EVALUASI KEGIATAN PEMELIHARAAN JALAN DITINJAU DARI JENIS PERKERASAN DAN POLA PENANGANAN DI KABUPATEN SELAYAR

(1)

commit to user

EVALUASI KEGIATAN PEMELIHARAAN JALAN

DITINJAU DARI JENIS PERKERASAN DAN POLA

PENANGANAN DI KABUPATEN SELAYAR

The Evaluation of Road Maintenance Activities Based on

Pavement Types and Treatment Patterns in Selayar District

TESIS

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Magister Teknik

Disusun oleh:

A S R I A D I

S940809101

MAGISTER TEKNIK SIPIL KONSENTRASI

TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

EVALUASI KEGIATAN PEMELIHARAAN JALAN DITINJAU

DARI JENIS PERKERASAN DAN POLA PENANGANAN

DI KABUPATEN SELAYAR

Disusun oleh :

A S R I A D I

S940809101

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Tim Pembimbing:

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Ir. Ary Setyawan, M.Sc(Eng), Ph.D. NIP. 196612041995121001

... ...

Pembimbing II Dr. Eng. Syafi’i, M.T. NIP. 196706021997021001

... ...

Mengetahui:

Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil

Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S. NIP. 194804221985032001


(3)

commit to user

EVALUASI KEGIATAN PEMELIHARAAN JALAN DITINJAU

DARI JENIS PERKERASAN DAN POLA PENANGANAN

DI KABUPATEN SELAYAR

Disusun oleh:

ASRIADI

S940809101

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Tesis Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta

pada hari Jumat, tanggal 21 Januari 2011

Dewan Penguji:

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dr. Techn. Ir. Sholihin As’ad, M.T. NIP. 196710011997021001

...

Sekretaris Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S. NIP. 194804221985032001

...

Penguji I Ir. Ary Setyawan, M.Sc(Eng), Ph.D. NIP. 196612041995121001

...

Penguji II Dr. Eng. Syafi’i, M.T. NIP. 196706021997021001

...

Mengetahui:

Direktur Program Ketua Program Studi

Pascasarjana Magister Teknik Sipil

Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S. NIP. 195708201985031004 NIP. 194804221985032001


(4)

commit to user

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

N a m a

: Asriadi

NIM

: S940809101

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:

EVALUASI KEGIATAN PEMELIHARAAN JALAN DITINJAU

DARI JENIS PERKERASAN DAN POLA PENANGANAN

DI KABUPATEN SELAYAR

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, tertulis dalam tesis tersebut, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari gelar tersebut.

Surakarta, Januari 2011 Yang membuat pernyataan

Asriadi


(5)

commit to user

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Evaluasi Kegiatan Pemeliharaan Jalan Ditinjau dari Jenis Perkerasan dan Pola Penanganan di Kabupaten Selayar”. Penulis hanya berusaha merangkai kata berdasarkan fakta menjadi karya tulis ilmiah yang tidak luput dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi (Pusbiktek), Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Kementerian Pekerjaan Umum yang telah memberikan beasiswa kepada penulis.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S., Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ir. Ary Setyawan, M.Sc(Eng), Ph.D., Sekretaris Program Studi Magister Teknik Sipil dan Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan tesis.

5. Dr. Eng. Syafi’i, M.T., Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan tesis.

6. Dr. Techn. Ir. Solihin As’ad, M.T., atas bantuan dan kesediaan meluangkan waktunya dalam rangka validasi tesis. “Engka identitas tette ripancaji mana, de’na parellu jokka sappa ri kamponna tauwe to wedding uonroi magguru, engkani ri Idi usappa e”, sebuah kutipan dalam bahasa Bugis mungkin belum cukup untuk melukiskannya.

7. Seluruh Dosen Pengampu mata kuliah pada Program Studi Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil yang telah membentangkan rangkaian mutiara ilmu kehadapan penulis.


(6)

commit to user

8. Ir. H. Muh. Romlah, M.S., Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Selayar. 9. Kekasih hatiku Andi Mutmainnah, hanya ketulusanmu yang mampu menegarkan

hati untuk tetap berusaha melihat sisi lain dari indahnya hidup ini seiring terlalu banyaknya waktu yang terlewatkan tanpa kehadiranmu.

10.Ayahanda Naharuddin dan Ibunda Andi Sohra, do’a dan kasih sayang yang senantiasa mengalir sejak buah hatimu dilahirkan masih terasa sejuk mengiringi desahan nafasku sampai detik ini.

11.Bapak/Ibu Mertua, H. Dg. Matutu dan Ibunda Hj. Andi Arling, atas do’a restu serta kepercayaan menjadikan putri tercintanya sebagai pendamping hidupku. 12.Saudara-saudariku tercinta, Najamuddin, Rosdiana, Nur Akhmad, Ahmuddin,

Nur Idwan Tutu, Titik Sri Wahyuni dan keluarga besar atas motivasinya.

13.Sahabat-sahabat terbaik yang telah dihadirkan untukku, Muhammad Muhdy, H. Syamsurrijal Rahim, Indarmawan, Andi Asrul Yasin, Andi Arung, Aksan, Ridwan, Andi Aswar, Mukhtar Saleh, dan Mukhtar Jaya.

14.Sahabat-sahabat seperjuangan dan sependeritaan, Karyasiswa MTRPBS Angkatan 2009, untuk kebersamaan yang terlalu singkat tetapi sangat bermakna; 15.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini namun

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga bantuan yang telah diberikan bernilai ibadah dan mendapat ridha dari Allah SWT. Amin.

Penulis

v vi


(7)

commit to user

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Evaluasi Kegiatan Pemeliharaan Jalan Ditinjau dari Jenis Perkerasan dan Pola Penanganan di Kabupaten Selayar”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tesis ini membahas problematika kegiatan pemeliharaan jalan kabupaten melalui evaluasi kinerja dan kekuatan perkerasan jalan, serta berusaha membandingkan pola penanganan antara sistem kontraktual dengan sistem swakelola di Kabupaten Selayar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi penyempurnaan tesis ini.

Semoga tesis ini dapat menjadi bagian dari khazanah ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca. Wassalam.

Surakarta, Januari 2011

Penulis


(8)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR NOTASI ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Batasan Masalah ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ... 6

2.2. Landasan Teori ... 8

2.2.1. Pengelolaan Jalan Kabupaten ... 8

2.2.2. Ketentuan Dasar Jalan Kabupaten ... 10

2.2.3. Tingkat Kemantapan Jalan ... 11

2.2.4. Kinerja Perkerasan Lentur ... 13


(9)

commit to user

2.2.5. Survei dan Klasifikasi Kondisi Jalan (Tinjauan

SK.77/KPTS/Db/1990) ... 15

2.2.6. Kerusakan Permukaan Jalan ... 17

2.2.7. Metode Pemeliharaan Jalan ... 18

2.2.8. Pola Penanganan Pemeliharaan ... 21

2.2.9. Kekuatan Struktur Perkerasan ... 22

2.2.10.Metode Analisis Komponen SKBI 1987 ... 23

2.2.11.Teknik Analisis Data Kuesioner ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian ... 36

3.2. Desain Penelitian ... 36

3.2.1. Data dan Sumber Data ... 36

3.2.2. Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.2.3. Teknik Sampling dan Jumlah Sampel ... 37

3.2.4. Desain Variabel Kuesioner ... 38

3.3. Teknik Analisis Data ... 39

3.4. Bagan Alir Penelitian ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PenyajianData ... 43

4.1.1. Riwayat Penanganan Jalan ... 43

4.1.2. Struktur Perkerasan Eksisting ... 43

4.1.3. Data Survei Kondisi Jalan ... 44

4.1.4. Volume Lalu Lintas ... 49

4.1.5. Prediksi Pertumbuhan Volume Lalu Lintas ... 50

4.1.6. Data California Bearing Ratio (CBR) Subgrade ... 50

4.1.7. Data Kelandaian Jalan ... 51

4.1.8. Data Iklim ... 51

4.1.9. Data Penanganan Jalan ... 52

4.2. Analisis Data ... 55

4.2.1. Analisis Kinerja Ruas Jalan Berdasarkan Tingkat Kerusakan Lapis Permukaan ... 55


(10)

commit to user

4.2.2. Analisis Kinerja Ruas Jalan Berdasarkan Kekuatan Struktur Perkerasan dengan Metode Analisis Komponen

SKBI 1987 ... 59 4.2.3. Analisis Data Kuesioner Pola Penanganan Kegiatan

Pemeliharaan Jalan ... 64 4.3. Pembahasan ... 74 4.3.1. Perbandingan Kinerja Perkerasan Berdasarkan Kerusakan

Permukaan ... 74 4.3.2. Perbandingan Kinerja Perkerasan Berdasarkan Kekuatan

Struktur ... 79 4.3.3. Perbandingan Pola Penanganan Pemeliharaan Jalan antara

Sistem Kontraktual dengan Sistem Swakelola ... 81

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 90 5.2. Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA ... 92 LAMPIRAN


(11)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Wewenangan Pemerintah Kabupaten dalam Penyelenggaraan

Jalan Kabupaten ... 9

Tabel 2.2. Klasifikasi Jalan Kabupaten ... 11

Tabel 2.3. Kriteria Klasifikasi Kondisi Jalan Kabupaten dengan Permukaan Beraspal ... 17

Tabel 2.4. Jenis Kerusakan Perkerasan Beraspal ... 18

Tabel 2.5. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan ... 24

Tabel 2.6. Koefisien Distribusi Kendaraan ... 25

Tabel 2.7. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan ... 26

Tabel 2.8. Nilai R untuk Perhitungan CBR Segmen ... 27

Tabel 2.9. Faktor Regional (FR) ... 28

Tabel 2.10. Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP) ... 29

Tabel 2.11. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo) ... 29

Tabel 2.12. Nilai Kondisi Perkerasan Jalan ... 30

Tabel 2.13. Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan ... 30

Tabel 2.14. Koefisien kekuatan relatif (a) ... 31

Tabel 4.1. Riwayat Penanganan Jalan ... 43

Tabel 4.2. Daftar Ruas Jalan Berdasarkan Lapis Permukaan ... 44

Tabel 4.3. Kerusakan Permukaan Jalan Ruas Kolo Kolo – Bitombang ... 45

Tabel 4.4. Kerusakan Permukaan Jalan Ruas Silolo – Bontobuki ... 45

Tabel 4.5. Kerusakan Permukaan Jalan Ruas Tanabau – Baera ... 46

Tabel 4.6. Kerusakan Permukaan Jalan Ruas Tile Tile – Lembangia ... 46

Tabel 4.7. Kerusakan Permukaan Jalan Ruas Sasara – Rea Rea ... 47

Tabel 4.8. Kerusakan Permukaan Jalan Ruas Tajuiya Baru – Tonjo ... 48

Tabel 4.9. Kondisi Bahu Jalan ... 49

Tabel 4.10. Kondisi Drainase Jalan ... 49


(12)

commit to user

Tabel 4.11. Volume Lalu Lintas ... 50

Tabel 4.12. Laju Pertumbuhan Kendaraan ... 50

Tabel 4.13. Data CBR Subgrade ... 51

Tabel 4.14. Data Kelandaian Jalan ... 51

Tabel 4.15. Data Curah Hujan ... 51

Tabel 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Instansi/Institusi ... 52

