4. Analisis Data Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan,
studi dokumen, dan penelitian lapangan maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisa kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan
tentang teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari teori – teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Materi skripsi ini pada garis besarnya terbagi menjadi lima bab, dimana didalam setiap bab masih terbagi lagi menjadi beberapa sub bab, yaitu sebagai
berikut : BAB I
: Isinya merupakan Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penulisan, Keaslian
Penulisan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II
: Isinya merupakan Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit yang terdiri dari : Dasar Hukum Perjanjian Kredit, Tujuan dan
Fungsi Kredit, Bentuk dan Jenis –Jenis Kredit dan Subjek, Objek Hak dan Kewajiban Serta Hubungan Hukum dalam Perjanjian
kredit. BAB III
: Isinya merupakan Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan yang terdiri dari Pengertian Hak Tanggungan, Subjek dan Objek
Hak Tanggungan, Asas-Asas Hak Tanggungan, Prosedur
Universitas Sumatera Utara
Pembebanan Hak Tanggungan, Peralihan dan Hapusnya Hak Tanggungan, dan Eksekusi Hak Tanggungan.
BAB IV : Isinya merupakan Kebendaan Sebagai Jaminan Hak Tanggungan
Pada Perjanjian Kredit Bermasalah Di PT. Bank Sumut Cabang Utama, yang terdiri dari Bagaimanakah Kedudukan Benda
sebagai jaminan Hak Tanggungan dalam Pemberian Kredit di PT. Bank Sumut Cabang Utama, Pengelolaan Kredit Bermasalah
dengan jaminan Hak Tanggungan di PT. Bank Sumut Cabang Utama, dan Apakah Benda Jaminan dapat di eksekusii langsung
dalam upaya penyelesaian kredit bermaslah di PT. Bank Sumut Cabang Utama.
BAB V : Merupakan kesimpulan dan saran berdasarkan apa yang telah
dikemukakan pada bab–bab sebelumnya sebagai hasil dari penulisan skripsi.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT
A. Dasar Hukum Perjanjian Kredit
1. Pengertian Perjanjian
Pengertian perjanjian berbeda dengan perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak
menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
5
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang tersebut saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal. Dari peristiwa ini, timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang
yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janj-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau
ditulis.
6
R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih.
7
Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasarnya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dan dua
5
R Subekti, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Jakarta, 1987. hal.1.
6
Ibid, hal.6.
7
R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung, 1987, hal. 49
Universitas Sumatera Utara
perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian
yang akan mengikat kedua belah pihak. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata Pasal 1313,
dinyatakan bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst tersebut lazim
diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian.
8
Pengertian perikatan lebih luas dari pada pengertian perjanjian. Perikatan bersumber dari perjanjian dan Undang–Undang. Perikatan yang bersumber dari
Undang–Undang ada dua, yaitu : yang lahir dari Undang–Undang saja dan yang lahir karena perbuatan manusia.
9
Perikatan yang lahir karena perbuatan manusia terbagi dua, yaitu : perbuatan yang halal dan perbuatan yang melanggar hukum.
10
Sedangkan perjanjian adalah sumber perikatan, dan merupakan perbuatan para pihak yang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dengan demikian
pengertian perikatan bersifat abstrak sedangkan perjanjian bersifat konkret.
11
Menurut M. Yahya Harahap, “Perjanjian mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang
8
Solahudin, SH, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Visimedia, 2008, hal.466.
9
R Subekti, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Jakarta, 1987. hal.1.
10
Ibid, hal.2.
11
Ibid, hal.3.
Universitas Sumatera Utara
memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak yang lain untuk menunaikan prestasi”.
12
Menurut pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya ;
b. Cakap untuk membuat sesuatu perjanjian ;
c. Mengenai sesuatu hal tertentu ;
d. Suatu sebab yang halal.
Syarat sepakat dan cakap bagi sahnya perjanjian, disebut sebagi syarat subjektif karena menyangkut orang atau pihak – pihak yang terlibat dalam
perjanjian, sedangkan syarat mengenai suatu hal tertentu dan sebab yang halal disebut sebagai syarat objektif karena menyangkut objek yang diperjanjikan oleh
orang – orang atau subjek yang membuat perjanjian. Jika suatu syarat subjektif tidak terpenuhi sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya atau cakap untuk berbuat sesuatu maka perjanjiannya dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak. Apabila syarat objektif tidak
terpenuhi mengenai sesuatu hal tertentu atau sebab yang halal maka perjanjiannya batal demi hukum.
13
Pengertian perjanjian perdata batal demi hukum berbeda dengan perjanjian dapat dimintakan pembatalan. Perjanjian batal demi hukum berarti secara yuridis
dari semula tidak ada perjanjian dan juga tidak ada pula suatau perikatan diantara subjek yang membuat perjanjian itu. Pada perjanjian yang dapat dimintakan
12
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1986, hal.6.
13
R Subekti, op.cit.,hal.21.
Universitas Sumatera Utara
pembatalan, berarti Undang-Undang menyerahkan kepada para pihak yang berkepentingan untuk membatalkan perjanjian itu atau tidak.
