V-107
stasiun ke stasiun lainya berbeda sesuai dengan permintaan model dari konsumen ukuran motif S, M, L.
5.2.3. Process Improvement
Pada tahap ini dilakukan suatu usaha perbaikan terhadap aktivitas pada setiap sub proses dalam memproduksi sulam bayangan. Analisis dilakukan pada
aktivitas tidak bernilai tambah yang diindikasi sebagai pemborosan aktivitas pada perusahaan, setelah mengetahui tujuan aktivitas tersebut dilaksanakan oleh
perusahaan, tahap selanjutnya adalah mencari permasalahan yang dapat diselesaikan.
Tabel 5.9. Pengujian Aktivitas Pemeriksaan pada UKM Melati Indah No
Aktivitas Deskripsi
Keterangan
1 Pemeriksaan I
motif Kain dasar dan kain motif menjadi
tergabung Proses penyulaman tetap
dapat dilaksanakan dengan tidak dilaksanakannya
aktivitas tersebut Non value added activity
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan visual
Kecacatan produk masih dominan terjadi akibat penyulaman
2 Pemeriksaan II
QC Sulaman dan potong benang
Motif sulaman telah terbentuk Proses pencucian tetap dapat
dilaksanakan dengan tidak dilaksanakannya aktivitas
tersebut Non value added activity
Pemotongan benang yang sisa sulaman
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan visual
Kecacatan produk masih dominan terjadi akibat proses pencucian
Tabel 5.9. Pengujian Aktivitas Pemeriksaan pada UKM Melati Indah No
Aktivitas Deskripsi
Keterangan
3 Pemeriksaan III
QC hasil cucian dan sulaman
Hasil sulaman menjadi lebih bersih dan terbebas dari benang sisa
sulaman Aktivitas ini dilakukan untuk
mengelompokan produk kedalam kesalahannya
Value added activity
Menghasilkan produk yang tidak dapat dijual
4 Pemeriksaan IV
QC produk secara Tampilan sulam sulaman menjadi
lebih baik Aktivitas ini dilakukan untuk
meningkatkan daya saing
V-108
keseluruhan Untuk menambah persepsi
konsumen terhadap kualitas produk usaha
Value added activity
Dari tabel 5.9. dapat dilihat bahwa aktivitas pemeriksaan I dan II diindikasi merupakan aktivitas yang tidak bernilai tambah. Hal ini menjadi fokus
pembahasan karena perusahaan mempunyai alasan mengapa aktivitas tersebut dilaksanakan.
5.2.4. Analisis Aktivitas Pemeriksaan I dan II
Salah satu bagian dari pendesaianan activity based management adalah perbaikan proses, perbaikan proses dapat dilakukan dengan melaksanakan
manajemen aktivitas, namum masalah tidak akan dapat terselesaikan tanpa mengetahui dan menganalisis kenapa aktivitas tersebut dilaksanakan.
UKM Melati Indah melaksanakan proses pemeriksaan sebanyak 4 tahap, tujuannya adalah agar menjamin kualitas produk kepada konsumen, namun
keadaan yang sebenarnya adalah tingkat kecacatan tinggi selama tahun 2014. Walaupun dengan menganalisis aktivitas pengurangan biaya dapat terjadi, tetapi
tidak dengan pemecahan masalah, masalah kecacatan produk masih tetap ada. Oleh karena itu, perlu pengidentifikasian apa penyebab terjadinya produk cacat
dibagian produksi UKM Melati Indah. Data jumlah kecacatan produk pada tahun 2014 untuk sulam bayangan jenis pakaian wanita ukuran motif kecil, menengah
dan besar, digunakan untuk alat identifikasi jenis kegagalan sebagai berikut. 1.
Data Jumlah Produksi UKM Melati Indah memproduksi sulam bayangan jenis pakaian wanita
ukuran motif kecil, menengah dan besar berdasarkan pesanan dari pelanggan.
V-109
Volume produksi produk sulam bayangan jenis pakaian wanita rata-rata memproduksi 20 hingga 60 unit tiap bulannya.
