Pengukuran Indeks Glikemik Roti Tawar Bengkuang (Pachyrhizus erosus)

(1)

(2)

72


(3)

Lampiran 3 Formulir Informed Consent

Formulir Informed Consent

PENGUKURAN INDEKS GLIKEMIK ROTI TAWAR BENGKUANG (Pachyrhizus erosus)

Setelah memperoleh penjelasan tentang tujuan, manfaat, prosedur, dan kemungkinan risiko, serta jawaban atas pertanyaan saya yang diberikan oleh tim peneliti padaPENGUKURAN INDEKS GLIKEMIK ROTI TAWAR BENGKUANG (Pachyrhizus erosus), maka saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : NIM : Stambuk :

dengan ini menyatakan dengan penuh kesadaran bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian tersebut di atas dan bersedia untuk menjalani pemeriksaan darah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam penelitian PENGUKURAN INDEKS GLIKEMIK ROTI TAWAR BENGKUANG (Pachyrhizus erosus), dengan catatan semua data mengenai diri saya dirahasiakan. Selanjutnya, bila suatu ketika, dalam masa penelitian, saya merasa dirugikan karena penelitian ini, saya berhak mengundurkan diri dari keterlibatan saya serta membatalkan persetujuan ini, tanpa sanksi apa pun dan dari pihak manapun.

Medan, Juni 2016 Mengetahui,

Yang membuat pernyataan Peneliti

(……….) (……….)

Saksi,


(4)

74

Lampiran 4 Tabel Respons Glukosa Darah terhadap Roti Tawar dan Roti Tawar Bengkuang

Respons Glukosa Darah terhadap Roti Tawar

Subyek Respons Glukosa Darah terhadap Roti Tawar Satuan

0’ 15’ 30’ 45’ 60’ 90’ 120’ Menit

1 69 74 104 93 66 91 84 Mg/dL

2 72 112 130 138 162 129 80 Mg/dL 3 79 84 110 108 116 108 92 Mg/dL 4 70 77 106 113 107 79 95 Mg/dL

5 68 78 90 93 85 88 78 Mg/dL

6 69 80 100 116 98 90 73 Mg/dL

7 69 87 122 115 121 100 91 Mg/dL 8 72 80 112 112 112 101 89 Mg/dL Rata-rata 71 84 109,3 111 108,4 98,3 85,3 Mg/dL Respons Glukosa Darah Terhadap Roti Tawar Bengkuang

Subyek

Respons Glukosa Darah terhadap Roti Tawar Bengkuang

Satuan

0’ 15’ 30’ 45’ 60’ 90’ 120’ Menit

1 68 110 93 97 78 67 70 Mg/dL

2 69 116 88 116 77 63 71 Mg/dL

3 77 82 95 102 63 115 79 Mg/dL

4 69 74 77 82 87 88 88 Mg/dL

5 72 90 91 84 71 68 74 Mg/dL

6 69 78 97 97 95 64 60 Mg/dL

7 69 105 99 91 107 64 66 Mg/dL

8 69 99 117 108 108 92 84 Mg/dL Rata-rata 70,3 94,3 94,6 97,1 85,8 77,6 74 Mg/dL


(5)

(6)

76

Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian

Alat Pengukur Gula Darah (Glukometer)


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Pengaruh Pemberian Ekstrak UmbiBengkuang(Pachyrhizus erosus) Terhadap Gula Darah, Kadar Immunoglobulin (IgA) dan Vili Usus Pada Tikus (Rattus Norvegittus) Diabetes Mellitus. Tesis. Universitas Andalas

Almatiser, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical

Chemists. Washington D.C.

Argasasmita, T.U. 2008. Karakterisasi Sifat Fitokimia dan Indeks Glikemik Varietas Beras Beramilosa Rendah dan Tinggi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Arlene, A., J.R. Witono dan M. Fransisca. 2009. Pembuatan Roti Tawar dari Tepung Singkong dan Tepung Kedelai. Simposium Nasional RAPI VIII. Universitas Katolik Parahyangan. Bandung

Astawan, M. 2009. Panduan Karbohidrat Terlengkap. Jakarta: Dian Rakyat. Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Indeks Pembangunan Manusia

Indonesia.http://www.bps.go.id. (diakses 20 Februari 2016).

Damayanti, K. 2010. Pembuatan Tepung Bengkuang dengan Kajian Konsentrasi Natrium Metabisulfat (Na2S2O2) dan Lama Perendaman.

Skripsi. Program Studi Teknologi Pangan. Universitas Pembangunan Nasional. Surabaya.

Departemen Kesehatan (Depkes). 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Laporan Nasional 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan PengembanganKesehatan, Depkes RI. http://www.litbang.depkes.go.id. (diakses tanggal 20 Februari 2016).

Dewi, N.S., N.H.R. Parnanto., A. Ridwan. 2012. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Bengkuang (Pachyrhizus erosus) Dimodifikasi Secara Aselitasi dengan Variasi Konsentrasi Asam Asetat Selama Perendaman. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surabaya.


(8)

67

Fithroh, A. F dan Sukarjati. 2013. Pengaruh Umbi Bengkuang (Pachyrhizus erosus) Pada Berbagai Volume dan Varietas Terhadap Kualitas Spermatozoa Marmut (Cavia Porcellus) yang Hiperglikemia. Artikel Penelitian. Program Studi Biologi. Universitas PGRI Adi Buana Surabaya. Food Agricultural Organization (FAO). 1998. Carbohydrates in Human

Nutrition. Rome: FAO.

Foster-Powell, Kaye., Susanna HA Holt., and Janette C Brand-Miller. 2002. International table of glycemic index and glycemic load values. Am J Clin Nurt., Vol 76:5-56

Gulo, T.M. 2008. Pengaruh Pencampuran Tepung Terigu dengan Tepung Jagung dan Konsentrasi Natrium Propinoat Terhadap Mutu Roti Tawar. Skripsi. Departemen Teknologi Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Handayani, L dan F. Ayustaningwarno. 2014. Indeks Glikemik dan Beban Glikemik Vegetable Leather Brokoli (Brassica oleracea var. Italica) Dengan Substitusi Inulin. Journal of Nutrition College,Vol 3 No 4 ; 783-790.

Hasan, V., S. Astuti., Susilawati. 2011. Indeks Glikemik Oyek dan Tiwul Dari

Umbi Garut (Maranthaarundinaceae L), Suweg

(AmorphalluscampanullatusBI) dan Singkong (Manihotutillisima). Jurnal

Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Universitas Lampung. Volume 16 No. 1.

Hilman, A. 2012. Karakteristik Polisakarida Larut Air (PLA) Umbi Bengkuang (Pachyrhizus erosus L) dari Berbagai Metode Ekstraksi. Skripsi. Departemen Teknologi Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Izzati, F. 2015. Analisis Indeks Glikemik (IG) pada Nasi Campuran antara

Beras (Oriza sp) dan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L). Skripsi.Universitas Sumatera Utara. Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Jenkins, D.J.A., T.M.S. Wolever., R.H.Taylor., H.Barker., H.Fielden., J.M.Baldwin., A.C.Bowling., H.C.Newman., A.L.Jenkins and D.V.Goff. 1981. Glycemic index of food: a physiologicsl basis for carbohydrate exchange. Am J. Clin Nutr., Vol. 34:362-366.


(9)

Karimah, I. 2011. Nilai Indeks Glikemik Bubur Instan Pati Singkong dan Bubur Instan Pati Resisten Singkong. Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Skripsi.

Kuncara, A.L. 2011. Subsstitusi Tepung Gembili (Diosconea esculenta L) Pada Pembuatan Roti Tawar. Skripsi. Fakultas Teknobiologi. Universitas Atmajaya Yogyakarta.

Larasati, A.S. 2013. Analisis Kandungan Zat Gizi Makro dan Indeks Glikemik Snack Bar Beras Warna Sebagai Makanan Selingan Penderita Nefropatidiabetik. Artikel Penelitian. Universitas Diponegoro. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran.

Lestari, P.I. 2013. Pengembangan dan Validasi Metode KLT Densitometri untuk Penetapan kadar Inulin dalam Ekstrak Air Umbi Bengkuang (Pachyrhizus erosus L). Skripsi. Universitas Jember. Program Studi Farmasi.

Lubis, F. 2012. Kandungan Bengkuang

http://www.scribd.com/doc/79394824/Kandungan-bengkuang#scribd (diakses 3 Maret 2016).

Mudjajanto, E.S dan L.N. Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti. Jakarta :Penebar Swadaya.

Na’imah, A. 2013. Indeks Glikemik Beberapa Variasi Sajian Mi Instan. Laporan Penelitian. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Program Studi Pendidikan Dokter.

Nawai, F. 2015. Tingkat Kesukaan dan Indeks Glikemik Getuk dengan Penambahan Tepung Pisang Goroho (M.P. acuminate). Skripsi. Universitas Hasanuddin. Program Studi Ilmu Gizi.

Ningrum, D.R., F.Z. Nisa., R. Pangastuti. 2011. Indeks Glikemik dan Beban Glikemik Sponge Cake Sukun Sebagai Jajanan Berbasis Karbohidrat pada Subyek Bukan Penyandang Diabetes Mellitus. Prosiding Seminar Nasional: Food Habits and Degeneratif Disease Yogyakarta : Universitas Gajah Mada: 109-119.

Nur’aini, A. 2011. Aplikasi Millet (Pennisetum Spp) Merah dan Millet Kuning Sebagai Subsitusi Terigu dalam Pembuatan Roti Tawar: Evaluasi Sifat Sensoris dan Fisikokimia. Skripsi. Program Studi Hasil Pertanian. Universitas Sebelas Maret.


(10)

69

Panggabean, F. DM. 2013. Respon Pertumbuhan dan Produksi Bengkuang (Pachyrhizus erosus. (L.) Urban) terhadap Waktu Pemangkasan dan Jarak Tanam). Skripsi. Departemen Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Pangesti, D.Y., N.H.R. Parnanto., A. Ridwan. 2014. Kajian Sifat Fisikimia Tepung Bengkuang (Pachyrhizuserosus) Dimodifikasi Secara Heat Moisture Treatment (HMT) Dengan Variasi Suhu. Jurnal Teknosains Pangan. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan.Vol 3 No 3.

Paramita, H.A., W.D.R. Putri. 2015. Pengaruh Penambahan Tepung Bengkuang dan Lama Pengkukusan Terhadap Karakteristik Fisika, Kimia, dan Organoleptik Flake Talas. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Universitas Brawijaya Malang. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Vol. 3 No 3 p.1071-1082

Pratiwi, U.N. 2015. Pengaruh Subsitusi Tepung Bengkuang Terhadap Kualitas Brownies Kukus. Artikel Penelitian. Program Studi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Universitas Padang.