Tabel 4.17. Distribusi Responden Berdasarkan Jabatan dalam Proyek ... 52

Tabel 4.18. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 53

Tabel 4.19. Klasifikasi Kondisi Berdasarkan Kerusakan Permukaan Jalan Ruas Kolo Kolo – Bitombang ... 55

Tabel 4.20. Klasifikasi Kondisi Berdasarkan Kerusakan Permukaan Jalan Ruas Silolo – Bontobuki ... 56

Tabel 4.21. Klasifikasi Kondisi Berdasarkan Kerusakan Permukaan Jalan Ruas Tanabau – Baera ... 56

Tabel 4.22. Klasifikasi Kondisi Berdasarkan Kerusakan Permukaan Jalan Ruas Tile Tile – Lembangia ... 57

Tabel 4.23. Klasifikasi Kondisi Berdasarkan Kerusakan Permukaan Jalan Ruas Sasara – Rea Rea ... 58

Tabel 4.24. Klasifikasi Kondisi Berdasarkan Kerusakan Permukaan Jalan Ruas Tajuiya Baru – Tonjo ... 59

Tabel 4.25. Tingkat Kemantapan Jalan ... 59

Tabel 4.26. Hasil Perhitungan Kekuatan Perkerasan Jalan (Umur rencana 3 tahun) ... 64

Tabel 4.27. Hasil Uji Validitas 1 Variabel Prosedur Sistem Kontraktual ... 64

Tabel 4.28. Hasil Uji Validitas 2 Variabel Prosedur Sistem Kontraktual ... 65

Tabel 4.29. Hasil Uji Validitas 1 Variabel Prosedur Sistem Swakelola ... 65

Tabel 4.30. Hasil Uji Validitas 2 Variabel Prosedur Sistem Swakelola ... 66

Tabel 4.31. Hasil Uji Validitas 1 Variabel Waktu Sistem Kontraktual ... 66

Tabel 4.32. Hasil Uji Validitas 2 Variabel Waktu Sistem Kontraktual ... 66

Tabel 4.33. Hasil Uji Validitas 1 Variabel Waktu Sistem Kontraktual ... 67

Tabel 4.34. Hasil Uji Validitas 2 Variabel Waktu Sistem Swakelola ... 67

Tabel 4.35. Hasil Uji Validitas 1 Variabel Kualitas Sistem Kontraktual ... 68


(13)

commit to user

Tabel 4.36. Hasil Uji Validitas 2 Variabel Waktu Sistem Kontraktual ... 68

Tabel 4.37. Hasil Uji Validitas 1 Variabel Kualitas Sistem Swakelola ... 68

Tabel 4.38. Hasil Uji Validitas 2 Variabel Waktu Sistem Swakelola ... 69

Tabel 4.39. Hasil Uji Reliabilitas ... 69

Tabel 4.40. Independent Samples t-Test Variabel Prosedur ... 71

Tabel 4.41. Independent Samples t-Test Variabel Waktu ... 72

Tabel 4.42. Independent Samples t-Test Variabel Mutu/Kualitas ... 73

Tabel 4.43. Rangkuman Hasil Uji Hipotesis ... 73

Tabel 4.44. Tingkat Kemantapan Jalan dengan Permukaan Lapen ... 74

Tabel 4.45. Tingkat Kemantapan Jalan dengan Permukaan Lasbutag ... 76


(14)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Peta Provinsi Sulawesi Selatan ... 2

Gambar 2.1. Hubungan Kondisi Fisik Jalan dengan Kebutuhan Penanganan 12 Gambar 2.2. Grafik Korelasi DDT dengan CBR ... 28

Gambar 3.1. Bagan Alir Penelitian ... 42

Gambar 4.1. Penampang Jalan Eksisting ... 44

Gambar 4.2. Detail Lapisan Perkerasan Jalan ... 44

Gambar 4.3. Kondisi Jalan Ruas Kolo Kolo – Bitombang ... 45

Gambar 4.4. Kondisi Jalan Ruas Silolo – Bontobuki ... 45

Gambar 4.5. Kondisi Jalan Ruas Tanabau – Baera ... 46

Gambar 4.6. Kondisi Jalan Ruas Tile Tile – Lembangia ... 47

Gambar 4.7. Kondisi Jalan Ruas Sasara – Rea Rea ... 48

Gambar 4.8. Kondisi Jalan Ruas Tajuiya Baru – Tonjo ... 48

Gambar 4.9. Rata-rata (Mean) Skor Variabel Prosedur ... 53

Gambar 4.10. Rata-rata (Mean) Skor Variabel Waktu ... 54

Gambar 4.11. Rata-rata (Mean) Skor Variabel Mutu ... 54

Gambar 4.12. Kerusakan dan Tekstur Permukaan Lapen ... 75

Gambar 4.13. Kerusakan dan Tekstur Permukaan Lasbutag ... 76

Gambar 4.14. Timbunan Asbuton Konvensional ... 77

Gambar 4.15. Tingkat Kemantapan Jalan ... 78


(15)

commit to user

DAFTAR NOTASI

a Koefisisen kekuatan relatif bahan perkerasan C Koefisien distribusi kendaraan

CBR Califonia Bearing Ratio (%) D Tebal lapisan perkerasan (cm) DDT Daya Dukung Tanah

df Degree of freedom (Derajat kebebasan ) E Angka ekivalen beban sumbu kendaraan FP Faktor Penyesuaian

FR Faktor Regional Ha Hipotesis alternatif

Ho Hipotesis nihil atau hipotesis penelitian i Pertumbuhan lalu lintas (%)

IP Indeks Permukaan pada akhir umur rencana IPo Indeks Permukaan pada awal umur rencana ITP Indeks Tebal Perkerasan

k Jumlah butir pertanyaan LEA Lintas Ekivalen Akhir LEP Lintas Ekivalen Permulaan LET Lintas Ekivalen Akhir LET Lintas Ekivalen Tengah LHR Lalu lintas Harian Rata-rata

n Jumlah responden

r Koefisien Korelasi

Si Varians skor tiap-tiap item St Varians total

thitung Nilai t hasil tes “t”


(16)

commit to user

ttabel Nilai t dari tabel nilai t

UR Umur Rencana (tahun) α Nilai Cronbach Alpha

∑x Jumlah skor butir

∑y Jumlah skor total


(17)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Hasil Survei Penjajagan Kondisi Jalan ... LA-1 Lampiran B Perhitungan Volume Lalu Lintas ... LB-1 Lampiran C Data California Bearing Ratio (CBR) Subgrade ... LC-1 Lampiran D Data Curah Hujan Bulanan ... LD-1 Lmapiran E Perhitungan Kekuatan Perkerasan Lentur dengan Metode

Analisis Komponen SKBI 1987 ... LE-1 Lampiran F Nomogram Perhitungan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) ... LF-1 Lampiran G Kuesioner Penelitian ... LG-1 Lampiran H Tabulasi Kuesioner ... LH-1 Lampiran I Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Data Kuesioner ... LI-1 Lampiran J Tabel Statistik ... LJ-1 Lampiran K Pertumbuhan Kendaraan dan Prediksi Volume Lalu Lintas ... LK-1


(18)

commit to user

ABSTRAK

Jaringan jalan merupakan prasarana dasar bagi pemenuhan kebutuhan manusia dalam meningkatkan kualitas hidup. Kinerja jaringan jalan cenderung mengalami penurunan akibat beban lalu lintas dan faktor non lalu lintas lainnya yang ditandai dengan kerusakan, baik kerusakan struktural maupun kerusakan fungsional. Pengelolaan pemeliharaan yang

tepat akan memperpanjang umur rencana pelayanan (life time service) jalan. Penanganan

pemeliharaan menyangkut pengelolaan permasalahan yang berkaitan dengan penyediaan mutu pelayanan tertentu, sumber daya manusia, bahan dan peralatan, kegiatan dan prosedur, serta waktu penanganan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja jalan berdasarkan kerusakan permukaan dan kekuatan struktur lapisan perkerasan dengan membandingkan dua jenis lapis permukaan (lapen dan lasbutag), serta membandingkan pola penanganan pemeliharaan antara sistem kontraktual dengan sistem swakelola.

Data diperoleh melalui pengambilan data primer (inventory kerusakan permukaan

jalan, survei volume lalu lintas, penyebaran kuesioner kepada 35 responden), serta pengumpulan data sekunder (riwayat penanganan jalan, struktur perkerasan jalan, CBR tanah dasar, data iklim, pertumbuhan lalu lintas). Perbandingan kinerja jalan berdasarkan kerusakan dilakukan dengan membandingkan tingkat kemantapan jalan. Perbandingan kinerja jalan berdasarkan kekuatan struktur perkerasan dilakukan dengan membandingkan kekuatan struktur hasil evlaluasi dengan menggunakan Metode Analisis Komponen SKBI 1987. Perbandingan pola penanganan dilakukan melalui pengolahan data kuesioner dengan

tahapan uji validitas dan reliabilitas menggunakan teknik korelasi Product Moment dan

Cronbach’s Alpha, uji hipotesis terhadap variabel tinjauan (prosedur, waktu, mutu) dengan

metode Independent Sample t-Test, semuanya dengan bantuan software Statistical Product

and Service Solution (SPSS).

Hasil penelitian menunjukkan: 1) Kinerja perkerasan ruas jalan yang menggunakan lapen lebih baik dibandingkan dengan ruas jalan yang menggunakan lasbutag berdasarkan tingkat kemantapan jalan. Ruas jalan yang menggunakan lapen menghasilkan kondisi mantap sebesar 96,74% lebih besar dari ruas jalan yang menggunakan lasbutag sebesar 93,07% setelah umur layanan 2 tahun; 2) Tidak ada perbedaan kinerja berdasarkan kekuatan struktur perkerasan antara ruas jalan yang menggunakan lapen dengan lasbutag dalam mendukung proyeksi volume lalu lintas sebagai jalan lokal sekunder sampai tahun 2013 (umur layanan 5 tahun); 3) Ada perbedaan yang signifikan antara pola penanganan pemeliharaan sistem kontraktual dengan sistem swakelola. Sistem swakelola terbukti lebih mudah dari segi prosedur pelaksanaan, lebih cepat dari segi waktu pelaksanaan, dan lebih baik dari segi kualitas hasil pekerjaan.

Kata kunci: kekuatan perkerasan, kinerja perkerasan, pemeliharaan jalan, pola penanganan.


(19)

commit to user

ABSTRACT

The road network is basic infrastructure to fulfill the human needs in increasing the quality of their life. Its performance tends to decrease caused by traffic and non-traffic factors and either signed by the structural or the functional damages. The appropriate maintenance management will prolong the road life time service. The maintenance treatments are related to the problems in providing certain service quality, human resources, materials and tools, activities and procedures, and treatment time. This research is aimed to evaluate the road performance based on the surface damage and strength of road pavement

structures by comparing two types of surface (lapen and lasbutag) and to compare the

maintenance treatment patterns between the contractual system and self-management system

(swakelola).

