II. KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dikemukakan beberapa konsep penting dan aspek- aspek lain seperti seks, gender, analisis gender, pangan, peran pangan dalam
pembangunan, ketahanan pangan dan indikatornya, serta kaitan antara gender dan ketahanan pangan. Disamping itu juga dipaparkan mengenai kajian pustaka yang
dilakukan, baik oleh peneliti di mancanegara maupun di dalam negeri. Dengan demikian diharapkan akan diperoleh pemahaman yang lebih baik terkait aspek
gender dan ketahanan pangan dalam rumahtangga.
2.1. Seks, Gender dan Analisis Gender
Menurut Sumiarni 2004 istilah gender sudah dikenal sejak tahun 1977 di London, dimana kaum feminis tidak lagi memakai isu-isu lama seperti patriarchal
atau sexist, tetapi menggantinya dengan istilah gender. Sedangkan di Indonesia istilah ini mulai banyak dipergunakan dan dikaji pada dekade tahun 90-an. Hal ini
dapat dilihat pada penelitian Sajogyo 1983 tentang Peranan Perempuan dalam Perkembangan Masyarakat Desa yang belum menggunakan istilah gender,
meskipun penelitian tersebut telah meneliti secara mendalam tentang peran perempuan bersama pria di perdesaan.
Menurut Fakih 1999 konsep penting yang perlu dipahami dalam rangka membahas masalah kaum perempuan adalah membedakan antara konsep jenis
kelamin dan gender. Pemahaman dan pembedaan terhadap kedua konsep tersebut sangat diperlukan dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-
persoalan ketidakadilan sosial yang menimpa kaum perempuan. Terdapat kaitan yang erat antara perbedaan gender gender differents dan ketidakadilan gender
gender inequalities dengan struktur ketidakadilan masyarakat secara lebih luas.
16 Menurut Lindsey 1990 yang dikutip Sumiarni 2004, gender digunakan
untuk mengindentifikasi laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya, sementara seks digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan
perempuan dari segi anatomi biologi. Istilah seks lebih banyak berkonsentrasi pada aspek biologi seseorang, seperti perbedaan komposisi kimia dan hormon
dalam tubuh, anatomi fisik, dan reproduksi. Sedangkan gender lebih banyak terkonsentrasi pada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non
biologis lainnya.
2.1.1. Seks
Pengertian jenis kelamin atau seks merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada
jenis kelamin tertentu, misalnya manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, jakala kala menjing, dan memproduksi sperma. Adapun
manusia jenis perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat
menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis perempuan dan laki-laki selamanya. Artinya secara biologis alat tersebut tidak
bisa dipertukarkan antara yang melekat pada manusia laki-laki dan perempuan, secara permanen tidak berubah, dan merupakan ketentuan biologis atau sering
dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat Fakih, 1999. Sumiarni 2004 menjelaskan bahwa perbedaan secara biologis antara laki-
laki dan perempuan tidak menimbulkan perbedaan pendapat, tetapi efek dari perbedaan tersebut menimbulkan perbedaan pada perilaku manusia, khususnya
17 dalam relasi gender. Kalangan feminis berpendapat bahwa perbedaan peran
gender bukan karena kodrat atau biologis, tetapi karena faktor budaya.
