Process Improvement Analisis Aktivitas Pemeriksaan I dan II

V-107 stasiun ke stasiun lainya berbeda sesuai dengan permintaan model dari konsumen ukuran motif S, M, L.

5.2.3. Process Improvement

Pada tahap ini dilakukan suatu usaha perbaikan terhadap aktivitas pada setiap sub proses dalam memproduksi sulam bayangan. Analisis dilakukan pada aktivitas tidak bernilai tambah yang diindikasi sebagai pemborosan aktivitas pada perusahaan, setelah mengetahui tujuan aktivitas tersebut dilaksanakan oleh perusahaan, tahap selanjutnya adalah mencari permasalahan yang dapat diselesaikan. Tabel 5.9. Pengujian Aktivitas Pemeriksaan pada UKM Melati Indah No Aktivitas Deskripsi Keterangan 1 Pemeriksaan I motif Kain dasar dan kain motif menjadi tergabung Proses penyulaman tetap dapat dilaksanakan dengan tidak dilaksanakannya aktivitas tersebut Non value added activity Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan visual Kecacatan produk masih dominan terjadi akibat penyulaman 2 Pemeriksaan II QC Sulaman dan potong benang Motif sulaman telah terbentuk Proses pencucian tetap dapat dilaksanakan dengan tidak dilaksanakannya aktivitas tersebut Non value added activity Pemotongan benang yang sisa sulaman Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan visual Kecacatan produk masih dominan terjadi akibat proses pencucian Tabel 5.9. Pengujian Aktivitas Pemeriksaan pada UKM Melati Indah No Aktivitas Deskripsi Keterangan 3 Pemeriksaan III QC hasil cucian dan sulaman Hasil sulaman menjadi lebih bersih dan terbebas dari benang sisa sulaman Aktivitas ini dilakukan untuk mengelompokan produk kedalam kesalahannya Value added activity Menghasilkan produk yang tidak dapat dijual 4 Pemeriksaan IV QC produk secara Tampilan sulam sulaman menjadi lebih baik Aktivitas ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing V-108 keseluruhan Untuk menambah persepsi konsumen terhadap kualitas produk usaha Value added activity Dari tabel 5.9. dapat dilihat bahwa aktivitas pemeriksaan I dan II diindikasi merupakan aktivitas yang tidak bernilai tambah. Hal ini menjadi fokus pembahasan karena perusahaan mempunyai alasan mengapa aktivitas tersebut dilaksanakan.

5.2.4. Analisis Aktivitas Pemeriksaan I dan II

Salah satu bagian dari pendesaianan activity based management adalah perbaikan proses, perbaikan proses dapat dilakukan dengan melaksanakan manajemen aktivitas, namum masalah tidak akan dapat terselesaikan tanpa mengetahui dan menganalisis kenapa aktivitas tersebut dilaksanakan. UKM Melati Indah melaksanakan proses pemeriksaan sebanyak 4 tahap, tujuannya adalah agar menjamin kualitas produk kepada konsumen, namun keadaan yang sebenarnya adalah tingkat kecacatan tinggi selama tahun 2014. Walaupun dengan menganalisis aktivitas pengurangan biaya dapat terjadi, tetapi tidak dengan pemecahan masalah, masalah kecacatan produk masih tetap ada. Oleh karena itu, perlu pengidentifikasian apa penyebab terjadinya produk cacat dibagian produksi UKM Melati Indah. Data jumlah kecacatan produk pada tahun 2014 untuk sulam bayangan jenis pakaian wanita ukuran motif kecil, menengah dan besar, digunakan untuk alat identifikasi jenis kegagalan sebagai berikut. 1. Data Jumlah Produksi UKM Melati Indah memproduksi sulam bayangan jenis pakaian wanita ukuran motif kecil, menengah dan besar berdasarkan pesanan dari pelanggan. V-109 Volume produksi produk sulam bayangan jenis pakaian wanita rata-rata memproduksi 20 hingga 60 unit tiap bulannya. 