Uji Prasyarat METODE PENELITIAN
kelompok yang sama pada periode berikutnya, masalah autokorelasirelatif jarang terjadi karena gangguan pada observasi yang berbeda berasal dari
individu atau kelompok yang berbeda Kuncoro, 2007. Cara untuk mendeteksi masalah autokorelasi, salah satunya
menggunakan uji Durbin-Watson d
2
. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, maka Durbin-Watson mengembangkan distribusi probabilitas
yang berbeda. Uji statistik Durbin-Watson tersebut didasarkan dari residual metode OLS Widarjono, 2009:
Durbin-Watson telah berhasil mengembangkan uji statistik yang disebut uji statistik d, sehingga berhasil menurunkan nilai kritis batas bawah
d
L
dan batas atas d
U
sehingga jika nilai d terletak di luar nilai kritis maka ada tidaknya autokorelasi baik positif atau negatif dapat diketahui.
Penentuan ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dengan jelas dalam tabel 3.1 atau dengan menggunakan gambar 3.2 Widarjono, 2009.
Autokorelasi Ragu-Ragu Tidak Ada Ragu-Ragu Autokorelasi Positif
Autokorelasi Negatif
O d
L
d
U
2 4 - d
U
4 - d
L
4 Gambar III.1. Statistik Durbin-Watson d
Tabel III.16 Uji Statistik Durbin-Watson d
Nilai Statistik d Hasil
0 d d
L
d
L
≤ d ≤ d
U
d
U
≤ d ≤ 4 – d
U
4 – d
U
≤ d ≤ 4 – d
L
4 – d
L
≤ d ≤ 4
Menolak hipotesis nol; ada autokorelasi positif Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan
Menerima hipotesis nol; tidak ada autokorelasi positif negatif Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan
Menolak hipotesis nol; ada autokorelasi negatif
Alternatif lain untuk mendeteksi masalah autokorelasi selain uji Durbin-Watson adalah uji Lagrange Multiplier LM yang dikembangkan
oleh Breusch-Godfrey. Langkah-langkah untuk menguji LM adalah sebagai berikut Widarjono, 2009:
a. Estimasi persamaan Y
t
= β + β
1
X
t
+ e
t
dengan metode OLS dan kita dapatkan residualnya.
b. Melakukan regresi residual ê
t
dengan variabel independen X
t
jika ada lebih dari satu variabel independen maka kita harus masukkan semua
variabel independen dan lag dari residual e
t-1
, e
t-2
, ..., e
t-p
. Langkah kedua ini dapat ditulis sebagai berikut: ê
t =
+
1
X
t
+
1
ê
t-1
+
2
ê
t-2
+ ... +
p
ê
t-p
+ V
t
Kemudian dapatkan R
2
dari regresi persamaan tersebut.
c. Jika sampel adalah besar, maka menurut Breusch-Godfrey maka model dalam persamaan ê
t =
+
1
X
t
+
1
ê
t-1
+
2
ê
t-2
+ ... +
p
ê
t-p
+ V
t
akan mengikuti distribusi Chi-Squares dengan df sebanyak p yaitu panjangnya
kelambanan residual dalam persamaan tersebut. Nilai hitung statistik Chi- Squares dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
n – p R
2
= X
2 p
Jika n – p R
2
yang merupakan Chi-Squares X hitung lebih besar dari nilai kritis Chi-Squares X pada derajat kepercayaan tertentu
, maka menolak hipotesis nol H
o
. Hal ini berarti paling tidak ada satu
dalam persamaan ê
t =
1
ê
t-1
+
2
ê
t-2
+ ... +
p
ê
t-p
+ V
t
secara statistik signifikan tidak sama dengan nol. Ini menunjukkan adanya masalah
autokorelasi dalam model. Sebaliknya jika nilai Chi-Squares hitung lebih kecil dari nilai kritisnya maka kita menerima hipotesis nol. Artinya model
tidak mengandung unsur autokorelasi karena semua nilai sama dengan
nol. Penentuan tidak adanya masalah autokorelasi juga bisa dilihat dari
nilai probabilitas Chi-Squares X. Jika nilai probabilitas lebih besar dari nilai
yang dipilih maka kita menerima H
o
yang berarti tidak ada autokorelasi. Sebaliknya jika nilai probabilitas lebih kecil dari nilai
yang dipilih maka kita menolak H
o
yang berarti ada masalah autokorelasi.