2. Data Kecacatan Produk
Produk yang harus mengalami rework cukup tinggi dengan persentase produk cacat berkisar 6-10 berkisar 5-8 produk harus mengalami rework yang
mengakibatkan kehilangan waktu produksi sebesar 2,18 jam karena harus
melaksanakan aktivitas tersebut.
3. Identifikasi Jenis Kegagalan
Data yang diperoleh dari bagian quality control UKM Melati Indah selama tahun 2014 untuk produk sulam bayangan jenis pakaian wanita ukuran motif
kecil, menengah dan besar menunjukkan bahwa terdapat 2 kategori kegagalan,
sebagai berikut:
a. Sulaman hasil sulaman dari setiap bagian sulam bayangan jenis pakaian
wanita X1, dibagi manjadi 3 jenis kegagalan sebagai berikut : i.
Jahitan putus. Tidak diperbolehkan. ii.
Jahitan lepas . Tidak ada toleransi dan harus diperbaiki. iii.
Jahitan melangkah. Tidak diperbolehkan. b.
Kain Rusak bahan baku mengalami susut lebih dari 1 mm sehingga menyebabkan ada lobang pada produk akhir X2, dilihat adanya kerut pada
motif maupun kain dasar. Tidak diperbolehkan melebihi 1 mm. 4.
Histogram
Histogram adalah tipe grafik batang dimana sejumlah data dikelompokkan ke dalam beberapa kelas dengan interval tertentu. Dari rekapitulasi jenis dan
V-110
jumlah kegagalan proses produksi di Tabel 5.25 dapat ditabulasikan ke dalam bentuk histogram. Histogram jenis dan frekuensi kegagalan proses produksi dapat
dilihat pada Gambar 5.3.
Tabel 5.10. Persentase Kegagalan Proses Produksi No
Jenis Kecacatan Total
Persentase
1 jahitan putus
25 34,72
2 jahitan lepas
18 25
3 jahitan melangkah
10 13,89
4 kain susut
19 26,39
Total 72
72
Gambar 5.3. Histogram Jenis Kecacatan dan Kegagalan Proses Produksi
Pada Gambar 5.3 histogram menunjukkan sebaran frekuensi kegagalan pada proses produksi. Data menyebar di 4 jenis kegagalan, di mana jenis
kegagalan yang memiliki frekuensi terbesar berada pada jenis kegagalan jahitan putus dengan frekuensi sebesar 24. Selanjutnya diikuti dengan jenis kain susut
dengan frekuensi sebesar 29. 5.
Pareto Diagram Hal pertama yang dilakukan adalah mengurutkan jenis kegagalan
berdasarkan dari jumlah kesalahan terbesar hingga yang terkecil. Setelah itu
25 18
10 19
5 10
15 20
25 30
Jahitan Putus
Jahitan Lepas
Jahitan Melangkah
Kain Susut
Ju m
lah
Histogram Frekuensi Kecacatan
V-111
dihitung persentase kesalahan dan kumulatif dari masing-masing kegagalan dan diberikan pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11. Persentase Kegagalan Kumulatif Proses Produksi jenis kecacatan
Jumlah Kecacatan Persen
Persentase Kumulatif
Jahitan Putus 25
26,39 26,39
Kain Susut 19
34,72 61,11
Jahitan Lepas 18
25 86,11
Jahitan Melangkah 10
13,89 100
Dalam penelitian ini, dengan menggunakan aturan pareto 80 - 20 Dale H. Besterfield terdapat 3 jenis kegagalan yang memenuhi kumulatif 80 ,
oleh karena itu keempat kegagalan tersebut akan dibahas dengan menggunakan fishbone
diagram. Ketiga jenis kegagalan tersebut adalah: a.
Kain susut b.
Jahitan putus c.