Rakhmawati, FKR., Rimbawan dan L. Amalia. 2011. Nilai Indeks Glikemik Berbagai Produk Olahan Sukun (Artocarpus altilis).Jurnal Gizi dan Pangan Institut Pertanian Bogor: Departemen Gizi Masyarakat. 6(1):28-35.

Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rimbawan dan R. Nurbayani. 2013. Nilai Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili (Dioscorea esculenta). Jurnal Gizi dan Pangan. Institut Pertanian Bogor: Departemen Gizi Masyarakat. 8(2): 145-150.

Rusilanti. 2008. Menu Sehat untuk Pengidap Diabetes Mellitus. Jakarta: Kawan Pustaka

The University of Sidney. 2015. Glycemic Index. http://www.glycemic-index.com. Diakses tanggal 9 Juli 2016

Septiyani, I. 2012. Indeks Glikemik Berbagai Produk Tiwul Berbasis Singkong (Manihot esculenta Crantz) Pada Orang Normal. Skripsi. Institut


(11)

Siagian, A. et al., 2006. Pengaruh Indeks glikemik, Komposisi, dan Cara

Pemberian Pangan pada Subyek Obes dan Normal. Riset. Universitas

Sumatera Utara. Vol 10(1): 101-112. SNI 01-3840-1995dari http://sisni.bsn.go.id

Sundari, D F. 2014.. Pengukuran Nilai Indeks Glikemik Cookies Tepung Talas Belitung (xanthosoma sagittifolum). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Syadiah, I. 2010. Pengaruh Pengolahan Beras Varietas Ciherang Menjadi Nasi, Ketupat, dan Lontong Terhadap Nilai Indeks Glikemik. skripsi. Departemen Gizi Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.

Waspadji S. 2002.Pedoman Diet Diabetes Mellitus. Jakarta :Balai Penerbit FKUI.

Waspadji S. et al. 2003. Indeks Glikemik Berbagai Makanan Indonesia. Hasil Penelitian. Jakarta :Balai Penerbit FKUI.

Widodo, R. et al. 2014. Aspek Mutu Produk Roti Tawar Untuk Diabetesi Berbahan Baku Tepung Porang dan Tepung Suweg. Jurnal. UNTAG Surabaya. Vol 2 No 1.


(12)

34 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pembuatan tepung, roti tawar bengkuang dan pemberian pangan uji dan pangan acuan serta pengambilan darah subyek dengan memberikan perlukaan kecil di permukaan kulit dengan menggunakan lancet (alat penusuk) khusus untuk dilihat kadar glukosa darahnya dengan menggunakan alat Easy Touch® GCU dilakukan di Laboratorium Gizi FKM USU. Pengujian zat gizi dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2016-Juni 2016.

3.3 Subyek dan Obyek Penelitian 3.3.1 Subyek Penelitian

Pemilihan subyek pada penelitian ini dengan metode purposive sampling. Penarikan subyek dengan metode purposive dilakukan dengan alasan kemudahan dalam penelitian. Purposive sampling merupakan pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Subyek adalah laki-laki dan perempuan, berumur 18-30 tahun (Soh & Miller, 2006 dalam Septiyani, 2012), memiliki indeks massa tubuh normal antara 18,5-22,9 kg/m2(WHO Asia Pasifik, 2000 dalam Septiyani, 2012), mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat


(13)

dalam keadaan sehat, tidak memiliki riwayat DM, tidak sedang mengalami gangguan pencernaan, tidak sedang menjalani pengobatan (Lee, 2009 dalam Septiyani, 2012). Jumlah subyek yang diperlukan sebanyak 8 orang (Siagian, 2006).

Subyek dalam penelitian ini mendapatkan penjelasan rinci mengenai penelitian, yaitu subyek diharuskan puasa ± 10 jam (kecuali air), sampel darah finger-prick capillary blood diambil pada menit ke 0 (saat subyek masih puasa dan sebelum diberikan pangan uji/acuan), kemudian subyek mengonsumsi pangan uji/acuan dan sampel darah subyek diambil. Subyek juga diminta untuk menandatangi formulir informed consent sebagai bukti bersedia menjadi subyek penelitian.

3.3.2 Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah roti tawar dengan pemanfaatan tepung bengkuang (Pachyrhizus erosus) 40%, sesuai dengan percobaan yang peneliti lakukan untuk melihat tampilan roti tawar yang paling baik.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data diri para subyek yang harus memenuhi persyaratan diperoleh dengan cara wawancara dan data kandungan gizi roti tawar bengkuang.


(14)

36

3.4.2 Data Sekunder

Data mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat diperoleh melalui bagian pendidikan Fakultas Kesehatan Masyarakat tempat peneliti melakukan penelitian.

3.5 Defenisi Operasional

1. Indeks glikemik adalah persentase kenaikan kadar gula darah setelah 2 jam pemberian pangan uji roti tawar bengkuang (Pachyrhizus erosus) dibandingkan dengan kenaikan kadar gula darah setelah 2 jam pemberian pangan acuan (roti putih).

2. Tepung bengkuang adalah tepung yang dibuat dari umbi bengkuang yang telah dikupas, dipotong tipis-tipis, dikeringkan, digiling kemudian diayak hingga menjadi tepung.

3. Kandungan gizi adalah kandungan karbohidrat, kadar abu, kadar air, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar protein.

4. Roti tawar bengkuang adalah roti yang dibuat dari tepung bengkuang, tepung terigu, air, telur, lemak/mentega putih, super soft, gula, garam, susu, dan yeast/ragi roti yang difermentasi dan dipanggang.

3.6 Alat dan Bahan 3.6.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Peralatan membuat roti tawar seperti oven, timbangan, pisau, baskom/wadah, loyang, kompor, blender, mixer, sendok.


(15)

2. Peralatan analisis proksimat seperti oven, desikator, alat destilasi, timbangan analit, tanur listrik, labu erlenmeyer, alat ekstraksi soxhlet, cawan porselin, Labu Kjedahl, dan pipet tetes.

3. Peralatan mengukur glukosa darah berupa Easy Touch® GCU, strip analisis glukosa, lancet, kapas, alkohol 70%.

3.6.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Roti tawar/roti putih

Roti tawar yang digunakan sebagai pangan acuan, mengandung 50 g karbohidrat (± 3 lembar roti tawar). Alasan menggunakan roti tawar sebagai pangan acuan didasari atas kelaziman mengkonsumsi roti tawar dibandingkan dengan glukosa murni. Selain itu juga karena roti tawar lebih mencerminkan mekanisme fisiologis dan metabolik dari pada glukosa murni (Miller et al, 1997 dalam Siagian et al., 2005). 2. Roti tawar tepung bengkuang

Roti tawar tepung bengkuang merupakan pangan uji dalam penelitian ini. Komposisi roti tawar tepung bengkuang: telur, ragi (mauripan), mentega putih, garam, tepung bengkuang, tepung terigu, susu bubuk, Super soft.

3. Reagen sebagai pereaksi proksimat 4. Sampel darah


(16)

38

3.7 Tahap Penelitian

3.7.1 Proses Pembuatan Roti Tawar Tepung Bengkuang a. Proses Pembuatan Tepung Bengkuang

Pembuatan tepung bengkuang berdasarkan metode yang dilakukan Dewi (2012) bengkuang dibersihkan dari kotorannya dengan cara dikupas dan dibelah kemudian dicuci hingga bersih. Setelah bengkuang bersih, kemudian dilakukan pengecilan ukuran dengan menggunakan slicer dengan ketebalan ± 1 mm. Setelah itu, diblanching selama 1 menit kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60oC selama 16 jam. Setelah pengeringan bengkuang dikecilkan bengkuang dengan cara digiling dan kemudian diayak dengan menggunakan ayakan 80 mesh. Prosedur pembuatan tepung bengkuang secara lengkap dapat dilihat pada diagram berikut ini:

Gambar 3.1 Proses Pembuatan Tepung Bengkuang yang telah dimodifikasi (Dewi, 2012)

Dikupas kulit dan dicuci dengan air Diiris tipis-tipis ± 1 mm Dicuci kembali dengan air bersih

Irisan bengkuang dikeringkan dengan oven dengan suhu 120oC selama ± 6 jam dan mudah dipatahkan

Irisan bengkuang kering dihancurkan dengan menggunakan blender selama ±10 menit

Tepung bengkuang halus Umbi bengkuang

Tepung bengkuang kasar pengayakan dengan menggunakan ayakan 100 mesh


(17)

Umbi bengkuang yang sudah dipilih dengan persyaratan kulitnya berwarna putih dan tidak kering serta dengan diameter ± 9 cm. Umbi bengkuang yang sudah dipilih kemudian dikupas dan dicuci bersih. Setelah bengkuang benar-benar bersih, bengkuang diiris tipis-tipis dengan ukuran ± 1 mm. Irisan bengkuang kemudian dicuci kembali dan dioven dengan suhu 120oC selama ±6 jam atau sampai irisan bengkuang bisa dipatahkan. Irisan bengkuang yang sudah kering kemudian diblender selama 10 menit. Setelah itu, tepung bengkuang kasar diayak dengan menggunakan ayakan 100 mesh dan didapatkan hasil tepung yang halus. b. Prosedur Pembuatan Roti Tawar Tepung Bengkuang

Bahan pembuat roti tawar terdiri dari terigu, garam, yeast, gula pasir, air dingin, mentega putih, telur dan susu skim. Roti tawar dibuat dengan cara, pertama penimbangan bahan-bahan, pencampuran tepung terigu, yeast, gula pasir, dan susu skim, diaduk hingga rata. Kemudian dimasukkan telur, garam dan air sedikit demi sedikit hingga adonan kalis. Dilakukan fermentasi pertama selama 30 menit, kemudian di roll, di gulungdan diletakan dalam loyang. Dilakukan fementasi kedua (proofing) selama 45 menit.Tahap akhir dipanggang dalam oven selama 25 menit dengan suhu 1800C.

Adapun diagram alir pembuatan roti tawar tepung bengkuang sebagai berikut:


(18)

40

Gambar 3.2 Pembuatan Roti Tawar Tepung Bengkuang yang telah dimodifikasi (Mudjajanto, 2008 dalam Nur’aini 2011)

Pembuatan roti tawar dengan penambahan tepung bengkuang sebanyak 40% dan tepung terigu 60% dari total bahan baku yang digunakan. Roti tawar tepung bengkuang dibuat dengan bahan tepung terigu, tepung bengkuang, ragi, susu skim, telur, mentega putih dan super soft. Pertama-tama dilakukan penimbangan bahan-bahan, pencampuran tepung terigu, tepung bengkuang, ragi (mauripan), gula pasir, susu skim, telurdan super soft diaduk hingga rata. Kemudian dimasukkan air sedikit demi sedikit lalu aduk dan masukkan garam serta mentega putih adonan hingga kalis. Kemudian adonan di roll, digulung dan diletakkan di loyang. Dilakukan fermentasi selama 2 jam didalam steam dengan suhu 35oC. Lalu masukkan ke oven dengan suhu 220oC selama 25 menit.