The data is gained through the primary data interpretation (the inventory of surface damages, traffic survey, distributing questionnaires to 35 respondents) and collecting the secondary data (the history of road treatments, the structure of road pavement, CBR of

subgrade, the data of climates, traffic development). The comparison of road performance

based on surface damage is done by comparing the road stability level. The comparison of road performance based on strength of pavement structures is done by comparing strength that evaluated by using the component analysis methods of SKBI 1987. The comparison of treatment patterns is done by using questionnaire data processing through validity and

reliability testing steps using correlative techniques of Product Moment and Cronbach’s

Alpha, hypothesized testing of variable references (procedures, time, quality) by using the

Independent Sample t-Test method. All these process is provided by using Statistical Product

and Service Solution (SPSS) software.

The research results show that; 1) the performance of road pavement using lapen

better than the road using lasbutag based on the road stability level. Roadway using lapen

generate steady state of 96,74% greater than roadway using lasbutag of 93,07% after 2 years

service; 2) there are no differences in performance based on the strength of road pavement structures using lapen with lasbutag in supporting projected traffic volume as a secondary local roads until 2013 (age service 5 years); 3) there are significant differences between the maintenance treatment patterns of the contractual system and the self-management system. The self-management system is proved easier in procedural aspect, more quickly in time aspect, and better in quality aspects of the working quality.

Key word: pavement performance, pavement strength, road maintenance, treatment patterns.


(20)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Kabupaten Selayar merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang terdiri atas gugusan pulau. Secara geografis Kabupaten Selayar terletak pada 5o41’ LS dan 120o15’-122o30’ BT, berbatasan lansung dengan Kabupaten Bulukumba pada sebelah Utara, sebelah Timur Laut Flores, sebelah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Selat Makassar pada sebelah Barat. Kabupaten Selayar terdiri atas 123 pulau besar dan kecil yang terbagi dalam 10 kecamatan, 66 desa, dan 7 kelurahan dengan luas wilayah 22.326,69 km2. Cakupan wilayah tersebut didominasi oleh laut dengan luas mencapai 21.138,41 km2 (94,68%), sedangkan luas wilayah darat hanya 1.188,28 km2 (5,32%). Peta Provinsi Sulawesi Selatan yang menggambarkan lokasi Kabupaten Selayar ditampilkan pada Gambar 1.1.

Pilihan moda transportasi di Kabupaten Selayar meliputi transportasi darat, laut, dan udara. Kondisi geografis yang terdiri atas gugusan pulau menyebabkan moda transportasi darat dan laut memegang peranan yang sangat vital dalam mendukung aktivitas masyarakat. Transportasi udara merupakan alternatif dengan dibangunnya bandara Aruppala yang melayani rute penerbangan Makassar-Selayar-Denpasar, walaupun masih dalam kapasitas terbatas.

Untuk mendukung pergerakan sektoral maupun antar zona, jaringan jalan memegang peranan yang sangat penting, terutama dalam mewujudkan perkembangan antar daerah yang seimbang dan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Pengelolaan dan penyelenggaraan jaringan jalan kabupaten merupakan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah seiring dengan proses desentralisasi dalam kerangka otonomi daerah. Selesainya pembangunan jaringan jalan menyebabkan kegiatan penyelenggaraan jalan berubah penekanannya menuju pekerjaan pemeliharaan jalan.


(21)

commit to user

Gambar 1.1. Peta Provinsi Sulawesi Selatan

Kep. Selayar


(22)

commit to user

Kondisi eksisting jalan kabupaten di Kabupaten Selayar adalah konstruksi lapen (macadam). Kegiatan pemeliharaan jalan dilakukan melalui pemeliharaan rutin dan pemeliharaan periodik. Jenis pemeliharaan periodik yang dilakukan sampai tahun 2007 adalah pelapisan tambah perkerasan (overlay) dengan menggunakan lapis tipis aspal beton (lataston/HRS) dan lapen (macadam). Pelapisan lataston digunakan pada jalan provinsi dan jalan strategis kabupaten, sedangkan untuk jalan kabupaten lainnya menggunakan lapen. Tahun 2008 merupakan momentum awal penggunaan aspal buton dengan didatangkannya asbuton konvensional dalam bentuk curah dari Lawelle, Sulawesi Tenggara sebanyak 5.000 ton. Kegiatan pemeliharaan jalan mulai menggunakan lapis aspal buton agregat campuran dingin (lasbutag). Penggunaan lasbutag digunakan pada jalan kabupaten yang termasuk kategori lalu lintas rendah.

Pola penanganan pemeliharaan periodik jalan, dilakukan secara kontraktual dan swakelola. Pelaksanaan swakelola pelaksanaan pemeliharaan jalan dengan menggunakan lasbutag mulai dilakukan pada tahun 2009 oleh Dinas Pekerjaan Umum sebagai kegiatan percontohan sekaligus evaluasi kelayakan penggunaan lasbutag di Kabupaten Selayar. Hal itu dilakukan setelah melihat minat penyedia jasa borongan sangat rendah terhadap paket pemeliharaan jalan yang menggunakan lasbutag pada pelelangan tahun 2008. Jika penggunaan lasbutag berhasil dilakukan, lasbutag akan semakin diberdayakan untuk menyiasati kelangkaan dan mahalnya penggunaan aspal minyak dalam pemeliharaan jalan kabupaten.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi kinerja perkerasan dan pola penanganan pada kegiatan pemeliharaan jalan di Kabupaten Selayar. Tolok ukur kinerja perkerasan yang digunakan meliputi kerusakan permukaan dan kekuatan struktur perkerasan jalan yang dievaluasi pada tahun 2010. Obyek penelitian adalah ruas-ruas jalan kabupaten yang dipelihara melalui pemeliharaan periodik pada tahun 2008 dengan menggunakan lapen dan lasbutag. Evaluasi perbandingan pola penanganan pemeliharaan jalan dilakukan pada obyek yang berbeda, sebab tidak ada perbedaan pola penanganan untuk pemeliharaan periodik terhadap ruas-ruas jalan yang ditinjau.


(23)

commit to user

1.2.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, permasalahan dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimana perbandingan kinerja perkerasan lentur antara ruas jalan yang menggunakan lapen dengan lasbutag berdasarkan kerusakan permukaan jalan pada kegiatan pemeliharaan jalan kabupaten di Kabupaten Selayar?

b. Bagaimana perbandingan kinerja perkerasan lentur antara ruas jalan yang menggunakan lapen dengan lasbutag berdasarkan kekuatan struktur perkerasan jalan pada kegiatan pemeliharaan jalan kabupaten di Kabupaten Selayar?

c. Bagaimana perbandingan pola penanganan pemeliharaan jalan kabupaten antara sistem kontraktual dengan sistem swakelola di Kabupaten Selayar?

1.3.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Mengetahui perbandingan kinerja perkerasan lentur antara ruas jalan yang menggunakan lapen dengan lasbutag berdasarkan kerusakan permukaan jalan pada kegiatan pemeliharaan jalan kabupaten di Kabupaten Selayar.

b. Mengetahui perbandingan kinerja perkerasan lentur antara ruas jalan yang menggunakan lapen dengan lasbutag berdasarkan kekuatan struktur perkerasan jalan pada kegiatan pemeliharaan jalan kabupaten di Kabupaten Selayar.

c. Mengetahui perbandingan pola penanganan pemeliharaan jalan kabupaten antara sistem kontraktual dengan sistem swakelola di Kabupaten Selayar.

1.4.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

a. Secara praktis dapat menjadi masukan dan pertimbangan kepada instansi terkait, khususnya Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Selayar selaku pengelola pemeliharaan jaringan jalan kabupaten dalam merumuskan teknik dan pola penanganan kegiatan pemeliharaan jalan kabupaten.

b. Secara teoritis menambah wawasan dan pengetahuan tentang teknik dan pola penanganan pemeliharaan jalan khususnya jalan kabupaten.


(24)

commit to user

1.5.

Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas dan menyimpang dari permasalahan di atas, penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

a. Evaluasi kinerja perkerasan jalan dilakukan terhadap ruas-ruas jalan kabupaten yang menggunakan lapen dan lasbutag, dipilih berdasarkan tingkat kepadatan lalu lintas dan tahun penanganan terakhir.

b. Ketidakrataan (roughness) dan kekesatan permukaan (skid resistance) yang merupakan parameter lain kinerja perkerasan tidak diteliti, karena keterbatasan dalam menyiapkan alat untuk menguji dua parameter tersebut.

c. Evaluasi perbandingan pola penanganan antara sistem kontraktual dengan sistem swakelola dilakukan melalui pengolahan data primer hasil penyebaran kuesioner dengan variabel tinjauan meliputi prosedur pelaksanaan, waktu pelaksanaan, dan mutu pelaksanaan pekerjaan.


(25)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1.

Tinjauan Pustaka

Penelitian pada ruas jalan Solo – Gemolong yang dilakukan oleh Sri Wardoyo dengan memfokuskan pada manajemen pemeliharaan jalan dengan hasil: jenis kerusakan pada ruas jalan tersebut meliputi amblas, retak buaya, keriting, retak memanjang, rusak tengah, rusak tepi, pengelupasan, jembul, dan lubang. Jenis kerusakan yang paling banyak ditemukan adalah kerusakan amblas sebesar 1459,93 m2. Jenis kerusakan yang paling sedikit adalah kerusakan jembul, dan sungkur sebesar 77 m2 (Wardoyo, 2003).

Analisis pelaksanaan pemeliharaan jalan antara sistem swakelola dengan sistem dikontrakkan, pernah dilakukan oleh Marjohan di Kabupaten Bengkalis dengan hasil penelitian: pelaksanaan pekerjaan secara swakelola lebih menguntungkan ditinjau dari segi waktu pelaksanaan, prosedur pelaksanaan, dan biaya pelaksanaan pekerjaan, sedangkan dari segi mutu pekerjaan tidak ditemukan perbedaan yang signifikan (Marjohan, 2009).

Penelitian lain dilakukan Syamsurizal pada pelaksanaan swakelola pemeliharaan jalan Kerikil di Kabupaten Rokan Hulu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui metode yang paling efisien dari metode yang sudah ada dan memberikan masukan instansi terkait tentang efektifitas upaya penanganan pemeliharaan dengan metode swakelola dengan mempergunakan peralatan milik pemerintah kabupaten Rokan Hulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya penanganan pemeliharaan jalan rutin (swakelola) dengan pekerjaan pengkerikilan lebih efisien dengan pencapaian target volume meningkat sampai 100% dari target panjang sebelumnya (Syamsurizal, 2005).