14
Pasal 1337 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh Undang-Undang atau bila sebab itu bertentangan
dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. Dan pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan semua persetujuan yang dibuat sesuai Undang-Undang berlaku
sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena
alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.
Hukum perjanjian Indonesia menganut sistem terbuka, artinya bahwa hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat
untuk membuat perjanjian apa saja asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.
15
Terkait dengan masalah perjanjian maka tidak terlepas dari hal prestasi, prestasi adalah sesuatu yang dapat dituntut. Jadi dalam suatu perjanjian suatu
pihak biasanya kreditur menuntut prestasi pada pihak lainnya biasanya debitur. Menurut pasal 1234 KUH Perdata prestasi terbagi dalam 3 macam:
16
1. Prestasi untuk menyerahkan sesuatu;
2. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu; dan
3. Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat sesuatu
14
Ibid, hal. 22
15
Ibid., hal.14.
16
Marindra Prahandi Ferdianto, Perbuatan Melanggar Hukum atau Wanprestasi, hukumonline.com, 5 May 2013.
Universitas Sumatera Utara
Apabila seseorang telah ditetapkan prestasi sesuai dengan perjanjian itu, maka kewajiban pihak tersebut untuk melaksanakan atau menaatinya. Dan apabila
seseorang yang telah ditetapkan prestasi sesuai dengan perjanjian tersebut tidak melaksanakan atau tidak memenuhi prestasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, maka orang tersebut disebut melakukan wanprestasi, atau apabila debitur tidak melaksanakann kewajibannya maka ia telah dikatakan wanprestasi. Kata
wanprestasi dalam bahasa Indonesia berarti lalai, alpa atau ingkar janji. Wanprestasi atau ingkar janji dapat berupa :
17
1. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukan ;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan ; 3.
Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat ; 4.
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
2. Perjanjian Kredit
a. Pengertian Kredit
Kata kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang artinya percaya. Artinya pemberi pinjaman percaya bahwa penerima pinjaman mampu
memenuhi perikatannya. Didalam kepustakaan Hukum Perdata terdapat beberapa pendirian
mengenai arti kredit antara lain :
17
R. Subekti, op.cit.,hal.45.
Universitas Sumatera Utara
1 Savelberg mengatakan bahwa kredit mempunyai arti antara lain :
a Sebagai dasar perikatan dimana seseorang berhak menuntut sesuatu
dari orang lain ; b
Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang
telah diserahkannya. 2
Levy merumuskan arti kredit yaitu menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit.
18
Pengertian kredit dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992
tentang perbankan; Kredit adalah : Penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah janhka waktu tertentu dengan pemberian bunga
Pasal 1 angka 12 UU Perbankan 1998 mengartikan Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Dari pengertian kredit dan pembiayaan diatas ternyata pengertian kredit
pada UU Perbankan 1998 lebih luas bila dibandingkan pengertian pembiayaan dalam UU Perbankan 1998. Karena dalam UU Perbankan 1998 hanya
18
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1991, hal.24
Universitas Sumatera Utara
diisyaratkan adanya bunga, sedangkan dalam UU Perbankan 1998 tentang pembiayaan selain mengisyaratkan adanya bunga, juga ada mengisyaratkan
adanya imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
b. Perjanjian Kredit
Jika syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata sudah dipenuhi, maka berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata,
perjanjian telah mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu Undang-Undang.
19
Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, ditenukan bahwa kredit
diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, namun Undang-Undang tersebut tidak menentukan lebih
lanjut mengenai bagaimana bentuk persetujuan pinjam-meminjam tersebut. Pengertian tentang perjanjian kredit belum dirumuskan, oleh karenanya
perlu untuk memahami pengertian perjanjian kredit yang diutarakan oleh para pakar hukum antara lain:
Marhainis Abdul Hay mengemukakan bahwa perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam-meminjam dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII
dari Buku III KUH Perdata.
20
19
Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham Yang Di Gadaikan, USU Press, Medan, 2008, hal 49.
20
Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, Pradnya Paramita, Bandung, 1975, hal.67
Universitas Sumatera Utara
Demikian juga halnya yang dikemukakan pula oleh Mariam Darus Badrulzaman:
Dari rumusan yang terdapat didalam Undang-Undang Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian
kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Pasal 1754. Perjanjian pinjam-meminjam ini
juga mengandung makna yang luas yaitu objeknya adalah benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk didalamnya uang. Berdasarkan
perjanjian pinjam meminjam ini pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis
yang sama kepada pihak yang meminjamkan. Karenanya perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya
perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah.
21
Perjanjian kredit bank berasaskan konsensualisme, artinya mengikat setelah ada kesepakatan dari pihak yang melakukan perjanjian. Dengan demikian,
perjanjian kredit ini tunduk pada Buku III KUH Perdata juga ketentuan UU Perbankan 1992 dan UU Perbankan 1998.
Volmar mengemukakan bahwa Undang-undang membedakan perjanjian menjadi dua, yaitu perjanjian bernama tertentu, dan perjanjian yang tidak
mempunyai nama tertentu. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang ditentukan Undang-undang secara khusus, terdapat antara lain dalam Bab V sampai Bab
XVIII Buku III KUH Perdata.