Penimbangan

Pencampuran 60% tepung terigu, 40%

tepung bengkuang ,ragi instan, gula pasir susu skim,

telur

Pengulenan adonan hingga kalis ( 5-10 menit) Air dingin,

mentega,garam

Fermentasi didalam stim selama 2 jam dengan suhu 35o C

Pengovenan (220oC selama 25 menit) Pengempisan/Penggilasan

Adonan


(19)

3.7.2 Analisis Kandungan Gizi Roti Tawar Tepung Bengkuang

Analisis zat gizi yang dilakukan berupa analisa kadar air, abu, protein dan lemak serta analisa kadar karbohidrat. Analisa proksimat ini dilakukan untuk mengetahui berat roti tawar tepung bengkuang yang harus disajikan setara dengan kendungan 50 gram karbohidrat.

a. Uji Protein, Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC, 1995)

Sejumlah kecil sampel (1-2 gram) ditimbang dan dimasukkan dalam labu Kjeldahl. Kemudian ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2 ml H2SO4. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu distilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3.

Dibawah kondensator diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metal 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol) diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dibawah larutan H3BO3. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCL 0.02 N sampai terjadi perubahan warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan dengan cara yang sama. Perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus:

Kadar N (%)


(20)

42

b. Uji Lemak, Metode Sooxhlet (AOAC, 1995)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110o C, didinginkan, dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet), yang telah berisi pelarut (dietil eter atau heksana). Refluks dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak berisi lemak hasil eksraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak dilakukan denganmenggunakan rumus :

Kadar Lemak (%)

c. Uji Kadar Air, Metode Oven (AOAC, 1995)

Pertama-tama, cawan porselin kosong dikeringkan dalam oven dengan suhu 100°C selama 15 menit. Cawan porselin tersebut lalu diangkat dan didinginkan dalam desikator selama 5 menitatau sampai cawan tidak terasa panas. Cawan porselin yang telah dinginkemudian ditimbang dan dicatat beratnya. Setelah itu, sampel sebanyak 5g dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C selama 15 menit. Cawan porselin tersebut lalu diangkat, didinginkan didalam desikator, dan ditimbang berat akhirnya. Kadar air dapatdihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Kadar Air (%)


(21)

d. Uji Kadar Abu, Metode Oven (AOAC, 1995)

Cawan porselin dikeringkan dalam oven bersuhu 105-110oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suh 400-600oC selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu menggunakan rumus:

Kadar abu (%)

e. Uji Karbohidrat (AOAC, 1995)

Uji karbohidrat dilakukan dengan metode Luff Schoroll yaitu timbang sampel sebanyak 3 gram dalam Erlenmeyer. Kemudian tambahkan HCL 3% sebanyak 200 ml. Hubungkan dengan kondensator selama 3 jam. Netralkan dengan NAOH 4 N. Kemudian ditambahkan 1 ml asam asetat, encerkan dalam labu ukur 250 ml larutan luff dan 15 ml air didihkan selama tepat 10 menit. Setelah itu tambahkan 10 ml larutan KI 30% dan 25 ml larutan H2SO4 4 N. Gunakan larutan kanji sebagai indikator. Untuk larutan blanko gunakan 25 ml larutan luff dan10 ml air destilasi.

Perhitungan:

1. Untuk mengetahui ml larutan tio menjadi 0,1 N ={(b-a)×Ntio)/}=z ml 2. z ml larutan tio 0,1 N = y glukosa


(22)

44

Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran kadar amilosa menggunakan metode Spektometri dimana prosedur pengerjaannya yaitu 25 g sampel yang sudah diketahui kadar airnya kemudian dikeringkan dengan oven. Ukur kembali kadar airnya dan haluskan sampel, kemudian diayak dengan ayakan 80 mesh. Timbang 0,1 g bahan dan masukkan dalam tabung reaksi. Tambahkan 1 ml larutan etanol 95% dan 9 ml larutan NaOH 1 N. Kemudian panaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Pindahkan 5ml bahan dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 1 ml CH3COOH 1 N dan 2 ml larutan iod. Encerkan sampai tanda tera, diamkan selama 20 menit. Ukur pada 615 nm.

%Amilosa ={(x. faktor pengenceran)/(berat sampel (mg)}× 100% f. Uji Serat Kasar (Metode Gravimetri)

Timbang 2 gram sampel kemudian masukkan dala erlenmeyer 500 ml, tambahkan 50 ml H2SO4 1,25% panaskan dan reflux selama 30 menit. Sampel yan telah dipanaskan disaring panas-panas dengan menggunakan kertas saring Whatman 42 yang telah diketahui bobotnya. Setelah disaring, lalu sampel dicuci dengan 50 ml H2SO4 125% dan50 ml alkohol 30%, kemudian endapkan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC dan ditimbang sampai bobot konstan.

% Serat Kasar = {(a-b)/}× 100% Keterangan:

a = berat kertas saring ditambah sampel yang telah dikeringkan (g) b = berat kertas saring (g)


(23)

3.7.3 Pengukuran Indeks Glikemik Roti Tawar Tepung Bengkuang

Pengukuran nilai indeks glikemik dilakukan dengan membandingkan luas area dibawah kurva respon glukosa darah terhadap pangan uji dibandingkan dengan luas area dibawah kurva respon glukosa darah terhadap pangan acuan. Pengukuran glukosa darah dilakukan dengan menggunakan alat Glukometer Easy Touch. Sampel darah diperoleh dari permukaan kulit setelah sedikit perlukaan kecil dengan menggunakan lancet (alat penusuk) khusus, kemudian darah pada pembuluh kapiler subyek disentuhkan pada celah sensor di ujung strip uji yang telah terpasang pada detektor digital (glukometer) sedemikian sehingga kadar glukosa darah sampel terbaca.

Metode pemeriksaan glukosa oleh glukometer yaitu chronoampherometric (electrochemical method) dimana apabila darah dimasukkan pada celah sensor diujung strip uji yang telah terpasang pada detektor digital, kadar glukosa darah dapat terbaca. Hal ini terjadi karena celah sensor pada strip uji glukosa berisi reagent berupa enzim glukose oksidase. Enzim tersebut akan direoksidasi oleh ion ferrisianida menghasilkan ion ferrosianida. Ferrosianida yang dihasilkan akan terdeteksi secara elektrokimia. Muatan listrik yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi glukosa dalam sampel (Barkit et al., 2003 dalam Hasan 2011).

Prosedur pengukuran indeks glikemik mengacu pada Miller, et al., 1996 dalam Rimbawan dan Siagian, 2004:

a. Malam sebelum penelitian,8 orang subyek berpuasa selama ± 10 jam (kecuali air putih) mulai pukul 22.00-08.00 WIB dan pagi harinya sebelum jam 08.00 WIB subjek yang bertindak sebagai relawan harus berada di tempat penelitian


(24)

46

b. Subyek yang masih dalam keadaan masih berpuasa kemudian diambil darah kapiler subyek untuk mengukur glukosa darah puasa.

c. Subyek diberi pangan acuan yaitu roti tawar yang mengandung 50 gr karbohidrat.

d. Sampel darah subyek diambil setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada jam ke-2 (menit 15, 30, 45, 60, 90, dan ke 120)dan diukur kadar glukosa darahnya menggunakan glukometer. Selama penelitian subyek diminta untuk tidak melakukan kegiatan aktifitas berat dan merokok.

e. Satu minggu kemudian dilakukan pengujian pangan uji berupa roti tawar tepung bengkuang dengan prosedur yang sama seperti uji pangan acuan. f. Data kadar gula darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) diplot pada

dua sumbu, waktu dalam menit (x) dan kadar glukosa darah (y).

g. Indeks glikemik ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan pangan acuan.

3.8 Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.8.1 Metode Pengolahan Data

Data hasil respon glukosa darah subyek pada setiap waktu pengambilan dirata-ratakan kemudian ditebarkan dalam sumbu x (waktu) dan sumbu y (kadar glukosa darah) menggunakan kertas grafik. Dengan demikian akan diperoleh sebuah kurva yang menunjukkan respons glukosa darah terhadap pangan yang


(25)

diberikan untuk masing-masing subyek. Indeks glikemik ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Luas daerah di bawah kurva respons glukosa darah setelah 2 jam terhadap pangan uji yaitu roti tawar tepung bengkuang

Indeks Glikemik × 100% Luas daerah di bawah kurva respons glukosa darah

tubuh settelah 2 jam terhadap pangan acuan yaitu roti tawar

Luas area di bawah kurva dapat dihitung dengan beberapa cara seperti : integral dari persamaan polinom dan menghitung luas bangun. Perhitungan luas daerah di bawah kurva dapat disesuaikan dengan data respons glukosa darah subyek. Apabila kurva respons glukosa darah subyek cenderung naik turun, dikhawatirkan bila menggunakan luas berdasarkan integral polinom maka persamaan polinom yang dihasilkan kurva tidak signifikan. Sehingga, perhitugan luas daerah kurva sebaiknya dihitung secara manual dengan cara menarik garis horizontal dan membuat garis vertikal berdasarkan waktu pengambilan darah sehingga kurva membentuk luas bangun. Luas area dibawah kurva diperoleh dengan cara menjumlahkan masing-masing luas bangun.

3.8.2 Metode Analisa Data

Data yang dikumpulkan, disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif.


(26)

48 BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Subyek

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Siagian (2006), subyek dalam penelitiannya tersebut berjumlah 8 orang. Subjek adalah laki-laki dan perempuan, berumur 18-30 tahun (Soh & Miller, 2006 dalam Septiyani, 2012), memiliki indeks massa tubuh normal antara 18,5-22,9 kg/m2 (WHO Asia Pasifik, 2000 dalam Septiyani, 2012), mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat dalam keadaan sehat, tidak memiliki riwayat DM, tidak sedang mengalami gangguan pencernaan, tidak sedang menjalani pengobatan (Lee, 2009 dalam Septiyani, 2012). Karakteristik subyek dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel. 4.1 Karakteristik Subyek Subyek Jenis Kelamin

(L/P)

Umur

(Tahun) IMT (kg/m

2

) Kategori

1 P 21 19,4 Normal

2 P 22 22,1 Normal

3 L 23 22,2 Normal

4 P 22 21,5 Normal

5 P 22 21,8 Normal

6 P 20 20,7 Normal

7 L 22 20,0 Normal

8 P 23 22,2 Normal

Rata-rata 22 21,2

Berdasarkan data karakteristik subyek diatas,jumlah subyek yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 2 orang dan perempuan berjumlah 6 orang. Umur rata-rata subyek adalah 22 tahun dan semua subyek memiliki status gizi baik dengan rata-rata indeks massa tubuh (IMT) 21,2 kg/m2.


(27)

4.2 Karakteristik Tepung Bengkuang yang Dihasilkan

Tepung bengkuang yang dihasilkan dari pengeringan ubi dengan menggunakan oven dan pembuatan tepung dengan menggunakan blender masih kasar, untuk mendapatkan tepung bengkuang yang lebih halus dilakukan pengayakan menggunakan ayakan tepung. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, dalam 1 kg bengkuang menghasilkan bengkuang kupas sebesar 800 gram. Dalam 800 gram bengkuang kupas menghasilkan 125 gram bengkuang kering yang telah diiris-iris membentuk chips dan dari 125 gram bengkuang menghasilkan 98 gram tepung bengkuang. Tepung bengkuang yang dihasilkan berwarna putih kekuningan, memiliki rasa yang manis dan tekstur tepung yang halus namun tidak sehalus tepung terigu (sedikit terlihat seratnya).

Gambar 4.1 Tepung Bengkuang

4.3 Karakteristik Roti Tawar Bengkuang

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu telah banyak dibuktikan penggunaan tepung non-terigu sebagai bahan substitusi dalam pembuatan roti tawar dapat dilakukan dengan berbagai tingkat konsentrasi dan dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Dalam penelitian ini menggunakan bahan tepung


(28)

50

bengkuang yang diperoleh dari umbi bengkuang (Pachyrhizus erosus) dengan kandungan sebesar 40% dan tepung terigu sebesar 60%.

Gambar 4.2 Roti Tawar Bengkuang

Roti tawar bengkuang yang dihasilkan dalam penelitian ini berwarna coklat. Aroma roti tawar bengkuang yang dihasilkan sangat khas seperti roti tawar biasa namun, tekstur roti tawarnya sedikit lembab dan lebih berat.

4.4 Analisis Kandungan Zat Gizi pada Roti Tawar Bengkuang

Hasil analisis kandungan kadar air, kadar abu, protein, lemak, serat kasar dan karbohidrat roti tawar bengkuang dengan penggunaan 40% tepung bengkuang dan 60% tepung terigu yang dianalisis di Pusat Penelitian Kelapa Sawit dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel. 4.2 Kandungan Air, Abu, Protein, Lemak, Serat Kasar dan Karbohidrat pada Roti Tawar dan Roti Tawar Bengkuang No Komposisi Zat Gizi

Per 100 gram

Hasil Kandungan Gizi Roti Tawar

Hasil Kandungan Gizi Roti Tawar Bengkuang

1 Air 0% 33,37 %

2 Abu 0% 2,34 %

3 Protein 8,00% 11,98 %

4 Lemak 1,50% 11,60 %

5 Serat Kasar 1,35% 3,42 %


(29)

4.5 Pengukuran Indeks Glikemik Roti Tawar Bengkuang

Penelitian ini telah memperoleh izin dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU pada tanggal 7 Juni 2016 dengan nomor 901/VI/SP/2016. Penentuan indeks glikemik dilakukan menggunakan subyek manusia. Hal ini dikarenakan metabolisme tubuh manusia sangat rumit sehingga sulit ditiru secara in vitro (Ragnhild et al 2004 dalam Sundari 2014).

4.6.1 Penentuan Jumlah Porsi Pangan Uji

Masing-masing pangan uji yang diberikan setara dengan 50gr kandungan karbohidrat tersedia (available carbohydrate). Jumlah pangan uji yang harus dikonsumsi oleh subyek disajikan pada tabel berikut.

Tabel. 4.3 Jumlah Pangan Uji Setara dengan 50gram Karbohidrat Pangan Uji Karbohidrat

Pangan

Serat Pangan

Available Carbohydrate

Porsi (gram)

Roti Tawar 50 1,35 48,65 102,77

Roti Tawar Bengkuang 67,67 3,42 64,25 77,82

Karbohidrat tersedia (available carbohydrate) dihitung menggunakan pendekatan kandungan karbohidrat (%) dikurangi kandungan serat pangan (%) (Izzati, 2015). Perhitungan untuk menentukan jumlah porsi roti tawar/putih dan roti tawar bengkuang yang diberikan kepada subyek yang setara dengan 50 gram karbohidrat dihitung dengan sebagai berikut.

Jumlah porsi


(30)

52

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, jumlah porsi roti tawar yang mengandung 50 gram karbohidrat yaitu 102,77 gram, jumlah porsi roti tawar bengkuang yang mengandung 50 gram karbohidrat masing-masing 77,82 gram.

4.6.2 Pengukuran Indeks Glikemik

Berdasarkan hasil pengukuran glukosa darah yang dilakukan dengan menggunakan alat Easy Touch® GCU diperoleh respons glukosa darah responden terhadap pemberian pangan acuan (roti tawar) dan pangan uji roti tawar bengkuang.

Data hasil pengukuran glukosa darah suyek terhadap pangan acuan dan pangan uji ditebarkan dalam sumbu X (waktu) dan sumbu Y (kadar glukosa darah) menggunakan Software Microsoft Excell 2007. Dengan demikian, akan diperoleh sebuah kurva yang menunjukkan respons glukosa subyek, rata-rata respons glikemik subyek penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Waktu Pengambilan Darah (menit)

Gambar 4.3 Kurva Respons Kadar Glukosa Darah terhadap Roti Tawar dan Roti Tawar Bengkuang


(31)

Berdasarkan kurva di atas dapat dilihat pemberian roti tawar menaikkan

kadar glukosa darah dari 71 mg/dL pada t.0’ menjadi 111 mg/dL pada t.45’ berarti

mengalami kenaikan sebesar 40 mg/dL atau 56,3%. Nilai ini merupakan puncak kenaikan karena pada menit selanjutnya adar glukosa darah menurun. Sedangkan hasil respons glukosa darah responden terhadap pemberian pangan uji (roti tawar

bengkuang) menaikkan kadar glukosa darah dari 70,3 mg/dL pada t.0’ menjadi 97,1 mg/dL pada t.45’ berarti mengalami kenaikan sebesar 26,8 mg/dL atau

38,12%. Nilai ini merupakan puncak kenaikan karena pada menit selanjutnya kadar glukosa darah menurun.

Berdasarkan kurva respons glukosa darah yang dibuat dengan bantuan Microsoft Excell dapat digunakan untuk menghitung luas area bawah kurva (Area Under Cerve, AUC). Luas daerah di bawah kurva dapat dihitung secara manual dengan cara menarik garis horizontal dan membuat garis vertikal berdasarkan waktu pengambilan darah sehingga kurva membentuk luas persegi panjang. Interval diperoleh dengan cara menjumlahkan masing-masing luas area.

Indeks glikemik dihitung dengan membandingkan interval kurva pangan uji dengan interval kurva pangan acuan. Nilai indeks glikemik pangan uji diperoleh dari hasil rata-rata nilai indeks glikemik individu 8 orang subyek penelitian. Pengukuran nilai indeks glikemik pangan uji ini menggunakan metode kertas milimeter blok. Pengukuran dengan menggunakan metode ini dilakukan secara manual yaitu dengan menggambarkan kurva respons glukosa darah subyek pada kertas millimeter blok. Setelah menggambarkan kurva pada kertas millimeter


(32)

54

blok, ditarik garis vertikal dan horizontal pada kurva sehingga membentuk bangunan persegi panjang. Persegi panjang yang terbentuk memiliki sisi yang diambil dari luar kurva dan memiliki sisi yang dibuang dari dalam kurva. Sisi persegi panjang yang diambil dari luar kurva harus sama besar dengan sisi persegi panjang yang dibuang dari dalam kurva. Interval roti tawar dibagi menjadi beberapa subinterval yaitu 12 subinterval. Masing-masing subinterval ini dijadikan alas persegi panjang P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, P9, P10, P11 dan P12. Perhitungan luas area di bawah kurva roti tawar dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 4.4 Kurva Perhitungan Luas Area di Bawah Kurva Roti Tawar Berdasarkan kurva perhitungan luas area persegi pada roti tawar diatas, diperoleh hasil perhitungan untuk 11 bangunan persegi panjang adalah sebagai berikut.


(33)

Tabel. 4.6 Perhitungan Luas Area Persegi Panjang pada Roti Tawar

Area Sisi Luas Area

P L

P1 14 5 70

P2 19 6 114

P3 34 10 340

P4 39 5 195

P5 40 10 400

P6 39 15 585

P7 34 20 680

P8 29 10 290

P9 24 10 240

P10 19 7 133

P11 15 8 120

P12 14 5 70

Luas Area Total 3237

Berdasarkan perhitungan luas area di bawah kurva pada roti tawar pada tabel diatas, diperoleh hasil perhitungan luas area roti tawar yang memiliki 12 subinterval yaitu sebesar 3237. Perhitungan interval roti tawar ini dilakukan dengan cara melakukan perkalian luas area persegi panjang yaitu panjang x lebar (P x L). Luas area total persegi panjang pada roti tawar (pangan acuan) dijadikan angka yang dibagi dalam rumus perhitungan indeks glikemik.

Sedangkan interval roti tawar bengkuang dibagi menjadi 9 subinterval. Masing-masing subinterval ini dijadikan alas persegi panjang P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, P9, P10P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, dan P9. Perhitungan luas area di bawah kurva pada roti tawar bengkuang dapat dilihat pada gambar berikut ini:


(34)

56

Gambar 4.5 Kurva Perhitungan Luas Area di Bawah Kurva Roti Tawar Bengkuang

Berdasarkan kurva perhitungan perhitungan luas area di bawah kurva pada roti tawar bengkuang diatas, diperoleh hasil perhitungan untuk 9 persegi panjang adalah sebagai berikut:

Tabel. 4.7 Perhitungan Luas Area Persegi Panjang pada Roti Tawar Bengkuang

Area Sisi Luas Area

P L

P1 13 10 130

P2 22 5 110

P3 25 20 500

P4 26 18 468

P5 19 6 114

P6 15 13 195

P7 12 9 108

P8 29 6 174

P9 5 4 20

Luas Area Total 1819

Berdasarkan perhitungan luas area di bawah kurva pada roti tawar bengkuang pada tabel diatas, diperoleh hasil perhitungan luas area roti tawar bengkuang yang memiliki 9 persegi panjang yaitu sebesar 1819. Perhitungan luas


(35)

area di bawah kurva pada roti tawar bengkuang ini dilakukan dengan cara melakukan perkalian luas area persegi panjang yaitu panjang x lebar (P x L).

