Latar Sosial Latar Setting

21 Pada akhir tahun pelajaran, saat Waskito dinyatakan naik kelas. Akhir tahun pelajaran. Waskito naik kelas. halaman 85. Berdasarkan analisis latar waktu di atas, dapat disimpulkan bahwa pengarang menggunakan latar waktu yang berupa hari, minggu, bulan, tahun, pagi, siang, petang, malam, jam, dan akhir tahun pelajaran.

4.1.4.3 Latar Sosial

Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks, seperti adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, dan bersikap. Latar sosial novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini adalah tentang kehidupan tokoh utama Bu Suci dan Waskito. Latar sosial digambarkan pada kehidupan Bu Suci sebagai pendidik dan guru di sekolah, sebagai seorang istri, sebagai seorang ibu rumah tangga, dan sebagai anggota masyarakat. Bu Suci harus bisa menempatkan dirinya dalam setiap peranannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai seorang pendidik, Bu Suci benar-benar mendedikasikan dirinya sebagai seorang pengajar sejati, yang tidak hanya bertugas mengajar murid- muridnya dalam hal pelajaran, tetapi juga mendidik muridnya dalam hal perilaku. Bu Suci mencoba membantu murid sukarnya yang bernama Waskito untuk menyelesaikan masalahnya. Pada akhirnya pada diri Bu Suci dan Waskito terjalinlah sebuah pertemuan dua hati yang dapat menyelesaikan segala permasalahan yang ada. Sepintas lalu, tentu saja aku mementingkan anakku daripada muridku. Tetapi benarkah sikap itu? Benarkah pilihan ini didiktekan oleh suara hatiku yang sesungguhnya dan setulus-tulusnya? Aku menyukai pekerjaanku sebagai guru. Tak terhingga rasa lega yang kudapatkan di saat-saat aku berhasil membuat seorang atau beberapa anak didik mengerti sesuatu pelajaran yang semula kurang dipahaminya. Tarikan Waskito sedemikian besar bagiku, karena jauh di lubuk hatiku, aku menyadari bahwa aku harus mencoba menolong anak itu. Demi menyelamatkan seorang calon anggota masyarakat, tetapi barangkali juga demi kepuasaan pribadiku. Aku baru mulai bekerja di kota besar ini. Dan aku ingin mengetahui sampai di mana kemampuanku mencernakan persoalan dalam karirku. halaman 46. Anak dan murid. Bukan anak atau murid. Ya, akhirnya itulah yang harus kupilih: kedua-duanya. Aku ingin dan aku minta kepada Tuhan agar diberi kesempatan mencoba mencakup tugasku di dua bidang. Sebagai ibu dan sebagai guru. Dengan pertolongan-Nya, pastilah aku akan berhasil. Karena Dia Mahabisa dalam segala-galanya. halaman 47. Sebagai seorang istri, Bu Suci sangat patuh kepada suaminya, hal ini dibuktikan dengan kepatuhan Bu Suci mengikuti kepindahan suaminya yang dipindahtugaskan oleh perusahaan tempat bekerja suami Bu Suci, dari kota kecil Purwodadi ke kota besar Semarang. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan berikut ini. Beberapa bulan yang lalu, suamiku dipindah perusahaan ke kota besar ini. halaman 9. Suamiku mendahului pindah ke Semarang. Aku harus menunggu akhir tahun pelajaran bersama anak-anak. Suamikulah yang mengurus dan memililih sendiri rumah bakal tempat kami bermukim. Perusahaan pemukiman pengangkutan yang membawahi suamiku memberi pinjaman sebagai pembayar sebagian besar uang kontrakan. Itu termasuk syarat yang diajukan suamiku sebelum pindah. Kamar di kota memerlukan dia sebagai ahli mesin dan pengawas bengkel. Jadi bukan suamiku yang minta dipindahkan. halaman 11-12. Sebagai seorang ibu rumah tangga, Bu Suci merupakan sosok ibu yang perhatian kepada keluarganya terutama dapat menjadi ibu yang baik terhadap anak-anaknya. Bu Suci sangat memperhatikan ketiga anak-anaknya, terutama sangat memperhatikan anaknya yang kedua yang sering sakit-sakitan. Sambil menunggu surat tempat pengangkatan kepindahan kerja, aku tinggal di rumah. Selalu mengatur tempat kediaman kami yang baru, juga untuk mengurus anak-anak. Anak sulung dan yang kedua sudah masuk sekolah. halaman 12. Ketika masuk sekolah baru, di hari pertama aku menemani anak- anak. Aku memperkenalkan diri kepada Kepala Sekolah. Selain sebagai orang tua murid, juga sebagai guru yang menunggu keputusan pengangkatan dari pihak atasan. halaman 13. Tanpa menunggu habisnya bulan itu, aku akan mulai mengajar. Keadaan anakku malahan memburuk. Badannya panas, ditambah batuk dan salesma. Sebelum memulai tugas baruku, dia kami bawa ke dokter umum di dekat rumah. Semula, untuk memeriksakannya, aku menunggu waktu yang lebih longgar. Kata suamiku, kami sekeluarga diwajibkan periksa kesehatan lengkap ke dokter perusahaan. Kami sedang mencari- cari kesempatan untuk dapat berangkat bersama. halaman 19. Sebagai seorang anggota masyarakat, sosok Bu Suci merupakan orang yang mematuhi aturan dan adat istiadat di masyarakat, terutama di lingkungan rumah barunya di Semarang. Bu Suci sangat menghormati tata cara atau adat istiadat di lingkungan di rumah barunya di Semarang, yaitu dengan mengunjungi rumah RT setempat untuk memperkenalkan diri. Memenuhi tatacara, aku memperkenalkan diri ke Rukun Tetangga. Aku bertemu dengan istri RT, sebab suaminya sedang mengurus keperluan di tempat lain. Ramah dan sopan dia menyambutku. Setelah basa-basi, pembicaraan sampai perihal anak-anak dan pekerjaan. Lalu dia menceritakan kesibukannya. Dia menjadi anggota bermacam-macam perkumpulan. Organisasi istri “ini”, organisasi ibu-ibu “itu”. halaman 14.

4.1.5 Sudut Pandang atau Pusat Pengisahan atau Point of View