Pavement condition evaluation system (PACES) merupakan suatu system untuk mencatat tingkatan dan tipe kerusakan permukaan pada perkerasan beraspal. Sistem ini dikembangkan oleh Georgia Department of Transportation (GDOT) lebih


(26)

commit to user

dari lima belas tahun yang lalu. Sistem ini hanya dipergunakan untuk kondisi struktur permukaan perkerasan, tidak termasuk skid resistance dan rideability, keduanya diukur dengan kecepatan tinggi (Kim et al, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Janof et al (2005) memaparkan sebuah metode baru dalam menilai kerataan permukaan. Metode tersebut menggunakan alat bantu statistik disamping penilaian fisik kondisi perkerasan berdasarkan tingkat kenyamanan pengendara. Indikator kenyamanan ditentukan berdasarkan angka kenyamanan pengendara. Berdasarkan nilai rideability number (RN) tersebut ditentukan kebutuhan pemeliharaan terhadap ruas jalan. Penemuan ini merupakan sumbangan yang sangat positif terhadap perkembangan program manajemen rehabilitasi perkerasan terutama dalam mengumpulkan dan menganalisis karakteristik permukaan perkerasan sebagai dasar untuk pengujian selanjutnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Okine mengembangkan model untuk memprediksi kerataan perkerasan jalan selama umur layan dalam mendukung beban lalu lintas berdasarkan kerusakan permukaan jalan dan pengaruh lingkungan. Model yang dikembangkan mampu memprediksi kerataan (roughness) dari waktu ke waktu selama umur layan jalan. Ini sangat berguna dalam merumuskan rencana dan teknik pemeliharaan jalan. Artificial neural networks (ANNs) mampu memprediksi tingkat kerataan perkerasan berdasarkan awal mula terjadi deformasi permanen, peningkatan retak, dan jenis-jenis kerusakan lainnya. ANNs merupakan salah satu model matematik yang diharapkan mampu menggambarkan secara umum kondisi perkerasan, serta menghitung umur sisa perkerasan (Okine, 2004).

Penentuan tebal lapis tambah perkerasan (overlay) Asphalt Concrete (AC) berdasarkan beberapa parameter yang secara empiris merupakan suatu kesepakatan para ahli jalan. Pendapat ahli ini digunakan untuk memberikan penghargaan maupun hukuman pada kontraktor dalam hal jaminan kualitas konstruksi. Selain pendapat ahli, property dari AC sendiri juga berpengaruh dalam peningkatan performa jalan. Karena itu diperlukan pengembangan suatu metode untuk menghilangkan perbedaan antara job mix yang dihasilkan dengan performa dan peningkatan umur jalan. Model yang diterapkan yaitu integrasi antara AASHTO’S Mechanistic Empirical Pavement dan Simple Performance Test (NCHRP 9 – 19). Dari perpaduan ini diperoleh suatu model yang dinamakan NCHRP 9 – 22 yang mengkombinasikan antara metode


(27)

commit to user

empiris dan metode mekanis dalam hal penentuan tebal perkerasan jalan AC (El-Basyouny, 2010).

Pendekatan optimum untuk desain rencana pelapisan tambah (overlay) pada perkerasan lentur dikembangkan untuk mengantisipasi buruknya performa perkerasan maupun umur jalan. Pendekatan optimum ini diaplikasikan untuk desain menggunakan metode AASHTO. Untuk mendapatkan performa jalan dan umur jalan yang lebih baik pada overlay desain sebaiknya menggunakan indeks perkerasan yang lebih tinggi (Abaza et al, 2003).

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya seperti yang disebutkan di atas ditemukan beberapa persamaan dengan penelitian ini antara lain:

a. Analisis dilakukan terhadap jenis kerusakan dan kondisi perkerasan dengan memfokuskan pada permukaan jalan.

b. Pemilihan variabel dalam mengevaluasi perbandingan pola penanganan antara sistem kontraktual dengan sistem swakelola.

Walaupun demikian ada beberapa perbedaan yang dapat dikemukakan sehingga obyek penelitian yang diteliti tetap menarik, antara lain:

a. Pada penelitian-penelitian sebelumnya pada umumnya hanya meneliti kondisi perkerasan pada satu ruas jalan seperti yang dilakukan oleh Sri Wardoyo dan Syamrizal, sedangkan penelitian yang akan dilakukan meliputi beberapa ruas jalan berdasarkan jenis dan riwayat penanganan.

b. Perbedaan lokasi penelitian yang akan dilakukan dengan lokasi penelitian sebelumnya. Lokasi dan karakteristik pengguna jalan sangat menentukan kinerja perkerasan. Terkait dengan kesamaan beberapa variabel dalam mengevaluasi perbandingan pola penanganan antara sistem kontraktual dan sistem swakelola yang dilakukan Marjohan, lokasi tinjauan yang berbeda, serta penambahan komposisi responden merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.

2.2.

Landasan Teori

2.2.1. Pengelolaan Jalan di Kabupaten

Wewenang penyelenggaraan umum ada pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta penguasaan jalan ada pada negara. Agar peran jalan dalam melayani kegiatan masyarakat dapat tetap terpelihara dan keseimbangan


(28)

commit to user

pembangunan antar wilayah dapat terjaga, negara mengadakan pengaturan tentang pemberian kewenangan penyelenggaraan jalan. Negara memberikan wewenang kepada pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten untuk melaksanakan penyelenggaraan jalan. Dalam UU 38/2004 tentang jalan juga disebutkan bahwa masyarakat berperan serta dalam penyelenggaraan jalan, selanjutnya secara terinci diberikan pada Tabel 2.1.

Khusus untuk pemerintah kabupaten, negara memberikan wewenang penyelenggaraan jalan yang meliputi penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa. Selanjutnya sesuai dengan sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia wewenang tersebut dilimpahkan kepada instansi yang ditunjuk di daerah. Wewenang penyelenggaraan jalan tersebut meliputi kegiatan penyelenggaraan jalan yang terdiri atas seluruh siklus kegiatan dan perwujudan jalan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan.

Tabel 2.1. Wewenangan Pemerintah Kabupaten dalam Penyelenggaraan Jalan Kabupaten (Anonim, 2004)

No Wewenang Pengertian

1. Pengaturan a. Perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan kabupaten

berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan dengan memperhatikan keserasian antar daerah dan antar kawasan.

b. Penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan

kabupaten.

c. Penetapan status jalan kabupaten.

d. Penyusunan perencanaan jaringan jalan kabupaten.

2. Pembinaan a. Pemberian bimbingan, penyuluhan, serta pendidikan dan

pelatihan para aparatur penyelenggara jalan kabupaten.

b. Pemberian izin, rekomendasi, dispensasi, dan pertimbangan

pemanfaatan ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan.

c. Pengembangan teknologi terapan di bidang jalan untuk jalan

kabupaten.

3. Pembangunan a. Perencanaan teknis, pemrograman, dan penganggaran,

pengadaan lahan, serta pelaksanaan konstruksi jalan kabupaten.

b. Pengoperasian dan pemeliharaan jalan kabupaten.

c. Pengembangan dan pengelolaan manajemen pemeliharaan jalan

kabupaten.

4. Pengawasan a. Evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan kabupaten.

b. Pengendalian fungsi dan manfaat hasil pembangunan jalan


(29)

commit to user

2.2.2. Ketentuan Dasar Jalan di Kabupaten

Jalan mempunyai peran yang sangat strategis dalam bidang sosial, budaya, dan hankam (kaitannya dengan inegritas nasional). Hal itu terbukti pada negara-negara yang sedang berkembang. Hampir 90% angkutan barang dan orang yang menggunakan prasarana jalan.

Sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang ada, jalan di Indonesia dikelompokan berdasarkan kelas jalan dan wewenang pembinaannya. Salah satu pengelompokkan berdasarkan wewenang pembinaannya adalah jalan kabupaten, yaitu jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten atau instansi yang ditunjuk. Penetapan status Jalan Kabupaten dilakukan dengan Keputusan Gubernur atas usulan Pemerintah Kabupaten. Dalam Undang-undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Pemerintah Kabupaten selain mempunyai wewenang pembinaan jalan kabupaten, juga mempunyai wewenang pembinaan jalan desa.

Jalan kabupaten adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan nasional atau jalan propinsi, menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibu kota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten dan jalan strategis kabupaten.

Berdasarkan perkiraan LHR (Lalu lintas Harian Rata-rata) yang melalui jalan tersebut sesuai dengan umur rencana yang ditetapkan, jalan kabupaten diklasifikasikan menjadi beberapa kelas jalan, yaitu: Kelas IIIA, IIIB, dan IIIC dengan muatan sumbu terberat (MST) sebesar 8 Ton. Volume lalu lintas pada kelas jalan tersebut dikelompokkan ke dalam volume lalu lintas rendah, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.2.


(30)

commit to user Tabel 2.2. Klasifikasi Jalan Kabupaten (Anonim, 2005c)

Kelas Jalan

Fungsi

Jalan KRLL

LHR (smp)

Lebar Perk.

(m)

Tipe

Permukaan Keterangan

III A Lokal

Primer

4 > 500 5,5 Aspal Jalan kabupaten yang

menghubungkan ibu kota kabupaten dengan pusat kecamatan

III B Lokal

Sekunder

3 200 - 500 5,5 Aspal Jalan kabupaten yang

menghubungkan pusat kecamatan dengan pusat kecamatan lainnya

2 50 – 200 5,5 Min Kerikil

dan Maks Aspal

III C Lokal

Sekunder

1 < 50 5,5 Kerikil Jalan kabupaten yang

menghubungkan desa dengan pusat kecamatan

Walaupun demikian dimungkinkan volume lalu lintas normal melewati jalan kabupaten sehingga dalam metode perencanaannya, baik tebal perkerasan maupun geometrik harus disesuaikan dengan volume lalu lintas yang ada, yaitu volume lalu lintas rendah (LHR ≤ 1.000 smp) atau volume lalu lintas normal (LHR > 1.000 smp). Syarat minimal digunakan bila anggaran tidak mencukupi, pekerjaan layak secara ekonomis dan sumber daya mendukung/memadai.

2.2.3. Tingkat Kemantapan Jalan

Departemen Pekerjaan Umum melalui Kepmen Kimpraswil No.534/KPTS/M/2001 merumuskan tujuan penanganan jalan yakni 100 % jalan mantap. Tingkat kemantapan jalan ditentukan oleh dua kriteria, yaitu mantap secara konstruksi dan mantap dalam layanan lalu lintas (Anonim, 2005c).

2.2.3.1. Definisi Kemantapan Jalan

Definisi kondisi pelayanan mantap, tidak mantap, dan kritis didefinisikan sebagai berikut:

a. Kondisi Pelayanan Mantap

Kondisi pelayanan sejak konstruksi masih baru sampai dengan kondisi pelayanan pada batas kemantapan (akhir umur rencana) dan penurunan nilai kemantapan wajar seperti yang diperhitungkan. Termasuk dalam kondisi ini adalah jalan dengan kondisi baik dan sedang.


(31)

commit to user b. Kondisi Pelayanan Tidak Mantap

Kondisi pelayanan berada di antara batas kemantapan sampai dengan batas kritis. Termasuk dalam kondisi ini adalah jalan dengan kondisi rusak atau kurang baik.

c. Kondisi Kritis

Kondisi pelayanan dengan nilai kemantapan mulai dari batas kekritisan sampai dengan tidak terukur lagi, dimana kondisi tersebut menyebabkan kapasitas jalan menurun. Termasuk dalam kondisi ini adalah jalan dengan kondisi rusak berat atau buruk.