Indeks glikemik dihitung dengan membandingkan luas area di bawah kurva roti tawar bengkuang dengan luas area di bawah kurva roti tawar. Nilai indeks glikemik pangan uji dihitung berdasarkan rumus:

Indeks glikemik

Berdasarkan hasil perhitungan dengan membandingkan antara luas area pangan uji berupa roti tawar bengkuang dengan pangan acuan berupa roti tawar yang menggunakan rumus tersebut, diperoleh hasil nilai indeks glikemik roti tawar bengkuang yaitu sebesar 56%. Pada penelitian ini, pangan acuan roti tawar digunakan sebagai pembanding luas area respons glukosa darah dalam rumus penentuan indeks glikemik pangan uji. Dari hasil perhitungan nilai indeks glikemik, pangan uji roti tawar bengkuang dikategorikan sebagai jenis nilai indeks glikemik sedang (55-70). Nilai indeks glikemik tersebut menunjukkan bahwa roti tawar bengkuang lebih lambat menaikkan kadar glukosa darah dibandingkan dengan roti tawar biasa.


(36)

58 BAB V PEMBAHASAN

5.1 Kandungan Zat Gizi pada Roti Tawar Bengkuang dengan 40% Tepung Bengkuang

Berdasarkan hasil analisis zat gizi pada roti tawar bengkuang dengan penambahan 40% tepung bengkuang dan 60% tepung terigu dalam setiap 100 gram roti tawar bengkuang mengandung 33,37% air, 2,34% abu, 11,98% protein, 11,60% lemak, 67,67% karbohidrat dan 3,42% serat kasar.

Karbohidrat merupakan sumber kalori. Jumlah kalori yang dihasilkan dari 1 gram karbohidrat yaitu 4 kkal. Berdasarkan hasil analisis, kadar karbohidrat pada roti tawar bengkuang dengan penambahan 40% tepung bengkuang yaitu 67,67%. Sumbangan energi dari karbohidrat pada roti tawar bengkuang yaitu sebesar 270,68 kkal. Kadar karbohidrat yang terdapat pada roti tawar bengkuang lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar yang mengandung karbohidrat hanya 50% (Gaman dan Sherington, 1992 dalam Gulo, 2008).

Karbohidrat yang mempunyai fungsi sebagai sumber energi, roti tawar bengkuang juga baik dikonsumsi karena kandungan karbohidratnya yang lebih tinggi dari kandungan karbohidrat roti tawar biasa. Karbohidrat menghasilkan energi yang digunakan untuk aktifitas fisik, metabolisme basal seperti energi untuk pernapasan, peredaran darah, pekerjaan ginjal, pankreas dan sel-sel lain, serta untuk mempertahankan suhu tubuh.

Protein berperan sebagai zat pembangun. Dalam 1 gram protein menghasilkan 4 kkal energi. Berdasarkan hasil analisis, kadar protein pada roti


(37)

tawar bengkuang adalah 11,98%. Berdasarkan nilai tersebut, protein memberikan sumbangan energi sebesar 47,92 kkal. Kadar protein yang terdapat pada roti tawar bengkuang lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar yang mengandung protein sebesar 8% (Gaman dan Sherington, 1992 dalam Gulo, 2008). Roti tawar bengkuang baik dikonsumsi karena mengandung protein tinggi yang fungsi protein yaitu untuk pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat gizi dan juga sebagai sumber energi.

Lemak memberikan nilai energi lebih besar daripada karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal per gram. Lemak pada produk diukur dengan menggunakan metode ekstraksi Soxhlet. Semakin tinggi kadar lemak pada pangan maka rasanya semakin gurih dan enak. Berdasarkan hasil analisis, kadar lemak pada roti tawar bengkuang dengan penambahan 40% tepung bengkuang yaitu 11,60% lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar yaitu 1,5% (Gaman dan Sherington, 1992 dalam Gulo, 2008). Hal ini disebabkan karena tepung bengkuang mengandung lemak yang tinggi sebesar 7,31% (Paramita, 2015). Lemak pada roti tawar bengkuang memberikan sumbangan energi sebesar 104,4 kkal. Secara keseluruhan, roti tawar bengkuang mengandung energi sebesar 423 kkal.

Kandungan energi yang tinggi pada roti tawar bengkuang menyebabkan penderita diabetes tidak dapat mengkonsumsi roti tawar lebih dari 2 lembar per hari. Namun, harus diperhatikan juga kebutuhan energi perhari bagi setiap penderita. Untuk orang sehat, kandungan energi yang tinggi dapat lebih


(38)

60

mengenyangkan bagi yang mengkonsumsinya, sehingga lebih dapat menahan rasa lapar.

Kadar air pada roti tawar bengkuang dengan kandungan tepung bengkuang sebesar 40% yaitu 33,37%. Kadar air pada roti tawar bengkuang masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Standart Nasional Indonesia (SNI) yaitu kurang dari 40%.

Kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar sampai bebas karbon. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar namun zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Berdasarkan hasil analisis, kadar abu pada roti tawar bengkuang dengan penambahan 40% tepung bengkuang yaitu sebesar 2,34%, lebih tinggi dibandingkan syarat maksimal yang ditetapkan oleh SNI untuk roti tawar bengkuang yaitu 1%. Tingginya kadar abu pada suatu produk pangan mengidentifikasikan banyaknya zat anorganik atau mineral dalam bahan pangan tersebut. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan pangan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya (Sudarmadji, 2003 dalam Karimah, 2011)

Serat pada roti tawar bengkuang dengan penambahan tepung bengkuang sebesar 40% yaitu 3,42%, lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar yang beredar di pasaran yaitu sekitar 1%. Serat sangat baik untuk kesehatan yaitu untuk mencegah sembelit, mencegah kanker, mencegah sakit pada usus besar, membantu menurunkan kadar kolesterol, membantu mengontrol kadar gula dalam darah, mencegah wasir, membantu menurunkan resiko obesitas dan juga dapat


(39)

membantu menurunkan berat badan sehingga roti tawar bengkuang ini baik dikonsumsi oleh orang yang tidak menderita diabetes.

5.2 Indeks Glikemik

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menjumlahkan masing-masing luas bangun, diperoleh nilai indeks glikemik roti tawar bengkuang yaitu sebesar 56%. Menurut Miller et al. (1996) dalam Rimbawan dan Siagian (2004), berdasarkan pengaruh glikemiknya, pangan dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu kategori pangan IG rendah (IG<55), IG sedang (IG = 55-70), dan IG tinggi (IG>70). Berdasarkan pengkategorian tersebut dapat diketahui bahwa roti tawar bengkuang yang diteliti termasuk ke dalam kelompok pangan yang memiliki indeks glikemik sedang (55-70). Indeks glikemik roti tawar bengkuang lebih rendah dibandingkan roti tawar biasa.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi indeks glikemik pangan diantaranya adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dengan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein, serta kadar anti gizi pangan (Rimbawan dan Siagian 2004).

Cara pengolahan mempengaruhi nilai indeks glikemik suatu bahan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Septiyani (2012), dimana pengolahan tiwul konvensional memiliki tingkat gelatinisasi tiwul konvensional tergolong tinggi yaitu 92,48% dan memiliki nilai indeks glikemik yang tinggi juga (94,74%). Tiwul mengalami proses penambahan air dan pengukusan dimana


(40)

62

selama pemasakan, air, dan panas dapat memperbesar ukuran granula pati.Ukuran partikel mempengaruhi proses gelatinisasi pati. Penumbukan dan penggilingan biji-bijian memperkecil ukuran partikel sehingga lebih mudah menyerap air. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar luas permukaan total pangan. Selama pemasakan, air panas dapat memperbesar ukuran granula pati. Beberapa granula terpisah dari molekul pati dan bila sebagian besar granula pati telah mengembangmaka akan tergelatinisasi penuh. Granula yang mengembang dan molekul pati bebas ini sangat mudah dicerna karena enzim pencernaan pati didalam usus halus mendapatkan permukaan yang lebih luas untuk kontak dengan enzim. Reaksi cepat dari enzim ini menghasilkan peningkatan kadar gula darah yang cepat (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Indeks glikemik pangan juga dipengaruhi oleh komposisi zat gizi seperti kadar serat kasar, kadar lemak, dan protein. Kadar serat terutama kadar serat pangan larut mempengaruhi nilai IG. Menurut Chandalia et al(2000) dalam Sundari (2014), peningkatan konsumsi serat pangan, terutama serat pangan larut dapat menurunkan kolesterol plasma, dan meningkatkan kontrol glikemik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Margareth (2006) dalam Sundari (2014), kue bawang yang memiliki serat larut (4,68%) lebih tinggi dari pada serat pangan larut yang terdapat pada biji ketapang (2,76%) memiliki nilai indeks glikemik rebih rendah.

Hasil analisis kadar serat kasar pada roti tawar bengkuang yaitu 3,42%. Serat kasar mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan. Hal ini memperlambat laju makanan pada saluran pencernaan


(41)

dan menghambat pergerakan enzim. Dengan demikian, proses pencernaan menjadi lambat, sehingga respons glukosa darah lebih rendah (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Proses pencernaan kompleks antara karbohidrat dan protein atau lemak lebih lambat dibandingkan dengan karbohidrat saja (Waspadji dan Sukardji, 2003). Menurut Rimbawan & Siagian (2004) pangan berkadar lemak dan protein tinggi cenderung memperlambat laju pengosongan lambung. Dengan demikian laju pencernaan makanan di usus halus juga diperlambat dan respons glikemik menjadi lebih rendah. Hasil analisis kadar protein roti tawar bengkuang menunjukkan bahwa roti tawar bengkuang memiliki kadar protein 11,98%. Kadar protein pada roti tawar bengkuang tergolong tinggi dibandingkan dengan roti tawar yaitu 8%.

Menurut Fernandes et al (2005) dalam Septiyani (2012), kadar protein tidak memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap indeks glikemik walaupun mempunyai potensi untuk menurun nilai indeks glikemik pangan. Hal ini sejalan penelitian yang dilakukan oleh Septiyani (2012), tiwul instan tinggi protein dengan kadar protein 23,45% memiliki nilai indeks glikemik yang masih tergolong tinggi yaitu 71,92.

Hasil analisis kadar lemak pada roti tawar bengkuang yaitu 11,60%. Kadar lemak pada roti tawar bengkuang lebih rendah dibandingkan dengan kadar lemak pada roti tawar yaitu 1,5%. Lemak berperan dalam laju pengosongan lambung. Hasil penelitian Wolever dan Bolognesi (1996) dalam Septiyani (2012), menunjukkan bahwa lemak dalam jumlah besar (50gr lemak) dapat menurunkan


(42)

64

respons glukosa darah dan respons insulin. Namun, pangan berlemak tinggi apapun jenisnya dan walaupun memiliki nilai IG rendah perlu dikonsumsi secara bijaksana.

Pada penelitian ini, jika pangan uji berupa roti tawar bengkuang dibandingkan dengan roti tawar biasa dalam takaran saji 100 gram, roti tawar bengkuang memiliki nilai indeks glikemik lebih rendah dibandingkan dengan roti tawar. Roti tawar bengkuang memiliki nilai indeks glikemik sebesar 56 sedangkan menurut data penelitian dari The University Of Sydney nilai indeks glikemik yang dimiliki oleh roti tawar yaitu sebesar 71.

