mengetahui rangsangan mana yang akan diperhatikan oleh orang-orang tersebut. Proses itulah yang kemudian dinamakan perhatian selektif.
2 Distorsi Selektif Rangsangan yang telah mendapatkan perhatian tidak selalu muncul persis di
pikiran orang seperti yang diinginkan oleh penciptanya. Distorsi selektif adalah kecenderungan orang untuk mengubah informasi menjadi bermakna
pribadi dan menginterpretasikan informasi itu dengan cara yang akan mendukung pra-konsepsi mereka. Namun tidak banyak yang dilakukan
pemasar terhadap distorsi selektif itu. 3 Ingatan Selektif
Orang akan melupakan banyak hal yang mereka pelajari namun cenderung akan mengingat informasi yang menyokong pandangan dan keyakinan
mereka. Dengan adanya ingatan selektif, orang cenderung akan mengingat hal-hal baik yang disebutkan tentang produk yang bersaing. Ingatan selektif
menjelaskan mengapa para pemasar menggunakan drama dan pengulangan dalam mengirimkan pesan ke pasar sasaran mereka.
2.5. Preferensi Konsumen Preferensi didefinisikan sebagai pilihan suka atau tidak suka oleh
seseorang terhadap produk yang dikonsumsi. Ketika seseorang dihadapkan pada pilihan, ia akan mengevaluasi alternatif yang tersedia berdasarkan kriteria
tertentu yang membuatnya lebih memilih yang satu daripada lainnya. Menurut Engel et al. 1994 ada beberapa variabel yang menentukan preferensi yaitu :
1 Pengaruh Lingkungan, terdiri dari : budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi
2 Perbedaan Individu, terdiri dari : sumberdaya, konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi.
2.6. Penelitian-penelitian Terdahulu Fahlevi 1999 menganalisisa preferensi konsumen terhadap produk Ice
Cream Swensen’s studi kasus di PT. Aneka Satwitra Sari Food, Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku konsumen produk Ice Cream
Swensen’s dengan meneliti hubungan antara karakteristik demografi konsumen terhadap perilaku pembelian dan untuk mengidentifikasi atribut produk Ice Cream
Swensen’s yang disukai oleh konsumen serta untuk menyusun strategi yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menentukan pemasaran produk ice cream
yang sesuai dengan preferensi dan kebutuhan konsumen. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis multi atribut.
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa mayoritas responden yang mengkonsumsi Ice Cream Swensen’s adalah dengan tingkat usia antara 20-29
tahun, latar belakang pendidikan mayoritas SMA, dengan mayoritas pekerjaan responden adalah pelajarmahasiswa, serta memiliki pengeluaran pribadi
mayoritas antara Rp. 500.000-700.000,- perbulan. Tempat pembelian ice cream yang paling banyak disukai adalah di restoran Swensen’s.