2.1.2. Gender
Dalam membahas persoalan pembangunan, gender sebagai suatu konsep lebih tepat digunakan daripada istilah ‘jenis kelamin’ sex wanita dan pria
Achmad, 1991. Konsep gender merujuk pada suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun
budaya. Keadaan ini akan berubah-ubah menurut waktu, lokasi, dan lingkungan sosial budaya yang berbeda pula. Misalnya perempuan dikenal lemah lembut,
cantik, emosional atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Ciri dari sifat itu merupakan sifat-sifat yang dapat
dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara ada juga perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Perubahan ciri
dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Perubahan juga bisa terjadi dari kelas ke kelas masyarakat yang
berbeda. Pada suku tertentu perempuan kelas bawah di perdesaan lebih kuat dibandingkan kaum laki-laki. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat
perempuan dan laki-laki yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari tempat ke tempat lainnya maupun berbeda dari satu kelas ke kelas yang lain itulah
yang dikenal dengan konsep gender. Selama 1980-1990, perhatian terhadap isu gender dalam pembangunan
ditandai dengan pergeseran teoritis dari pendekatan struktural ke penggunaan isu gender sebagai kategori sentral yang merupakan faktor kunci dalam formulasi
teoritikal baru pembangunan Beneria, 2003. Pengertian gender terkait dengan
18 peran perempuan dan laki-laki yang dikonstruksi secara sosial, sebagai lawan dari
karakteristik biologi dan fisik Bouta et al., 2005. Gender adalah perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang merupakan hasil
konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman KPP RI, 2006. Mosse 1996 menjelaskan bahwa secara mendasar gender berbeda dari
pengertian jenis kelamin biologis. Setiap masyarakat memiliki ’naskah’ untuk diikuti oleh anggotanya seperti mereka belajar memainkan peran feminin atau
maskulin, sebagaimana halnya setiap masyarakat memiliki bahasanya sendiri. Sejak kita bayi hingga mencapai usia tua, kita mempelajari dan mempraktekkan
cara-cara khusus yang telah ditentukan oleh masyarakat untuk menjadi laki-laki dan perempuan. Perangkat perilaku seperti penampilan, pakaian, sikap,
kepribadian, bekerja di dalam dan di luar rumahtangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga secara bersama-sama memoles ’peran gender’.
Sadli 2000 yang dikutip Sumiarni 2004 mengatakan bahwa gender adalah hasil sosialisasi dan enkulturasi seseorang. Gender adalah hasil konstruksi
sosial yang terdiri dari sifat, sikap, dan perilaku yang dipelajari seseorang. Hal-hal yang dipelajari biasanya berkaitan dengan sifat dan perilaku yang dianggap
pantas bagi dirinya karena ia berjenis kelamin perempuan atau laki-laki. Selanjutnya Sumiarni 2004 menjelaskan bahwa di Inggris abad ke
sembilan belas ada anggapan bahwa kaum perempuan tidak pantas bekerja di luar rumah guna mendapatkan upah, khususnya bagi perempuan kelas menengah dan
kelas atas. Sedangkan kaum perempuan kelas bawah diharapkan bekerja sebagai pembantu servants bagi kaum perempuan yang dilahirkan tidak untuk bekerja
sendiri. Kini keadaan serupa juga terdapat di beberapa negara berkembang.
19 Di Bangladesh banyak perempuan muslim yang menganggap bahwa tidak pantas
untuk terlibat dalam lapangan kerja yang dibayar. Namun ada banyak perempuan muslim lainnya terpaksa bekerja, seringkali sebagai pembantu rumahtangga.
Dengan kata lain, kelas class nyaris selalu berkaitan dengan urusan memutuskan peran gender yang pantas karena memiliki jenis kelamin seks biologis tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gender seseorang diperoleh melalui suatu proses yang panjang, sebagai hasil belajar sejak usia dini. Gender juga merupakan
hasil interaksi faktor internal apa yang secara biologis tersedia dan faktor eksternal apa yang diajarkan oleh lingkungannya, termasuk tujuan dan harapan
lingkungan terhadapnya karena ia berjenis kelamin perempuan atau laki-laki. Gender dapat juga berubah walaupun sulit karena telah mengalami proses yang
panjang dalam perkembangan seseorang.