Makanan yang memiliki nilai IG tinggi menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah dengan cepat. Mengkonsumsi pangan yang memiliki nilai IG tinggi dapat meningkatkan rasa lapar (Siagian, 2006). Roti tawar bengkuang boleh dikonsumsi oleh masyarakat atau orang yang tidak menderita obesitas sebagai pencegahan dari penyakit degeneratif. Selain itu, penderita diabetes melitus juga dapat mengkonsumsi roti tawar bengkuang karena dapat memperlambat kenaikan kadar glukosa darah. Namun, porsi makanan roti tawar bengkuang tersebut harus tetap diperhatikan karena roti tawar bengkuang mengandung lemak yang tinggi.


(43)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis zat gizi pada roti tawar bengkuang dengan penambahan 40% tepung bengkuang dan 60% tepung terigu dalam setiap 100 gram roti tawar bengkuang mengandung 33,37% air, 2,34% abu, 11,98% protein, 11,60% lemak, 67,67% karbohidrat dan 3,42% serat kasar. Kandungan energi roti tawar bengkuang yaitu sebesar 423 kkal. 2. Hasil pengukuran indeks glikemik roti tawar bengkuang dengan

menggunakan pangan acuan berupa roti tawar menunjukkan bahwa roti tawar bengkuang memiliki nilai indeks glikemik 56% dan angka ini termasuk dalam kategori pangan yang memiliki nilai indeks glikemik sedang (55-70).

6.2 Saran

1. Roti tawar bengkuang yang memiliki kategori nilai indeks glikemik sedang (55-70) dapat dikonsumsi oleh orang sehat maupun penderita diabetes mellitus namun dengan porsi yang cukup atau tidak berlebihan maksimal 2 lembar sesuai dengan kebutuhan energi perhari.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengukuran nilai indeks glikemik pangan olahan lain berbahan umbi bengkuang (Pachyrhizus erosus) sehingga dapat menambah daftar pangan yang memiliki nilai indeks glikemik.


(44)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bengkuang

Bengkuang (Pachyrhizus erosus) dikenal dari umbi (cormus) putihnya yang bisa dimakan sebagai komponen rujak dan asinan atau dijadikan masker untuk menyegarkan wajah dan memutihkan kulit. Tumbuhan yang berasal dari Amerika tropis ini termasuk dalam suku polong-polongan atau Fabaceae. Di tempat asalnya, tumbuhan ini dikenal sebagai xicama atau jícama. Orang Jawa menyebutnya sebagai besusu.

Menurut Van Steenis (2005) dalam Hilman (2012), klasifikasi tanaman bengkuang adalah :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae Genus : Pachyrhizus

Spesies : Pachyrhizus erosusL. Urban


(45)

Tanaman ini memiliki panjang 2 – 6 m, bentuk daun majemuk, dengan 3 selebaran per daun, banyak bunga dansekali berbunga memiliki panjang hingga 55 cm. Bunga dari jenis polong-polongan ini memiliki kelopak biru atau putih buah legum, dengan panjang 6 – 13 cm dan lebar 8 – 17 mm serta berbulu ketika muda. Bentuk benih pipih, bulat atau persegi, berwarna cokelat, hijau atau kemerahan. Ukuran umbi bervariasi sesuai dengan kondisi pertumbuhan (Chooi, 2008 dalam Hilman, 2012).

Walaupun umbinya dapat dimakan, namun bagian bengkuang yang lain seperti biji sangat beracun karena mengandung rotenon, sejenis tuba. Racun ini sering dipakai untuk membunuh serangga atau menangkap ikan. Biji bengkuang yang telah masak kaya akan lipid yaitu lebih kurang 30%, namun tidak dapat dimakan karena mengandung isoflavonoid yang tinggi yaitu rotenon, isoflavanon dan furano-3-fenil kumarin yang sangat beracun bagi manusia (Hilman, 2012). Apabila senyawa-senyawa beracun tersebut dikeluarkan maka minyak biji bengkuang sebanding dengan kacang tanah yang memiliki komposisi asam palmitat 26,7%, asam stearat 5,7%, asam oleat 33,4% dan asam linoleat 34,2%.

Umbi bengkuang tidak tahan terhadap suhu rendah, sehingga mudah mengalami kerusakan. Karena itulah, umbi sebaiknya disimpan pada tempat kering bersuhu maksimal 16oC. Umbi bengkuang dapat bertahan sekitar dua bulan dengan penyimpanan pada kelembapan dan suhu yang sesuai (Astawan, 2009).


(46)

11

2.2 Kandungan Gizi dan Manfaat Bengkuang

Bagian umbi merupakan bagian yang dikonsumsi dari tanaman bengkuang yang mengandung gula, pati dan oligosakarida yang dikenal dengan nama inulin. Inulin berfungsi sebagai prebiotik karena sebagai komponen serat pangan larut yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, tetapi difermentasi oleh mikroflora kolon (usus besar) sehingga inulin dapat memperlancar proses pencernaan (Rimbawan, 2013). Inulin bukan hanya serat pangan prebiotik, tapi juga karbohidrat rendah kalori, yaitu 1,5 kkal/gram. Inulin melewati mulut, lambung, dan usus halus tanpa dimetabolisme, sehingga cocok dikonsumsi penderita diabetes (Roberfroid MB, 2005 ; Niness, KR, 1999 dalam Handayani, 2014).

Serat dan inulin dapat memperbaiki kadar glukosa darah karena sama-sama berperan sebagai prebiotik dimana tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh akan tetapi dapat difermentasi oleh usus besar, sehingga waktu transit makanan lebih pendek dan membuat rasa kenyang yang dirasakan lebih lama dan juga serat dan inulin dapat mengikat karbohidrat, sehingga tubuh lambat menghasilkan glukosa darah. Atau bisa juga karena stimulasi hormon inkretin. Hormon inkretin adalah suatu zat yang punya aktivitas humoral yang dihasilkan di usus atas pengaruh makanan salah satu jenis inkretin adalah glucagon-like peptida-1 (1), yang disekresi oleh sel L endokrin di mukosa sekum dan kolon. Hormon GLP-1 berperan penting dalam stimulasi sel βpankreas untuk menghasilkan insulin dan secara langsung menghambat sekresi glukagon, sehingga terjadi penurunan kadar


(47)

glukosa darah. Asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid/SCFA) juga berperan dalam peningkatan kadar GLP-1. Komponen SCFA dapat disintesis dari fermentasi komponen karbohidrat tanaman yang tidak dapat dicerna, salah satunya adalah serat dan inulin yang berperan sebagai prebiotik yang terdapat pada umbi bengkuang (Pachyrhizus erosus) (Anonim, 2011).

Menurut Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1992) komposisi bengkuang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Bengkuang dalam 100 g Bahan

Komposisi Jumlah

Energi (kkal) 55,00

Protein(g) 1,40

Lemak (g) 0,20

Karbohidrat (g) 12,80

Kalsium (mg) 15,00

Fosfor (mg) 18,00

Besi (mg) 0,60

Vitamin C (mg) 20,00

Vitamin B1 (mg) 0,04

Vitamin A (IU) 0,00

Air (g) 85,10

Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1992)

Komposisi kimia yang seperti itu memungkinkan umbi bengkuang digunakan sebagai obat, baik obat luar maupun obat dalam. Untuk obat luar, bengkuang dijadikan masker wajah yang memberikan kesegaran pada kulit wajah. Untuk obat dalam, bengkuang dapat menngatasi penyakit diabetes mellitus, demam, eksim, sariawan dan wasir.

Bengkuang baik dikonsumsi oleh penderita hiperglikemia. Dengan kandungan air yang sangat besar, mengkonsumsi bengkuang akan memberi perasaan kenyang, tapi tidak memberikan sumbangan kalori dimana kandungan kalori pada bengkuang 55 kkal dan tidak berpotensi untuk meningkatkan indeks


(48)

13

glikemik. Kandungan air dalam bengkuang sangat baik untuk mempercepat proses pencernaan makanan. Pencernaan yang lancar akan mengurangi penyerapan gula yang harus dihindari oleh penderita hiperglikemia (Hilman, 2012).

Kandungan vitamin C yang cukup tinggi, memungkinkan bengkuang digunakan sebagai sumber antioksidan yang potensial untuk menangkal atau menetralisir serangan radikal bebas yang cenderung meningkat dalam tubuh akibat hiperglikemia (stres oksidatif) sehingga dapat menghambat terjadinya peroksidasi lipid, mencegah penurunan kadar asam askorbat dalam testis dan mencegah penurunan kualitas spermatozoa (Hafiz, 2006 dalam Fithroh dan Sukarjati, 2013).

Umbi bengkuang mengandung isoflavon yang dapat berperan sebagai antioksidan sehingga berguna untuk mencegah kerusakan oksidatif dan membantu penyerapan kalsium lebih kuat ke dalam tulang, sehingga tidak terjadi pengkeroposan tulang atau osteoporosis. Bengkuang merupakan salah satu makanan yang mengandung fitoestrogen, sehingga baik untuk dikonsumsi bagi mereka yang sudah memasuki masa menopause, yang berarti dapat mempertahankan kualitas hidup di usia tua (Lubis, 2012).

2.3 Tepung Bengkuang

Pemanfaatan bengkuang masih terbatas untuk bahan pangan dan sedikit untuk industri bahan pangan. Umur simpan bengkuang yang terbatas juga menjadi kendala dalam pengolahannya. Penyimpanan bengkuang yang terlalu lama menyebabkan umbinya berserat (Anonim, 2009 dalam Damayanti, 2010).


(49)

Untuk memperpanjang umur simpan dan meningkatkan nilai jual, umbi bengkuang dapat diolah menjadi tepung bengkuang.Tepung memiliki keuntungan yaitu lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), mudah diperkaya dengan zat gizi (difortifikasi), mudah dibentuk, dimasak, dikreasikan dan praktis, mudah diolah menjadi aneka macam olahan, mulai dari olahan tradisional/khas daerah hingga modern, sehingga nilai ekonomisnya semakin meningkat dan diterima masyarakat luas, lebih mudah dalam distribusi dan menghemat ruangan dan biaya penyimpanan dapat menciptakan peluang usaha baru.

Pembuatan tepung bengkuang berdasarkan metode yang dilakukan Dewi (2012) bengkuang dibersihkan dari kotorannya dengan cara dikupas dan dibelah kemudian dicuci hingga bersih. Setelah bengkuang bersih, kemudian dilakukan pengecilan ukuran dengan menggunakan slicer dengan ketebalan ± 1 mm. Setelah itu, di blanching selama 1 menit kemudian dimasukkan ke dalam oven padasuhu 60oC selama 16 jam. Setelah pengeringan bengkuang dikecilkan bengkuang dengan cara digiling dan kemudian diayak dengan menggunakan ayakan 80 mesh.

Terdapat cara lain dalam pembuatan tepung bengkuang, yang berbeda hanya pada proses perendaman bengkuang dengan natrium metabisulfat 3000 ppm selama 30 menit dan menghasilkan tepung dengan derajat putih 85,98% (Damayanti, 2010). Selain itu, terdapat modifikasi pembuatan tepung bengkuang Heat Moisture Treatment (HMT) (dengan metode Siwi, 2013 dalam Pangesti et al., 2014 dengan modifikasi pada bahan baku dan suhu HMT) tepung bengkuang yang telah mencapai kadar air 30% selanjutnya ditempatkan petridish dalam keadaan tertutup dan dilapisi alumunium foil. Tepung bengkuang didiamkan


(50)

15

dalam refrigerator pada suhu 4-5oC selama satu malam untuk penyeragaman kadar air. Petridish yang berisi tepung bengkuang basah dipanaskan dalam oven bersuhu 80oC, 90oC, 100oC dan 110oC selaam 3 jam. Setelah didinginkan, tepung bengkuang termodifikasi kembali ditempatkan dalam loyang tanpa tutup dan dikeringkan dalam oven selama 5 jam pada suhu 50oC. Tepung yang dihasilkan dilihat dari karakteristik fisik dan fisikokimia mengalami penurunan dibandingkan dengan proses pembuatan tepung bengkuang secara Heat Moisture Treatment (HMT).

Kelebihan dari tepung bengkuang ini dibandingkan dengan tepung terigu adalah kandungan inulin yang terdapat pada tepung bengkuang dengan kadar 14,8240 %. Dimana inulin ini merupakan komponen dalam serat pangan terlarut yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan melainkan oleh bakteri yang ada di usus besar. Menurut Nishimune, dkk (1991) dalam Rimbawan dan Siagian (2004) menemukan bahwa serat terlarut dapat menurunkan respon glikemik pangan secara bermakna. Inulin memiliki banyak kegunaan diantaranya digunakan sebagai prebiotik yang bermanfaat bagi kesehatan di dalam usus dengan menghambat pertumbuhan bakteri patogen, meningkatkan kekebalan tubuh, melancarkan pencernaan, mengurangi konstipasi, mengurangi resiko kanker usus, serta mengatur konsentrasi hormon insulin dan glukagon (Lestari, 2013)

Inulin merupakan karbohidrat golongan fruktan. Fruktan memiliki efek glikemik yang lebih rendah dibanding fruktosa, sehingga direkomendasikan untuk digunakan sebagai pemanis bagi penderita diabetes. Penelitian menyebutkan


(51)

bahwa penambahan inulin ke dalam makanan dapat menurunkan respons glikemik darah. Inulin dapat mengontrol kadar glukosa serum dengan mengurangi kenaikan glukosa serum setelah mengonsumsi makanan dan menunda masuknya glukosa ke darah, serta memperlambat pengosongan lambung dan/atau mempersingkat waktu transit di usus halus dimana hal ini dapat menunda absorpsi karbohidrat, sehingga berefek pada respons insulin dan glikemik postprandial yang lebih rendah. Penelitian lain menunjukkan, penambahan fruktan pada roti gandum menyebabkan kadar glukosa dan insulin serta area di bawah kurva kadar glukosa darah yang lebih rendah dibanding dengan pemberian sukrosa (Dehghan Pet al, 2013 ; RianyYE, 2006 dalam Handayani 2014).

2.4 Roti Tawar Bengkuang

Roti adalah produk makanan yang terbuat dari fermentasi tepung terigu dengan ragi atau bahan pengembang lainnya. Secara umum roti terdiri dari dua macam, yaitu roti tawar dan roti manis, perbedaanya terletak pada penggunaan gula, biasanya roti tawar menggunakan gula di bawah 10% sedangkan roti manis menggunakan gula diatas 20% (Santoni, 2009 dalam Nur’aini 2011).

Roti tawar adalah roti yang dibuat dari tepung terigu berprotein tinggi, air,yeast, lemak dan garam yang difermentasi dengan ragi roti dan dipanggang (Mudjajanto, 2008 dalam Nur’aini 2011). Berdasarkan bahan pengembang yang digunakan roti tawar termasuk dalam yeast raised goods, yaitu adonan yang mengembang karena adanya karbondioksida yang dihasilkan dari proses


(52)

17

fermentasi gula oleh yeast. Roti tawar mempunyai rasa yang gurih agak asin, dan mempunyai bentuk khas.

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01‐3840‐1995, Syarat Mutu Roti tawar dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel. 2.2Syarat Mutu Roti Tawar

Kriteria Uji Satuan Roti Tawar

Kenampakan - Normal, tidak berjamur

Bau - Normal

Rasa - Normal

Kadar Air %b/b Maksimal 40

Kadar Abu %b/b Maksimal 1

Kadar NaCl %b/b Maksimal 2,5

Serangga - Tidak boleh ada

Sumber : Standar Nasional Indonesia (1995).

Resep dasar pembuatan roti tawar menurut Mudjajanto dan Yulianti (2004) adalah sebagai berikut:

Tabel. 2.3 Resep Dasar Roti Tawar

Jenis bahan Berat

Tepung terigu (gram) 1000

Gula pasir (gram) 60

Garam (gram) 20

Telur (butir) 1

Susu bubuk (gram) 100

Ragi (gram) 22

Mentega putih (gram) 600

Air (ml) 500

Air hangat (ml) 60

Sumber : Mudjajanto dan Yulianti (2004)

Proses pembuatan roti tawar tersebut pada dasarnya sama saja. Perbedaannya, hanya pada bahan utamanya yang menggunakan tepung bengkuang. Secara garis besar bahan-bahan untuk pembuatan roti tawar bengkuang meliputi:


(53)

1. Tepung Bengkuang

2. Tepung Terigu berprotein tinggi 3. Yeast/ ragi roti

Ragi berfungsi memfermentasi adonan sehingga adonan dapat mengembang dan terbentuk serat atau pori roti.Ada 3 jenis ragi yang umum dikenal, yaitu ragi tapai berbentuk bulat pipih berwarna putih, ragi roti berbentuk butiran, dan ragi tempe berbentuk bubuk. Selain itu menurut Mahsun (2010) dalam Nur’aini (2011) yeast juga berfungsi untuk memberikan aroma yang baik pada produk, mematangkan dan mengempukan gluten dalam adonan sehingga gluten mampu menahan gas.

4. Air

Air berfungsi sebagai media glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan membentuk sifat kenyal glutein. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH 6–9. Makin tinggi pH air maka roti yang dihasilkan baik karena absorbsi air meningkat dengan meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa (Astawan, 2006 dalam Gulo, 2008).

5. Shortening

Shortening adalah lemak padat yang memiliki sifat plastis dan kestabilan tertentu, umumnya berwarna putih sehingga sering disebut mentega putih. Mentega berfungsi sebagai pelumas untuk memperbaiki remah roti, memperbaiki sifat pemotongan roti, memberikan kulit roti lebih lunak, dan dapat menahan air sehingga shelf life lebih lama. Selain itu lemak juga bergizi, memberikan rasa


(54)

19

lezat, mengempukkan, dan membantu pengembangan susunan fisik roti (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

6. Gula

Sangat sedikit roti yang dibuat tanpa pemakaian gula. Pada umumnya gula dipakai untuk memberikan rasa manis pada produk, namun mempengaruhi tekstur dan kenampakan. Gula sangat penting peranannya dalam pembuatan roti, diantaranya sebagai makanan ragi, memberi rasa, mengatur fermentasi, memperpanjang umur roti, menambah kandungan gizi, membuat tekstur roti menjadi lebih empuk, memberikan daya pembasahan pada roti dan memberikan warna cokelat yang menarik pada roti (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

7. Garam

Garam membuat proses fermentasi ragi dapat dikontrol. Jika tidak ada garam, fermentasi berjalan lebih cepat dan gula habis “dimakan” ragi. Akibatnya warna kulit roti menjadi pucat dan berkerut karena tidak ada gula. Selain itu fungsi garam dalam pembuatan roti adalah penambah rasa gurih, pembangkit rasa bahan-bahan lainnya, pengontrol waktu fermentasi dari adonan beragi, penambahan kekuatan gluten. Syarat garam yang baik dalam pembuatan roti adalah harus 100% larut dalam air, jernih, bebas dari gumpalan-gumpalan dan bebas dari rasa pahit (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

8. Telur

Menurut Mudjajanto dan Yulianti (2004) telur berfungsi sebagai pengembang, pembentuk warna, perbaikan rasa, dan penambah nilai gizi. Jika telur tidak digunakan dalam adonan maka adonan harus ditambahkan cairan


(55)

walaupun hasilnya kurang lunak. Roti yang lunak dapat diperoleh dengan penggunaan kuning telur yang lebih banyak. Kuning telur banyak mengandung lesitin (emulsifier). Bentuknya padat, tetapi kadar airnya sekitar 50%. Sementara putih telur, kadar airnya 86%. Putih telur mempunyai sifat creaming yang lebih baik dibandingkan kuning telur.

Peranan utama telur atau protein dalam pengolahan pada umumnya adalah memberikan fasilitas terjadinya koagulasi, pembentukan gel, emulsi dan pembentukan struktur.

9. Susu

Pada pembuatan roti, untuk tepung jenis lunak (soft) atau berprotein rendah, penambahan susu lebih banyak dibandingkan tepung jenis keras (hard)atau berprotein tinggi. Penambahan susu sebaiknya berupa susu padat. Alasannya, susu padat menambah penyerapan (absorpsi) air dan memperkuat adonan. Bahan padat bukan lemak (BPBL) pada susu padat tersebut berfungsi sebagai bahan penyegar protein tepung sehingga volume roti bertambah (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Tahapan pembuatan roti tawar menurut Mudjajanto dan Yulianto (2004), yaitu:

1. Pencampuran/mixing

Pencampuran bahan dilakukan supaya semua bahan homogen. Pencampuran bahan dianggap selesai bila adonan sudah menjadi kalis (lembut, elastis, dan resisten terhadap peregangan/tidak mudah sobek), yaitu pencapaian pengadukan yang maksimum. Pada kondisi tersebut gluten baru terbentuk secara


(56)

21

maksimal, sehingga kapasitas gluten sebagai penahan gas juga maksimal. Waktu mixing umumnya selama 8–10 menit atau 10–12menit dengan mixer roti (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

2. Peragian

Tahap peragian sangat penting untuk pembentukan rasa dan volume. Suhu ruangan 35oC dan kelembaban udara 75% merupakan kondisi yang ideal dalam proses fermentasi adonan roti. Semakin panas suhu ruangan maka semakin cepat proses fermentasi dalam adonan roti.

3. Pembentukan adonan

Tahap pembentukan adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah diistrahatkan digiling pakai roll pin, kemudian digulung. Adonan yang sudah digulung dimasukkan ke dalam cetakan dengan cara bagian lipatan diletakkan di bawah agar lipatan tidak lepas yang mengakibatkan bentuk roti tidak baik. Kemudian roti diistirahatkan sebentar sebelum dimasukkan ke dalam oven. 4. Pemanggangan (baking)

Roti dipanggang atau dibakar dalam oven hingga matang dan kulit berwarna kuning kecoklatan. Untuk roti ukuran kecil diperlukan suhu sekitar 180oC selama 12–15 menit. Untuk ukuran roti yang lebih besar, seperti roti tawar, diperlukan suhu 220oC selama 20 -25 menit. Untuk roti yang menggunakan gula banyak waktu pemangganggannya lebih singkat karena gula yang tinggi membuat adonan lebih cepat berwarna kecoklatan.


(57)

2.5 Indeks Glikemik

Konsep indeks glikemik pertama kali dikembangkan pada tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada. Konsep ini menganggap bahwa semua pangan berkarbohidrat menghasilkan pengaruh yang sama pada kadar gula darah. Jenkins adalah peneliti yang pertama mempertanyakan hal ini dan menyelidiki bagaimana sebenarnya pangan bekerja di dalam tubuh (Rimbawan & Siagan 2004).

Menurut FAO (1998), indeks glikemik didefinisikan sebagai luas area di bawah kurva respon glukosa darah dari 50g karbohidrat dari makanan uji yang dinyatakan sebagai persen terhadap 50g karbohidrat dari makanan standar yang diambil dari subyek yang sama. Indeks glikemik merupakan respons kadar gula darah setelah makan (postprandial) dibandingkan dengan karbohidrat acuan dengan jumlah yang setara. Nilai indeks glikemik dikembangkan untuk membantu mengatur kadar glukosa darah penyandang diabetes (Jenskin et al. 2002 dalam Rimbawan & Siagian 2004).

Nilai indeks glikemik ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di bawah kurva respons glikemik pangan uji dengan luas area dibawah kurva respons glikemik pangan acuan. Kurva respons glikemik pangan diperoleh dari data pengukuran kadar glukosa darah subyek setelah makan dengan interval 30 menit. Kurva akan menggambarkan efek glikemik dari pangan, yaitu ukuran seberapa cepat dan seberapa tinggi kadar glukosa darah naik, dan seberapa cepat tubuh merespon dengan membuat kadar glukosa darah kembali normal setelah makan (Whitney et al., 1990 dalam Waspadji et al., 2003).


(58)

23

Konsep indeks glikemik disusun untuk semua orang yaitu orang yang sehat, penderita obesitas, penderita diabetes dan atlet. Indeks glikemik membolehkan penderita diabetes memilih jenis karbohidrat yang tepat untuk mengendalikan gula darahnya sehingga kadar gula darah dapat dikontrol pada tingkat yang aman (Rimbawan dan Siagian, 2004). Selain itu, indeks glikemik juga dapat membantu orang yang sedang berusaha menurunkan berat tubuh dengan cara memilih makanan yang cepat mengenyangkan dan tahan lama. Serta indeks glikemik membantu seorang atlet memilih makanan yang tepat untuk menunjang penampilan menurut jenis olahraga yang ditekuninya (Miller et al., 1996 dalam Rimbawan dan Siagian, 2004).

Menurut Miller et al. (1996) dalam Rimbawan dan Siagian (2004), berdasarkan pengaruh glikemiknya, pangan dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu kategori pangan IG rendah (IG<55), IG sedang (IG = 55-70), dan IG tinggi (IG>70).Menurut Poet (2008) dalam Syadiah (2010), menyebutkan bahwa pangan yang memiliki indeks glikemik rendah berada pada kebanyakan buah-buahan dan sayuran (kecuali kentang, semangka), roti, pasta, polong-polongan, susu, produk sangat rendah karbohidrat (ikan, telur, daging, kacang-kacangan, minyak). Pangan yang memiliki indeks glikemik sedang berada pada seluruh produk gandum, beras lunak, jeruk, ubi jalar, nasi putih. Pangan yang memiliki indeks glikemik tinggi berada pada corn flakes, baked potato, croissant, semangka, roti putih, glukosa (100). Nilai indeks glikemik beberapa pengolahan pangan sumber karbohidrat disajikan dalam Tabel 2.4


(59)

Tabel 2.4Nilai indeks glikemik beberapa pengolahan pangan sumber karbohidrat

Peneliti Jenis Produk Olahan Nilai Indeks

Glikemik Tahun

Waspadji et al Singkong Rebus 94,46 2003 Ningrum Sponge Cake Sukun 59,70 2011 Rakhmawati et al Sukun Goreng 82,00 2011 Rakhmawati et al Sukun Rebus 85,00 2011 Rakhmawati et al Sukun Kukus 89,00 2011 Hasan et al Tiwul Garut 40,00 2011 Hasan et al Tiwul Singkong 29,00 2011 Hasan et al Oyek Singkong 30,00 2011

Hasan et al Oyek Garut 41,00 2011

Septiyani Tiwul Konvensional 94,74 2012 Septiyani Tiwul Instan Komersial 96,91 2012 Septiyani Tiwul Instan Tinggi

Protein 71,92 2012

Larasati Snack Bar Beras Hitam 42,20 2013 Larasati Snack Bar Beras Merah 53,81 2013 Larasati Snack Bar Beras Coklat 68,50 2013 Rimbawan Gembili Rebus 85,56 2013 Rimbawan Gembili Goreng 83,61 2013

2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik

Pangan dengan jenis yang sama dapat memiliki indeks glikemik berbeda bila diolah atau dimasak dengan cara yang berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan metode pengujian yang dilakukan dan juga karakter fisik dan kimia dari makanan. Dua makanan yang sama mungkin memiliki bahan yang berbeda atau mungkin telah diproses dengan metode yang berbeda, sehingga terdapat perbedaan yang signifikan dalam jumlah karbohidrat dan nilai indeks glikemiknya. Dua merek yang berbeda dari jenis yang sama dari makanan, seperti kue polos, mungkin rasanya terlihat hampir sama, tapi perbedaan jenis tepung yang digunakan, kadar air, dan waktu memasak dapat mengakibatkan perbedaan derajat pati gelatinisasi dan akibatnya nilai indeks glikemiknya berbeda.


(1)

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan menuju yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2016

Penulis,


(2)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

HALAMAN PENGESAHAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Umum ... 8

1.3.2 Tujuan Khusus ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Bengkuang ... 9

2.2 Kandungan Gizi dan Manfaat Bengkuang ... 11

2.3 Tepung Bengkuang ... 13

2.4 Roti Tawar Bengkuang ... 16

2.5 Indeks Glikemik ... 22

2.5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik . 24

2.5.2 Pengukuran Indeks Glikemik Pangan ... 30

2.6 Kerangka Konsep ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.3 Subyek dan Obyek Penelitian ... 34

3.3.1 Subyek Penelitian ... 34

3.3.2 Obyek Penelitian ... 35

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 35

3.4.1 Data Primer ... 35

3.4.2 Data Sekunder ... 36

3.5 Defenisi Operasional ... 36

3.6 Alat dan Bahan ... 36

3.6.1 Alat ... 36


(3)

3.6.2 Bahan ... 37

3.7 Tahap Penelitian ... 38

3.7.1 Proses Pembuatan Roti Tawar Tepung Bengkuang... 38

3.7.2 Analisis Kandungan Gizi Roti Tawar Tepung Bengkuang ... 41

3.7.3 Pengukuran Indeks Glikemik Roti Tawar Tepung Bengkuang ... 45

3.8 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data ... 46

3.8.1 Metode Pengolahan Data ... 46

3.8.2 Metode Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 48

4.1 Karakteristik Subyek ... 48

4.2 Karakteristik Tepung Bengkuang yang Dihasilkan ... 49

4.3 Karakteristik Roti Tawar Bengkuang ... 49

4.4 Analisis Kandungan Zat Gizi pada Roti Tawar Bengkuang .... 50

4.5 Pengukuran Indeks Glikemik Roti Tawar Bengkuang ... 51

4.6.1 Penentuan Jumlah Porsi Pangan Uji ... 51

4.6.2 Pengukuran Indeks Glikemik ... 52

BAB V PEMBAHASAN ... 58

5.1 Kandungan Zat Gizi Pada Roti Tawar Bengkuang dengan 40% Tepung Bengkuang ... 58

5.2 Indeks Glikemik ... 61

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 65

6.1Kesimpulan ... 65

6.2Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66 DAFTAR LAMPIRAN


(4)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Komposisi Kimia Bengkuang dalam 100 g Bahan ... 12 Tabel 2.2 Syarat Mutu Roti Tawar ... 17 Tabel 2.3 Resep Dasar Roti Tawar ... 17 Tabel 2.4 Nilai indeks glikemik beberapa pengolahan pangan sumber

karbohidrat ... 24 Tabel 4.1 Karakteristik Subyek ... 48 Tabel 4.2 Kandungan Air, Abu, Protein, Lemak, Serat Kasar dan

Karbohidrat pada Roti Tawar Bengkuang... 50 Tabel 4.3 Jumlah Pangan Uji Setara dengan 50gram Karbohidrat ... 51 Tabel 4.4 Perhitungan Luas Area Persegi Panjang Roti Tawar ... 55 Tabel 4.5 Perhitungan Luas Area Persegi Panjang Roti Tawar Bengkuang ... 56


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Umbi Bengkuang ... 9

Gambar 2.2 Kerangka Konsep... 32

Gambar 3.1 Proses Pembuatan Tepung Bengkuang yang Telah Dimodifikasi ... 38

Gambar 3.2 Pembuatan Roti Tawar Tepung Bengkuang yang Telah Dimodifikasi ... 40

Gambar 4.1 Tepung Bengkuang ... 49

Gambar 4.2 Roti Tawar Bengkuang ... 50

Gambar 4.3 Kurva Roti Tawar dan Roti Tawar Bengkuang ... 52

Gambar 4.4 Kurva Perhitungan Luas Area di Bawah Kurva Roti Tawar ... 54

Gambar 4.5 Kurva Perhitunngan Luas Area di Bawah Kurva Roti Tawar Bengkuang ... 56


(6)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ... 71 Lampiran 2 Surat Persetujuan Komisi Etik Penelitian Kesehatan ... 72 Lampiran 3 Formulir Informed Consent ... 73 Lampiran 4 Tabel Respons Glukosa Darah terhadap Roti Tawar dan

Roti Tawar Bengkuang ... 74 Lampiran 5 Surat Selesai Penelitian ... 75 Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian ... 76