Atribut-atribut produk Ice Cream Swensen’s yang dianggap penting oleh responden menunjukkan nilai-nilai yang positif, diantaranya yaitu aroma produk
dan keseluruhan rasa produk. Sebaliknya responden menunjukkan sikap yang negatif terhadap ketersediaan produk, komposisi kandungan produk dan harga
produk.Dengan demikian responden menilai produk Ice Cream Swensen’s sudah sesuai dengan keinginan mereka, namun produk Ice Cream Swensen’s sangat
sukar didapatkan dan komposisi kandungan ice creamnya kurang diperhatikan, serta responden menilai bahwa harga produk Ice Cream Swensen’s masih
mahal. Novita 2002 menganalisis tentang sikap siswa SLTP dan SMU Negeri 1
Bogor terhadap atribut produk es krim. Analisis data yang dilakukan adalah
dengan menggunakan korelasi Pearson dan korelasi Spearman, kemudian dilakukan analisis secara deskriptif. Berdasarkan analisis yang digunakan,
peneliti menyebutkan bahwa bentuk es krim yang sangat disukai masing-masing siswa SLTP dan SMU Negeri 1 Bogor adalah bentuk cone, dan aroma es krim
yang sangat disukai adalah coklat. Untuk atribut warna kemasan yang paling disukai adalah warna biru, sedangkan tempat pembelian es krim paling banyak
disukai adalah pada penjual keliling dan toko dekat rumah. Hasil pembahasan lainnya didapat bahwa pada tingkat SLTP dan SMU
Negeri 1 Bogor, hubungan antara usia dengan volume dan frekuensi pembelian es krim bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar usia
responden maka volume dan tingkat pembelian es krim semakin kecil. Kemudian hubungan antara uang saku dengan volume dan frekuensi pembelian es krim
yang bernilai positif, yang menunjukkan bahwa semakin besar uang saku responden maka volume dan frekuensi pembelian terhadap es krim juga semakin
besar. Susanto 2003 menganalisis tingkat ekuitas merek yang dihasilkan
produk jamu kemasan di Kota Semarang menurut persepsi konsumen dalam menciptakan loyalitas pelanggan melalui riset perbandingan elemen-elemen
ekuitas merek. Skala dan alat analisis yang digunakan untuk riset elemen- elemen ekuitas merek ini adalah skala likert, median dan kuartil, analisis
deskriptif, diagram Performance-Importance dan analisis proporsi. Berdasarkan analisis yang digunakan, peneliti menyatakan bahwa merek
produk jamu kemasan yang memiliki ekuitas merek yang terkuat dari hasil perbandingan elemen-elemen ekuitas merek diantara ketiga merek yang diteliti
adalah merek Nyonya Meneer yang bersaing ketat dengan merek Sido Muncul, yang lebih baik dalam elemen kesadaran merek, persepsi kualitas dan jumlah
pengguna yang lebih banyak. Merek Sido Muncul lebih baik dalam elemen
asosiasi merek dan loyalitas merek. Namun merek Jamu jago belum mempunyai kekuatan yang bagus pada ekuitas mereknya dibandingkan merek Nyonya
Meneer dan Sido Muncul. Hasil penelitian terdahulu dijelaskan bahwa penelitian tentang produk es
krim yang dilakukan oleh Fahlevi bertujuan untuk mengetahui perilaku konsumen Ice Cream Swenen’s, mengidentifikasi atribut produk yang disukai oleh
konsumen, serta menyusun strategi yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menentukan pemasaran produk ice cream yang sesuai dengan preferensi dan
kebutuhan konsumen. Novita melakukan penelitian tentang analisis sikap siswa SLTP dan SMU Negeri 1 Bogor terhadap atribut produk es krim, sedangkan
Susanto melakukan penelitian tentang tingkat ekuitas merek yang dihasilkan pada produk jamu kemasan di Kota Semarang.
Sedangkan penelitian ini bertujuan untuk menganalisisa tingkat brand equity pada merek produk es krim Wall’s, Campina dan Indomeiji, perbandingan
hasil analisis terhadap elemen-elemen brand equity merek es krim tersebut serta implikasi dari merek produk es krim tersebut terhadap bauran pemasaran
perusahaan. Perbedaan penelitian ini dari dengan penelitian sebelumnya yaitu berdasarkan konsep penelitian, alat analisis, tempat penelitian dan produk yang
diteliti. Konsep penelitian yang dilakukan berhubungan dengan brand equity, sedangkan Fahlevi cenderung mengarah pada preferensi konsumennya. Konsep
ini juga berbeda dengan yang dilakukan Novita yaitu mengenai analisis sikap siswa SLTP dan SMU Negeri 1 Bogor terhadap atribut produk es krim. Konsep
penelitian dan alat analisis yang dilakukan Susanto sama dengan penelitian ini, perbedaannya terdapat pada produk dan tempat yang diteliti.
III. KERANGKA PEMIKIRAN