2.2.3.2. Kriteria Kemantapan Jalan

Untuk menentukan suatu jalan dalam koridor ‘mantap’ maka diperlukan beberapa parameter yang dijadikan tolok ukur untuk menganalisisnya. Parameter yang dibutuhkan harus memenuhi beberapa syarat utama, antara lain:

a. Parameter dapat mewakili/mencerminkan kondisi jalan yang ditinjau; b. Tersedia untuk seluruh jalan yang akan dievaluasi;

c. Diperbarui minimal setiap tahun dengan biaya yang murah (ekonomis).

Pada Gambar 2.1 diperlihatkan penurunan kondisi jalan dengan indikasi adanya kerusakan pada permukaan perkerasan jalan akibat beban lalu lintas dan faktor non lalu lintas. Penurunan kondisi tersebut mengakibatkan umur perkerasan jalan akan berkurang.

Gambar 2.1. Hubungan Kondisi Fisik Jalan dengan Kebutuhan Penanganan (Anonim, 2005c)

Masa Pelayanan Jalan

Pemeliharaan Rutin

Pt Po

Kondisi Baik

Pemeliharaan Berkala

Batas Kritis Batas kemantapan Peningkatan

Apabila Pemeliharaan Rutin/ Berkala dilakukan dgn baik

Kondisi Sedang Kondisi Rusak Kondisi Rusak Berat

Pt

Apabila tidak ada pemeliharaan

Pk Pk

Rekonstruksi

N

ilai K

on

str

uks

i

Jalan

( S

er

viceab

ility

I

n


(32)

commit to user

2.2.4. Kinerja Perkerasan Lentur

Kinerja perkerasan merupakan fungsi dari kemampuan relatif perkerasan untuk melayani lalu lintas dalam suatu periode tertentu (Highway Research Board dalam Anonim, 2005a). Kinerja perkerasan jalan ditentukan berdasarkan persyaratan kondisi fungsional dan kondisi struktural. Persyaratan kondisi fungsional menyangkut kerataan, kekesatan permukaan perkerasan, sedangkan persyaratan kondisi struktural menyangkut kekuatan atau daya dukung perkerasan dalam melayani beban dan volume lalu lintas rencana.

Evaluasi kondisi dilakukan untuk mengukur kinerja perkerasan jalan membantu dalam penentuan penanganan dalam kegiatan penyelenggaraan jalan (Hicks and Mahoney dalam Anonim, 2005a):

a. Menentukan prioritas pemeliharaan

Data kondisi jalan seperti ketidakrataan (roughness), kerusakan permukaan (surface distress), dan lendutan (deflection) digunakan untuk penentuan ruas-ruas yang harus diprioritaskan dalam pemeliharaan atau rehabilitasi.

Data-data kondisi jalan yang diperoleh diperlukan untuk menggolongkan jalan-jalan yang ada dalam suatu jaringan jalan ke dalam kondisi ‘baik’, ‘sedang’, ‘rusak’, dan ‘rusak berat’. Jalan dengan kondisi ‘baik’ dan ‘sedang’ diprioritaskan untuk pekerjaan pemeliharaan rutin, sedangkan jalan dengan kondisi ‘rusak’ dan ‘rusak berat’ nantinya akan dievaluasi lebih lanjut guna penentuan strategi penanganan pemeliharaan/perbaikan lainnya.

b. Menentukan strategi perbaikan

Hasil survei kondisi kerusakan permukaan (pavement condition surface) digunakan untuk membuat rencana kegiatan tahunan yang sesuai dengan kondisi perkerasan yang ada. Strategi yang dilaksanakan tersebut dapat berupa penambalan, pelaburan permukaan, pelapisan ulang, dan recycling. Strategi penanganan yang direncanakan disesuaikan dengan jenis kerusakan yang terjadi. c. Memprediksi kinerja perkerasan

Ketidakrataan (roughness), kelicinan permukaan (skid resistance), dan kerusakan permukaan perkerasan (surface distress) atau yang telah diratifikasi dalam suatu kombinasi penilaian kondisi kemudian diproyeksikan ke masa yang


(33)

commit to user

akan datang guna membantu dalam mempersiapkan biaya penyelenggaraan jalan secara jangka panjang ataupun memperkirakan kondisi perkerasan dari jaringan jalan berdasarkan dana pembinaan jalan tertentu.

Menurut Christady (2009) hal penting dalam pengelolaan perkerasan adalah kemampuan dalam memprediksi kondisi perkerasan di masa yang akan datang. Untuk memprediksi kondisi perkerasan dengan baik maka dibutuhkan suatu sistem penilaian untuk identifikasi kerusakaan perkerasan saat ini. Ada beberapa sistem penilaian kondisi perkerasan jalan, antara lain:

a. Metode Bina Marga

Bina Marga telah memberikan Petunjuk Teknis tentang Perencanaan dan Penyusunan Program Jalan Kabupaten (SK.77/KPTS/Db/1990). Petunjuk tersebut mencakup prosedur perencanaan umum dan penyusunan program untuk pekerjaan berat (rehabilitasi, peningkatan) dan pekerjaan ringan (pemeliharaan) pada jalan dan jembatan kabupaten yang pada umumnya diklasifikasikan fungsinya sebagai jalan lokal. Prosedur perencanaan ini dimaksudkan untuk dijalankan setiap tahun.

b. Metode Asphalt Institute

Sistem penilaian menurut Asphalt Institute disebut Pavement Condition Rating (PCR). Nilai PCR (0 – 100) diperoleh dengan mengurangi nilai 100 dengan jumlah nilai kerusakannya. Nilai pengurangan kerusakan ditentukan dari tingkat keparahan kerusakan dan kemungkinan meluasnya setiap tipe kerusakan yang diamati dalam setiap bagian. Nilai PCR yang lebih tinggi menunjukkan bahwa kondisi perkerasan semakin bagus. Pemilihan nilai pengurangan yang sebenarnya pada umumnya agak subyektif karena bergantung pada personil penilai.

Untuk pencatatan yang lebih teliti yang dapat digunakan untuk perkerasan campuran aspal panas (HMA) dan perkerasan beton semen portland (PCC), Asphalt Institute menyarankan menggunakan indeks kondisi perkerasan (pavement condition index).

c. Metode PCI

Penilaian kondisi kerusakan perkerasan Metode PCI dikembangkan oleh U.S. Army Corp of Engineer dinyatakan dalam indeks kondisi perkerasan


(34)

commit to user

(pavement condition index). Penggunaan PCI untuk perkerasan bandara, jalan, dan tempat parkir telah digunakan secara luas di Amerika.

Metode PCI memberikan kondisi perkerasan hanya pada saat survei dilakukan, tapi tidak memberikan gambaran prediksi di masa datang. Walaupun demikian melalui survei yang dilakukan secara periodik, informasi kondisi perkerasan dapat berguna untuk prediksi kinerja di masa datang.

Berdasarkan ketiga sistem penilaian di atas, dipilih sistem penilaian kondisi perkerasan dengan Metode Bina Marga dengan pertimbangan bahwa klasifikasi jalan yang akan disurvei adalah jalan kabupaten dan berfungsi sebagai jalan lokal dengan lapis permukaan menggunakan lapis penetrasi macadam (lapen) dan lapis asbuton agregat (lasbutag). Selain itu tingkat kesederhanaan sistem penilaian ikut diperhitungkan dalam memilih metode yang digunakan.

2.2.5. Survei dan Klasifikasi Kondisi Jalan (Tinjauan SK.77/KPTS/Db/1990)

Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penyusunan Program Jalan Kabupaten ini terhitung sejak tanggal ditetapkannya pada bulan Juli tahun 1990 oleh Ditjen Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum melalui SK:77/KPTS/Db/1990. Sebagai petunjuk teknis, secara substansial buku ini berisi prosedur perencanaan umum dan penyusunan program jalan dan jembatan kabupaten untuk pekerjaan berat (rehabilitasi, peningkatan) dan pekerjaan ringan (terutama pemeliharaan). Sebagai catatan buku ini hanya memuat prosedur (urutan pelaksanaan kegiatan) dengan asumsi bahwa detail untuk perencanaan dan desain teknis sudah dimuat dalam buku petunjuk lain (Anonim, 1990).

Tujuan umum dari prosedur perencanaan dan penyusunan program adalah untuk membantu kabupaten dalam memelihara dan mengembangkan jaringan jalan dengan cara yang efisien agar menunjang pengembangan ekonomi dan sosial suatu daerah.

Survei penjajagan kondisi jalan disarankan dilakukan pada ruas jalan yang berkondisi baik dan sedang. Cakupan umum dalam pengisian formulir survei antara lain:

a. Formulir survei dirancang untuk mengamati karakteristik jalan yang dilakukan terutama dari dalam mobil yang bergerak secara perlahan dari pangkal ke ujung ruas, dimana odometer mobil digunakan sebagai acuan jarak.


(35)

commit to user

b. Secara berkala mobil perlu berhenti untuk melakukan sampel survei berjalan kaki sepanjang 100 meter guna mengetahui kerusakan permukaan jalan termasuk pengukuran lebar jalan.

c. Tidak diberikan suatu selang jarak yang tetap untuk mencatat informasi di lapangan selain kerusakan permukaan.

d. Untuk keperluan penilaian pemeliharaan diperlukan suatu pendekatan yang dapat diandalkan, maka disarankan menggunakan setiap baris pada formulir survei untuk mewakili 100 meter, sehingga setiap formulir dapat mencakup 2 km. e. Idealnya sampel berjalan kaki pada survei pemeliharaan ini adalah 10% atau 100

meter untuk setiap kilometer. Untuk itu disarankan supaya dilakukan secara sistematis, sebagai contoh: antara km 0,5 - 0,6 setiap kilometernya sehingga sampel diharapkan terhindar dari ‘bias’. Setelah lebih berpengalaman dalam melaksanakan survei, mungkin lebih tepat jika mengkonsentrasikan sampel berjalan kaki pada jalan yang sulit sekali untuk dilihat kerusakan permukaannya dari dalam mobil (misalnya retak-retak). Biasanya akan lebih mudah untuk menentukan jenis kerusakan pada jalan yang berkondisi baik atau rusak dari kendaraan yang berjalan.

f. Pengisian data pada formulir survei dilakukan mulai dari bawah ke atas.

Diperlukan waktu sekitar 8 jam per hari untuk mencapai target survei sepanjang 30-50 km/hari. Dengan asumsi kecepatan rata-rata kendaraan 15-20 km/jam, diperlukan sekitar 3 jam untuk survei berkendaraan dan sekitar 3 jam diperlukan untuk survei berjalan kaki dan berhenti (rata- rata 3-4 menit/km), serta sekitar 2 jam untuk perjalanan pergi-pulang.

Dalam analisis perencanaan dan penyusunan program jalan kabupaten ruas jalan secara umum dikelompokkan dalam 2 bagian, yakni:

a. Jalan Mantap, yakni jalan stabil dan selalu dapat diandalkan untuk dilalui kendaraan roda empat sepanjang tahun, terutama yang kondisinya sudah baik/sedang.

b. Jalan Tidak Mantap, yakni jalan yang tidak stabil dan tidak dapat diandalkan untuk dilalui kendaraan roda empat sepanjang tahun, terutama yang kondisinya rusak/rusak berat.