2. Data Kecacatan Produk Produk yang harus mengalami rework cukup tinggi dengan persentase produk cacat berkisar 6-10 berkisar 5-8 produk harus mengalami rework yang mengakibatkan kehilangan waktu produksi sebesar 2,18 jam karena harus melaksanakan aktivitas tersebut. 3. Identifikasi Jenis Kegagalan Data yang diperoleh dari bagian quality control UKM Melati Indah selama tahun 2014 untuk produk sulam bayangan jenis pakaian wanita ukuran motif kecil, menengah dan besar menunjukkan bahwa terdapat 2 kategori kegagalan, sebagai berikut: a. Sulaman hasil sulaman dari setiap bagian sulam bayangan jenis pakaian wanita X1, dibagi manjadi 3 jenis kegagalan sebagai berikut : i. Jahitan putus. Tidak diperbolehkan. ii. Jahitan lepas . Tidak ada toleransi dan harus diperbaiki. iii. Jahitan melangkah. Tidak diperbolehkan. b. Kain Rusak bahan baku mengalami susut lebih dari 1 mm sehingga menyebabkan ada lobang pada produk akhir X2, dilihat adanya kerut pada motif maupun kain dasar. Tidak diperbolehkan melebihi 1 mm. 4. Histogram Histogram adalah tipe grafik batang dimana sejumlah data dikelompokkan ke dalam beberapa kelas dengan interval tertentu. Dari rekapitulasi jenis dan V-110 jumlah kegagalan proses produksi di Tabel 5.25 dapat ditabulasikan ke dalam bentuk histogram. Histogram jenis dan frekuensi kegagalan proses produksi dapat dilihat pada Gambar 5.3. Tabel 5.10. Persentase Kegagalan Proses Produksi No Jenis Kecacatan Total Persentase 1 jahitan putus 25 34,72 2 jahitan lepas 18 25 3 jahitan melangkah 10 13,89 4 kain susut 19 26,39 Total 72 72 Gambar 5.3. Histogram Jenis Kecacatan dan Kegagalan Proses Produksi Pada Gambar 5.3 histogram menunjukkan sebaran frekuensi kegagalan pada proses produksi. Data menyebar di 4 jenis kegagalan, di mana jenis kegagalan yang memiliki frekuensi terbesar berada pada jenis kegagalan jahitan putus dengan frekuensi sebesar 24. Selanjutnya diikuti dengan jenis kain susut dengan frekuensi sebesar 29. 5. Pareto Diagram Hal pertama yang dilakukan adalah mengurutkan jenis kegagalan berdasarkan dari jumlah kesalahan terbesar hingga yang terkecil. Setelah itu 25 18 10 19 5 10 15 20 25 30 Jahitan Putus Jahitan Lepas Jahitan Melangkah Kain Susut Ju m lah Histogram Frekuensi Kecacatan V-111 dihitung persentase kesalahan dan kumulatif dari masing-masing kegagalan dan diberikan pada Tabel 5.11. Tabel 5.11. Persentase Kegagalan Kumulatif Proses Produksi jenis kecacatan Jumlah Kecacatan Persen Persentase Kumulatif Jahitan Putus 25 26,39 26,39 Kain Susut 19 34,72 61,11 Jahitan Lepas 18 25 86,11 Jahitan Melangkah 10 13,89 100 Dalam penelitian ini, dengan menggunakan aturan pareto 80 - 20 Dale H. Besterfield terdapat 3 jenis kegagalan yang memenuhi kumulatif 80 , oleh karena itu keempat kegagalan tersebut akan dibahas dengan menggunakan fishbone diagram. Ketiga jenis kegagalan tersebut adalah: a. Kain susut b. Jahitan putus c. Jahitan lepas Gambar 5.4. Diagram Pareto Jenis Kecacatan dan Kegagalan Proses Produksi 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 10 20 30 40 50 60 70 Jahitan Putus Kain Susut Jahitan Lepas Jahitan Melangkah P ercen t F rek u en si Diagram Pareto V-112 6. Cause and Effect Diagram Penyebab Kegagalan Proses Produksi Menganalisis hal-hal yang menyebabkan kegagalan tersebut terjadi, maka akan digunakan cause and effect diagram atau diagram sebab akibat. Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab sebab dan karakteristik kualitas akibat yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Dalam penyusunannya, dilakukan teknik sumbang saran brainstorming dengan melibatkan seluruh pekerja di bagian proses produksi. Brainstorming dimaksudkan agar pendapat serta gagasan dapat dikumpulkan mencari penyebab masalah yang mungkin terjadi dalam proses penjahitan. Dari kegiatan tersebut, diperoleh beberapa kategori faktor utama penyebab cacat, dan dibuat tabel Why- Why . Dari tabel Why-Why, dikelompokkan ke dalam faktor manusia, mesin, metode, material dan lingkungan kerja kemudian dianalisis untuk dibuat cause effect diagram . Tabel Why-Why akan mengarahkan untuk sampai pada akar penyebab masalah, sehingga tindakan korektif yang sesuai pada akar penyebab masalah yang ditemukan itu akan menghilangkan masalah. a. Cause and Effect Diagram Kain Bahan Baku Susut Setelah Pencucian Langkah-langkah pembuatan Cause and Effect Diagram penyebab kegagalan kain susut yang ditemukan dalam proses produksi sebagai berikut: i. Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan mendesak untuk diselesaikan. V-113 ii. Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan akibat effect. Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas kepala ikan, kemudian gambarkan tulang belakang dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak. iii. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama sebab-akibat yang mempengaruhi masalah kualitas sebagai tulang besar, juga ditempatkan dalam kotak. Faktor- faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor manusia, mesin, peralatan, material, metode kerja, lingkungan kerja. iv. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab- penyebab utama tulang besar, serta penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan sebagai tulang-tulang ukuran sedang. v. Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-penyebab sekunder tulang-tulang berukuran sedang, serta penyebab-penyebab tersier itu dinyatakan sebagai tulang-tulang berukuran kecil. vi. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor- faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik kualitas. Pertanyaan “Why” atau “mengapa” secara terus-menerus dinilai membantu mendapatkan penyebab masalah. Hasilnya kemudian dbentuk dalam bentuk tabel why-why yang dapat dilihat pada Tabel 5.12. Tabel 5.12. Why-Why Kain Bahan Baku Susut Why Why Why Why Why Produk cacat Kain bahan Kualitas kain yang kurang Kain yang digunakan Mendapatkan harga produksi yang lebih V-114 baku susut setelah pencucian baik adalah pembelian dari supplier dengan harga terendah murah Penguji Kualitas Kain tidak ada Kain dikemas dalam bentuk Gulungan Sulit mengetahui mana kain yang susut dan tidak melalui visual Tidak ada pemeriksaan Bagian pemotongan hanya memotong menjadi beberapa bagian tanpa melihat ada bagian yang cacat Tidak ada instruksi dan tata cara dalam proses pemotongan Lingkungan Kerja tidak nyaman Pencahayaan ruangan kerja kurang baik 300 Lux sehingga sulit melihat mana kain yang rusak dengan tidak. Perusahaan tidak menyediakan lampu dengan intensitas pencahaayan yang cukup untuk bagian pemotongan dan penyulaman. Bedasarkan peraturan menteri perburuhan no 7 nilai ambang batas penerangan yang cukup