Jahitan lepas
Gambar 5.4. Diagram Pareto Jenis Kecacatan dan Kegagalan Proses Produksi
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
10 20
30 40
50 60
70
Jahitan Putus Kain Susut Jahitan Lepas
Jahitan Melangkah
P ercen
t F
rek u
en si
Diagram Pareto
V-112
6. Cause and Effect Diagram
Penyebab Kegagalan Proses Produksi Menganalisis hal-hal yang menyebabkan kegagalan tersebut terjadi, maka
akan digunakan cause and effect diagram atau diagram sebab akibat. Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan
akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab sebab dan
karakteristik kualitas akibat yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Dalam penyusunannya, dilakukan teknik sumbang saran brainstorming dengan
melibatkan seluruh pekerja di bagian proses produksi. Brainstorming dimaksudkan agar pendapat serta gagasan dapat dikumpulkan mencari penyebab
masalah yang mungkin terjadi dalam proses penjahitan. Dari kegiatan tersebut, diperoleh beberapa kategori faktor utama penyebab cacat, dan dibuat tabel Why-
Why . Dari tabel Why-Why, dikelompokkan ke dalam faktor manusia, mesin,
metode, material dan lingkungan kerja kemudian dianalisis untuk dibuat cause effect diagram
. Tabel Why-Why akan mengarahkan untuk sampai pada akar penyebab masalah, sehingga tindakan korektif yang sesuai pada akar penyebab
masalah yang ditemukan itu akan menghilangkan masalah. a.
Cause and Effect Diagram Kain Bahan Baku Susut Setelah Pencucian
Langkah-langkah pembuatan Cause and Effect Diagram penyebab kegagalan kain susut yang ditemukan dalam proses produksi sebagai berikut:
i. Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan
mendesak untuk diselesaikan.
V-113
ii. Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan akibat
effect. Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas kepala ikan, kemudian gambarkan tulang belakang dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan
masalah itu dalam kotak. iii.
Tuliskan faktor-faktor penyebab utama sebab-akibat yang mempengaruhi masalah kualitas sebagai tulang besar, juga ditempatkan dalam kotak. Faktor-
faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor manusia, mesin,
peralatan, material, metode kerja, lingkungan kerja. iv.
Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab- penyebab utama tulang besar, serta penyebab-penyebab sekunder itu
dinyatakan sebagai tulang-tulang ukuran sedang. v.
Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-penyebab sekunder tulang-tulang berukuran sedang, serta penyebab-penyebab tersier
itu dinyatakan sebagai tulang-tulang berukuran kecil. vi.
Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor- faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap
karakteristik kualitas. Pertanyaan “Why” atau “mengapa” secara terus-menerus dinilai membantu
mendapatkan penyebab masalah. Hasilnya kemudian dbentuk dalam bentuk tabel why-why
yang dapat dilihat pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12. Why-Why Kain Bahan Baku Susut Why
Why Why
Why Why
Produk cacat
Kain bahan
Kualitas kain yang kurang
Kain yang digunakan
Mendapatkan harga produksi yang lebih
V-114
baku susut
setelah pencucian
baik adalah pembelian
dari supplier dengan harga terendah
murah
Penguji Kualitas
Kain tidak ada Kain dikemas dalam
bentuk Gulungan Sulit mengetahui
mana kain yang susut dan tidak melalui visual
Tidak ada pemeriksaan
Bagian pemotongan hanya memotong
menjadi beberapa bagian tanpa melihat
ada bagian yang cacat
Tidak ada instruksi dan tata cara dalam
proses pemotongan
Lingkungan Kerja tidak
nyaman Pencahayaan
ruangan kerja kurang baik 300 Lux
sehingga sulit melihat mana kain
yang rusak dengan tidak.
Perusahaan tidak menyediakan lampu dengan intensitas
pencahaayan yang cukup untuk bagian pemotongan dan
penyulaman. Bedasarkan peraturan menteri perburuhan no
7 nilai ambang batas penerangan yang cukup untuk pekerjaan-
pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan detail kecil adalah
minimum 300 lux
Hasil Tabel 5.12, didapatkan akar permasalahan penyebab terjadi kegagalan. Penyebabnya kemudian dikelompokkan ke dalam faktor-faktor
penyebab utama sebagai berikut: 1.
Bahan baku: a.