(36)

commit to user

Klasifikasi kondisi ruas jalan apakah masuk dalam kelompok mantap atau tidak mantap tidak disampaikan secara eksplisit. Kriteria umum klasifikasi kondisi jalan ditentukan berdasarkan persentase kerusakan jalan menurut tipe kerusakan relatif terhadap total luas jalan yang disurvei. Pada Tabel 2.3 diberikan kriteria klasifikasi kondisi jalan kabupaten baik untuk jalan beraspal.

Tabel 2.3 Kriteria Klasifikasi Kondisi Jalan Kabupaten dengan Permukaan Beraspal (Anonim, 1990)

No Tipe Kerusakan Tingkat kerusakan permukaan (% luas)

Baik Sedang Rusak Rusak Berat

1 Lubang-lubang 0 – 1 1 – 5 5 – 15 >15

2 Legokan/amblas 0 – 5 5 – 10 10 – 50 >50

3 Retak-retak 0 – 3 3 – 12 12 – 25 >25

4 Alur bekas roda 0 – 3 3 – 5 5 – 25 >25

2.2.6. Kerusakan Permukaan Jalan

Jenis kerusakan pada perkerasan jalan dikelompokkan atas 2 macam, yaitu: a. Kerusakan Struktural

Kerusakan struktural adalah kerusakan pada struktur jalan, sebagian atau keseluruhanya yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi mampu mendukung beban lalu lintas. Untuk itu perlu adanya perkuatan struktur dari perkerasan dengan cara pemberian pelapisan ulang (overlay) atau perbaikan kembali terhadap lapisan perkerasan yang ada.

b. Kerusakan Fungsional

Kerusakan fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut. Kerusakan ini dapat berhubungan atau tidak dengan kerusakan struktural. Pada kerusakan fungsional, perkerasan jalan masih mampu menahan beban yang bekerja namun tidak memberikan tingkat kenyamanan dan keamanan seperti yang diinginkan. Untuk itu lapisan permukaan perkerasan harus dirawat agar permukaan kembali baik.

Kerusakan jalan, baik kerusakan fungsional dan kerusakan struktural, dapat bermacam-macam dilihat dari bentuk dan proses terjadinya. Indikasi yang timbul pada permukaan perkerasan dapat mempengaruhi nilai kekasaran pada perkerasan. Secara garis besar kerusakan pada perkerasan beraspal dapat dikelompokkan atas empat modus kejadian, yaitu retak, cacat permukaan, deformasi, dan cacat tepi


(37)

commit to user

perkerasan (Austorads dalam Anonim, 2005a). Masing-masing modus tersebut dapat dibagi lagi ke dalam beberapa jenis kerusakan seperti yang ditunjukan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Jenis Kerusakan Perkerasan Beraspal (Anonim, 2005a)

Modus Jenis Ciri

·Retak · Retak memanjang

· Retak melintang

· Retak tidak beraturan

· Retak selip

· Retak blok

· Retak buaya

·Memanjang searah sumbu jalan

·Melintang tegak lurus sumbu jalan

·Tidak berhubungan dgn pola tdk jelas

·Membentuk parabola atau bulan sabit

·Membentuk poligon, spasi jarak >300 mm

·Membentuk poligon, spasi jarak <300 mm

·Deformasi · Alur

· Keriting

· Amblas

· Sungkur

· Penurunan sepanjang jejak roda

· Penurunan regular melintang, berdekatan

· Cekungan pada lapis permukaan

· Peninggian lokal pada lapis permukaan

·Cacat

Permukaan

· Lubang

· Delaminasi

· Pelepasan butiran

· Pengausan

· Kegemukan

· Tambalan

· Tergerusnya lapisan aus di permukaan

perkerasan yang berbentuk seperti mangkok

· Terkelupasnya lapisan tambah pada

perkerasan yanglama.

· Lepasnya butir-butir agregat dari permukaan

· Ausnya batuan sehingga menjadi licin

· Pelelehan aspal pada permukaan perkerasan

· Perbaikan lubang pada permukaan perkerasan

·Cacat Tepi

Perkerasan

· Gerusan tepi

· Penurunan tepi

· Lepasnya bagian tepi perkerasan

· Penurunan bahu jalan dari tepi perkerasan

2.2.7. Metode Pemeliharaan Jalan

Untuk menentukan program dan kegiatan pemeliharaan perkerasan jalan, penanganan pemeliharaan tersebut perlu dilakukan perencanaan dengan baik berdasarkan survei kondisi lapangan mencakup kondisi fungsional dan kondisi struktural.

Hasil pengukuran kinerja perkerasan jalan yang terdiri dari: roughness, kerusakan permukaan, dan struktur perkerasan akan digunakan untuk menentukan kondisi perkerasan dan kemudian metode penanganannya. Khusus mengenai kekesatan, karena sifat dan karakteristik jalan kabupaten, maka evaluasi parameter tersebut diabaikan.

Hasil evaluasi tersebut digunakan untuk jenis pemeliharaan di lapangan yang sesuai. Berdasarkan frekuensi penanganannya, operasi pemeliharaan perkerasan jalan


(38)

commit to user

dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis kegiatan pemeliharaan sesuai Standar Bina Marga (Anonim, 2005b), antara lain:

a. Pemeliharaan Rutin - Pekerjaan Perawatan Rutin (Cyclic Works)

Pekerjaan ini dilakukan untuk seluruh ruas yang ada pada jaringan jalan sepanjang tahun dan tidak terpengaruh oleh jenis permukaan jalan (beraspal/tidak beraspal) ataupun volume lalu lintas yang melewatinya. Aktivitas kegiatan yang termasuk dalam jenis kegiatan pemeliharaan ini adalah:

1) Pemeliharaan saluran drainase;

2) Pembersihan jalan dan bangunan pelengkap jalan; 3) Pengendalian tumbuhan/pemotongan rumput.

b. Pemeliharaan Rutin - Pekerjaan Perbaikan Perkerasan (Recurrent/Reactive Works on Pavement)

Pekerjaan ini dilakukan pada ruas-ruas mengalami kerusakan yang terjadi pada perkerasan jalan akibat dari pengaruh lalu lintas dan kondisi lingkungan. Aktifitas yang dilakukan pada kegiatan perbaikan perkerasan jalan ini adalah antara lain:

1) Perbaikan pada jalan beraspal a) Laburan pasir (sanding);

b) Laburan aspal setempat (local sealing); c) Penyumbatan retak (crack sealing);

d) Penambalan permukaan/perataan permukaan (skin patching/filling in); e) Penambalan struktural (deep patching);

f) Perataan bahu dan lereng (filling on shoulder and slopes); g) Perbaikan drainase (improvement of drainage);

h) Perbaikan bahu jalan (shoulder improvement). 2) Perbaikan pada jalan tidak beraspal

a) Perbaikan jalan kerikil setempat (spot regravelling/ patching); b) Perataan dengan penyapuan (dragging);

c) Perataan dengan grader (grading).

c. Pemeliharaan Periodik - Pekerjaan Perawatan Perkerasan (Preventive)

Kegiatan ini khususnya dilakukan pada jalan beraspal dengan aktivitas kegiatan antara lain:


(39)

commit to user

1) Pemberian laburan aspal taburan pasir– buras (resealing); 2) Pemberian lapis tipis campuran aspal pasir – latasir; 3) Pemberian lapis bubur aspal (slurry seal).

d. Pemeliharaan Periodik - Pekerjaan Pelapisan Ulang Perkerasan (Resealing) Kegiatan ini adalah untuk melapisi kembali permukaan perkerasaan lama dengan lapisan tambah yang sifatnya tidak memberikan nilai struktural tetapi hanya untuk memperbaiki integritas perkerasan. Jenis aktifitas ini antara lain adalah:

1) Pemberian laburan permukaan aspal (surface dressing), yaitu dengan lapisan burtu dan burda;

2) Pemberian lapis tipis aspal beton – lataston (thin overlay); 3) Pengkerikilan ulang pada jalan tidak beraspal (regravelling).

e. Pemeliharaan Periodik - Pekerjaan Pelapisan Tambah Perkerasan (Overlay) Kegiatan ini adalah penambahan nilai struktural perkerasan yaitu antara lain dengan:

1) Pemberian lapis penetrasi macadam – lapen (macadam); 2) Pemberian lapis aspal beton – laston (asphalt concrete).

f. Pemeliharaan Periodik - Pekerjaan Rekonstruksi Perkerasan (Reconstruction) 1) Inlay

2) Mill and replace

3) Full pavement reconstruction g. Pekerjaan Darurat

1) Penyingkiran material longsoran; 2) Perbaikan darurat akibat kecelakaan.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan strategi kegiatan pemeliharaan suatu ruas jalan, antara lain:

a. Kerusakan (jenis, keparahan, luas, penyebaran);

b. Jenis perkerasan (beraspal: lapen makadam, beton aspal; tidak beraspal); c. Lalu lintas;

d. Cuaca (terutama curah hujan); e. Umur sisa perkerasan;


(40)

commit to user

2.2.8. Pola Penanganan Pemeliharaan

Penanganan pekerjaan pemeliharaan di daerah dapat dilakukan secara swakelola ataupun dikontrakkan dengan menggunakan kontraktor lokal/daerah. Pemilihan penanganan pekerjaan tersebut harus diseuaikan dengan kondisi dan keadaan setempat. Masing-masing pola penanganan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan, untuk itu pemilihan pola penanganan harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai petunjuk pengelolaan dana yang berlaku.

Ada beberapa kondisi yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pola penanganan antara swakelola dan dikontrakkan. Pada pekerjaan yang dikontrakkan, penanganan memiliki keterbatasan untuk kegiatan operasional di luar kontrak antara lain pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya mendadak, pemanfaatan tenaga personil dinas teknis yang berpengalaman dan pemanfaatan peralatan yang tersedia. Namun sebaliknya pekerjaan yang diswakelola belum dapat menjamin penggunaan dana secara efisien karena dalam pengelolaan administrasi mudah terjadi kesalahan. a. Swakelola

Pola penanganan pekerjaan pemeliharaan dengan swakelola adalah merupakan cara terbaik untuk pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan rutin. Hal ini disebabkan oleh kemudahan dalam pemanfaatan sumber daya yang ada di dinas teknis masing-masing dengan sistem Unit Pemeliharaan Rutin (UPR). UPR tersebut meliputi penggunaan peralatan, pengerahan tenaga kerja, penyediaan bahan, dan penjadwalan waktu.

Pelaksanaan pemeliharaan jalan dengan swakelola dapat dikelompokkan menjadi:

1) Swakelola penuh, yaitu penanganan pemeliharaan rutin dimana regu pekerja adalah tenaga-tenaga organik dinas teknis, demikian juga dengan penggunaan peralatannya. Pengadaan bahan/ material dilakukan dengan cara dikontrakkan. 2) Swakelola upah borong, yaitu penanganan pemeliharaan rutin dimana regu

pekerja bukan tenaga organik melainkan menggunakan buruh setempat dan pembayaran upah dilakukan secara upah borong. Pengadaan bahan/material dilakukan dengan cara dikontrakkan.