untuk pekerjaan- pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan detail kecil adalah minimum 300 lux Hasil Tabel 5.12, didapatkan akar permasalahan penyebab terjadi kegagalan. Penyebabnya kemudian dikelompokkan ke dalam faktor-faktor penyebab utama sebagai berikut: 1. Bahan baku: a. Kualitas kain kurang baik, kain diperoleh dari perusahaan pembuat kain yang menjual dengan harga paling rendah b. Pengujian Kualitas kain tidak ada, perusahaan tidak menyediakan alat untuk menguji kualitas kain. 2. Metode , Tidak ada pemeriksaan, pekerja pada bagian pemotongan tidak memeriksa bagaimana keadaan fisik permukaan kain, mereka tidak diinstruksikan untuk memeriksa kain. V-115 3. Lingkungan Kerja, Lingkungan kerja tidak nyaman karena pencahayaan ruangan kerja kurang baik dengan intensitas cahaya 300 Lux, sehingga operator sulit membedakan kain yang rusak dengan tidak. Diagram sebab-akibat untuk kegagalan kain bahan baku susut yang dapat dilihat pada Gambar 5.5. Material Kualitas material kurang baik Kain diperoleh dari supplier dengan harga paling rendah Kain Bahan Kusut Lingkungan kerja kurang nyaman Lingkungan Kerja Pencahayaan ruangan kerja kurang baik 300 Lux Metode Kain tidak diperiksa atau disortir dibagian pemotongan dan penyulaman Tidak ada instruksi untuk pemeriksaan Penguji kualitas kain tidak ada Kain dibungkus dalam bentuk gulungan Gambar 5.5. Cause and Effect Diagram Kain Bahan Baku Susut 2. Cause and Effect Diagram Jahitan Putus Dengan mengikuti langkah-langkah pembuatan Cause and Effect Diagram pada bagian sebelumnya, diperoleh faktor-faktor penyebab kegagalan jahitan putus. Hasilnya kemudian dbentuk dalam bentuk tabel why-why yang dapat dilihat pada Tabel 5.13. Tabel 5.13. Why-Why Jahitan Putus Why Why Why Why Why Produk Cacat Jahitan Putus Benang putus Jumlah lapisan benang tidak tepat Pengawasan yang tidak dilakukan secara ketat terhadap proses penyulaman Kualitas benang kurang baik Mendapatkan harga produksi yang lebih murah V-116 Lingkungan Kerja tidak nyaman Pencahayaan ruangan kerja kurang baik dengan intensitas cahaya 300 Lux Perusahaan tidak menyediakan sumber pencahayaan dengan intensitas cahaya yang cukup untuk bagian penyulaman. Bedasarkan peraturan menteri perburuhan no 7 nilai ambang batas penerangan yang cukup untuk pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan detail kecil adalah minimum 300 lux Operator kelelahan Harus memenuhi target produksi perhari Ketelitian mempengaruhi output Operator tidak Serius bekerja Upah yang diberikan tidak sesuai Dasar penentuan upah tidak transparan Hasil Tabel 5.13, didapatkan akar permasalahan penyebab terjadi kegagalan. Penyebabnya kemudian dikelompokkan ke dalam faktor-faktor penyebab utama sebagai berikut: 1. Bahan baku: a. Kualitas benang kurang baik, benang dibeli pada supplier dengan harga paling rendah tanpa melihat kualitas. b. Jumlah lapisan benang kurang tepat, karna kurangnya pengawasan yang ketat pada proses penyulaman. 