a. Tindak tutur langsung literal
Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang dituturkan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud
pengutaranya Wijana, 2009: 32. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita,
menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya.
b. Tindak tutur tidak langsung literal
Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud
pengutaraannya, tetapi makna kata-katanya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penutur Wijana, 2009: 32. Dalam tindak tutur ini maksud
memerintah diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya.
c. Tindak tutur langsung tidak literal
Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan,
tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya Wijana, 2009: 34. Maksud memerintah di
ungkapkan dengan
modus kalimat
perintah, dan
maksud menginformasikan dengan kalimat berita. Hal lain yang perlu diketahui
adalah kalimat tanya tidak dapat digunakan untuk mengutarakan tindak tutur langsung tidak literal.
d. Tindak tutur tidak langsung tidak literal
Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai
dengan maksud yang hendak diutarakan Wijana, 2009: 35. Pendapat Wijana sama dengan pendapat Subagyo 2003: 7-71 Tindak tutur tidak
langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak
diutarakan. Tindak tutur tidak langsung tidak literal dapat berupa kalimat perintah dengan modus kalimat sindiran.
4. Teori Kesantunan
Selain kita menggunakan bahasa yang baik dan benar, sebaiknya kita juga memperhatikan kesantunan dalam bertutur. Struktur bahasa yang santun
adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur atau penulis agar tidak menyinggung pendengar atau pembaca Pranowo, 2009: 4. Berdasarkan
pendapat Pranowo tersebut kesantunan berbahasa itu penting untuk diterapkan, karena dalam kesantunan berbahasa kita dapat menjaga relasi dan
menghormati mitra tutur kita. Sebelum kita melakukan tindak tutur dengan mitra tutur, terlebih dahulu kita harus memiliki penilaian positif terhadap
mitra tutur kita.
Tujuan utama dari kesantunan adalah menjaga hubungan sosial yang harmonis. Menurut Pranowo ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
mampu berbahasa santun dan komunikatif 2009: 23. a.
Berbahasa santun dapat menggunakan bahasa verbal untuk bahasa tulis dan dapat pula dibantu dengan bahasa nonverbal untuk bahasa lisan.
b. Bahasa santun tidak harus menggunakan bahasa baku, tetapi gunakan
bahasa yang sesuai ragamnya bahasa yang baik. c.
Gunakan diksi yang memang sudah berbentuk santun atau memiliki “aura kesantunan” seperti: mohon, berkenan, dan mohon maaf.
d. Bertutur mengenai topik yang juga diminati dan dimengerti oleh mitra
tutur. e.
Buatlah mitra tutur tertarik dengan tuturan penutur sehingga mereka lebih mudah memahami maksud tuturan.
f. Kenali diri mitra tutur dengan benar, terutama berkaitan dengan identitas
pribadi dan kesenangannya. g.
Ciptakan konteks situasi yang kondusif bagi mitra tutur agar atensi mitra tutur terfokus pada penutur.
Fraser memiliki tiga definisi tentang kesantunan via Kuswanti, 1994: 88 yang pertama, kesantunan adalah properti atau bagian dari ujaran bukan
ujaran itu sendiri. Kedua, pendengarlah yang menentukan santun tidaknya ujaran. Ketiga, kesantunan dikaitkan dengan hak dan kewajiban penutur.
Berdasarkan ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahawa kesantunan berbahasa dapat diukur berdasarkan hak dan kewajiban penutur terhadap
mitra tuturnya. Perlu diingat dalam kesantunan berbahasa yang paling penting adalah menyangkut apa yang boleh diujarkan dan bagaimana cara
menyampaikan ujarannya. Kesantunan berbahasa didasari oleh sikap hormat oleh penutur
terhadap mitra tuturnya yang berupa kesantunan dalam penggunaan bahasa. Berikut ini adalah teori-teori yang berkaitan dengan kesantunan berbahasa.
a. Prinsip kerja sama Grice
Prinsip kerja sama Grice pada dasarnya memberikan landasan mengapa manusia dapat saling berkomunikasi. Komunikasi tersebut
diwujudkan kedalam maksim. Maksim tersebut adalah peryataan ringkas yang mengandung ajaran atau kebenaran umum tentang sifat-sifat
manusia. Grice membagi menjadi empat maksim, yaitu sebagai berikut via Yule, 2006: 64.
1 Maksim kuantitas
Buatlah percakapan yang disampaikan kepada mitra tutur Anda secara informatif, sesuai dengan maksud pergantian percakapan yang sedang
berlangsung. Jangan membuat percakapan lebih informatif dari yang diminta. Biasanya menggunakan ungkapan singkatnya, dengan kata
lain, kalau boleh dikatakan , dan sebagainya.