74
3.2. Kerangka Konseptual Penelitian
Salah satu hak asasi manusia yang juga merupakan kebutuhan yang sangat asasi adalah pemenuhan akan pangan. Belum tercapainya ketahanan pangan di
Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu indikator belum tercapainya tujuan pembangunan, yaitu mencapai masyarakat
yang sejahtera, yang tercukupi segala kebutuhannya, terutama kebutuhan primer pangan, sandang dan papan.
Disamping masalah kerawanan pangan, adanya masalah ketimpangan
gender juga terjadi di Kabupaten Konawe Selatan. Strategi pengarusutamaan gender PUG dalam pembangunan nasional Indonesia bertujuan agar terjadi
kesetaraan gender dalam berbagai bidang kehidupan, baik dalam partisipasi pelaksanaan pembangunan, maupun dalam menikmati hasil-hasil pembangunan
itu sendiri. Ini merupakan konsekuensi dari azas demokrasi yang diadopsi dan dalam rangka memenuhi hak asasi setiap warga negara Indonesia, baik perempuan
maupun laki-laki. Dalam rumahtangga, perempuan dan laki-laki memegang peran penting,
selain peran dalam proses produksi baik produksi langsung dalam menghasilkan produk yang dapat dikonsumsi anggota rumahtangga, aktivitas non-farm earning,
aktivitas usahatani dan aktivitas off-farm wage labor, perempuan dan laki-laki juga memegang peranan penting dalam kegiatan reproduksi sosial di dalam
rumahtangga reproduksi biologis, generasional dan harian, yang juga sangat menentukan pencapaian kualitas sumberdaya manusia yang bermutu. Dengan
keterbatasan input waktu yang dimiliki perempuan dan laki-laki, akan dialokasikan untuk berusaha atau kegiatan produktif di pasar tenaga kerja,
75 kegiatan produksi dan reproduksi sosial dalam rumahtangga dan selebihnya
digunakan untuk leisure dan istirahat. Dalam rumahtangga juga terjadi pembagian tenaga kerja division of
labor oleh perempuan dan laki-laki. Alokasi waktu yang merupakan input terbatas yang dimiliki perempuan dan laki-laki, dicurahkan untuk berbagai
kegiatan produksi dan reproduksi, di dalam rumahtangga housework, domestic activities, dalam usahatani keluarga on-farm activities, di luar usahatani
keluarga off-farm activities dan di luar sektor pertanian non-farm activities. Dengan menganalisis pembagian kerja perempuan dan laki-laki, serta banyaknya
waktu yang dialokasikan untuk kegiatan reproduksi sosial, produksi dan leisure, serta istirahat, akan diketahui peran masing-masing gender dalam hubungan
suami-isteri dalam keluarga. Dari peran produktif dan reproduktif yang dilakukan oleh perempuan dan
laki-laki akan dihasilkan pendapatan, baik berupa uang maupun produk yang dihasilkan dalam rumahtangga, dari upah natura, dan produk pangan dari
usahatani yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, khususnya untuk memenuhi kebutuhan akan pangan. Seluruh
pendapatan tersebut akan disumbangkan ke dalam rumahtangga, termasuk pemberian dari keluarga lain, yang menentukan besarnya pendapatan total
rumahtangga. Pendapatan rumahtangga merupakan sumber akses ekonomi sangat penting, yang akan menentukan daya beli rumahtangga terhadap berbagai
kebutuhan yang diperlukan seluruh anggota keluarga, terutama kebutuhan akan pangan. Oleh karena itu peran gender suami dan isteri tersebut sangat
menentukan pencapaian ketahanan pangan dalam rumahtangga.
76 Sumberdaya manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan merupakan
input paling penting dalam proses produksi. Dengan demikian perempuan dan laki-laki merupakan penentu utama pencapaian pertumbuhan ekonomi. Dengan
syarat sumberdaya manusia tersebut harus berkualitas tinggi agar tercapai produktivitas yang tinggi. Kondisi ini sangat terkait dengan faktor pendidikan dan
kesehatan perempuan dan laki-laki. Peran perempuan dan laki-laki dalam perekonomian ini akan tergambar dalam suatu lembaga dimana masing-masing
memainkan peran sebagai input produksi terpenting. Pasar tenaga kerja merupakan lembaga yang membawa ’pesan gender’. Maksudnya, keragaan pasar
tenaga kerja tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh aspek sosial budaya masyarakat. Peran ini akan dilihat
dari partisipasi tenaga kerja masing-masing perempuan dan laki-laki dalam sektor pertanian dan non pertanian. Misalnya perempuan yang tidak berpartisipasi di
pasar tenaga kerja, bisa saja bukan karena tidak adanya insentif ekonomi yang menarik misalnya tingkat upah, tetapi dapat disebabkan oleh pengaruh budaya
setempat yang tidak memberi kebebasan bagi perempuan untuk masuk ke pasar tenaga kerja atau bekerjaberusaha di luar rumah.
Indikator yang digunakan sebagai ukuran pencapaian ketahanan pangan adalah frekuensi makan anggota rumahtangga dalam sehari. Frekuensi makan
merupakan indikator langsung yang dapat menjadi petunjuk apakah rumahtangga telah dapat memenuhi kebutuhan pangannya atau tidak. Secara garis besar,
kerangka pemikiran konseptual penelitian ini digambarkan dalam skema pada Gambar 7.
77
Gambar 7. Kerangka Pemikiran Konseptual
Secara rinci, keterkaitan antara variabel endogen dan eksogen pada model keputusan perempuan dan laki-laki untuk bekerja di luar usahatani keluarga di
sajikan pada Gambar 8 dan 9. Sedangkan pada Gambar 10 disajikan gambaran keterkaitan variabel ketahanan pangan dengan variabel-variabel yang
mempengaruhinya. Masing-masing model tersebut disusun atas dasar tinjauan teoritis dan empiris.
Pendidikan
Kerawanan Pangan dan Ketimpangan Gender
di Kabupaten Konsel
Kesehatan Aspek Non
Ekonomi Aspek
Ekonomi
Sektor Non Pertanian
Sektor Pertanian
Alokasi Waktu
Leisure Reproduksi sosial
Produksi
Aktivitas pribadi konsumsi
nutrisi, peranan sosial, dll
Kegiatan : produksi langsung,
non-farm income earning,
usahatani, dan off-
farm wage labor
Reproduksi biologis,
generasional dan harian
Peran Gender
Budaya
KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA :
Frekuensi Makan
78
Gambar 8. Keterkaitan Keputusan Perempuan untuk Bekerja di Luar Usahatani Keluarga dengan Variabel yang Mempengaruhinya
Gambar 9. Keterkaitan Keputusan Laki-Laki untuk Bekerja di Luar Usahatani Keluarga dengan Variabel yang Mempengaruhinya
Keputusan Perempuan untuk bekerja di luar usahatani
keluarga
Pendidikan laki-laki
Umur perempuan saat menikah
Pendidikan perempuan
Ada-tidaknya keterampilan
perempuan Jumlah Anak
umur 10 Tahun Pembeda desa
rawan pangan dan tahan pangan
Keputusan laki-laki untuk bekerja di luar usahatani
keluarga
Ada-tidaknya kesempatan kerja
Umur laki-laki
Umur laki-laki saat menikah
Ada-tidaknya keterampilan
laki-laki Pendapatankapita
Pembeda desa rawan pangan dan
tahan pangan Masuk atau tidak
garis kemiskinan
79
Gambar 10. Keterkaitan Ketahanan Pangan dengan Variabel yang Mempengaruhinya
3.3. Hipotesis