Usia Sekolah yang Sedang Sekolah (7-15

Anak Usia Sekolah yang Tidak Sekolah

(7-APK dan APM

Tidak Sesuai Target Sesuai Target

Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan Program Wajib

Belajar 9 Tahun

Karakter Keluarga, Lingkungan Keluarga, Pendidikan Orang Tua, Jenis

Pekerjaan Orang Tua, Pendapatan Orang Tua, dan

Program Wajib Belajar 9 Tahun Tercapai

Program Wajib Belajar 9 Tahun Tidak Tercapai


(55)

Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Jadi, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan wajib mengikuti program wajib belajar 9 tahun yaitu 6 tahun di tingkat SD dan 3 tahun di tingkat SMP.

Penuntasan program wajib belajar 9 tahun dapat dilihat dari data penduduk usia sekolah (7-15 tahun), anak usia sekolah (7-15 tahun) yang sedang sekolah dan anak usia sekolah (7-15 tahun) yang tidak sekolah. Jumlah penduduk tersebut dapat dilihat untuk mengetahui penghitungan APK (Angka Partisipasi Kasar) dan APM (Angka Partisipasi Murni). APK dan APM merupakan salah satu indikator untuk mengetahui pencapaian program wajib belajar 9 tahun. Pemerintah pada tahun 2009 menargetkan APK dan APM sebesar 95%. APK dan APM di suatu wilayah apabila < 95% maka dapat dikategorikan tidak sesuai dengan target pemerintah, namun apabila >95% dapat dikategorikan sesuai dengan target pemerintah.

Menurut Dinas Pendidikan Kabupaten Tegal, Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2010 menunjukkan tingkat APK SD dan SMP sebesar 93,86% dan APM SD dan SMP sebesar 91,02%. Pernyataan tersebut menunjukan bahwa tingkat APK dan APM di Kecamatan Kedungbanteng tidak sesuai dengan target pemerintah. Selain itu, pada data APK dan APM menunjukkan masih terdapat


(56)

39

anak usia sekolah yang belum memperoleh pendidikan Pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun ditargetkan dapat sukses pada tahun 2009. Namun, adakalanya terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya.. Anak yang tidak sekolah pada suatu wilayah dapat dikarenakan oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi, antara lain: faktor internal (dari dalam individu) maupun faktor eksternal (dari luar individu).

Faktor-faktor yang diduga menghambat dalam pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal dilihat dari faktor eksternalnya, antara lain: karakter keluarga, lingkungan keluarga, pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan aksesibilitas. Keenam faktor tersebut dapat memberikan dampak positif maupun negatif bagi anak usia sekolah.

Pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal menghadapi suatu masalah. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal yang dapat didefinisikan pada penelitian ini.


(57)

40 A.Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Menurut Arikunto (2006:130), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak usia 7-15 tahun yang tidak mengikuti program wajib belajar 9 tahun baik pada tingkat SD/MI atau SMP/MTs. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 721 orang yang tersebar ke dalam 10 desa di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal. Jumlah populasi diperoleh dari data Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2010.

2. Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan tehnik proportional random sampling yaitu cara pengambilan sampel dilakukan secara acak dari seluruh populasi yang ada. Sampel yang diambil adalah 72 orang yang berada pada 10 desa di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal. Pengambilan sampel diambil 10% dan dilakukan secara acak agar pada setiap sampel dapat mewakili populasi yang ada. Responden dalam penelitian adalah orang tua dari anak usia 7-15 tahun yang tidak maupun mengikuti program wajib belajar 9 tahun. Sampel responden dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(58)

41

Tabel 3.1. Jumlah Orang Tua dari Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak maupun Mengikuti Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010

No. Nama Desa Populasi (orang)

% Sampel (orang)

1 Penujah 65 10% 7

2 Karanganyar 153 10% 15

3 Tonggara 52 10% 5

4 Kedungbanteng 87 10% 9

5 Dukuh Jati Wetan 28 10% 3

6 Sumingkir 59 10% 6

7 Margamulya 62 10% 6

8 Kebandingan 68 10% 7

9 Karangmalang 74 10% 7

10 Semedo 73 10% 7

Jumlah 721 10% 72

Sumber: Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010

B.Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:61).

1. Pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun

a. Pencapaian APK dan APM pada tingkat SD dan SMP.

b. Pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng. c. Pengelolaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng. 2. Hambatan dalam pelaksanaan progam wajib belajar 9 tahun, dengan

rincian sebagai berikut: a. Karakter keluarga


(1)

22. Santoso 51 Karanganyar Anggun Purwoko 14 Drop Out

23. Jenal Arifin 55 Tonggara Adi Teguh 14 Drop Out

24. Karyono 56 Tonggara Noer Khamimah 14 Drop Out

25. Samlawi 56 Tonggara Ahmad G. 15 Drop Out

26. Samiun 55 Tonggara Eka Purnama S. 14 Drop Out

27. Kardi 45 Tonggara Abdul Karim 9 Drop Out

28. Danali 48 Kedungbanteng Kusmoro 15 Tidak Melanjutkan SMP

29. Casim 38 Kedungbanteng Kotiah 15 Tidak Melanjutkan SMP

30. Dokkari 45 Kedungbanteng Diah F. 15 Tidak Melanjutkan SMP

31. Nurokhim 50 Kedungbanteng Damiri 14 Tidak Melanjutkan SMP

32. Tanuri 59 Kedungbanteng Jati K. 13 Drop Out

33. Ali Wardono 60 Kedungbanteng Komari 13 Drop Out

34. Suwarto 73 Kedungbanteng Liana 13 Drop Out

35. Darman 38 Kedungbanteng Aji M. 14 Drop Out

36. Kliwon 36 Kedungbanteng Achmad C. 14 Drop Out

37. Suminah 46 Dukuhjati Wetan Ambarwati 13 Tidak Melanjutkan SMP 38. Wasmar 44 Dukuhjati Wetan Desi A. 15 Tidak Melanjutkan 39 Latifah 45 Dukuhjati Wetan Luki Ayu 15 Tidak Melanjutkan SMP

40. Rokhman 47 Sumungkir Siti S. 15 Tidak Melanjutkan SMP

41. Maniso 48 Sumungkir Yuli R. 15 Tidak Melanjutkan SMP

42. Was‟an 49 Sumungkir Unik 15 Tidak Melanjutkan SMP

43. Rosilah 44 Sumungkir Lidiawati 13 Drop Out

44. Sukirman 46 Sumungkir Jaelani 13 Drop Out

45. Mugiono 47 Sumungkir Dendy P. 14 Drop Out

46. Kaslim 48 Margamulya Neneng 13 Tidak Melanjutkan SMP

47. Jahuri 39 Margamulya Lia R. 13 Tidak Melanjutkan SMP


(2)

49. Casiyah 49 Margamulya Ikbal 14 Tidak Melanjutkan SMP

50. Komari 45 Margamulya Wista 13 Tidak Melanjutkan SMP

51. Saad 40 Margamulya Arsis 15 Drop Out

52. Masud 35 Kebandingan Alal 9 Tidak Melanjutkan SMP

53. Wahad 52 Kebandingan Tarjoni 13 Drop Out

54. Wastap 50 Kebandingan Khusnul K. 8 Drop Out

55. Sarwen 33 Kebandingan Abdul Karim 15 Drop Out

56. Kartono 48 Kebandingan Luqman Bahrul I. 14 Tidak Melanjutkan SMP

57. Sarwen 33 Kebandingan Munir 11 Tidak Melanjutkan SMP

58. Wasdi 55 Kebandingan Muh. Fauzi 13 Tidak Melanjutkan SMP

59. Slamet 56 Karangmalang Aliyah P. 12 Drop Out

60. Ardi 60 Karangmalang Tarmuji 14 Drop Out

61. Saryo 65 Karangmalang Muidin 11 Drop Out

62. Kliwon 33 Karangmalang Hilyatun 10 Drop Out

63. Suyono 50 Karangmalang Indri Lestari 13 Tidak Melanjutkan SMP 64. Sugino 40 Karangmalang Nurul Indah Sari 13 Tidak Melanjutkan SMP