(41)

commit to user b. Kontraktual

Pada umumnya pola penanganan ini dilakukan untuk pekerjaan pemeliharaan periodik, namun dimungkinkan juga untuk pekerjaan pemeliharaan rutin apabila dinas teknis yang bersangkutan belum mempunyai UPR atau peralatan yang dimiliki kurang memadai.

2.2.9. Kekuatan Struktur Perkerasan

Kekuatan struktur perkerasan dapat dilihat berdasarkan besarnya lendutan yang terjadi akibat suatu beban atau berdasarkan tebal dan jenis lapis perkerasan, serta kekuatan tanah dasar. Oleh karena itu untuk mengetahui kekuatan struktur perkerasan dapat dilakukan dengan mengukur besarnya lendutan atau dengan mengukur masing-masing lapis perkerasan dan menaksir koefisien kekuatannya, serta menguji California Bearing Ratio (CBR) tanah dasar.

Evaluasi kekuatan struktur dilakukan untuk memperkirakan umur sisa perkerasan dan kebutuhan tebal pelapisan ulang perkerasan (overlay) sehingga perkerasan tersebut mempu kembali mendukung beban lalu lintas yang direncanakan.

Pemberian lapisan tambahan akan meminimalkan lendutan yang terjadi akibat beban lalu lintas sampai lebih kecil dari lendutan yang diijinkan. Data-data masukkan dalam melakukan evaluasi struktural perkerasan jalan diperoleh melalui survei lapangan. Data-data masukan yang dibutuhkan tersebut meliputi:

a. Stabilitas tanah dasar; b. Beban lalu lintas; c. Kualitas material; d. Lingkungan sekitarnya; e. Kriteria perencanaan.

Data kekuatan perkerasan dapat dilakukan beberapa cara metode survei, tergantung pada metode perhitungan struktur perkerasan yang dipergunakan. Metode survei yang umumnya dapat dapat dilakukan di Indonesia antara lain:

a. Destructive Test (Pengujian dengan merusak perkerasan), dilakukan dengan membuat lubang uji (test pit) atau inti uji (core drill), selanjutnya dilakukan pengujian Dynamic Cone Penetrometer (DCP) untuk memperkirakan CBR dan daya dukung tanah;


(42)

commit to user

b. Non Destructive Test (Tanpa merusak perkerasan), ada dua jenis yaitu pengukuran lendutan dengan alat Benkelman Beam dan pengukuran lendutan dengan menggunakan alat Falling Weight Deflectometer (FWD).

Masing-masing metode survei tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Penggunaannya di daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Metode yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan struktur perkerasan antara lain:

a. Metode CBR Bina Marga untuk Jalan Kabupaten (1986), metode ini khusus digunakan untuk mengevaluasi struktur perkerasan yang mempunyai lalu lintas rendah (LHR < 1.000);

b. Metode Analisis Komponen SKBI 1987, dikembangkan di Indonesia sebagai modifikasi dari Metode AASHTO;

c. Metode Bina Marga 01/MN/B/1983 dengan menggunakan data lendutan beban statis yaitu hasil pengujian dengan alat Benkelman Beam;

d. Metode AASTHO 1993 dengan menggunakan data lendutan dinamis berdasarkan hasil pengujian dengan Falling Weight Deflectometer (FWD).

Di bawah ini akan diuraikan secara terinci prosedur evaluasi kekuatan struktur perkerasan yang umum dilakukan di Indonesia, yaitu Metode Analisis Komponen SKBI 1987 (Sulaksono, 2000).

2.2.10.Metode Analisis Komponen SKBI 1987

Metode Analisis Komponen merupakan metode perencanaan perkerasan, khususnya perkerasan lentur, baik untuk perencanaan tebal lapis tambah maupun perencanaan jalan baru yang digunakan di Indonesia. Metode perencanaan perkerasan ini merupakan modifikasi metode AASHTO setelah disesuaikan dengan kondisi alam dan karakteristik material di Indonesia.

Metode ini berdasarkan Petunjuk Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisis Komponen, SKBI-2.3.26.1987; UDC:625.73 (02) yang diperbaharui menjadi SNI No. 1732-1989-F, diterbitkan oleh Direktorat Yayasan Badan Penerbit PU, Departemen Pekerjaan Umum tahun 1987 (Sulaksono, 2000).

Prinsip dasar desain tebal lapis tambah pada struktur perkerasan lentur menurut Metode Analisis Komponen adalah bahwa di akhir masa lanyannya struktur perkerasan perlu diperkuat dengan memperbesar nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP)


(43)

commit to user

sehingga mampu memikul perkiraan beban lalu lintas tambahan yang diinginkan. Nilai ITP yang dimaksud diperoleh dari sisa nilai ITP struktur perkerasan lama ditambah dengan nilai ITP tambahan yang diberikan. Dengan kata lain tebal lapis tambah adalah selisih antara persyaratan tebal lapisan yang baru dengan tebal lapisan yang sudah ada. Jika nilai ITP yang dipersyaratkan untuk mendukung proyeksi volume lalu lintas sampai pada tahun tertentu lebih kecil dari nilai ITP perkerasan yang ada maka struktur perkerasan dianggap masih cukup kuat, sehingga penanganan pemeliharaan tidak memerlukan lapis tambah (overlay). Oleh karena itu diperlukan metode penanganan kerusakan yang sesuai melalui pemeliharaan rutin.

Ada dua tahapan dalam perhitungan menggunakan Metode Analisis Komponen, yaitu:

a. Menentukan nilai kondisi struktur perkerasan lama untuk mendapatkan nilai ITP yang ada.

b. Menghitung nilai ITP yang diperlukan berdasarkan perkiraan beban lalu lintas yang akan datang untuk menentukan perlunya lapis tambah atau tidak.

Evaluasi kekuatan struktur perkerasan dengan Metode Analisis Komponen akan diuraikan secara terinci di bawah ini.

2.2.10.1. Lalu Lintas Rencana

a. Persentase Kendaraan pada Lajur Rencana

Jalur Rencana (JR) merupakan jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang terdiri dari satu lajur atau lebih. Jumlah lajur berdasarkan lebar jalan dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2.5. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan (Anonim, 1987)

Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)

L < 5,5 m 1 Lajur

5,5 m ≤ L < 8,25 2 Lajur

8,25 m ≤ L < 11,25 3 Lajur

11,25 m ≤ L < 15,00 4 Lajur

15,00 m ≤ L < 18,75 5Lajur

18,75 m ≤ L < 22,00 6 Lajur

Koefisien distribusi kendaraan pada lajur rencana dengan tipe kendaraan berdasarkan beratnya dapat dilihat pada Tabel 2.6.


(44)

commit to user

Tabel 2.6. Koefisien Distribusi Kendaraan (C) (Anonim, 1987)

Jumlah Lajur

Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat **)

1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 1,00 1,00 1,00 1,00

2 0,60 0,50 0,70 0,50

3 0,40 0,40 0,50 0,475

4 - 0,30 - 0,45

5 - 0,25 - 0,425

6 - 0,20 - 0,40

*) Berat total < 5 ton, misalnya: mobil penumpang, pick up

**) Berat total ≥ 5 ton, misalnya: bus, truk, traktor, semi trailer, trailer b. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah nilai yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).

Rumus untuk menentukan angka ekivalen beban sumbu kendaraan dalah sebagai berikut:

E sumbu tunggal ="ƒuƒan ƒD nggal :g

.ǎ2) (2.1)

E sumbu ganda ="ƒuƒan ƒD nggal :g

.ǎ2) x 0,086 (2.2)

Setiap kendaraan mempunyai konfigurasi sumbu yang berbeda-beda. Sumbu depan merupakan sumbu tunggal sedangkan sumbu belakang merupakan sumbu tunggal atau ganda. Dengan demikian angka ekivalen merupakan penjumlahan antara angka ekivalen sumbu depan dengan angka ekivalen sumbu belakang.

Selain menggunakan rumus di atas, penentuan angka ekivalen dapat dilakukan menggunakan tabel yang dikeluarkan oleh Departeman Pekerjaan Umum seperti terlihat pada Tabel 2.7.


(45)

commit to user

Tabel 2.7. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan (Anonim, 1987)

Beban Sumbu Angka Ekivalen

Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda

1000 2205 0,0002 -

2000 4409 0,0036 0,0003

3000 6617 0,0183 0,0016

4000 8818 0,0577 0,0050

5000 11023 0,1410 0,0121

6000 13228 0,2923 0,0251

7000 15432 0,5415 0,0466

8000 17367 0,9238 0,0794

8160 18000 1,0000 0,0860

9000 19841 1,4798 0,1273

10000 22046 2,2555 0,1940

c. Perhitungan Lalu Lintas

1) Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)

å

= = n j j j

j xC xE

LHR LEP

1

(2.3)

dengan:

LEP = Lintas Ekuivalen permulaan J – n = Jenis kendaraan

C = Koefisien distribusi kendaraan E = Angka ekivalen

LHR = Lalu lintas Harian Rata-rata 2) Lintas Ekivalen Akhir (LEA)

j j UR n

j

j i xC xE

LHR

LEA .(1 )

1 + =

å

= (2.4) dengan:

LEA = Lintas ekivalen akhir umur rencana i = Perkembangan lalu-lintas

UR = Umur rencana

3) Lintas Ekivalen Tengah (LET)

2 LEA LEP

LET = + (2.5)

dengan:

LET = Lintas ekivalen tengah LEP = Lintas ekivalen permulaan LEA = Lintas ekivalen akhir


(46)

commit to user 4) Lintas Ekivalen Rencana (LER)

FP x LET

LER= (2.6)

dengan:

LER = Lintas ekivalen rencana FP = Faktor penyesuaian FP = UR/10

UR = Umur rencana (tahun) 2.2.10.2. Daya Dukung Tanah Dasar

Daya dukung tanah dasar diperoleh dari nilai CBR atau Plate Bearing Test DCP. Nilai CBR tanah dasar dapat bervariasi antara nilai yang baik dan jelek. Jika terdapat perbedaan nilai CBR antara beberapa titik pengamatan, panjang jalan dibagi atas segmen-segmen jalan, dimana setiap segmen jalan memiliki nilai daya dukung yang hampir sama. Setiap segmen mempunyai satu nilai CBR yang mewakili daya dukung tanah dasar dan dipergunakan untuk perencanaan lapisan perkerasan dari segmen tersebut. Secara analitis perhitungan nilai CBR segmen jalan (Sukirman, 1999) dilakukan dengan menggunakan rumus:

CBRsegmen = CBRrata-rata – (CBRmaks – CBRmin)/R (2.7)

Nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam satu segmen. Besarnya nilai R dapat dilihat pada Tabel 2.8 di bawah ini.

Tabel 2.8. Nilai R Perhitungan CBR Segmen (Sukirman, 1999)

Jumlah Titik Pengamatan Nilai R

2 1,41

3 1,91

4 2,24

5 2,48

6 2,67

7 2,83

8 2,96

9 3,08

>10 3,18

Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi seperti pada Gambar 2.2.