2.1.3. Analisis Gender
Memerangi ketidakadilan sosial sepanjang sejarah kemanusiaan selalu menjadi tema menarik dan tetap akan menjadi tema penting dalam setiap
pemikiran dan konsepsi tentang kemasyarakatan di masa mendatang. Sejarah manusia dalam memerangi ketidakadilan sosial telah melahirkan analisis dan teori
sosial yang hingga saat ini masih berpengaruh dalam membentuk sistem kemasyarakatan umat manusia. Dari berbagai gugatan terhadap ketidakadilan
tersebut, terdapat satu analisis yang mempertanyakan ketidakadilan sosial dari aspek hubungan antar jenis kelamin yang belum pernah disinggung oleh teori-
teori sebelumnya, yaitu analisis gender Fakih, 1999. Sebagaimana layaknya teori sosial lainnya seperti analisis kelas, kultural
dan diskursus, analisis gender bermaksud memahami realitas sosial. Sebagai teori,
20 tugas utama analisis gender adalah memberi makna, konsepsi, asumsi, ideologi,
dan praktek hubungan baru antara laki-laki dan perempuan, serta implikasinya terhadap kehidupan sosial yang lebih luas sosial, ekonomi, politik, dan kultural,
yang belum dianalisis oleh teori ataupun alat analisis sosial lainnya Fakih, 1999. Terdapat beberapa sumber terjadinya ketimpangan gender dalam
masyarakat. KPP RI 2005 menyebutkan sumber bias gender berasal dari faktor 1 sosial atau lingkungan, 2 agama, 3 adat istiadat, 4 ekonomi, 5 pera-
turan peundang-undangan, 6 kebijakan, dan lain-lain. Pada saat ini analisis gender Gender-Based Analysis sudah diterapkan
dalam penyusunan kebijakan dan perundang-undangan di beberapa negara. Status of Woman Canada 1996 memaparkan bahwa pada tahun 1995 pemerintah
federal mengadopsi analisis gender untuk kebijakan dan perundang-undangan yang akan diambil. Analisis berdasarkan gender adalah sebuah proses yang
menilai dampak yang berbeda dari yang diusulkan danatau kebijakan yang ada, program dan perundang-undangan terhadap laki-laki dan perempuan. Hal ini
memungkinan kebijakan yang diambil memberi penghargaan atas perbedaan gender, dari hubungan alami antara laki-laki dan perempuan dan dari kenyataan
perbedaan sosial mereka, harapan hidup, dan keadaan ekonomi. Dengan analisis gender dapat dibandingkan bagaimana dan mengapa
perempuan dan laki-laki dipengaruhi oleh isu kebijakan. Analisis ini menentang asumsi bahwa setiap orang dipengaruhi oleh kebijakan, program, dan perundang-
undangan dalam cara yang sama tanpa memperhatikan gender, atau sering dikenal sebagai ‘kebijakan netral gender’.
21 KPP RI 2005 menjelaskan bahwa dalam melakukan analisis atau
perencanaan anggaran berbasis gender, para perencana dapat menggunakan berbagai metode yang tersedia. Setiap metode memiliki keunggulan dan keku-
rangan masing-masing. Penggunaannya tergantung pada kebutuhan dan kecocok- an dengan situasi yang dihadapi. Terdapat beberapa model teknik analisis gender
yang pernah dikembangkan oleh para ahli, antara lain 1 Model Harvard, 2 Mo- del Moser, 3 Model GAP Gender Analysis Pathway, dan 4 Model Pro BA
Problem Based Approach. Metode Harvard yang dikembangkan oleh Harvard Institute didasarkan pada pendekatan efisiensi WID women in development yang
merupakan kerangka analisis gender dan perencanaan gender yang paling awal. Model Mosher merupakan tehnis analisis yang didasarkan pada pendapat
bahwa perencanaan gender bersifat ‘tehnis’ dan ‘politik’. Kerangka ini mengasumsikan adanya konflik dalam proses perencanaan dan proses
transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu ‘debat’.
Menurut Ellis 1988, peran perempuan dalam aktivitas pertanian sangat besar, namun analisis ekonomi yang ada belum mampu meliput
kontribusi tersebut secara tepat. Oleh karena itu, beberapa konsep yang relevan digunakan untuk bisa melihat peran perempuan secara lebih
Metode GAP bertujuan untuk mengetahui ada-tidaknya kesenjangan gender, dengan melihat
aspek akses, peran, manfaat, dan kontrol yang diperoleh perempuan dan laki-laki dalam program pembangunan. Metode ini telah banyak digunakan di Indonesia,
terutama dalam proses perencanaan program-program responsif gender. Analisis model PROBA didasarkan pada masalah yang ada di setiap instansi atau wilayah,
lalu membandingkan dengan rencana yang dicanangkan.
22 obyektif, adalah 1 gender division of labor pemisahan tenaga kerja
berdasar gender, 2 dampak pemisahan tenaga kerja terhadap alokasi waktu perempuan dan laki-laki, 3 kekakuan dalam pemisahan tenaga kerja,
4 kontrol terhadap sumberdaya, dan 5 dampak dari faktor-faktor di atas terhadap hubungan produktivitas, hasil tenaga kerja, dan distribusi
pendapatan rumahtangga pertanian.
2.2. Pangan, Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan