Efisiensi Biaya Produksi Kerajinan Sulam Bayangan Dengan Metode Activity Based Management (Studi Kasus : UKM Melati Indah)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
DAFTAR PUSTAKA
Blocher, Chen, Lin. 2000. Manajemen Biaya: Dengan Tekanan Stratejik. Jilid 1. Salemba Empat. Jakarta.
Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press.
Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Hansen, Don R dan Mowen, Maryanne M. 2006. Akuntansi Manajemen. Jilid 1.
Jakarta : Salemba Empat
Mulyadi dan johny setiawan 2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen Edisi 2. Jakarta. Salemba Empat.
Simamora, Henry. 1999. Akuntansi Manajemen. Jakarta : Salemba Empat. Sumiputra, I, 2005, Penerapan Merit Pay di Suatu Perusahaan.
Sinulingga, Sukaria. 2011. Metodologi Penelitian. Medan: USU Press.
Sutalaksana, Ifktikar. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung : Departemen Teknik Industri ITB.
Sitorus, Marcella Helmi. 2014. Penerapan Activity Based Management (ABM) untuk Meningkatkan Efisiensi pada Hotel Sahid Kawanua Manado. Manado:Univ. Sam Ratulangi.
Tambunan Loran. 2005. Akuntansi Biaya-Konsep, Sistem dan Metode. Medan. Universitas HKBP Nomensen.
Tunggal, Amin W.1992. Activity Based Costing: Suatu Pengantar. Jakarta. Rineka Cipta.
Widarti, Diah Mahastuti Retno. 2014. Peningkatan Efisiensi Biaya Produksi dengan Metode Activity Based Management Di PT.XYZ. Medan : Teknik Industri USU
Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Surabaya: PT. Guna Widya.
(12)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Activity Based Management (ABM)3
3.1.1. Tujuan, Manfaat, dan Keunggulan Activity Based Management
Activity Based Management adalah suatu pendekatan di seluruh sistem dan terintegrasi, yang memfokuskan perhatian manajemen pada berbagai aktivitas, dengan tujuan meningkatkan nilai untuk pelanggan (costumer value) dan laba sebagai hasilnya. Menurut pendapat beberapa ahli Activity Based Management menggunakan informasi yang disajikan Activity Based Costing dalam berbagai analisis yang di desain untuk menghasilkan perbaikan yang berkesinambungan, Activity Based Management adalah proses manajemen yang menggunakan informasi yang dipasok oleh analisis biaya dasar aktivitas untuk meningkatkan profitabilitas organisasional. Filosofi ABM adalah bahwa aktivitas-aktivitas yang diidentifikasikan untuk ABC dapat dipakai untuk tujuan pengelolaan biaya dan evaluasi kinerja, dan Activity Based Management adalah pendekatan pengelolaan terpadu terhadap aktivitas dengan tujuan untuk meningkatkan costumer value dan laba yang dicapai dari penyediaan value tersebut.
4
Tujuan Activity Based Management adalah untuk memungkinkan kebutuhan-kebutuhan pelanggan dipenuhi seraya memperkecil kebutuhan akan sumber daya organisasional.
3
Hansen dan Mowen, 2006, Manajemen Accounting.
4
(13)
Activity Based Management memiliki banyak manfaat bagi suatu perusahaan. Manfaat utama Activity Based Management adalah dengan penerapan Activity Based Management selain dapat digunakan sebagai pengukur kinerja keuangan maupun non keuangan, perusahaan akan dapat melakukan efisiensi biaya-biaya yang terjadi dalam operasi perusahaan dengan cara mengeliminasikan aktivitas tidak bernilai tambah. Di samping itu, Activity Based Management dapat menjamin bahwa pembuatan keputusan, perencanaan, dan pengendalian didasarkan pada isu-isu bisnis dari luar dan tidak semata-mata berdasarkan informasi keuangan. Keunggulan utama Activity Based Management menurut Blocher meliputi:
1. Activity Based Management mengukur efektivitas proses dan aktivitas bisnis kunci dan mengidentifikasi bagaimana proses dan aktivitas tersebut bisa diperbaiki untuk menurunkan biaya dan meningkatkan nilai bagi pelanggan.
2. Activity Based Management memperbaiki fokus manajemen dengan cara mengalokasikan sumber daya untuk menambah nilai aktivitas kunci, pelanggan kunci, produk kunci, dan metode untuk mempertahankan keunggulan kompetitif perusahaan. 5
3.1.2. Langkah-langkah Penerapan Activity Based Management 6
Penerapan Activity Based Management dimulai dari pemahaman mendalam personel tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya.
5
Blocher, Chen, Lin, 2000, Manajemen Biaya.
6
(14)
Process value analisys merupakan pendekatan untuk memahami aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer. Process velue analisys berkaitan dengan :
1. Analisis Pemacu (Driver Analysis)
Pemacu adalah penyebab timbulnya konsumsi tertentu. Ada dua macam pemacu biaya (cost driver): resource driver dan activity driver. Resource driver adalah faktor yang menjadi penyebab konsumsi sumber daya oleh aktivitas. Activity driver adalah faktor yang menyebabkan timbulnya konsumsi aktivitas oleh cost object. Analisis pemacu adalah usaha untuk mencari faktor penyebab timbulnya biaya suatu aktivitas. Jika penyebab timbulnya biaya telah diketahui, dapat dicari tindakan untuk melakukan improvement terhadap aktivitas.
2. Analisis Aktivitas
Dalam analisis aktivitas, dilakukan pengidentifikasian dan pada akhirnya menghilangkan aktivitas bukan penambah nilai dan meningkatkan efisiensi aktivitas yang penambah nilai.
3. Pengelolaan Aktivitas
Pengelolaan aktivitas dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas bukan penambah nilai.
4. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja adalah penilaian terhadap bagaimana aktivitas (dan proses) diselenggarakan untuk menghasilkan laba bagi perusahaan.
(15)
3.2. Aktivitas7
3.2.2. Value Added Activity dan Non Value Added Activity 3.2.1. Defenisi Aktivitas
Aktivitas (activity) adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya (cost driver), yakni bertindak sebagai faktor penyebab (causal faktor) dalam pengeluaran biaya dalam organisasi.
8
Aktivitas bernilai tambah adalah aktivitas yang diperlukan yang dilaksanakan dengan efisiensi sempurna. Aktivitas tidak bernilai tambah adalah aktivitas yang tidak perlu atau aktivitas-aktivitas yang perlu namun tidak efisien dan dapat diperbaiki. Aktivitas tidak bernilai tambah jika dilaksanakan berakibat menambah biaya yang tidak perlu dan merintangi kinerja, dengan kata lain menimbulkan biaya yang tidak bernilai tambah. Dalam dunia industri, terdapat lima aktivitas utama yang sering merupakan pemborosan dan tidak perlu yaitu:
Aktivitas bernilai tambah adalah aktivitas yang memberi kontribusi terhadap nilai konsumen dan memberikan kepuasan kepada pelanggan atau organisasi yang membutuhkan. Aktivitas tidak bernilai tambah adalah aktivitas yang tidak memberikan kontribusi terhadap nilai konsumen atau terhadap kebutuhan organisasi.
Aktivitas tidak bernilai tambah adalah semua aktivitas selain dari aktivitas yang penting dilakukan untuk bertahan dalam bisnis atau aktivitas yang perlu namun tidak efisien dan dapat diperbaiki.
7
Henry, Simamora, 1999, Akutansi Manajemen.
8
(16)
1. Penjadwalan, adalah aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber-sumber untuk menentukan kapan produk yang berbeda diproses, atau kapan dan berapa setup yang harus dilaksanakan, dan berapa banyak yang harus diproduksi.
2. Pemindahan, adalah aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber-sumber untuk memindahkan bahan dan barang dalam proses, dan produk selesai dari satu departemen ke lainnya.
3. Menunggu, adalah aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber-sumber untuk menunggu bahan mentah atau barang dalam proses dipindahkan atau diolah pada proses berikutnya.
4. Pemeriksaan (inspeksi), adalah aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber-sumber agar produk sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. 5. Penyimpanan, adalah aktivitas yang menggunakan waktu dan
sumber-sumber jika bahan mentah, barang dalam proses, produk selesai, atau barang lainnya disimpan sebagai persediaan.
3.2.3. Pengelolaan Aktivitas9
9
OpCit. Hansen and Mowen, Hal.492.
Dalam pengelolaan aktivitas ini, yang menjadi sorotan utama adalah bagaimana meningkatkan efisiensi aktivitas bernilai tambah dan menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah. Cara-cara yang dapat digunakan dalam pengelolaan aktivitas di antaranya adalah :`
(17)
1. Eliminasi aktivitas
Pendekatan ini memfokuskan pada aktivitas tidak bernilai tambah. Setelah aktivitas yang tidak bernilai tambah ini diidentifikasi, pengukuran harus dilakukan untuk menghilangkan aktivitas tersebut dari organisasi.
2. Pemilihan aktivitas,
Pendekatan ini merupakan pemilihan diantara berbagai jenis aktivitas yang berasal dari strategi bersaing. Strategi yang berbeda akan menghasilkan aktivitas yang berbeda. Dengan semua hal lain sama, strategi desain dengan biaya terendah adalah yang harus dipilih. Jadi, pemilihan aktivitas dapat memiliki dampak yang besar terhadap pengurangan biaya.
3. Pengurangan aktivitas
Pendekatan ini mengurangi waktu dan sumber daya yang diperlukan oleh sebuah aktivitas. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya aktivitas bernilai tambah yang dilaksanakan tidak efisien sehingga dapat dilakukan peningkatan efisiensinya, atau dalam strategi jangka pendek untuk memperbaiki aktivitas tidak bernilai tambah sampai dengan aktivitas tersebut dapat dieliminasi.
4. Pembagian aktivitas
Pendekatan ini meningkatkan efisiensi dari aktivitas yang diperlukan dengan menggunakan skala ekonomis. Khususnya, kuantitas dari penggerak dapat dikurangi sehingga biaya aktivitas berkurang. Cara ini dapat menurunkan biaya total dan biaya per unit untuk setiap penggerak biaya.
(18)
3.2.4. Pengukuran Kinerja10
1. Pelaporan biaya bernilai tambah dan tidak bernilai tambah.
3.2.4.1.Ukuran Kinerja Keuangan
Ukuran kinerja keuangan terhadap efisiensi aktivitas mencakup kegiatan sebagai berikut.
Bagian akuntansi suatu perusahaan hendaknya memberikan laporan tentang biaya bernilai tambah dan tidak bernilai tambah. Pemisahan biaya ini dimaksudkan agar:
a. Dapat meusatkan perhatian pada pengurangan dan akhirnya penghilangan biaya tidak bernilai tambah.
b. Manajemen dapat mengetahui pemborosan yang terjadi di perusahaan. c. Memantau aktivitas program pengelolaan aktivitas dengan menyajikan
biaya tidak bernilai tambah pada manajemen dalam bentuk yang dapat diperbandingkan antar periode.
2. Laporan trend biaya aktivitas.
Jika manajemen melaksanakan tindakan untuk menghilangkan aktivitas tidak bernilai tambah, manajemen dapat membandingkan biaya untuk setiap aktivitas antar periode akuntansi. Jika pengelolaan aktivitas telah dilakukan dengan efektif, dengan sendirinya akan menurunkan biaya aktivitas bukan penambah nilai.
10
(19)
3. Benchmarking.
Benchmarking adalah digunakannya praktik terbaik sebagai standar untuk mengukur kinerja aktivitas. Aktivitas unit tertentu yang dipandang terbaik akan ditetapkan sebagai standar. Kemudian, aktivitas yang sama yang berada dalamunit-unit organisasi yang lain menjadikannya sebagai acuan kinerja aktivitas.
4. Activity flexible budgeting
Adanya activity flexible budgeting memungkinkan dilakukannya prediksi biaya aktivitas yang akan terjadi dengan berubahnya penggunaan aktivitas. Manfaat terpenting yang didapat dari aktivitas ini adalah manajer dapat membagi biaya aktivitas menjadi komponen bernilai tambah dan tidak bernilai tambah, membedakan antara dampak biaya dan dampak volume, serta didapat laporan biaya kapasitas aktivitas yang digunakan dan yang tidak digunakan.
5. Life cycle cost budgeting
Biaya daur hidup produk adalah biaya yang berkaitan dengan produk dalam keseluruhan daur hidupnya.
3.2.4.2.Ukuran Kinerja Non Keuangan11
Dalam akuntansi pertanggungjawaban berbasis aktivitas, ukuran kinerja keuangan memegang peranan penting. Banyak informasi-informasi yang
11
(20)
dibutuhkan oleh manajemen. Informasi-informasi keuangan yang digunakan sebagai ukuran kinerja adalah:
1. Ukuran produktivitas
Produktivitas berhubungan dengan produk keluaran secara efisien dan terutama ditujukan kepada hubungan antara keluaran dengan masukan yang digunakan untuk menghasilkan keluaran tersebut.
2. Ukuran kualitas
Suatu kualitas merupakan ukuran untuk mengukur kinerja dari suatu perusahaan. Ukuran yang biasanya dipakai misalnya berapa produk cacat per-unit barang jadi, persentase produk rusak dari jumlah unit yang diperbaiki.
3. Ukuran waktu
Ada dua karakteristik penting yang berkaitan dengan waktu, yaitu keandalan dan kecepatan respon. Keandalan berarti suatu aktivitas diserahkan tepat waktu, kecepatan berarti respon diukur dengan jangka waktu yang diperlukan untuk memproduksi keluaran.
3.3. Biaya12
Biaya adalah pengorbanan sumberdaya untuk mendapatkan sejumlah barang atau jasa. Pengorbanan ini dapat berupa uang kas yang telah dibelanjakan, jasa yang dilaksanakan, dan sebagainya. Pada awal timbulnya akuntansi biaya mula-mula hanya ditujukan untuk penentuan harga pokok produk atau jasa yang
12
(21)
dihasilkan, akan tetapi dengan semakin pentingnya biaya non produksi, yaitu biaya pemasaran dan administrasi umum, akuntansi biaya saat ini ditujukan untuk menyajikan informasi biaya bagi manjemen baik biaya produksi maupun biaya non produksi.
Biaya-biaya secara umum dapat diklasifikasikan menurut fungsinya: biaya-biaya produksi dan non produksi, sebagai berikut:
1. Biaya-biaya produksi
Biaya produksi yang dalam bahasa asing disebut manufacturing cost hanya terdapat pada perusahaan industri. Suatau perusahaan industri biasanya lebih rumit dari kebanyakan jenis organisasi. Sebabnya ialah karena kegiatan perusahaan industri mencakup semua fungsi-fungsi usaha :
a. Biaya bahan baku, adalah semua biaya bahan masukan yang dipergunakan dalam menghasilkan barang atau produk jadi, termasuk dalam biaya bahan baku adalah semua bahan yang dipergunakan dalam produksi dan menjadi bagian yang menyatu dari produk atau barang yang dihasilkan. Misalnya pelat baja pada mobil dan bahan kayu pada meja atau kursi dirumah.
b. Biaya tenaga kerja (upah) langsung, adalah semua biaya upah untuk tenaga kerja yang langsung mempunyai kaitan dengan proses produksi atau pembuatan produk. Upah untuk tenaga kerja pada lini perakitan mobil mahalnya dengan upah yang diberikan untuk tukang kayu diperusahaan meubel.
(22)
c. Biaya produksi tidak langsung, atau biaya overhead produksi adalah mencakup semua biaya-biaya produksi kecuali biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Yang termasuk dalam biaya overhead adalah biaya tenaga kerja tidak langsung, penyusutan gedung, alat-alat produksi, mesin-mesin, dan pemeliharan pabrik.
2. Biaya-biaya non-produksi
Biaya non produksi adalah biaya diluar produksi yang digunakan perusahaan untuk menjalankan usahanya, seperti memasarkan produknya dan menjalankan administrasinya, seperti :
a. Biaya Penjualan atau pemasaran, yaitu biaya yang digunakan untuk advertensi, pegiriman barang, biaya perjalanan petugas pemasaran, komisi penjualan, gaji-gaji di bagian pemasaran.
b. Biaya umum dan administrasi, adalah mencakup semua biaya seperti gaji dan pengeluaran-pengeluaran lain untuk pimpinan perusahaan, biaya organisasi dan biaya pegawai di bagian akuntansi dan lain sebagainya.
Metode pengumpulan biaya produksi dapat dibedakan atas dua yaitu metode harga pokok pesanan (job order costing method) dan metode harga pokok proses (process costing method). Metode harga pokok pesanan merupakan harga pokok (biaya produksi) dikumpulkan atas dasar pekerjaan-pekerjaan atau pesanan-pesanan yang diterima dari langganan/pembeli mulai dari satu unit pesanan sampai kepada suatu partai besar yang diproses pada saat yang sama. Pada metode ini, masing-masing unit pesanan yang selesai di produksi pada
(23)
periode yang sama, mungkin sekali berbeda harga pokok produk per unitnya. Harga Pokok Proses merupakan suatu sistem pengumpulan biaya produksi yang dilakukan untuk setiap departemen atau pusat biaya dimana biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya produksi tidak langsung (overhead) dibebankan pada rekening-rekening barang dalam proses setiap departemen. Pada setiap akhir periode, total harga pokok (biaya produksi) yang terjadi pada suatu departemen dibagi dengan jumlah unit yang selesai diproduksi akan menghasilkan harga pokok per unit departemen yang bersangkutan. Selain itu untuk perusahaan yang lebih maju dapat menggunakan pendekatan yang lebih modern yaitu activity based costing. Activity based costing adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan harga pokok produksi dan terfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa sebagai dasar pemikiran pendekatan perhitungan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan merupakan hasil dari aktivitas dan aktivitas tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya
3.4. Sistem Biaya Tradisional (Traditional Costing) 13
Dalam sistem biaya secara tradisional dapat dilihat bahwa biaya-biaya yang terlibat biasanya hanya biaya langsung saja, yaitu biaya tenaga kerja dan biaya material. Namun seiring dengan berjalannya waktu muncul biaya-biaya yang bisa digolongkan kedalam biaya langsung. Biaya-biaya tersebut seperti biaya perawatan, dan lain sebagainya. Sistem biaya tradisional akan membebankan biaya tidak langsung kepada basis alokasi yang tidak representatrif. Pada system
13
(24)
biaya tradisional, dalam mengalokasikan biaya pabrik tidak langsung ke unit produksi, tetapi ditempuh dengan cara sebagai berikut :
1. Dilakukan alokasi biaya ke seluruh unit organisasi yang ada. 2. Biaya unit organisasi dialokasikan lagi ke setiap unit produksi.
Unsur- unsur biaya bersama dialokasikan secara proporsional dengan menggunakan suatu basis pembebanan atau faktor pembanding yang sesuai, sedangkan unsur-unsur biaya lainnya dialokasikan secara langsung sesuai dengan perhitungan langsungnya masing-masing. Basis pembebanan atau faktor pembanding yang digunakan diantaranya :
1. Jumlah unit produksi 2. Jam tenaga kerja langsung 3. Biaya tenaga kerja langsung 4. Biaya material langsung
Pada perusahaan industri yang menghasilkan beberapa jenis produk, biasanya terjadi berbagai jenis unsur biaya gabungan yang harus dialokasikan ke setiap produk gabungan yang bersangkutan pada titik pisahnya masing-masing. Ada beberapa metode alokasi biaya secara tradisional yang biasa digunakan diantaranya:
1. Metode nilai jual
Biaya produksi gabungan dialokasikan ke setiap produk gabungan yang bersangkutan secara proporsional, sesuai dengan persentase (kontribusi) nilai jualnya masing-masing.
(25)
2. Metode jumlah fisik
Biaya produksi gabungan dialokasikan ke setiap produk gabungan yang bersangkutan sesuai dengan persentase jumlah fisiknya masing-masing.
3.5. Pengukuran Waktu14
1. Teknik pengukuran waktu kerja secara langsung
Teknik pengukuran kerja dimaksudkan untuk menunjukkan isi kerja dari suatu pekerjaan. Isi kerja biasanya diukur dalam satuan waktu. Waktu yang diambil sebagai dasar pertimbangan adalah waktu yang secara normal diperlukan oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan satu siklus pekerjaan dengan metode kerja terbaik. Waktu ini biasanya disebut dengan waktu baku. Pengukuran waktu dibagi dalam dua bagian, yaitu :
Pengukuran dilakukan secara langsung di tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Ada dua cara yang termasuk kedalam teknik ini, yaitu jam henti (stop watch time study) dan sampling kerja (work sampling)
2. Teknik pengukuran waktu kerja secara tidak langsung
Pengukuran waktu kerja dilakukan tanpa si pengamat harus berada di tempat dimana pekerjaan dilaksanakan, yaitu dengan cara membaca tabel-tabel waktu yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen gerakan.
14
(26)
3.5.1. Langkah-langkah Sebelum Melakukan Pengukuran Waktu15
1. Penetapan tujuan pengukuran
Aturan pengukuran yang perlu dijalankan untuk mendapatkan hasil yang baik. Aturan-aturan tersebut akan dijelaskan dalam langkah-langkah berikut :
Dalam melakukan pengukuran waktu, hal-hal yang penting yang harus diketahui dan ditetapkan untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut. Misalkan jika waktu standard yang akan diperoleh dimaksudkan untuk dipakai sebagai dasar upah perangsang, maka ketelitian dan keyakinan tentang hasil pengukuran harus tinggi karena menyangkut prestasi dan pendapatan buruh disamping keuntungan bagi perusahaan itu sendiri.
2. Melakukan penelitian pendahuluan
Dalam penelitian pendahuluan dilakukan pengumpulan dan pencatatan semua keterangan yang dapat diperoleh mengenai kondisi pekerjaan, pekerja dan keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi keadaan pekerjaan. Dari hasil pengukuran waktu akan diperoleh waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu kerja yang pantas merupakan waktu kerja yang didapat dari kondisi kerja yang baik. Untuk itu perlu ditetapkan kondisi kerja dan metode kerja yang baik.
15
(27)
3. Memilih operator
Operator yang akan diukur waktu penyelesaian pekerjaannya adalah operator yang memiliki kemampuan (skill) normal atau rata-rata dan dapat diajak bekerja sama dalam kegiatan pengukuran kerja nantinya
4. Melatih Operator
Melatih operator perlu dilakukan agar operator dapat bekerja secara konsisten. Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu karena sebelum diukur operator harus sudah terbiasa dengan kondisi dan cara yang telah ditetapkan.
5. Mengurai pekerjaan atau elemen-elemen pekerjaan
Semua pekerjaan sebelum diukur harus ditetapkan dahulu siklus kerjanya. Pekerjaan dapat dibagi kedalam elemen-elemen gerakan yang lebih kecil dan lebih sederhana, dan selanjutnya elemen-elemen gerakan tersebutlah yang diamati.
6. Mempersiapkan alat-alat pengukuran
Alat-alat yang diperlukan untuk pengukuran adalah : a. Jam henti (stopwatch)
b. Lembar pengamatan
c. Alat-alat tulis, seperti pensil, pena
d. Alat-alat lain yang mendukung pengukuran
(28)
3.5.2. Tahapan Penentuan Waktu Normal16
16
Wignjosoebroto, W, 1995. Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu, Hal. 197-203
Dalam menentukan waktu normal, harus diperhitungkan rating performance. Jika pekerja/operator bekerja secara wajar rating factor (rf) = 1, artinya waktu siklus rata-rata sudah normal. Jika operator bekerja terlampau lambat (bekerja dibawah normal), maka rating factor (rf) < 1, dan sebaliknya apabila operator bekerja terlalu cepat (bekerja diatas normal), maka rating factor (rf) > 1. Untuk menentukan apakah operator bekerja secara wajar atau tidak, maka selama melakukan pengamatan dan pengukuran waktu kerja, pengukur harusbenar-benar memperhatikan kewajaran kerja yang ditunjukkan oleh operator. Kewajaran kerja seorang operator dapat dinilai oleh pengukur dengan suatu standar nilai yang dibuat berdasarkan konsep tentang bekerja wajar. Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar, seorang pengukur dapat mempelajari bagaimana seorang operator dianggap berpengalaman bekerja tanpa usaha-usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya. Konsep kewajaran ini dikemukakan oleh ILO (International Labour Organization).
Selain konsep diatas, terdapat juga konsep lain yang lebih terperinci, yaitu cara Westinghouse. Pada metode ini, terdapat empat faktor yang menyebabkan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Cara-cara untuk menentukan rating performance adalah sebagai berikut :
(29)
1. Cara persentase
Rating performance sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatannya. Disini dilihat bahwa rating performance diselesaikan dengan cara yang sangat sederhana. Hal ini menunjukkan bahwa cara ini merupakan cara yang paling mudah, namun segera tampak adanya kekurangan dalam ketelitian, sebagai akibat kasarnya penilaian.
2. Cara Shumard
Rating performance ditentukan berdasarkan penilaian oleh pengukur melalui kelas-kelas performansi kerja, dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri. Dalam hal ini pengukur diberi patokan untuk menilai performansi kerja dari operator menurut kelas-kelas tertentu. Adapun kelas-kelas tersebut beserta dengan nilai-nilainnya pada Tabel 3.1
Tabel 3.1. Rating Performance Menurut Cara Shumard
Penentuan rating performance dilakukan dengan membandingkan nilai rating performance seorang operator yang diamati dan diukur dengan nilai rating performance seorang operator yang bekerja secara normal.
Kelas Rating Performance
Super fast Fast + Fast Fast – Excellent Good + Good Good – Normal Fair + Fair Fair – Poor 100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40
(30)
3. Cara Westinghouse
Dengan cara Westinghouse, rating performance ditentukan berdasarkan penilaian pada empat faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu :
a. Keterampilan adalah kemampuan untuk mengikuti cara kerja yang ditetapkan secara psikologis.
b. Usaha adalah kesungguhan yang ditunjukkan oleh pekerja atau operator ketika melakukan pekerjaannya.
c. Kondisi Kerja adalah kondisi fisik lingkungan seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan.
d. Konsistensi, faktor ini perlu diperhatikan karena angka-angka yang dicatat pada setiap pengukuran waktu tidak pernah semuanya sama. Besar nilai Westinghouse factor secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Westinghouse Factor
Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Keterampilan
Superskill A1 + 0,15
A2 + 0,13
Excellent B1 + 0,11
B2 + 0,08
Good C1 + 0,06
C2 + 0,03
(31)
Tabel 3.2. Westinghouse Factor (Lanjutan)
Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Fair E1 - 0,05
E2 - 0,10
Poor F1 - 0,16
F2 - 0,22
Usaha
Excessive A1 + 0,13
A2 + 0,12
Excellent B1 + 0,10
B2 + 0,08
Good C1 + 0,05
C2 + 0,02
Average D 0,00
Fair E1 - 0,04
E2 - 0,08
Poor F1 - 0,12
F2 - 0,17
Kondisi Kerja
Ideal A + 0,06
Excellent B + 0,04
Good C + 0,02
Average D 0,00
Fair E - 0,03
Poor F - 0,07
Konsistensi
Perfect A + 0,04
Excellent B + 0,03
Good C + 0,01
Average D 0,00
Fair E - 0,02
Poor F - 0,04
4. Cara Objektif
Cara objektif adalah cara menentukan rating performance yang memperhatikan dua faktor, yaitu faktor kecepatan dan faktor tingkat kesulitan pekerjaan. Kedua faktor inilah yang dipandang secara bersama-sama menentukan performance pekerja.
(32)
3.5.3. Tahapan Penentuan Waktu Baku17
1. Uji keseragaman data
Dalam menentukan waktu baku, diperlukan besarnya faktor kelonggaran (allowance). Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa letih (fatique) dan hambatan-hambatan lain yang tidak terhindarkan. Ketiga hal tersebut merupakan hal yang nyata dibutuhkan oleh pekerja dan yang selama pengukuran tidak diamati, tidak diukur, tidak dicatat ataupun tidak dihitung. Sedangkan waktu baku ditentukan berdasarkan hasil dari langkah-langkah yang telah ditentukan di atas. Secara terperinci adalah sebagai berikut :
Uji ini dilakukan dengan cara statistik, dimana ditentukan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah dari data dengan menggunakan rumus:
σ
k X
BKA = +
σ
k X
BKB = −
Dimana, k = Angka deviasi standard untuk x yang besarnya tergantung pada tingkat keyakinan (confidence level) yang diambil, dimana k diperoleh dari nilai z pada tabel distribusi normal, misalnya apabila tingkat keyakinan 95% (0,95), maka nilai z yang dihasilkan adalah 1,96 ˜ 2.
Rumus untuk menghitung harga rata-rata dan standar deviasi () adalah:
1 ) ( 2 − − = =
∑
∑
N X X dan N XX i σ i
17
(33)
Dimana, x = Harga rata-rata
N = Jumlah pengamatan yang dilakukan. 2. Uji kecukupan data
Uji ini dilakukan dengan cara statistik, dimana dapat diketahui apakah data yang diukur sudah cukup atau tidak dengan menggunakan rumus:
∑ ∑ − ∑ = i i i N X X X N s
k 2 2
'
) (
2
Dimana, k adalah besarnya nilai z pada tabel normal berdasarkan tingkat kepercayaan penelitian, sedangkan s adalah tingkat ketelitian.
3. Hitung waktu normal
Perhitungan waktu normal, menggunakan persamaan berikut: Wn = Wt x Rf
Dimana : Wn = Waktu normal
Wt = Waktu terpilih
Rf = Rating factor
Waktu normal diperoleh dengan mempertimbangkan rating factor operator, yaitu tingkat perbandingan performansi/kinerja seorang operator dengan konsep operator normal.
4. Hitung waktu standar
(34)
Sedangkan, waktu standar diperoleh dengan mempertimbangkan allowance operator, yaitu kelonggaran yang dapat diberikan kepada operator.
3.6. Cause and Effect Diagram (Diagram Sebab Akibat) 18
Diagram ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish bone diagram) yang diperkenalkan pertama sekali oleh Prof. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943. Diagram ini berguna untuk menganalisis dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja. Di samping itu, diagram ini berguna untuk mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah. Dalam hal ini, metode sumbang saran (brainstorming method) akan cukup efektif digunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kerja secara detail. Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas hasil kerja, maka orang akan selalu mendapatkan bahwa ada 5 faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Manusia (Man).
b. Metode kerja (Work Method).
c. Mesin atau peralatan kerja lainnya (Machine/Equipment). d. Bahan baku (raw material).
e. Lingkungan kerja (work environment).
18
(35)
Diagram sebab akibat biasanya disebut Fishbone diagram karena disebabkan oleh kerangkanya menggambarkan seluruh sebab-sebab major dan minor. Langkah-langkah pembuatan cause and effect diagram adalah sebagai berikut :
a. Gambarkanlah panah dengan kotak di ujung kanannya dan tentukan masalah yang hendak diperbaiki/diamati dan usahakan adanya tolak ukur yang jelas dari permasalahan tersebut sehingga perbandingan sebelum dan sesudah perbaikan dapat dilakukan.
b. Tentukan faktor-faktor penyebab utama (main causes) yang diperkirakan merupakan sumber terjadinya penyimpangan atau yang mempunyai akibat pada permasalahan yang ada tersebut. Gambarkan anak panah (cabang-cabang) yang menunjukkan faktor penyebab ini yang mengarah pada panah utama.
c. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih terperinci yang secara nyata berpengaruh atau mempunyai akibat pada faktor-faktor penyebab utama tersebut. Tuliskan detail faktor tersebut di kiri kanan gambar panah cabang faktor-faktor utama dan buatlah anak panah (ranting) menuju ke arah panah cabang tersebut. Untuk mencari detail faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas output maka metode brainstorming akan merupakan satu cara yang efektif digunakan. Pertanyaan ‘mengapa’ secara berantai akan membantu mencari penyelesaian masalah secara tuntas. d. Periksalah apakah semua item yang berkaitan dengan karakteristik output
(36)
e. Carilah faktor-faktor penyebab yang paling dominan.
Contoh penggunaan cause and effect diagram dapat dilihat pada Gambar 3.1. Faktor penyebab yang digunakan yaitu tenaga kerja, mesin, material, metode dan manusia.
Gambar 3.1. Contoh Penggunaan Cause and Effect Diagram
3.7. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)19
19
Dyadem, Guidelines for Failure Mode and Effects Analysisfor Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. (Florida : CRC Press, 2003). Hal 5-1 – 5-2.
Di dalam mengevaluasi perencanaan sistem dari sudut pandang reliability, Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan metode yang vital. Sejarah FMEA berawal pada tahun 1950 ketika teknik tersebut digunakan dalam merancang dan mengembangkan sistem kendali penerbangan. Sejak saat itu teknik FMEA diterima dengan baik oleh industri luas.
(37)
Pentingnya perbaikan terus menerus untuk meningkatkan kualitas produk, kehandalan dan keamanan muncul dari penarikan kembali produk, aturan pemerintah, rekomendasi agensi, persyaratan resmi dan lain-lain adalah semua yang dibutuhkan perusahaan untuk meningkatkan posisi produk di pasar dan kepuasan pelanggan. Hal ini menuntut pelaku industri untuk melakukan analisis resiko yang mengidentifikasi dan meminimumkan kesalahan pada bagian produk dan sistem produk maupun manufaktur atau proses untuk memperpanjang siklus hidup produk.
Metode FMEA adalah salah satu teknik menganalisi resiko yang direkomendasikan oleh standar international. FMEA adalah proses sistematik untuk mengidentifikasi kegagalan potensial untuk memenuhi fungsi yang dimaksud untuk mengidentifikasi kegagalan yang mungkin karena kesalahan yang bisa dieliminasi dan meletakkan akibat kesalahan sehingga dampaknya dapat dikurangi. FMEA memiliki tiga fokus utama yaitu:
1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensial dan efeknya.
2. Mengidentifikasi dan memprioritaskan kegiatan yang dapat mengeleminasi kegagalan potensial, mengurasi kesempatan terjadinya atau mengurangi resikonya.
3. Dokumentasi dari identifikasi yang dilakukan, evaluasi dan aktifitas perbaikan agar dapat meningkatkan kualitas produk.
FMEA merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mengevaluasi desain sistem dengan mempertimbangkan bermacam-macam mode kegagalan dari sistem yang terdiri dari komponen-komponen dan menganalisis pengaruh-pengaruhnya
(38)
terhadap keandalan sistem tersebut. Risk Priority Number (RPN) merupakan hubungan antara tiga buah variabel yaitu Severity (Keparahan), Occurrence (Frekuensi Kejadian), Detection (Deteksi Kegagalan) yang menunjukkan tingkat risiko yang mengarah pada tindakan perbaikan.
1. Severity
Severity adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh kegagalan terhadap keseluruhan mesin.
2. Occurrence
Occurrence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau kegagalan. Occurrenceberhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu dalam mesin.
3. Detection
Deteksi diberikan pada sistem pengendalian yang digunakan saat ini yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyebab atau mode kegagalan sebelum sampai ke tangan konsumen.
Secara umum FMEA dapat dibagi atas dua jenis yaitu: 1. Design FMEA
FMEA pada tahapan ini akan difokuskan pada rancangan produk dan pengembangannya sebelum diproduksi secara masal sehingga lebih dikenal dengan Design FMEA (DFMEA).
2. Process FMEA
FMEA pada tahapan ini akan berorientasi pada rancangan proses dan pengembangannya dimana sudah berlangsung produksi secara masal yang di
(39)
dalamnya terdapat beberapa potensi kegagalan FMEA pada tahapan ini dikenal sebagai Process FMEA.
Tahapan pembuatan FMEA secara umum yaitu: 1. Penentuan mode kegagalan yang potensial
Dampak kegagalan potensial adalah dampak yang ditimbulkan dari suatu kegagalan terhadap konsumen.
2. Penentuan nilai Severity (S)
Severity adalah peringkat yang menunjukkan tingkat keseriusan efek dari suatu mode kegagalan. Severity berupa angka 1 hingga 10, di mana 1 menunjukkan keseriusan terendah (resiko kecil) dan 10 menunjukkan tingkat keseriusan tertinggi (sangat beresiko). Kriteria severity dapat dilihat pada Tabel 3.8. Tabel 3.8. menunjukkan dampak yang dirangking mulai skala 1 sampai 10.
Tabel 3.8. Penentuan Nilai Severity
Efek Kriteria Ranking
Berbahaya tanpa ada peringatan
Dapat membahayakan konsumen
10 Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah
Tidak ada peringatan Berbahaya
dan ada peringatan
Dapat membahayakan konsumen
9 Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah
Ada peringatan Sangat tinggi
Mengganggu kelancaran lini produksi
8 Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat
disortir (apakah sudah baik/bisa rework) Pelanggan tidak puas
Tinggi
Sedikit mengganggu kelancaran lini produksi
7 Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat
(40)
Tabel 3.8. Penentuan Nilai Severity (Lanjutan)
Sedang
Pelanggan tidak puas
6 Sebagian kecil menjadi scrap, sisanya tidak
perlu disortir (sudah baik)
Rendah 100% produk dapat di-rework 5
Produk pasti dikembalikan oleh konsumen Sangat rendah
Sebagian besar dapat di-rework dan sisanya sudah baik
4 Kemungkinan produk dikembalikan oleh
konsumen Kecil
Hanya sebagian kecil yang dapat di-rework dan
sisanya sudah baik 3
Rata – rata pelanggan komplain
Sangat kecil Komplain hanya diberikan oleh pelanggan
tertentu 2
Tidak ada Mungkin disadari oleh operator. 1 Mungkin tidak disadari oleh konsumen
Sumber : Dyadem, Guidelines for Failure Mode and Effects Analysisfor Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries
3. Penentuan nilai Occurence(O)
Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan selama penggunaan produk. Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1 sampai 10 pada Tabel 3.9. mendeskripsikan proses sistem peringkat. Karena peringkat kegagalan jatuh antara dua angka skala. menilai dengan cara interpolasi dan pembuatan nilai Occurrence. Occurrence dapat dilihat pada Tabel 3.9.
(41)
Tabel 3.9. Occurrence dalam FMEA Process (Lanjutan)
Occurence Rangking Kriteria
Sangat tidak mungkin 1 Kegagalan sangat tidak mungkin
Kemungkinannya jarang 2 Kemungkinan kegagalan jarang
Kemungkinannya sangat
rendah 3
Sangat sedikit kegagalan yang mungkin Kemungkinannya rendah 4 Kemungkinan kegagalan
kadang-kadang Kemungkinannya cukup
rendah 5 Kemungkinan gagal sedang
Kemungkinannya sedang 6 Kemungkinan kegagalan yang cukup tinggi Kemungkinannya
cukup tinggi 7
Tingginya kemungkinan angka kegagalan Kemungkinannya tinggi 8 Kemungkinan kegagalan
sangat tinggi Kemungkinannya yang
sangat tinggi 9 Kegagalan mungkin
Sangat mungkin 10 Kegagalan hampir pasti Sumber : Dyadem, Guidelines for Failure Mode and Effects Analysisfor Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries
4. Penentuan nilai Detection(D)
Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau mengontrol kegagalan yang dapat terjadi.
Proses penilaian ditunjukkan pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10. Detection dalam FMEA Process
Keterangan Ranking
Sudah jelas, sangat mudah untuk diketahui 1
Jelas bagi indera manusia 2
Memerlukan inspeksi 3
Inspeksi yang hati – hati dengan indera manusia 4 Inspeksi yang sangat hati – hati dengan indera manusia 5
(42)
Tabel 3.10. Detection dalam FMEA Process (Lanjutan)
Keterangan Ranking
Memerlukan bantuan dan/atau pembongkaran sederhana 6 Diperlukan inspeksi dan/atau pembongkaran 7 Diperlukan inspeksi dan atau pembongkaran yang kompleks 8 Kemungkinan besar tidak dapat dideteksi 9
Tidak dapat dideteksi 10
Sumber : Dyadem, Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis for Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries
5. Penentuan nilai Risk Priority Number (RPN)
Risk Priority Number adalah suatu bentuk nilai yang akan menunjukkan prioritas yang harus dilakukan improvement/perbaikan dari suatu sistem supaya tidak terjadi kegagalan.
Adapun nilai RPN diperoleh dengan rumus sebagai berikut. RPN = Severity x Occurrence x Detection
6. Menentukan tindakan untuk meminimumkan resiko kegagalan
3.8. Value Chain
Rantai nilai (value chain) menguraikan perusahaan menjadi aktivitas-aktivitas yang relevan secara strategis untuk memahami penilaian biaya dan sumber diferensiasi yang sudah ada dan potensial, rantai nilai setiap perusahaan terdiri atas sembilan kategori generik aktivitas yang bernilai (value activities) dikaitkan menjadi satu, yang menciptakan nilai tambah (value added) suatu perusahaan. Rantai generik digunakan untuk memperlihatkan bagaimana suatu rantai nilai dapat dibangun untuk suatu perusahaan tertentu, yang mencerminkan aktivitas spesifik yang dilakukan perusahaan. Setiap perusahaan merupakan kumpulan aktivitas yang dilakukan untuk mendesain, memproduksi, memasarkan,
(43)
menyerahkan, dan mendukung produknya.
Rantai nilai dan cara perusahaan menjalankan aktivitas individual merupakan cerminan dari riwayatnya, strateginya, pendekatannya terhadap pelaksanaan strateginya dan ekonomi yang mendasari aktivitas-aktivitas itu sendiri. Rantai nilai perusahaan adalah teori tentang perusahaan yang memandang perusahaan sebagai sekumpulan fungsi produksi yang terpisah tetapi berkaitan, seandainya fungsi produksi didefinisikan sebagai aktivitas. Perumusan rantai nilai berfokus pada bagaimana aktivitas ini menciptakan nilai dan apa yang menentukan biaya mereka, sehingga perusahaan mendapatkan kebebasan yang besar sekali dalam menentukan bagaimana aktivitas-aktivitas tersebut diintegrasikan.
Aktivitas-aktivitas dalam rantai nilai dapat dibagi menjadi dua jenis luas, aktivitas primer dan aktivitas pendukung. Aktivitas primer pada suatu perusahaan merupakan aktivitas yang terdiri dari kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan input, proses dan output barang atau jasa yang terdapat dalam perusahaan. Ada lima kategori generik aktivitas primer yang diperlukan dalam bersaing di dalam industri apa pun. Tiap kategori dapat dibagi menjadi beberapa aktivitas yang berbeda tergantung pada industri tertentu dan strategi perusahaan (Porter, 1985). Aktivitas primer tersebut adalah:
1. Logistik ke dalam (inbound logistics); meliputi aktivitas seperti penanganan material, pergudangan, dan pengendalian persediaan, digunakan untuk menerima, menyimpan, dan mengeluarkan input untuk produksi.
(44)
2. Operasi (operations); aktivitas yang berhubungan dengan pengubahan masukan menjadi bentuk produk akhir, seperti permesinan, pengemasan, perakitan, pemeliharaan peralatan, pengujian, pencetakan dan pengoperasian fasilitas.
3. Logistik ke luar (outbound logistics); merupakan aktivitas yang berhubungan dengan pengumpulan, penyimpanan, dan pendistribusian produk kepada pembeli, seperti penggudangan barang jadi, penanganan bahan, operasi kendaraan pengirim, pemrosesan pesanan, dan penjadwalan.
4. Pemasaran dan penjualan (marketing and sales); aktivitas yang berhubungan dengan pemberian sarana yang dapat digunakan oleh pembeli untuk membeli produk dan mempengaruhi mereka untuk membeli, seperti iklan, promosi, tenaga penjual, penetapan kuota, seleksi penyalur, hubungan penyalur dan penetapan harga.
5. Pelayanan (services); mencakup aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan pelayanan untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai produk, seperti pemasangan, reparasi, pelatihan, pasokan suku cadang, dan penyesuaian.
Sedangkan aktivitas pendukung yang diperlukan dalam suatu industri dapat dibagi menjadi empat kategori generik. Aktivitas tersebut adalah:
6. Infrastruktur perusahaan (firm intrustructure); terdiri atas beberapa aktivitas termasuk manajemen umum, pengendalian kualitas, perencanaan, sistem keuangan, akuntansi, hukum, dan urusan pemerintah. Melalui
(45)
infrastruktur, perusahaan berusaha untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal, mengidentifikasi sumber daya dan kemampuan, serta mendukung kompetensi inti.
7. Manajemen sumber daya manusia (human resource management); terdiri atas aktivitas yang terlibat dalam perekrutan, pengangkatan, pelatihan (training), pengembangan dan kompensasi untuk semua jenis personel. Peningkatan pegawai dapat dilakukan melalui keterlibatan para pegawai ke dalam pelatihan, seminar dan pelatihan pekerjaan (proses pekerjaan). Sedangkan pemeliharaan para pegawai bisa dilakukan melalui pemberian reward dalam program kerja dan penyediaan tugas-tugas menantang. Aktivitas ini mendukung baik aktivitas primer maupun aktivitas pendukung individual dan keseluruhan rantai nilai.
8. Pengembangan teknologi (technology development); terdiri dari aktivitas yang dapat dikelompokkan secara luas ke dalam upaya untuk memperbaiki produk perusahaan serta proses yang digunakan untuk menghasilkannya. Pengembangan teknologi terjadi dalam berbagai jenis, seperti rancangan peralatan untuk proses, baik penelitian dasar dan rancangan produk serta prosedur pelayanan.
9. Pembelian/pengadaan (procurement); merujuk pada fungsi pembelian masukan yang digunakan dalam rantai nilai perusahaan, bukan pada masukan yang dibeli itu sendiri. Pembelian dalam hal ini meliputi kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan seperti prosedur pembelian, teknik untuk vendor, sistem informasi, dan juga kegiatan yang tidak saling
(46)
berhubungan seperti catering, pelayanan percetakan dan kebersihan. Walaupun masukan yang dibeli biasanya dihubungkan dengan aktivitas primer, masukan yang dibeli ada di dalam setiap aktivitas nilai termasuk aktivitas pendukung.
3.9. Peta Proses Perakitan (Assembly Process Chart) 20
1. Untuk mengetahui aliran bahan atau aktivitas orang mulai dari awal masuk dalam suatu proses sampai aktivitas terakhir.
Peta proses perakitan adalah suatu diagram yang menggambarkan suatu urutan dari operasi, transportasi, pemeriksaan, inspeksi hingga penyimpanan dari suatu kegiatan kerja secara keseluruhan mulai dari bahan baku, perakitan dan menjadi barang jadi. Peta proses perakitan merupakan gabungan dari peta proses operasi dan peta aliran proses. Dengan demikian maka peta proses perakitan merupakan peta yang sangat informatif karena dapat mengatasi kelemahan dari peta proses operasi dan peta aliran proses. Adapun kegunaan dari peta proses perakitan adalah:
2. Untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan atau dilakukan oleh orang selama proses atau prosedur berlangsung.
3. Sebagai alat untuk mempermudah proses analisa untuk mengetahui tempat-tempat di mana terjadi ketidakefisien.
4. Sebagai alat untuk memperbaiki tata letak dan metode kerja.
20
(47)
Prinsip-prinsip pembuatan peta proses perakitan adalah sebagai berikut:
1. Pertama-tama pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses Perakitan” yang diikuti oleh identifikasi lain, seperti: nama objek, nama pembuat peta, tanggal dipetakan, cara lama atau cara sekarang, nomor peta dan nomor gambar.
2. Material yang akan diproses diletakkan di atas garis horizontal, yang menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.
3. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan terjadinya perubahan proses dan perpindahan tempat.
4. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi.
5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.
3.10. Konsep Pengupahan Merit pay21
Kata merit berasal dari bahasa Inggris yang memiliki arti jasa, manfaat serta prestasi. Dengan demikian merit pay merupakan pembayaran imbalan (reward) yang dikaitkan dengan jasa atau prestasi kerja (kinerja) seseorang maupun manfaat yang telah diberikan karyawan kepada perusahaan. Secara sederhana konsep merit pay merupakan sistem pembayaran yang mengkaitkan imbalan (reward) dengan prestasi kerja (performance) karyawan. Implikasi dari
21
(48)
konsep merit pay, bahwa seseorang yang memiliki kinerja yang baik, maka akan memperoleh imbalan yang lebih tinggi begipula sebaliknya. Artinya, semakin tinggi kinerja yang diraih karyawan akan semakin tinggi pula kenaikan imbalannya. Di dalam menetapkan kompensasi bagi karyawan yang tepat sebagai berikut :
1. Kompensasi harus dapat memenuhi kebutuhan minimal.
2. Kompensasi harus dapat menimbulkan semangat dan kegairahan kerja. 3. Kompensasi harus adil.
4. Kompenssi tidak boleh statis.
5. Kompensasi dari kompensasi yang diberikan harus diperhatikan.
Perencanaan merit pay merupakan prosedur untuk membedakan gaji yang didasarkan kinerja yakni sistem kompensasi yang didasarkan gaji individual atau gaji yang diukur melebihi periode tertentu. Untuk pembayaran didasarkan prestasi atau kinerja yang merupakan bagian dari sistem pembayaran reguler maka para pekerja harus dievaluasi secara reguler kinerjanya (performance appraisal). Penilaian kinerja karyawan merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan manajemen agar merit pay dapat diterapkan dengan baik, sebab asumsi umum dalam bisnis bahwa merit pay merupakan pembayaran imbalan kepada karyawan yang memiliki kinerja tinggi serta pemberian insentif untuk kelanjutan kinerja yang baik.
(49)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dimulai pada bulan Mei 2015 sampai dengan bulan September 2015 di UKM Sulam Bayangan Melati Indah, dimana lokasi UKM tersebut terletak di Jalan Raya Painan–Padang Nagari Barung–Barung Belantai Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat.
4.2. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah produk UKM Sulam Bayangan Melati Indah, yaitu pakaian wanita dengan variasi motif kecil (S), sedang (M) dan besar (L).
4.3. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis melalui studi kasus menggunakan objek tertentu. 22
22
Sinulingga, Sukaria. 2012. Metodologi Penelitian, Edisi 2. USU Press. Hal:27
Deskripsi analisis adalah metode yang memusatkan masalah yang ada saat ini dimana dalam prosesnya bukan sekedar mengumpulkan dan mengolah data, tetapi juga menganalisis, meneliti dan menginterpretasikan serta membuat kesimpulan dan saran yang kemudian disusun pembahasannya secara sistematis sehingga dapat dipahami masalahnya.
(50)
4.4. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel dependen
Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang nilainya dipengaruhi atau ditentukan oleh variabel lain. Adapun variabel dependen dalam penelitian ini adalah
a. Perhitungan efesiensi biaya produksi di UKM Sulam Bayangan Melati Indah
b. Pembebanan biaya c. Analisis aktivitas 2. Variabel independen
Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah :
a. Biaya langsung
b. Biaya Overhead Pabrik c. Aktivitas bernilai tambah d. Aktivitas tidak bernilai tambah
4.5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Stopwacth, digunakan untuk pengukuran waktu pengerjaan aktivitas produksi sulam bayangan.
(51)
2. Alat tulis, digunakan sebagai alat tulis menulis dalam mengumpulkan data. 3. Buku catatan, digunakan untuk mencatat data yang diperoleh dengan
wawancara langsung.
4. Software Microsoft Excel 2007 untuk menghitung harga pokok produksi.
4.6. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian
4.7. Metodologi Penelitian
Tahapan-tahapan dalam penelitian disebut juga dengan metodologi penelitian. Adapun metodologi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Biaya Overhead Pabrik Biaya Langsung
Value Added Activity Non Value Added
Activity
Pembebanan Biaya
Analisis Aktivitas
Perbaikan Proses
Efesiensi Biaya Produksi
(52)
Studi Pendahuluan
Melakukan studi literatur dan pengamatan pendahuluan
Perumusan Masalah
Identifikasi masalah, perumusan masalah dan tujuan penelitian.
Studi Literatur
Mengumpulkan literatur yang berhubungan dengan pengumpulan data dan pemecahan masalah
Pengumpulan Data
Data Primer
1. Data gambaran umum perusahaan 2. Proses produksi dan jenis produk
3. Data waktu proses produksi sulam bayangan 4. Data Aktivitas produksi
Data Sekunder
1. Data Biaya Bahan Baku Langsung 2. Data Biaya Tenaga Kerja Langsung 3. Data Biaya Overhead
4. Data produksi dan Pesanan
Pengolahan Data
Analisis Pemecahan Masalah
Menganalisis dan memberikan perbaikan dari permasalahan yang ada
Kesimpulan dan Saran 1. Gambaran umum hasil penelitian 2. Masukan bagi perusahaan
(53)
4.8. Metode Pengumpulan Data
Adapun jenis data yang dikumpulkan terdiri dari 2 jenis yaitu data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data yang dilakukan yaitu :
a. Observasi yaitu melakukan pengamatan dan pengukuran langsung terhadap objek penelitian di lapangan terutama di bagian produksi.
b. Wawancara yaitu upaya untuk mendapatkan informasi secara lisan yaitu dengan melakuakan tanya jawab dengan pihak yang bertanggung jawab. c. Dokumentasi yaitu mencatat data–data yang diperlukan, sejarah perusahaan,
bidang usaha dan data lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Sumber data adalah subjek tempat data diperoleh yaitu proses produksi di lantai pabrik dan juga pihak manajemen perusahaan yang terdiri atas :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan langsung dari lokasi penelitian. Data primer yang dibutuhkan adalah data aktivitas pembuatan sulam bayangan produk pakaian wanita dan data waktu pembuatan sulam bayangan produk pakaian wanita. Data aktivitas tersebut akan dikonversikan kedalam bentuk diagram yang terdiri dari: aktivitas pemotongan, aktivitas pembuatan motif, aktivitas penyulaman, aktivitas finishing, dan aktivitas pengepakan
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang sudah tersedia oleh perusahaan ataupun instansi sehingga tidak perlu lagi digali secara langsung dari sumbernya.
(54)
Adapun data sekunder yang dikumpulkan adalah:
a. Biaya Bahan Baku yaitu nilai uang bahan baku yang digunakan dalam proses produksi.
b. Biaya Tenaga Kerja Langsung yaitu jumlah upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja secara langsung yang menangani pengolahan bahan baku menjadi produk jadi.
c. Biaya Overhead Pabrik yaitu biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang dibutuhkan sebagai bahan penunjang pada proses produksi.
d. Data produksi dan pesanan.
4.9. Metode Pengolahan Data
Langkah dalam melakukan pengolahan data dibagi dalam beberapa tahapan, dimana rinciannya dapat dilihat sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi Aktivitas
Di dalam tahap ini dilakukan identifikasi terhadap aktivitas-aktivitas yang terjadi selama proses produksi.
a. Pengujian keseragaman dan kecukupan data dengan tingkat kepercayaan 95 % dan tingkat ketelitian 5 %.
b. Perhitungan Waktu normal dan baku.
Perhitungan waktu normal, menggunakan persamaan berikut: Wn = Wt x Rf
(55)
Wt = Waktu terpilih Rf = Rating factor
Waktu normal diperoleh dengan mempertimbangkan rating factor operator, yaitu tingkat perbandingan performansi/kinerja seorang operator dengan konsep operator normal.
Perhitungan waktu standar, menggunakan persamaan berikut: Standard Time
(%) 100
100 Allowance x
time normal
− =
Sedangkan, waktu standar diperoleh dengan mempertimbangka allowance operator, yaitu kelonggaran yang dapat diberikan kepada operator.
2. Menganalisis nilai aktivitas dengan memisahkan aktivitas-aktivitas perusahaan menjadi dua golongan yaitu aktivitas bernilai tambah dan aktivitas tidak bernilai tambah.
3. Menganalisis Pemicu Biaya
Dengan menganalisis pemicu biaya akan dapat diketahui pemicu biaya apa saja yang menyebabkan timbulnya biaya suatu aktivitas.
4. Melakukan pembebanan biaya produksi ketiap-tiap aktivitas
Merupakan kegiatan meneliti biaya dari masing-masing aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan selama memproduksi sulam bayangan produk pakaian wanita, yaitu dengan dilakukannya penelusuran ke tiap-tiap aktivitas.
5. Analisis Aktivitas, dilakukan untuk aktivitas yang diindikasikan sebagai aktivitas yang tidak bernilai tambah, dengan menerapkan FMEA
(56)
6. Manajemen Aktivitas, merupakan kunci untuk mencapai tujuan pengurangan biaya. Hal ini dapat dilakukan dengan empat cara :
a. Eliminasi Aktivitas, Memfokuskan pada aktivitas tidak bernilai tambah b. Pemilihan aktivitas, Merupakan pemilihan diantara berbagai jenis
aktivitas yang berasal dari strategi bersaing. Strategi yang berbeda akan menghasilkan aktivtas dan biaya yang berbeda pula.
c. Pengurangan Aktivitas, Memfokuskan pada penurunan waktu dan sumber daya yang diperlukan oleh aktivitas.
d. Pembagian Aktivitas, Memfokuskan pada peningkatan efisiensi dari aktivitas yang diperlukan dengan menggunakan skala ekonomis.
7. Pengukuran Kinerja Merupakan penilaian seberapa baik aktivitas yang telah dilakukan merupakan hal yang mendasar bagi usaha manajemen dalam meningkatkan profitabilitas.
4.10. Analisis Pemecahan Masalah
Data yang telah selesai kemudian dianalisa dan diinterpratasikan. Analisa yang dilakukan berupa penilaian mengenai analisis aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan, lalu menganalisis biaya-biaya produksi untuk melakukan pembebanan biaya berdasarkan aktivitas yang dilakukan. Metode analisis yang digunakan adalah metode bertanya mengapa beberapa kali (why-why). Metode ini bertujuan untuk menemukan akar penyebab dari suatu masalah yang berkaitan terhadap aktivitas yang tidak bernilai tambah tersebut. Bertanya beberapa kali akan mengarahkan kita untuk sampai pada akar
(57)
penyebab masalah, sehingga tindakan korektif yang sesuai pada akar penyebab masalah yang ditemukan itu akan menghilangkan masalah. Adapun yang menjadi evaluasi adalah upaya perbaikan proses untuk mendukung manajemen aktivitas yang diusulkan.
4.11. Kesimpulan dan Saran
Tahap terakhir yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan yang berisi butir-butir penting dalam penelitian ini. Kesimpulan merupakan perumusan dari tahap analisis sebelumnya. Saran-saran yang diberikan berguna untuk perbaikan hasil penelitian selanjutnya dan pemberian saran kepada pihak perusahaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.
(58)
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di UKM Melati Indah dengan melakukan pengamatan langsung di bagian produksi perusahaan tersebut dengan melakukan pengamatan aktivitas produksi dan waktu pengerjaan produk dengan menggunakan stopwatch untuk mengetahui kebutuhan waktu kerja. Untuk pengumpulan data sekunder dilakukan dengan telaah dokumen terhadap data-data biaya produksi pembuatan sulam bayangan.
5.1.1. Waktu Produksi
Waktu produksi yang diamati adalah waktu siklus penyelesaian produk pada stasiun kerja. Data waktu produksi diperoleh dengan melakukan pengukuran waktu kerja. Pengukuran waktu kerja dilakukan dengan menggunakan stopwatch. Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebelum pengukuran waktu dilaksanakan yaitu:
1. Penetapan tujuan pengukuran
Tujuan dari pengukuran ini dilakukan untuk mendapatkan waktu baku masing-masing pekerjaan dimulai dari stasiun kerja pakaian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan ketelitian 5% dan tingkat kepercayaan 95%.
2. Penelitian pendahuluan untuk mengetahui kondisi kerja Adapun kondisi kerja pada stasiun kerja adalah:
(59)
a. Lingkungan mempunyai temperatur yang normal b. Mempunyai sirkulasi udara yang lancar
c. Mempunyai pencahayaan yang baik
d. Pekerja memiliki ruang gerak yang leluasa dalam melakukan pekerjaannya 3. Memilih Operator
Operator yang dipilih pada penelitian ini adalah operator yang dapat diajak bekerja sama yaitu pada saat dilakukan pengukuran, operator mengerjakan pekerjaannya dengan wajar.
4. Menguraikan Elemen Pekerjaan a. Pemotongan
- Pemotongan kain atasan : pengukuran waktu dimulai dari kain diukur dengan meteran sampai kain tersebut selesai dipotong
- Pemotongan kain bawahan : pengukuran waktu dimulai dari kain diukur dengan meteran sampai kain tersebut selesai dipotong
- Pemotongan kain motif : pengukuran waktu dimulai dari kain diukur dengan meteran sampai kain tersebut selesai dipotong
b. Pemindahan motif
- Pembuatan motif : pengukuran waktu dimulai dari peletakan kertas karbon, kertas pola hingga pola selesai dipindahkan pada kain motif
- Penjahitan motif awal : pengukuran waktu dimulai dari pengambilan kain motif sampai kain motif selesai terjahit pada kain atasan
(60)
c. Penyulaman
- Penyulaman motif : pengukuran waktu dimulai dari pemotongan kain motif sesuai dengan pola, kemudian dijahit dengan menggunakan teknik tertentu sampai 1 komponen pola selesai dijahit.
Untuk motif S : terdiri atas 1 komponen pola Untuk motif M : terdiri atas 2 komponen pola Untuk motif L : terdiri atas 3 komponen pola d. Finishing
- Pencucian : pengukuran waktu dimulai dari kain hasil sulaman, sabun dan air dimasukan sampai selesai dicuci.
- Pemasangan label merk : pengukuran waktu dimulai dari label merk diambil sampai selesai dijahit
- Penyetrikaan :pengukuran waktu dimulai dari meletakan kain sulaman diatas meja sampai kain selesai disetrika
- Packing : pengukuran waktu dimulai dari pengambilan kain sulaman, label harga dan size dan memasukannya ke dalam plastik.
Setelah pengamatan pendahuluan dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengukuran waktu. Pengukuran waktu kerja pendahuluan yang dilakukan adalah sebanyak 10 kali pengukuran dengan satuan jam.
5.1.2. Data Permintaan Sulam Bayangan Jenis Pakaian Wanita
Data permintaan sulaman pakaian wanita diperlukan untuk dasar mengalokasikan pengggunaan biaya produksi yang langsung dibebankan kepada
(61)
produk, dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data permintaan selama tahun 2014, hal ini dikarenakan data yang belum dilaporkan belum dapat dipublikasikan. Data permintaan sulaman pakaian wanita ini dapat dilihat dalam Tabel 5.1. dibawah ini.
Tabel. 5.1. Data Permintaan Sulam Jenis Pakaian Wanita Tahun 2014
Bulan Permintaan
S M L
Januari 25 25 10
Februari 25 25 10
Maret 25 25 10
April - 35 -
Mei 20 35 -
Juni 25 25 10
Juli - 50 -
Agustus - 20 -
September 30 30 -
Oktober - 30 -
Nopember 15 35 10
Desember 15 35 10
Jumlah 180 370 60
5.1.3. Data Biaya Produksi
Data biaya produksi sulaman jenis pakaian wanita dilakukan untuk melihat jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi sulaman jenis pakaian wanita selama tahun 2014 sebagai berikut :
Tabel 5.2. Data Biaya Produksi Sulaman Bayangan Tahun 2014
Keterangan Jumlah
Biaya Bahan 108.695.000
Biaya Tenaga Kerja Langsung 64.305.500
Biaya Listrik 1.200.000
(62)
1. Biaya Bahan
Dalam memproduksi sulaman jenis pakaian wanita bahan baku utama yang digunakan adalah kain, namun selain kain terdapat juga bahan yang melekat langsung ke produk sulaman jenis pakaian wanita. Adapun data biaya bahan diperoleh dari pemakaian bahan per unit produk kemudian dikalikan dengan jumlah permintaan sulaman jenis pakaian wanita yang diproduksi adapun data biaya bahan dapat dilihat dalam Tabel 5.3. sebagai berikut.
Tabel 5.3. Data Pemakaian Bahan Baku Per Unit Produk
Bahan Satuan Pemakaian Tiap Pakaian
S M L
Kain atasan m2 1,10 x 1,5 1,10 x 1,5 1,10 x 1,5
Kain bawahan m2 1,2x 1,5 1,2x 1,5 1,2x 1,5
Kain motif m2 0,5 x 0,2 (0,5 x 0,2) x 2 (0,5 x 0,2)x 3
Benang Unit 2 4 6
Lebel merk Unit 1 1 1
Label harga dan size Unit 1 1 1
Plastik Unit 1 1 1
Contoh Perhitungan pemakaian bahan baku untuk kain atasan produk pakaian wanita motif S selama tahun 2014 sebagai berikut :
Kebutuhan per unit produk = 1,10 x 1,5 m Harga satuan kain atasan (1x1,5 m) = Rp. 70.000 Jumlah Pesanan tahun 2014 = 180 Unit
Total bahan = kebutuhan perunit produk x jumlah pesanan = 1,1 x 180 = 198 m2
Biaya bahan baku 2014 = total bahan x harga satuan bahan baku = 198 x Rp. 70.000 = Rp. 13.860.000
(63)
Tabel 5.4. Rekapitulasi Biaya Pemakaian Bahan Baku Tahun 2014
Bahan Satuan Biaya Bahan Baku
S M L
Kain atasan Rp 13.860.000 28.490.000 4.620.000 Kain bawahan Rp 16.200.000 33.300.000 5.400.000
Kain motif Rp 891.000 3.663.000 891.000
Benang Rp 126.000 518.000 126.000
Lebel merk Rp 45.000 92.500 15.000
Label harga dan size Rp 90.000 185.000 30.000
Plastik Rp 45.000 92.500 15.000
Jumlah 31.257.000 66.341.000 11.097.000
2. Biaya Overhead Pabrik
Biaya Overhead pabrik adalah biaya yang dikeluarkan untuk menunjang proses produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead meliputi:
a. Biaya tenaga kerja tidak langsung
Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang tidak berperan langsung terhadap proses produksi, biaya TKTL. Adapun total biaya tenaga kerja tidak langsung untuk tahun 2014 adalah Rp. 19.200.000,-
b. Biaya Listrik
Biaya listrik merupakan biaya untuk listrik yang digunakan untuk menjalankan mesin selama proses produksi. Biaya listrik yang dikeluarkan oleh perusahaan selama tahun 2014 yaitu sebesar Rp. 1.500.000 ,- dimana ditelusuri dari tiap-tiap biaya per bagian berdasarkan kwh.
(64)
c. Biaya Operasional Kantor
Biaya tersebut dikeluarkan perusahaan untuk gaji karyawan yang tidak berhubungan langsung dengan produksi, kebersihan ,biaya listrik kantor, dan biaya tidak terduga lainnya selama tahun 2014 sebesar Rp. 8.400.000,-
3. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja langsung berhubungan dengan proses produksi pembuatan sulaman jenis pakaian wanita. Biaya tenaga kerja langsung disini terdiri dari biaya bagian produksi.
a. Pakaian wanita motif ukuran kecil (S) sebesar Rp. 11.529.000 b. Pakaian wanita motif ukuran sedang (M) sebesar Rp. 42.753.500 c. Pakaian wanita motif ukuran besar (L) sebesar Rp. 10.023.000
5.2. Pengolahan Data
5.2.1. Analisis Proses Bisnis
Analisis Proses Bisnis bertujuan untuk memetakan berbagai aktivitas yang digunakan oleh UKM Melati Indah untuk menghasilkan produk dan sekaligus menyediakan informasi penting yang berkaitan dengan resource driver, activity driver, value and non value added activity. Selain itu analisis proses bisnis juga ditujukan untuk mencari berbagai kesempatan untuk improvement terhadap proses yang digunakan oleh perusahaan dalam menghasilkan value bagi konsumen.
Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis proses bisnis adalah sebagai berikut:
(65)
1. Identifikasi Proses Bisnis
Identifikasi proses bisnis dilakukan untuk mengidentifikasi seluruh proses yang ada didalam bisnis perusahaan, begitu kompleksnya bisnis yang dilaksanakan diperusahaan menyebabkan perlu melakukan pemilahan terhadap proses bisnis yang menjadi keunggulan Manajemen UKM Melati Indah, alat analisis yang digunakan adalah diagram value chain yang diperkenalkan oleh Michel Porters, dari diagram tersebut terlihat dimana inti dari proses bisnis yang dilakukan oleh UKM Melati Indah, adapun diagram value chain untuk identifikasi proses bisnis yang paling dominan menentukan nilai untuk konsumen dapat dilihat pada gambar 5.1. dibawah ini.
Toko Pembelian Bahan Baku
- Pembelian Mesin dan Peralatan - Pemeriksaan - Manajemen Umum
- Humas - Perekrutan -Pelatihan Kerja
Galeri Seni di Perum. Jalan Utama Blok H No. 6 Parak Laweh dan Toko
Silungkang
SALES AND MARKETING 1. Pemasaran dan Penjualan a. Pembuatan Desain b. Promosi c. Penetapan harga d. Mendapatkan pelanggan OUTBOUND LOGISTIK 1. Pendistribusian produk ke Agen/ Konsumen 2. Operasi kendaraan pengirim OPERATION
1. Pemotongan Bahan 2. Pembuatan Motif 3. Penyulaman 4. Finishing a. Pencucian b. Penyetrikaan c. Pemasangan Label Merk d. Pengepakan 5. Pengendalian Kualitas INBOUND LOGISTIK 1. Penanganan Bahan Baku a. Penyimpanan material b. Pengendalian Persediaan MARGIN MARGIN SUPPORT ACTIVITIES PRIMARY ACTIVITIES
Gambar 5.1. Value Chain Indentifikasi Bisnis
2. Identifikasi Subproses
Dari langkah diatas, diperoleh bahwa aktivitas paling banyak terjadi pada bagian produksi, dimana tujuan perusahaan adalah memproduksi sulam bayangan
(66)
dengan low cost production. Sehingga yang menjadi pembahasan selanjutnya adalah bagian produksi, lalu diidentifikasi subproses yang ada pada bagian produksi UKM Melati Indah, dapat dilihat dalam Tabel 5.5 dibawah ini.
Tabel 5.5. Subproses Bagian Produksi UKM Melati Indah
No Proses Bisnis Sub Proses
1 Produksi 1. Proses Pergudangan Kain 2. Proses Pemotongan Kain 3. Proses Pembuatan Motif 4. Proses Penyulaman 5. Finishing
6. Packing
3. Identifikasi Aktivitas
Setelah sub proses diindetifikasi, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi aktivitas dari masing-masing subproses tersebut, sebelum mengidentifikasi aktivitas, perlu pemahaman mengenai definisi aktivitas yang terlalu luas sehingga akan menyulitkan pada saat melakukan improvement, identifikasi aktivitas dimulai dari pengamatan diagram aliran produksi sulam bayangan yang terlampir pada lampiran, kemudian dengan menggunakan teknik wawancara untuk mengetahui aktivitas pada bagian-bagian pendukung seperti penggudangan bahan baku, produk jadi. Rekapitulasi aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh bagian produksi UKM Melati Indah dapat dilihat dalam Tabel 5.6
Tabel 5.6. Aktivitas Bagian Produksi UKM Melati Indah
Sub Bagian Aktivitas
Gudang bahan baku
1. Mengeluarkan kain
2. Mengeluarkan benang dan bahan baku lainnya 3. Membuat laporan pengeluaran kain dan bahan baku lainnya
(67)
Tabel 5.6. Aktivitas Bagian Produksi UKM Melati Indah (Lanjutan)
Sub Bagian Aktivitas
Pemotongan
Pemotongan kain untuk atasan
1. Pengukuran bahan kain sesuai ukuran 2. Pemotongan berdasarkan ukuran
Pemotongan kain untuk bawahan
1. Pengukuran bahan kain sesuai ukuran 2. Pemotongan berdasarkan ukuran
Pemotongan kain untuk motif
1. Pengukuran bahan kain sesuai ukuran motif 2. Pemotongan berdasarkan ukuran motif
Pembuatan motif
1. Pemindahan motif dari kertas pola ke kain motif 2. Penjahitan awal kain Motif
3. Pemeriksaan I (motif)
Penyulaman
Penyulaman kain sesuai motif
1. Pemotongan kain motif sesuai pola 2. Penjahitan kain sesuai motif
Aktivitas Pendukung
1. Pemeriksaan II (Sulaman dan potong benang) 2. Membawa hasil sulaman ke pencucian
Finishing
Pencucian
1. Melakukan proses pencucian 2. Pengeringan
3. Pemeriksaan III (hasil cucian dan sulaman) 4. Pemasangan label merk
5. Membawa sulaman kebagian penyetrikaan
Penyetrikaan
1. Penggosokan
2. Pemeriksaan IV ( produk secara keseluruhan)
Packing
1. Memasukan label harga dan size kedalam plastik 2. Memasukan kain bawahan kedalam plastik 3. Memasukan hasil sulaman kedalam plastik 4. Identifikasi Informasi dari Aktivitas
Setelah seluruh aktivitas pada bagian produksi UKM Melati Indah dijabarkan, maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasikan beberapa informasi yang berkaitan dengan aktivitas yaitu Sumber daya yang dikonsumsi,
(68)
adalah keseluruhan employee resource (sumber daya manusia) dan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi sulam bayangan.
1. Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Waktu Siklus
Uji keseragaman data dilakukan untuk mendeteksi apakah data yang diambil sudah seragam atau tidak. Data dikatakan seragam apabila data berada pada batas control atas (BKA) dan batas control bawah (BKB). Apabila data berada di luar batas maka data dinyatakan tidak seragam. Perhitungan uji keseragaman data untuk sulam bayangan jenis pakaian wanita dengan motif ukuran S, M, dan L adalah sebagai berikut:
a. Menentukan nilai rata-rata dan standar deviasi 0058 , 0 10 0580 , 0
1 = =
=
∑
= k x X n i i 0004 , 0 1 10 ) 0058 , 0 0061 , 0 ( ... ) 0058 , 0 0055 , 0 ( 1 = − − + + − = − − = N X X s ib. Menentukan nilai batas control atas (BKA) dan batas control bawah (BKB). Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95%, maka nilai k=2.
BKA = X + k.s =0,0058+(2x0,0004)= 0,0066 BKB = X − k.s=0,0058−(2x0,0004) =0,0050
Setelah dihitung batas atas (BKA) dan batas bawah (BKB) kemudian hasil perhitungan tersebut dipetakan dalam peta control dengan objek yang diamati adalah data pemotonngan kain atasan pada sulam bayangan jenis pakaian ukuran motif S. Pemetaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.2.
(69)
Gambar 5.2. Control Chart Pemotongan Kain Atasan
Dari hasil pemetaan terlihat bahwa data pengukuran proses pemotongan kain atasan pada sulam bayangan jenis pakaian ukuran motif S berada di batas control sehingga seluruh data dinyatakan seragam. Perhitungan yang sama dilakukan pada jenis pakaian ukuran motif M dan ukuran motif L.
Setelah dilakukan pengujian keseragaman data, kemudian dilakukan pengujian kecukupan data. uji kecukupan data ini dilakukan untuk melihat apakah jumlah data yang diambil pada satu pengamatan mencukupi untuk dilakukan perhitungan. Pada penelitian ini digunakan tingkat ketelitian 5% dan tingkat kepercayaan 95% . Untuk menghitung kecukupan data dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
2 1 1 1 2 ) ( 2 ' ∑ = ∑ = − ∑= = n i i x n i n i i x i x N s z N
Dimana : N = Jumlah Data
Tingkat Keyakinan 95% maka Z = 2 0,0000 0,0010 0,0020 0,0030 0,0040 0,0050 0,0060 0,0070
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Control Chart Pemotongan Kain Atasan
Waktu Siklus BKA
(70)
S = Tingkat Ketelitian 5%
Perhitungan uji kecukupan data untuk produk sulam bayangan jenis pakaian wanita pada stasiun pemotongan kain atasan yaitu:
2806 , 4 ' 2 058 , 0 ) 003364 , 0 ( ) 000337 , 0 10 ( 05 , 0 / 2 2 1 1 1 2 ) ( 2 ' = = − = ∑ = ∑ = − ∑= = N x n i i x n i n i i x i x N s z N
Karena N’<N, maka data yang dikumpulkan dinyatakan cukup
3. Penentuan Rating Factor dan Allowance
Rating factor digunakan untuk memperoleh nilai waktu normal. Sedangkan allowance untuk memperoleh nilai waktu standar. Penentuan nilai rating factor dan allowance dilakukan secara subjektif dengan menggunakan metode westinghouse. Besarnya nilai rating factor dan allowance untuk tiap stasiun kerja dapat dilihat pada Lampiran.
4. Perhitungan Waktu Normal
Sebagai contoh perhitungan waktu normal untuk stasiun kerja pemotongan kain atasan pada sulam bayangan jenis pakaian wanita motif S adalah:
Wn = Ws x p dimana : Wn = waktu normal
Ws = waktu siklus
(71)
sehingga, Wn = Ws x p
Wn = 0,0058 x (1+0) = 0,0058 jam
Perhitungan waktu normal dilakukan untuk setiap stasiun kerja sulam bayangan jenis pakaian wanita ukuran S, Ukuran M dan Ukuran L.
5. Waktu Baku
Waktu baku atau waktu standar merupakan waktu yang dibutuhkan operator untuk bekerja secara normal dengan memperhitungkan besarnya kelonggaran yang diberikan kepada operator tersebut. Sebagai contoh perhitungan waktu baku untuk stasiun kerja pemotongan kain atasan sulam bayangan jenis pakaian wanita motif S adalah:
Wb = Wn x (1 + Allowance) dimana :
Wn = waktu normal Wb = waktu baku sehingga,
Wb = Wn x (1 + Allowance) Wb = 0,0058 x (1 + 0,095) = 0,0077
Perhitungan waktu baku dilakukan untuk setiap stasiun kerja sulam bayangan jenis pakaian wanita ukuran S, Ukuran M dan Ukuran L.
Tabel 5.7. Pengidentifikasian Informasi Aktivitas Bagian Produksi UKM Melati Indah
(72)
Sub Bagian Aktivitas Jumlah
Gudang bahan baku
1. Mengeluarkan kain 1
2. Mengeluarkan benang dan bahan baku lainnya 1 3. Membuat laporan pengeluaran kain dan bahan baku
lainnya 1
Pemotongan
Pemotongan kain untuk atasan
1. Pengukuran bahan kain sesuai ukuran 1
2. pemotongan berdasarkan ukuran 1
Pemotongan kain untuk bawahan
1. Pengukuran bahan kain sesuai ukuran 1
2. pemotongan berdasarkan ukuran 1
Pemotongan kain untuk motif
1. Pengukuran bahan kain sesuai ukuran motif 1 2. pemotongan berdasarkan ukuran motif 1 Pembuatan
Motif
1. Pemindahan Motif dari kertas pola ke kain motif 1
2. Penjahitan awal kain Motif 1
3. Pemeriksaan I (motif) 1
Penyulaman
Penyulaman kain sesuai motif
1. Pemotongan kain motif sesuai pola 15
2. Penjahitan kain sesuai motif 15
Aktivitas Pendukung
1. Pemeriksaan II ( QC Sulaman dan potong benang) 1 2. Membawa hasil sulaman ke pencucian 1
Finishing
Pencucian
1. Melakukan proses pencucian 1
2. Pengeringan 1
3. Pemeriksaan III (QC hasil cucian dan sulaman) 1
4. Pemasangan label merk 1
5. membawa sulaman kebagian penyetrikaan 1
Penyetrikaan
1. penggosokan 1
2. Pemeriksaan IV (QC produk secara keseluruhan) 1 Packing
1. Memasukan label harga dan size kedalam plastik 1 2. Memasukan kain bawahan kedalam plastik 1 3. Memasukan hasil sulaman kedalam plastik 1
5.2.2. Process Value Analysis
Pada tahap ini, berbagai aktivitas yang membentuk subproses dan proses ditentukan nilainya dipandang dari sudut customer. Menurut Hansen dan Mowen
(73)
terdapat kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu aktivitas menambah nilai atau tidak, yaitu:
1. Value-added activity adalah
a. Aktivitas yang menyebabkan perubahan keadaan, dan
b. Perubahan keadaan tidak dapat dicapai melalui aktivitas sebelumnya, dan c. Aktivitas tersebut memungkinkan aktivitas lain dapat dilaksanakan
d. Aktivitas bernilai tambah ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu real-value added activities yaitu aktivitas yang menambah nilai bagi costumer dalam arti melekat pada atribut produk, dan business value added activities yaitu aktivitas yang menambah nilai bagi internal perusahaan namun tidak secara langsung melekat dengan produk.
2. Non-value added activity adalah
a. aktivitas yang tidak menyebabkan perubahan, karena Perubahan keadaan tersebut dapat dicapai melalui aktivitas sebelumnya
b. Aktivitas tersebut memungkinkan aktivitas lain dapat dilaksanakan.
Penggolongan aktivitas-aktivitas pada UKM Melati Indah berdasarkan Menambah nilai atau tidak menambah nilai bagi perusahaan dan konsumen sebagai berikut :
a. Mengeluarkan Kain dari Gudang kain
Aktivitas ini tergolong dalam real value added activity, aktivitas ini adalah aktivitas yang sangat penting bagi perusahaan, begitu banyak jenis kain dan warna serta tekstur sehingga aktivitas ini sangat penting untuk menentukan benar atau tidaknya kain yang dimaksud untuk diproduksi sudah tepat atau tidak.
(1)
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB HALAMAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1
7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2 DAFTAR PUSTAKA
(2)
1.1. Data Jumlah Produk Rework Selama Tahun 2014 ... I-2 2.1. Perincian Tenaga Kerja UKM Melati Indah ... II-5 3.1. Rating Performance Menurut Cara Shumard ... III-18 3.2. Westinghouse Factor ... III-19 3.3. Penentuan Nilai Severity ... III-28 3.4. Occurrence dalam FMEA Process ... III-30 3.5. Detection dalam FMEA Process ... III-30 5.1. Data Pengukuran untuk Pakaian dengan Motif Kecil (S) ... V-4 5.2. Data Pengukuran untuk Pakaian dengan Motif Sedang (M) ... V-5 5.3. Data Pengukuran untuk Pakaian dengan Motif Besar (L) ... V-6 5.4. Data Permintaan Sulam Jenis Pakaian Wanita Tahun 2014 ... V-7 5.5. Data Biaya Produksi Sulaman Bayangan Tahun 2014 ... V-8 5.6. Data Pemakaian Bahan Baku Per Unit Produk ... V-8 5.7. Rekapitulasi Pemakaian Bahan Baku Tahun 2014 ... V-9 5.8. Rekapitulasi Biaya Pemakaian Bahan Baku Tahun 2014 ... V-9 5.9. Data Upah Setiap Aktivitas Produksi ... V-11 5.10. Subproses Bagian Produksi UKM Melati Indah ... V-13 5.11. Aktivitas Bagian Produksi UKM Melati Indah ... V-14 5.12. Uji Keseragaman Data Sulam Bayangan Jenis Pakaian
(3)
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
TABEL HALAMAN 5.13. Uji Keseragaman Data Sulam Bayangan Jenis Pakaian
Ukuran Motif M ... V-18 5.14. Uji Keseragaman Data Sulam Bayangan Jenis Pakaian
Ukuran Motif L ... V-18 5.15. Uji Kecukupan Data Sulam Bayangan Jenis Pakaian
Ukuran Motif S ... V-20 5.16. Uji Kecukupan Data Sulam Bayangan Jenis Pakaian
Ukuran Motif M ... V-21 5.17. Uji Kecukupan Data Sulam Bayangan Jenis Pakaian
Ukuran Motif L ... V-22 5.18. Rekapitulasi Waktu Siklus ... V-23 5.19. Waktu Normal Pada Stasiun Kerja ... V-26 5.20. Waktu Baku Pada Stasiun Kerja ... V-29 5.21. Pengidentifikasian Informasi Aktivitas Bagian Produksi
UKM Melati Indah ... V-31 5.22. Penggolongan Aktivitas Pada UKM Melati Indah ... V-38 5.23. Pengujian Aktivitas Pemeriksaan pada UKM Melati Indah ... V-40 5.24. Kecacatan Produk Selama Tahun 2014 ... V-42 5.25. Persentase Kegagalan Proses Produksi ... V-43 5.26. Persentase Kegagalan Kumulatif Proses Produksi ... V-44
(4)
5.27. Why-Why Kain (Bahan Baku) Susut ... V-47 5.28. Why-Why Jahitan Putus ... V-49 5.29. Why-Why Jahitan Lepas ... V-52 5.30. Hasil Kuisioner FMEA ... V-55 5.31. Hasil Analisis FMEA ... V-57 5.32. Biaya Aktivitas dan Pemicu Biaya pada UKM Melati Indah ... V-59 5.33. Pembebanan Biaya Tenaga Kerja Tidak langsung Ke aktivitas .... V-60 5.34. Pembebanan Biaya Pemeliharaan Mesin dan Peralatan ... V-61 5.35. Pembebanan Biaya Pemamfaatan Air Ke aktivitas ... V-61 5.36. Pembebanan Biaya Listrik Ke Tiap Aktivitas ... V-62 5.37. Pembebanan Biaya Pengepakan Ke Tiap Aktivitas ... V-63 5.38. Pembebanan Biaya Operasional Kantor Ke Aktivitas ... V-63 5.39. SOP Pemeriksaan I (Motif) ... V-64 5.40. SOP Pemindahan Motif dari Kertas Ke Kain Motif ... V-65 5.41. SOP Pemeriksaan Penjahitan Awal ... V-65 5.42. SOP Pemeriksaan II (Hasil Sulaman dan Potong Benang) ... V-66 5.43. SOP Pemeriksaan III (Hasil Cucian dan Sulaman) ... V-66 5.44. Laporan Penggunaan Waktu Setelah Analisis Aktivitas ... V-68 5.45. Laporan Biaya Sistem Tradisional Produksi Tahun 2014 ... V-69 5.46. Pengurangan Biaya Setelah Process Improvement ... V-70
(5)
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
TABEL HALAMAN 5.47. Rekapitulasi Pengurangan Biaya Setelah Process Improvement ... V-70 5.48. Laporan Biaya Sistem Activity Based Management ... V-70 5.49. Rekapitulasi Kinerja Keuangan dan Non Keuangan ... V-71 6.1. Pengurangan Biaya Akibat Analisis Aktivitas dan Process
Process Improvement ... VI-4 6.2. Perbandingan Sistem Tradisional dengan ABM ... VI-4 6.3. Upah Per Unit Sulam Bayangan ... VI-7 6.4. Rekapitulasi Waktu Baku Produksi Sulam Bayangan ... VI-7 6.5. Upah Standar UKM Melati Indah ... VI-9 6.6. Perbandingan Upah Sebelum dan Sesudah Penerapan Merit pay . VI-9
(6)
3.1. Contoh Penggunaan Cause and Effect Diagram ... III-25 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3 4.2. Metodologi Penelitian ... IV-4 5.1. Value Chain Indentifikasi Bisnis ... V-13 5.2. Control Chart Pemotongan Kain Atasan ... V-16 5.3. Histogram Jenis Kecacatan dan Kegagalan Proses Produksi ... V-44 5.4. Diagram Pareto Jenis Kecacatan dan Kegagalan Proses
Produksi ... V-45 5.5. Cause and Effect Diagram Kain (Bahan Baku) Susut ... V-49 5.6. Cause and Effect Diagram Jahitan Putus ... V-51 5.7. Cause and Effect Diagram Jahitan Lepas ... V-53