(47)

commit to user

Gambar 2.2. Grafik Korelasi DDT dengan CBR (Anonim, 1987) 2.2.10.3. Faktor Regional

Faktor regional (FR) adalah faktor koreksi sehubungan dengan adanya perbedaan kondisi dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test dan disesuaikan dengan kondisi Indonesia. FR dipengaruhi oleh bentuk elemen, persentase kendaraan berat yang berhenti, serta iklim. Penentuan FR menggunakan Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Faktor Regional (FR) (Anonim, 1987)

Kategori Iklim

Kelandaian I (< 6%)

Kelandaian II (6% - 10%)

Kelandaian III (> 10%)

% kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat

≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30%

Iklim I

< 900 mm/th 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2 1,5 2,0 – 2,5

Iklim II


(1)

commit to user

Perbedaan kualitas survei perencanaan antara sistem kontraktual dengan sistem swakelola tidak terlalu signifikan. Hal itu dapat dilihat dari perbedaan rata-rata skor jawaban hanya terpaut 0,03. Survei perencanaan pemeliharaan yang dilakukan hanya survei topografi dan inventory kerusakan jalan, sehingga sangat susah untuk menemukan indikator yang membuktikan bahwa secara signifikan sistem swakelola lebih baik dari sistem swakelola.

Keakuratan estimasi volume rencana pada sistem swakelola lebih akurat dibandingkan sistem kontraktual. Hal itu ditentukan oleh keakuratan inventory

kerusakan jalan yang dipengaruhi oleh jumlah surveyor. Demikian juga dengan kecukupan jumlah personil dalam pengawasan. Walaupun sangat subyektif untuk membandingkan keahlian pengawas antara konsultan supervisi dengan pengawas lapangan internal, sejauh ini mobilisasi pengawas lapangan internal lebih mudah dan jumlahnya lebih banyak.

Jawaban responden mengenai perbedaan kesesuaian volume rencana dengan realisasi antara sistem swakelola dengan sistem kontraktual lebih dipengaruhi oleh fakta bahwa dalam sistem swakelola tidak mengenal pekerjaan tambah kurang, dimana target pelaksanaan akan menyesuaikan dengan kondisi lapangan. Perbedaan rata-rata skor responden cenderung disebabkan oleh pelaksanaan pekerjaan tambah kurang yang hanya terjadi pada sistem kontraktual.

Kualitas hasil pekerjaan dengan tingkat kenyamanan berkendara pengguna jalan merupakan variabel yang saling terkait. Hal itu dibuktikan oleh selisih rata-rata skor jawaban responden sebesar 0,20 dimana sistem swakelola dianggap lebih baik dibandingkan dengan sistem kontraktual. Penyebab lebih baiknya kualitas hasil pekerjaan dan tingkat kenyamanan cenderung dipengaruhi oleh rendahnya profesionalisme penyedia jasa terutama kualifikasi kecil.

Kelemahan penggunaan purposif sample (sampel terbatas berdasarkan pertimbangan tertentu) adalah terbatas dalam generalisasi untuk menjadikan statistik sampel sebagai cerminan dari parameter populasi. Walaupun demikian kadangkala merupakan satu-satunya alternatif yang ada, disesuaikan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

Penelitian pola penanganan pemeliharaan jalan di Kabupaten Selayar merupakan salah satu bentuk penelitian yang dilakukan dengan menggunakan


(2)

commit to user

purposif sample karena terbatasnya jumlah responden yang bisa dijadikan sampel penelitian. Untuk menghindari kesalahan interpretasi yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pengambilan keputusan, di bawah ini diberikan rata-rata (mean)

jawaban responden terhadap variabel mutu hasil pelaksanaan pekerjaan dan tingkat kenyamanan berkendara. Dua variabel tersebut merupakan variabel yang mungkin dikembangkan, bebas dari pertimbangan tertentu sebagai dasar pengambilan sampel terbatas. Hal itu dimaksudkan untuk dijadikan pembanding sekaligus menggambarkan kemungkinkan potensi bias akibat distribusi sampel yang kurang representatif dari Metode Purposif Sampel.

Gambar 4.16. Rata-rata (Mean) Skor Mutu Hasil Pekerjaan Berdasarkan Instansi Berdasarkan Gambar 4.16 dapat diuraikan kecenderungan penilaian responden berdasarkan variabel mutu/kualitas hasil pekerjaan yang dikelompokkan berdasarkan instansi sebagai berikut:

a. Dinas Pekerjaan Umum

Rata-rata skor jawaban dari 20 responden untuk sistem swakelola sebesar 3,75, sedangkan untuk sistem kontraktual sebesar 3,55. Hal itu menunjukkan bahwa responden dari Dinas Pekerjaan Umum menganggap kualitas hasil pekerjaan pemeliharan jalan dengan sistem swakelola lebih baik dibandingkan dengan sistem kontraktual.

3.00 3.10 3.20 3.30 3.40 3.50 3.60 3.70 3.80 3.90 4.00 DP U S et d a In sp ek to ra t As so sias i 3.55 3.50 3.33 4.00 3.75 4.00 4.00 3.88 R ata -r ata (M ea n ) Kontraktual Swakelola


(3)

commit to user

b. Setda Bagian Pembangunan

Rata-rata skor jawaban dari 4 responden untuk sistem swakelola sebesar 4,00, sedangkan untuk sistem kontraktual sebesar 3,50. Hal itu menunjukkan bahwa responden dari Setda Bagian Pembangunan menganggap kualitas hasil pekerjaan pemeliharan jalan dengan sistem swakelola lebih baik dibandingkan dengan sistem kontraktual.

c. Inspektorat

Rata-rata skor jawaban dari 3 responden untuk sistem swakelola sebesar 4,00, sedangkan untuk sistem kontraktual sebesar 3,33. Hal itu menunjukkan bahwa responden dari Inspektorat menganggap kualitas hasil pekerjaan pemeliharan jalan dengan sistem swakelola lebih baik dibandingkan dengan sistem kontraktual.

d. Assosiasi/Rekanan

Rata-rata skor jawaban dari 8 responden untuk sistem kontraktual sebesar 4,00, sedangkan untuk sistem swakelola sebesar 3,88. Hal itu menunjukkan bahwa responden dari para pengurus assosiasi atau rekanan menganggap kualitas hasil pekerjaan pemeliharan jalan dengan sistem kontraktual lebih baik dibandingkan dengan sistem swakelola.

Gambar 4.17. Rata-rata (Mean) Skor Tingkat Kenyamanan Berdasarkan Instansi

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 DP U S et d a In sp ek to ra t As so sias i 3.35 3.00 3.00 3.50

3.55 3.50 3.67

3.38 R ata -r ata (M ea n ) Kontraktual Swakelola


(4)

commit to user

Berdasarkan Gambar 4.17 dapat diuraikan kecenderungan penilaian responden berdasarkan variabel tingkat kenyamanan berkendara yang dikelompokkan berdasarkan instansi sebagai berikut:

a. Dinas Pekerjaan Umum

Rata-rata skor jawaban dari 20 responden untuk sistem swakelola sebesar 3,55, sedangkan untuk sistem kontraktual sebesar 3,35. Hal itu menunjukkan bahwa responden dari Dinas Pekerjaan Umum menganggap lebih nyaman berkendara pada ruas jalan hasil penanganan dengan sistem swakelola dibandingkan sistem kontraktual.

b. Setda Bagian Pembangunan

Rata-rata skor jawaban dari 4 responden untuk sistem swakelola sebesar 3,50, sedangkan untuk sistem kontraktual sebesar 3,00. Hal itu menunjukkan bahwa responden dari Setda Bagian Pembangunan menganggap lebih nyaman berkendara pada ruas jalan hasil penanganan dengan sistem swakelola dibandingkan sistem kontraktual.

c. Inspektorat

Rata-rata skor jawaban dari 3 responden untuk sistem swakelola sebesar 3,67, sedangkan untuk sistem kontraktual sebesar 3,00. Hal itu menunjukkan bahwa responden dari Inspektorat menganggap lebih nyaman berkendara pada ruas jalan hasil penanganan dengan sistem swakelola dibandingkan sistem kontraktual.

d. Assosiasi/Rekanan

Rata-rata skor jawaban dari 8 responden untuk sistem kontraktual sebesar 3,50, sedangkan untuk sistem swakelola sebesar 3,38. Hal itu menunjukkan bahwa responden dari para pengurus assosiasi atau rekanan menganggap lebih nyaman berkendara pada ruas jalan hasil penanganan dengan sistem kontraktual dibandingkan sistem swakelola.


(5)

commit to user

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan tentang perbandingan kinerja perkerasan lentur ruas jalan yang menggunakan lapen dengan ruas jalan yang menggunakan lasbutag berdasarkan kerusakan permukaan dan kekuatan struktur perkerasan, serta perbandingan pola penanganan pemeliharaan jalan kabupaten di Kabupaten Selayar, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Kinerja perkerasan ruas jalan yang menggunakan lapen lebih baik dibandingkan dengan ruas jalan yang menggunakan lasbutag sebagai lapis permukaan berdasarkan kerusakan yang ada. Hasil analisis tingkat kemantapan jalan berdasarkan kerusakan permukaan enam ruas jalan menunjukkan bahwa ruas jalan yang menggunakan lapen menghasilkan kondisi mantap sebesar 96,74% lebih besar dari ruas jalan yang menggunakan lasbutag sebesar 93,07% setelah umur layanan 2 tahun.

b. Tidak ada perbedaan kinerja ruas jalan berdasarkan kekuatan struktur perkerasan antara ruas jalan yang menggunakan lapen dengan lasbutag dalam mendukung proyeksi volume lalu lintas sebagai jalan lokal sekunder selama umur layanan yang direncanakan. Hal itu ditunjukkan oleh nilai ITPada lebih besar dari ITPperlu

sampai tahun 2013 atau selama umur layanan 5 tahun. Oleh karena itu rencana kegiatan pemeliharaan yang direkomendasikan hanya pemeliharaan rutin.

c. Ada perbedaan signifikan pola penanganan pemeliharaan jalan antara sistem kontraktual dengan sistem swakelola. Hasil uji statistik data kuesioner menunjukkan bahwa sistem swakelola terbukti lebih mudah dari segi prosedur pelaksanaan, lebih cepat dari segi waktu pelaksanaan, dan lebih baik dari segi kualitas hasil pekerjaan.


(6)

commit to user

5.2.

Saran

Untuk menciptakan hasil yang lebih baik dalam kegiatan pemeliharaan jalan kabupaten di Kabupaten Selayar, dari hasil penelitian yang dilakukan dikemukakan saran untuk pengembangan sebagai berikut:

a. Perlunya bimbingan teknik terhadap penyedia jasa, terutama penyedia jasa borongan kualifikasi kecil untuk peningkatan keterampilan pelaksanaan pemeliharaan jalan.

b. Perlunya penanganan secara simultan dalam kegiatan pemeliharaan jalan, mengingat pelaksanaan pemeliharaan selama ini hanya terfokus pada perkerasan jalan, mengabaikan perbaikan konstruksi bahu dan drainase jalan.

c. Penambahan komposisi responden dalam pengambilan data kuesioner pola penanganan pemeliharaan jalan antara sistem kontrakutal dengan sistem swakelola untuk menghasilkan sampel yang lebih representatif.