Pembelajaran Matematika di SD

49 dilakukan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga menimbulkan perubahan-perubahan perilaku siswa. Adapun indikator aktivitas siswa menggunakan model STAD berbasis teori Van Hiele dalam penelitian ini adalah: 1 kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran emotional activities; 2 keantusiasan siswa dalam menanggapi apersepsi visual activities, listening activities, mental activities, emotional activities; 3 memperhatikan materi yang dijelaskan guru melalui gambaralat peraga visual activities, listening activities, mental activities, emotional activities; 4 melakukan tanya jawab dengan guru tentang materi yang dipelajari oral activities, mental activities, listening activities; 5 menggunakan alat peraga dan melakukan percobaan motor activities; 6 mendiskusikan LKS bersama anggota tim oral activities, motor activities, listening activities, writing activities, mental activities; 7 mempresentasikan hasil diskusi tim emotional activities, oral activities; 8 memperhatikan kegiatan presentasi visual activities, listening activities, mental activities; 9 menyimpulkan pembelajaran mental activities; 10 mengerjakan kuis yang diberikan guru visual activities, mental activities, writing activities, emotional activities.

2.1.10 Pembelajaran Matematika di SD

2.1.10.1 Hakikat Matematika Matematika mengkaji benda abstrak benda pikiran yang disusun dalam suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol lambang dan penalaran deduktif Sutawijaya dalam Aisyah, 2007: 1-1. Hudoyono dalam Aisyah, 2007: 1-1 mengatakan bahwa matematika berkenan dengan ide gagasan-gagasan, 50 aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Sebagai guru matematika dalam menanamkan pemahaman seseorang belajar matematika utamanya bagaimana menanamkan pengetahuan konsep-konsep dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan konseptual mengacu pada pemahaman konsep, sedangkan pengetahuan prosedural mengacu pada keterampilan melakukan suatu algoritma atau prosedur menyelesaikan soal-soal matematika. Matematika, menurut Ruseffendi dalam Heruman, 2007: 1 adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Pengertian matematika tersebut sesuai dengan pendapat Soedjadi dalam Heruman, 2007: 1 yang menyatakan bahwa matematika memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Berdasarkan pengertiaan-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika mengkaji benda abstrak, pola pikir deduktif, dan menggunakan bahasa simbolis untuk memudahkan manusia berpikir dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. 2.1.10.2 Karakteristik Siswa SD Sifat anak SD-MI dikelompokkan menjadi 2 yaitu pada umur 6-9 tahun anak SD tingkat rendah dan pada umur 9-12 tahun anak SD tingkat tinggi Kardi, dalam Pitadjeng, 2015: 13. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa 51 kelas V sekolah dasar. Umur siswa kelas V SD yaitu 10-11 tahun sehingga masuk dalam sifat anak SD kelompok umur 9-12 tahun. Pitadjeng 2015: 15-17 menyatakan bahwa salah satu sifat fisik anak kelompok umur 9-12 tahun adalah senang dan sudah dapat mempergunakan alat- alat dan benda-benda kecil. Hal ini terjadi karena mereka telah menguasai benar koordinasi otot-otot halus. Untuk pembelajaran matematika, kegiatan-kegiatan yang tepat dan disenangi misalnya mengubah bangun dengan menggunting dan menyusun untuk mempelajari suatu konsep matematika. Contohnya membentuk bangun-bangun dari potongan tangram atau pancagram, atau mengubah bangun untuk mempelajari dan menemukan suatu rumus. Misalnya mengubah bangun jajargenjang untuk menemukan rumus jajargenjang yang diturunkan dari luas persegi panjang, atau mengubah bangun segitiga untuk menemukan rumus luas segitiga yang diturunkan dari luas persegi panjang. Sifat sosial anak kelompok umur ini sebagai berikut: mereka mulai dipengaruhi oleh tingakah laku kelompok, bahkan norma-norma yang dipakai kelompok dapat menggantikan norma yang sebelumnya diperoleh dari guru atau orang tua, mulai terjadi persaingan antara kelompok anak laki dengan kelompok anak perempuan dalam menyelesaikan tugas rumah maupun kompetisi dalam permainan, permainan-permainan dalam tim menjadi sangat populer, dan mereka mulai mempunyai bintang idola. Kemudian, sifat emosional mereka antara lain sebagai berikut: mungkin mulai timbul pertentangan antara norma kelompok dan norma orang dewasa yang dapat menyebabkan kenakalan remaja. Oleh karena itu, untuk membuat peraturan 52 di kelas harus mengikutsertakan peserta didik, karena mereka telah dapat menerima peraturan-peraturan, tetapi peraturan-peraturan tersebut harus disesuaikan dengan situasi dan tidak kaku. Sedangkan sifat mentalnya anak kelompok umur ini adalah mereka mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, lebih kritis, ada yang mempunyai rasa percaya diri yang berlebihan, dan ingin bebas. Perasaan ingin tahu yang tinggi ini merupakan modal besar bagi mereka untuk mempelajari sesuatu, termasuk matematika, dari berbagai sumber. Namun guru perlu memberikan petunjukpengarahan dari mana sumber-sumber suatu topik matematika dapat diperoleh. Pitadjeng 2006: 11 mengungkapkan bahwa untuk menciptakan pembelajaran matematika yang menyenangkan dapat menggunakan trik sebagai berikut: 1 dalam membagi kelompok kerja, buatlah kelompok laki-laki dan kelompok perempuan; 2 kegiatan mempelajari suatu topik matematika dapat dikemas dalam suatu pertandingan antar kelompok; 3 dalam pertandingan antar kelompok, mereka harus berlomba untuk mendapatkan hasil yang terbaik namun tetap dapat dipertanggungjawabkan, artinya untuk mencapai hasil terbaik tetap menggunakan norma-norma yang telah disetujui bersama antara guru dengan anak didik. Pendapat tersebut sesuai dengan model STAD, kelompok STAD terdiri dari 4-5 siswa heterogen yang meliputi jenis kelamin, tingkat kemampuan, suku, dan lain-lain. Pembelajaran menggunakan model STAD melibatkan kompetisi antar tim, setiap tim berusaha mendapatkan skor terbaik, siswa dalam tim 53 bertanggung jawab untuk saling membelajarkan anggotanya, karena skor tim diperoleh berdasarkan skor anggota tim. Siswa dalam tim merasa leluasa dalam belajar karena kegiatan diskusi, menyatakan pendapat, dan bertukar pikiran dilakukan bersama dengan teman sebaya sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan. Fase-fase pembelajaran Van Hiele melatih siswa memahami konsep matematika dengan terstruktur, sehingga pembelajaran menjadi bermakna. 2.1.10.3 Langkah-langkah Pembelajaran Matematika di SD Konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar penanaman konsep, pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Heruman 2007: 2-3 memaparkan pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep matematika adalah sebagai berikut. 1. Penanaman Konsep Dasar Yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata “mengenal”. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa. 2. Pemahaman Konsep Yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran penanaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya. 3. Pembinaan Keterampilan Yaitu pembelajarann lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. 54 Belajar dengan memahami konsep akan lebih lama tersimpan dalam memori dibandingkan dengan belajar menghafal. Penanaman konsep yang dihubungkan langsung dengan pengalaman belajar siswa atau melalui alat peraga akan memudahkan siswa dalam memahami konsep yang baru. Konsep matematika yang abstrak akan bertahan lama dalam memori dan melekat dalam pola pikir siswa apabila siswa belajar melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja.

2.2 KAJIAN EMPIRIS