Kualitas kain kurang baik, kain diperoleh dari perusahaan pembuat kain yang menjual dengan harga paling rendah
b. Pengujian Kualitas kain tidak ada, perusahaan tidak menyediakan alat
untuk menguji kualitas kain. 2.
Metode , Tidak ada pemeriksaan, pekerja pada bagian pemotongan tidak memeriksa bagaimana keadaan fisik permukaan kain, mereka tidak
diinstruksikan untuk memeriksa kain.
V-115
3. Lingkungan Kerja, Lingkungan kerja tidak nyaman karena pencahayaan
ruangan kerja kurang baik dengan intensitas cahaya 300 Lux, sehingga operator sulit membedakan kain yang rusak dengan tidak.
Diagram sebab-akibat untuk kegagalan kain bahan baku susut yang dapat dilihat pada Gambar 5.5.
Material
Kualitas material kurang baik
Kain diperoleh dari supplier dengan harga paling rendah
Kain Bahan Kusut
Lingkungan kerja kurang nyaman
Lingkungan Kerja
Pencahayaan ruangan kerja kurang baik 300 Lux
Metode
Kain tidak diperiksa atau disortir dibagian pemotongan
dan penyulaman Tidak ada instruksi untuk
pemeriksaan Penguji kualitas kain tidak
ada Kain dibungkus dalam
bentuk gulungan
Gambar 5.5. Cause and Effect Diagram Kain Bahan Baku Susut
2. Cause and Effect Diagram
Jahitan Putus Dengan mengikuti langkah-langkah pembuatan Cause and Effect Diagram
pada bagian sebelumnya, diperoleh faktor-faktor penyebab kegagalan jahitan putus. Hasilnya kemudian dbentuk dalam bentuk tabel why-why yang dapat dilihat
pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13. Why-Why Jahitan Putus Why
Why Why
Why Why
Produk Cacat
Jahitan Putus
Benang putus Jumlah lapisan
benang tidak tepat
Pengawasan yang tidak dilakukan secara ketat
terhadap proses penyulaman
Kualitas benang kurang baik
Mendapatkan harga produksi yang lebih
murah
V-116
Lingkungan Kerja tidak
nyaman Pencahayaan
ruangan kerja kurang baik
dengan intensitas
cahaya 300 Lux
Perusahaan tidak menyediakan sumber
pencahayaan dengan intensitas cahaya yang
cukup untuk bagian penyulaman. Bedasarkan
peraturan menteri perburuhan no 7 nilai
ambang batas penerangan yang cukup untuk
pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan
detail kecil adalah minimum 300 lux
Operator kelelahan
Harus memenuhi target
produksi perhari Ketelitian mempengaruhi
output
Operator tidak Serius bekerja
Upah yang diberikan tidak
sesuai Dasar penentuan upah
tidak transparan Hasil Tabel 5.13, didapatkan akar permasalahan penyebab terjadi
kegagalan. Penyebabnya kemudian dikelompokkan ke dalam faktor-faktor penyebab utama sebagai berikut:
1. Bahan baku:
a. Kualitas benang kurang baik, benang dibeli pada supplier dengan harga
paling rendah tanpa melihat kualitas. b.
Jumlah lapisan benang kurang tepat, karna kurangnya pengawasan yang ketat pada proses penyulaman.
2. Manusia :
a. Operator tidak serius bekerja, dasar pemberian upah kurang transparan.
b. Operator kelehan, target peroduksi yang harus diselesaikan tepat waktu
sedangkan dalam proses produksi operator membutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi.
V-117
3. Lingkungan Kerja, Lingkungan kerja tidak nyaman karena pencahayaan
ruangan kerja kurang baik dengan intensitas cahaya 300 Lux sehingga operator kesulitan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Diagram sebab-akibat untuk kegagalan kain bahan baku susut yang dapat dilihat pada Gambar 5.6.