22
Menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjian kredit bank di Indonesia termasuk perjanjian bernama.
Peraturan perbankan Indonesia mengharuskan bentuk perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis, dalam prakteknya tiap perjanjian kredit dibuat dalam bentuk
21
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung. 1994. hal. 110-111
22
Mariam Darus Badrulzaman, opcit, hal.45.
Universitas Sumatera Utara
tertulis yang berupa suatu surat akta. Bentuk akta ini, dimaksudkan untuk membuktikan adanya perjanjian kredit dan juga kepastian hukum mengenai hak
dan kewajiban antara bank dengan debiturnya. Dalam prakteknya di PT. Bank Sumut Cabang Utama untuk perjanjian
yang jumlah pinjamannya besar perjanjian kreditnya dibuat dengan akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris yang sering disebut juga akta notaris.
23
Dalam praktek, setiap bank telah menyediakan blanko formulir,model perjanjian kredit, yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu standart form .
Formulir ini diberikan kepada setiap permohonan kredit. Isinya tidak dibicarakan terlebih dahulu kepada pemohon. Kepada pemohon hanya dimintakan
pendapatnya apakah dapat menerima syarat-syarat yang tersebut di dalam formulir itu atau tidak. Hal-hal yang kosong belum diisi dalam blanko itu adalah hal-hal
yang tidak mungkin diisi sebelumnya yaitu antara lain jumlah pinjaman, bunga, tujuan dan jangka waktu kredit.
24
Hal diatas menunjukkan bahwa perjanjian kredit didalam praktek tumbuh sebagai perjanjian standart standart contract.
25
B. Tujuan Dan Fungsi Kredit
Ditinjau dari segi ekonomi kredit bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dengan cara pengorbanan sekecil-kecilnya untuk dapat memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya. Menurut Thomas Suyatno,
26
tujuan kredit yang hanya mendapatkan keuntungan semata-mata hanya terdapat di negara-negara
23
Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Bapak Muhsin Adlin, SH
24
Mariam Darus Badrulzaman,op.cit.,hal.35.
25
Ibid
26
Thomas Suyatno dkk, Kelembagaan Perbankan, Jakarta; Gramedia, 1990, hal.13.
Universitas Sumatera Utara
liberal. Di Indonesia yang sedang membangun, tujuan utama kredit yaitu untuk mensukseskan pembangunan. Mensukseskan pembangunan di sini berarti
pembangunan fisik dan mental bangsa Indonesia. Indonesia yang dasar hukumnya adalah Undang-undang Dasar 1945
dengan berdasarkan Pancasila yang juga sebagai falsafah hidup bangsa maka tujuan kredit di Indonesia tidaklah semata-mata hanya untuk mencari keuntungan,
melainkan harus disesuaikan dengan tujuan negara kita, yaitu untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila.
Fungsi kredit dalam kehidupan perekonomian perdagangan dan keuangan di Indonesia secara garis besarnya adalah sebagai berikut :
27
a. Kredit dapat meningkatkan utility daya guna dari modal atau uang
dana yang tersimpan pada suatu bank akan bermanfat bagi para pengusaha untuk memperluas usahanya. Karena dana yang ada
tersebut tidaklah diam, tetapi dana tersebut disalurkan untuk usaha- usaha yang bermanfaat baik kemanfaatan bagi pengusaha juga bagi
masyarakat luas.
b. Kredit dapat meningkatkan utility daya guna sesuatu barang
Dengan mendapatkan kredit para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi kemudian dijual makan dengan kredit yang
diterima, pengusaha tersebut dapat memproduksi barang mentah menjadi barang jadi yang kemudia hasilnya dijual kepasar.
c. Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Melalui kredit maka peredaran uang kartal maupun uang giral akan lebih berkembang baik itu di daerah terpencil maupun di daerah
perkotaan.
d. Kredit menimbulkan gairah usaha masyarakat
Kegiatan ekonomi akan selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dengan cara tidak langsung akan memacu
kegairahan masyarakat untuk berusaha. Dengan pemberian kredit maka bank memberikan bantuan permodalan guna meningkatkan
usaha pihak pengusaha masyarakat .
e. Kredit sebagai alat stabilitas ekonomi
27
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, Bandung, Citra
Aditya Bakti.1996, hal.152.
Universitas Sumatera Utara
Bahwa pemberian kredit dapat menekan arus inflasi, dapat meningkatkan eksport, rehabilitasi, prasarana, dan pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat sehingga stabilitas ekonomi tetap terjaga.
f. Kredit sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional
Dengan meningkatnya usaha degan pemberian kredit maka memperluas usaha dan mendirikan proyek baru yang membutuhkan
tenaga kerja maka akan membuka lapangan pekerjaan sehingga meningkatkan pendapat nasional.
g. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan Internasional
Bank sebagai pemberi kredit tidak hanya menjalankan usaha di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Bank asing yang berada di Indonesia
misalnya : tidak hanya beroperasi di negara asalnya tetapi juga di Indonesia.
C. Bentuk Dan Jenis-Jenis Kredit