65. Sutrisno 38 Karangmalang Winarti 13 Tidak Melanjutkan SMP

66. Nurholis 40 Semedo Isrotun Ariska 13 Tidak Melanjutkan SMP

67. Kardi 35 Semedo Jadi Prasetyo 14 Tidak Melanjutkan SMP

68. Slamet 45 Semedo Riva Swileni 13 Tidak Melanjutkan SMP

69. Burham 50 Semedo Erni Makaida 15 Tidak Melanjutkan SMP

70. Slamet 51 Semedo Fadilah 13 Tidak Melanjutkan SMP

71. Nurohim 50 Semedo Iskandar 13 Tidak Melanjutkan SMP


(3)

LAMPIRAN 15

Daftar Nama Orang Tua dari Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Sekolah

No Nama Alamat

Orang Tua

1. Irwan B. Penujah 2. Yasir Penujah 3. Diyo Penujah 4. Dayat Penujah 5. Sugeng Penujah 6. Tarim Penujah 7. Adi Suwigyo Penujah 8. Slamet R. Karanganyar 9. Warno Karanganyar 10. Waatap Karanganyar 11. Uripto Karanganyar 12. Bambang TP. Karanganyar 13. Daryono Karanganyar 14. Warjo Karanganyar 15. Rozikin Karanganyar 16. Sarwan Karanganyar 17. Tarmudi Karanganyar 18. Salim Karanganyar 19. Kusno Karanganyar 20. Sunarto Karanganyar 21. Ali W. Karanganyar 22. Santoso Karanganyar 23. Jenal Arifin Tonggara 24. Karyono Tonggara 25. Samlawi Tonggara 26. Samiun Tonggara 27. Kardi Tonggara 28. Danali Kedungbanteng 29. Casim Kedungbanteng 30. Dokkari Kedungbanteng 31. Nurokhim Kedungbanteng 32. Tanuri Kedungbanteng 33. Ali W. Kedungbanteng 34. Suwarto Kedungbanteng 35. Darman Kedungbanteng 36. Kliwon Kedungbanteng 37. Suminah DukuhjatiWetan 38. Wasmar DukuhjatiWetan

No Nama Alamat

Orang Tua

39. Latifah DukuhjatiWetan 40. Rokhman Sumungkir 41. Maniso Sumungkir

42. Was‟an Sumungkir

43. Rosilah Sumungkir 44. Sukirman Sumungkir 45. Mugiono Sumungkir 46. Kaslim Margamulya 47. Jahuri Margamulya 48. Warmun Margamulya 49. Casiyah Margamulya 50. Komari Margamulya 51. Saad Margamulya 52. Masud Kebandingan 53. Wahad Kebandingan 54. Wastap Kebandingan 55. Sarwen Kebandingan 56. Kartono Kebandingan 57. Sarwen Kebandingan 58. Wasdi Kebandingan 59. Slamet Karangmalang 60. Ardi Karangmalang 61. Saryo Karangmalang 62. Kliwon Karangmalang 63. Suyono Karangmalang 64. Sugino Karangmalang 65. Sutrisno Karangmalang 66. Nurholis Semedo 67. Kardi Semedo 68. Slamet Semedo 69. Burham Semedo 70. Slamet Semedo 71. Nurohim Semedo 72. Suryadi Semedo


(4)

(5)

(6)

LAMPIRAN 17 DOKUMENTASI

Gambar 18.1.Lahan Sawah di Kecamatan Kedungbanteng

Gambar 18.2.Aktivitas Petani di Kecamatan Kedungbanteng

Gambar 18.3.Keadaan Jembatan di Kecamatan Kedungbanteng

Gambar 18.4.Kondisi Jalan di Kecamatan Kedungbanteng

Gambar 18.5.Halaman depan SMP Negeri 1 Kedungbanteng

Gambar 18.6.Objek Wisata Waduk Cacaban