Material
Benang putus Jumlah lapisan benang tidak
tepat karan kurang pengawasan
Jahitan Putus
Lingkungan kerja kurang nyaman
Lingkungan Kerja
Pencahayaan ruangan kerja kurang baik 300 Lux
Manusia
Operator kelelahan Harus memenuhi target
produksi per hari Kualitas benang kurang
baik Pembelian benang hanya
didasarkan harga murah
Dasar penentuan upang yang kurang trasparan
Operator kurang serius
Gambar 5.6. Cause and Effect Diagram Jahitan Putus
3. Cause and Effect Diagram
Jahitan Lepas Dengan mengikuti langkah-langkah pembuatan Cause and Effect Diagram
pada bagian sebelumnya, diperoleh faktor-faktor penyebab kegagalan jahitan putus. Hasilnya kemudian dbentuk dalam bentuk tabel why-why yang dapat dilihat
pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14. Why-Why Jahitan Lepas Why
Why Why
Why Why
Produk Cacat
Jahitan Putus
Kesalahan pemotongan
Terlalu sedikit disisakan pada pinggir
motif Pengawasan yang tidak
dilakukan secara ketat pada bagian penyulaman
Kesalahan pada penyimpulan
benang Kualitas benang
kurang baik Mendapatkan harga
produksi yang lebih murah
V-118
Lingkungan Kerja tidak
nyaman Pencahayaan ruangan
kerja kurang baik dengan intensitas
cahaya 300 Lux Perusahaan tidak
menyediakan sumber pencahayaan dengan
intensitas cahaya yang cukup untuk bagian
penyulaman. Bedasarkan peraturan menteri
perburuhan no 7 nilai ambang batas penerangan
yang cukup untuk pekerjaan-pekerjaan yang
memerlukan ketelitian dan detail kecil adalah minimum
300 lux
Operator kelelahan
Harus memenuhi target produksi perhari
Ketelitian mempengaruhi output
Operator tidak Serius bekerja
Upah yang diberikan tidak sesuai
Dasar penentuan upah tidak transparan
Hasil Tabel 5.14 didapatkan akar permasalahan penyebab terjadi kegagalan. Penyebabnya kemudian dikelompokkan ke dalam faktor-faktor
penyebab utama sebagai berikut: 1.
Metode: a.
Kesalahan pemotongan, dalam proses penyulaman kain motif dipotong dengan menyisakan sedikit untuk penyulaman jika sisa kain tidak tepat
maka sulaman akan mudah lepas. b.
Kesalahan penyimpulan, kekuatan benag sangat diperlukan untuk penyimpulan diakhir proses penyulaman.
2. Manusia :
a. Operator kelehan, target peroduksi yang harus diselesaikan tepat waktu
sedangkan dalam proses produksi operator membutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi.
V-119
b. Operator tidak serius bekerja, dasar pemberian upah kurang transparan.
3. Lingkungan Lingkungan kerja tidak nyaman karena pencahayaan ruangan
kerja kurang baik dengan intensitas cahaya 300 Lux sehingga operator kesulitan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Diagram sebab-akibat untuk kegagalan kain bahan baku susut yang dapat dilihat pada Gambar 5.7.
Metode
Kesalahan pemotongan Sisa pemotongan terlalu
sedikit
Jahitan Lepas
Lingkungan kerja kurang nyaman
Lingkungan Kerja
Pencahayaan ruangan kerja kurang baik 300 Lux
Manusia
Operator kelelahan Harus memenuhi target
produksi per hari Kesalahan penyimpulan
sulaman Pembelian benang hanya didasarkan
harga murah sehingga kualitas benang kurang baik
Dasar penentuan upang yang kurang trasparan
Operator kurang serius
Gambar 5.7. Cause and Effect Diagram Jahitan Lepas
6. Failure Mode and Effect Analysis
FMEA Analisis FMEA dilakukan untuk menganalisis dan menentukan fokus
masalah serta prioritas langkah perbaikan. FMEA disusun melalui proses pengisian kuisioner yang berisi penyebab kegagalan dari jenis dan efek kegagalan
yang dihasilkan, kontrol yang dapat dilakukan dan tindakan penanggulangan yang dapat dilakukan didapat dari hasil brainstorming yang telah dilakukan bersama.