2. Manusia : a. Operator tidak serius bekerja, dasar pemberian upah kurang transparan. b. Operator kelehan, target peroduksi yang harus diselesaikan tepat waktu sedangkan dalam proses produksi operator membutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi. V-117 3. Lingkungan Kerja, Lingkungan kerja tidak nyaman karena pencahayaan ruangan kerja kurang baik dengan intensitas cahaya 300 Lux sehingga operator kesulitan dalam melaksanakan pekerjaannya. Diagram sebab-akibat untuk kegagalan kain bahan baku susut yang dapat dilihat pada Gambar 5.6. Material Benang putus Jumlah lapisan benang tidak tepat karan kurang pengawasan Jahitan Putus Lingkungan kerja kurang nyaman Lingkungan Kerja Pencahayaan ruangan kerja kurang baik 300 Lux Manusia Operator kelelahan Harus memenuhi target produksi per hari Kualitas benang kurang baik Pembelian benang hanya didasarkan harga murah Dasar penentuan upang yang kurang trasparan Operator kurang serius Gambar 5.6. Cause and Effect Diagram Jahitan Putus 3. Cause and Effect Diagram Jahitan Lepas Dengan mengikuti langkah-langkah pembuatan Cause and Effect Diagram pada bagian sebelumnya, diperoleh faktor-faktor penyebab kegagalan jahitan putus. Hasilnya kemudian dbentuk dalam bentuk tabel why-why yang dapat dilihat pada Tabel 5.14. Tabel 5.14. Why-Why Jahitan Lepas Why Why Why Why Why Produk Cacat Jahitan Putus Kesalahan pemotongan Terlalu sedikit disisakan pada pinggir motif Pengawasan yang tidak dilakukan secara ketat pada bagian penyulaman Kesalahan pada penyimpulan benang Kualitas benang kurang baik Mendapatkan harga produksi yang lebih murah V-118 Lingkungan Kerja tidak nyaman Pencahayaan ruangan kerja kurang baik dengan intensitas cahaya 300 Lux Perusahaan tidak menyediakan sumber pencahayaan dengan intensitas cahaya yang cukup untuk bagian penyulaman. Bedasarkan peraturan menteri perburuhan no 7 nilai ambang batas penerangan yang cukup untuk pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan detail kecil adalah minimum 300 lux Operator kelelahan Harus memenuhi target produksi perhari Ketelitian mempengaruhi output Operator tidak Serius bekerja Upah yang diberikan tidak sesuai Dasar penentuan upah tidak transparan Hasil Tabel 5.14 didapatkan akar permasalahan penyebab terjadi kegagalan. Penyebabnya kemudian dikelompokkan ke dalam faktor-faktor penyebab utama sebagai berikut: 1. Metode: a. Kesalahan pemotongan, dalam proses penyulaman kain motif dipotong dengan menyisakan sedikit untuk penyulaman jika sisa kain tidak tepat maka sulaman akan mudah lepas. b. Kesalahan penyimpulan, kekuatan benag sangat diperlukan untuk penyimpulan diakhir proses penyulaman. 2. Manusia : a. Operator kelehan, target peroduksi yang harus diselesaikan tepat waktu sedangkan dalam proses produksi operator membutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi. V-119 b. Operator tidak serius bekerja, dasar pemberian upah kurang transparan. 3. Lingkungan Lingkungan kerja tidak nyaman karena pencahayaan ruangan kerja kurang baik dengan intensitas cahaya 300 Lux sehingga operator kesulitan dalam melaksanakan pekerjaannya. Diagram sebab-akibat untuk kegagalan kain bahan baku susut yang dapat dilihat pada Gambar 5.7. Metode Kesalahan pemotongan Sisa pemotongan terlalu sedikit Jahitan Lepas Lingkungan kerja kurang nyaman Lingkungan Kerja Pencahayaan ruangan kerja kurang baik 300 Lux Manusia Operator kelelahan Harus memenuhi target produksi per hari Kesalahan penyimpulan sulaman Pembelian benang hanya didasarkan harga murah sehingga kualitas benang kurang baik Dasar penentuan upang yang kurang trasparan Operator kurang serius Gambar 5.7. Cause and Effect Diagram Jahitan Lepas 6. Failure Mode and Effect Analysis FMEA Analisis FMEA dilakukan untuk menganalisis dan menentukan fokus masalah serta prioritas langkah perbaikan. FMEA disusun melalui proses pengisian kuisioner yang berisi penyebab kegagalan dari jenis dan efek kegagalan yang dihasilkan, kontrol yang dapat dilakukan dan tindakan penanggulangan yang dapat dilakukan didapat dari hasil brainstorming yang telah dilakukan bersama. Penilaian untuk setiap faktor dalam FMEA yaitu keseriusan dari efek yang diakibatkan kegagalan severity frekuensi kegagalan occurrence, dan tingkat pendeteksian detection dilakukan menggunakan metode Delphi. Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk memudahkan penilaian tanpa adanya dominasi V-120 pakar dalam penilaian dan memberikan efek umpan balik. Teknik sampling yang digunakan dalam penyebaran kuesioner adalah purposive sampling, dimana sampel yang dipilih dengan dasar penilaian bahwa sampel tersebut merupakan pihak yang sangat baik untuk dijadikan objek penelitian merupakan seorang yang ahlipakar. Hasil kuisioner Delphi dirata-ratakan untuk kemudian dijadikan nilai yang digunakan sebagai nilai untuk severity, occurrence, dan detection untuk kemudian dapat menghitung risk priority number RPN setiap penyebab kegagalan. Contoh perhitungan rata-rata untuk severity, occurrence, dan detection dan RPN adalah sebagai berikut: severity = 8+7+8 3 =7.67 ≈8; Occurence= 6+5+5 3 =5.33 ≈5; Detection= 4+4+3 3 =3.67 ≈4 RPN=Severity x Occurence x Detection RPN=8 x 4 x 4 =160 Tabel 5.15. Hasil Analisis FMEA Proses Jenis Kegagalan Efek Kegagalan S Penyebab Kegagalan O Kontrol yang Dilakukan D Penanggulangan RPN Bagian Penyulaman Jahitan sulam bayangan putus dan lepas Produk sulaman bayangan dikerjakan ulang 8 Bahan baku : Benang mudah putus dan jumlah lapisan benang untuk setiap penyulaman tidak tepat 4 Memeriksa laporan pembelian Mengawasi kerja operator 4 - Menetapkan standar bahan baku benang, dll - Membuat SOP untuk setiap stasiun kerja 128 Manusia : Operator kelelahan dan tidak serius bekerja 5 Mengawasi kerja operator 5 - Melakukan rotasi pekerjaan untuk menimbulkan suasana yang baru 200 Metode : Tidak ada tata cara pengerjaan yang baku kesalahan pemotongan dan penyimpulan 4 Mengawasi kerja operator 5 - Memberikan arahan pada pekerja tata cara baku dalam bekerja - Menerapkan prinsip bekerja dan memeriksa untuk masing-masing pekerjaan 160 Lingkungan kerja: pencahayaan ruangan kerja kurang baik 300 Lux 5 Memperhatikan kebersihan dan kenyamanan tempat produksi 4 - Mengganti bola lampu ruangan produksi dengan pencahayaan yang lebih baik 160 V-122 Tabel 5.15. Hasil Analisis FMEA Lanjutan Proses Jenis Kegagalan Efek Kegagalan S Penyebab Kegagalan O Kontrol yang Dilakukan D Penanggulangan RPN Bagian Finishing Kain bahan baku susut Produk tidak layak untuk dijual 8 Bahan baku : - Kualitas kain yang kurang baik - Tidak adanya pengujian bahan baku 4 Memeriksa laporan pembelian 4 - Menetapkan standar bahan baku kain,dll - Melakukan pemeriksaan pada saat penyulaman secara visual oleh pekerja 128 Metode : Tidak ada tata cara pengerjaan yang baku 5 Mengawasi kerja operator 4 - Memberikan arahan pada pekerja tata cara baku dalam bekerja - Menerapkan prinsip bekerja dan memeriksa untuk masing-masing pekerjaan 160 Lingkungan kerja: pencahayaan ruangan kerja kurang baik 300 Lux 5 Memelihara kebersihan dan kenyamanan tempat produksi 4 - Mengganti bola lampu ruangan produksi dengan pencahayaan yang lebih baik 160 V-123

5.2.5. Analisis Cost Driver