Penilaian untuk setiap faktor dalam FMEA yaitu keseriusan dari efek yang diakibatkan kegagalan severity frekuensi kegagalan occurrence, dan tingkat
pendeteksian detection dilakukan menggunakan metode Delphi. Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk memudahkan penilaian tanpa adanya dominasi
V-120
pakar dalam penilaian dan memberikan efek umpan balik. Teknik sampling yang digunakan dalam penyebaran kuesioner adalah purposive sampling, dimana
sampel yang dipilih dengan dasar penilaian bahwa sampel tersebut merupakan pihak yang sangat baik untuk dijadikan objek penelitian merupakan seorang yang
ahlipakar. Hasil kuisioner Delphi dirata-ratakan untuk kemudian dijadikan nilai yang
digunakan sebagai nilai untuk severity, occurrence, dan detection untuk kemudian dapat menghitung risk priority number RPN setiap penyebab kegagalan. Contoh
perhitungan rata-rata untuk severity, occurrence, dan detection dan RPN adalah sebagai berikut:
severity =
8+7+8 3
=7.67 ≈8; Occurence=
6+5+5 3
=5.33 ≈5; Detection=
4+4+3 3
=3.67 ≈4
RPN=Severity x Occurence x Detection RPN=8 x 4 x 4 =160
Tabel 5.15. Hasil Analisis FMEA Proses
Jenis Kegagalan
Efek Kegagalan
S Penyebab Kegagalan
O Kontrol yang
Dilakukan D
Penanggulangan RPN
Bagian Penyulaman
Jahitan sulam
bayangan putus dan
lepas Produk
sulaman bayangan
dikerjakan ulang
8 Bahan baku :
Benang mudah putus dan jumlah lapisan
benang untuk setiap penyulaman tidak tepat
4 Memeriksa
laporan pembelian
Mengawasi kerja operator
4 -
Menetapkan standar bahan baku benang, dll
- Membuat SOP untuk
setiap stasiun kerja 128
Manusia : Operator kelelahan dan
tidak serius bekerja 5
Mengawasi kerja operator
5 -
Melakukan rotasi pekerjaan untuk
menimbulkan suasana yang baru
200
Metode : Tidak ada tata cara
pengerjaan yang baku kesalahan pemotongan
dan penyimpulan 4
Mengawasi kerja operator
5 -
Memberikan arahan pada pekerja tata cara baku
dalam bekerja
- Menerapkan prinsip
bekerja dan memeriksa untuk masing-masing
pekerjaan 160
Lingkungan kerja: pencahayaan ruangan
kerja kurang baik 300 Lux
5 Memperhatikan
kebersihan dan kenyamanan
tempat produksi 4
- Mengganti bola lampu
ruangan produksi dengan pencahayaan yang lebih
baik 160
V-122
Tabel 5.15. Hasil Analisis FMEA Lanjutan Proses
Jenis Kegagalan
Efek Kegagalan
S Penyebab Kegagalan
O Kontrol yang
Dilakukan D
Penanggulangan RPN
Bagian Finishing
Kain bahan baku susut
Produk tidak layak
untuk dijual 8
Bahan baku : -
Kualitas kain yang kurang baik
- Tidak adanya
pengujian bahan baku
4 Memeriksa
laporan pembelian
4 -
Menetapkan standar bahan baku kain,dll
- Melakukan pemeriksaan
pada saat penyulaman secara visual oleh pekerja
128
Metode : Tidak ada tata cara
pengerjaan yang baku 5
Mengawasi kerja operator
4 -
Memberikan arahan pada pekerja tata cara baku
dalam bekerja
- Menerapkan prinsip
bekerja dan memeriksa untuk masing-masing
pekerjaan 160
Lingkungan kerja: pencahayaan ruangan
kerja kurang baik 300 Lux
5 Memelihara
kebersihan dan kenyamanan
tempat produksi 4
- Mengganti bola lampu
ruangan produksi dengan pencahayaan yang lebih
baik 160
V-123
5.2.5. Analisis Cost Driver