Perlindungan Masyarakat Provinsi Sumatera Utara, Dekan FISIP USU dan sebagai pertinggal bagi peneliti.
4. Peneliti terbantu dengan bantuan dari pihak Kepala Desa Sionom Hudon
Selatan yang mengarahkan peneliti ke lokasi permukiman komunitas adat terpencil dan mempertemukan peneliti dengan warga binaan komunitas adat
terpencil. 5.
Memberikan pengarahan dan menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya pengisian kuesioner dan cara-cara pengisian kuesioner.
6. Peneliti membimbing setiap responden yang mengalami kesulitan dalam
mengisi angket. Untuk responden yang lanjut usia maupun yang buta aksara, peneliti membacakan keseluruhan isi kuesioner seperti metode wawancara.
Agar pembahasan tersusun sistematis, maka pembahasan data dalam penelitian ini dilakukan dengan membagi menjadi dua sub bab yaitu :
1. Analisis kharakterisktik umum responden
2. Evaluasi pemberdayaan komunitas adat terpencil dilihat dari input, process,
output dan impact.
5.2 Analisis Kharakteristik Umum Responden
Data mengenai identitas responden yang akan disajikan terdiri dari : jenis kelamin, usia, agama, suku, jenis pekerjaan dan pendidikan terakhir. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin
Frekuensi
1. 2.
Laki-laki Perempuan
43 7
86 14
Total 50
100
Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 5.1 responden laki-laki lebih menanggapi kegiatan yang
ada dalam pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat terpencil yang dilaksanakan oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara.
Responden perempuan yang terlibat seluruhnya merupakan Ibu rumah tangga yang sudah menjanda namun masih memiliki tanggungan. Pada warga komunitas adat
terpencil, responden laki-laki lebih sering terlibat dalam pengambilan keputusan bersama musyawarah desa dibandingkan dengan responden perempuan yang
sebagian tidak terlalu mengerti tentang program yang dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini juga terlihat dalam setiap musyawarah yang pernah dilakukan selama
perencanaan dan pelaksanaan program dimana ketika diadakan musyawarah, laki- laki mengambil tempat bagian depan, sedang perempuan duduk di bagian belakang
dan ataupun membantu segala urusan dapur. Hasil wawancara dengan seorang responden wanita menyebutkan, selama musyawarah berlangsung sangat jarang ada
suara dari wanita untuk memberikan pendapat ataupun pertanyaan seputar program pemberdayaan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
No. Usia tahun
Frekuensi
1. 2.
3. 4.
22 – 31 32 – 41
42 – 51 52
13 16
13 8
26 32
26 16
Total 50
100
Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa warga binaan komunitas adat
terpencil di Dusun Hutakalang Desa Sionom Hudon Selatan mayoritas terdiri dari usia produktif. Hal ini berpotensi besar dalam mendukung berbagai kegiatan dalam
program pemberdayaan karena masih didukung oleh kondisi fisik dan produktivitas warga desa. Ada juga warga yang usianya di atas 52 tahun dan sudah mengurangi
aktivitas bekerja di ladang di sawah. Golongan lanjut usia ini sebagian besar menghabiskan waktu dirumah, bersama anakmenantucucu ataupun tinggal hanya
berdua dengan pasangannya.
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Agama
No. Agama
Frekuensi
1. 2.
Kristen Protestan Kristen Katolik
48 2
96 4
Total 50
100
Sumber : Data Primer, 2013
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa hampir seluruh penduduk desa Sionom Hudon Selatan beragama Kristen Protestan. Agama yang homogen
menyebabkan konflik agama tidak pernah terjadi. Hal ini juga mempermudah proses pembentukan organisasi keagamaan. Selain agama, warga komunitas adat terpencil
juga masih meyakini beberapa nilai-nilai spiritual yang berhubungan dengan tradisi ritual adat. Dalam hal tertentu, sistem nilai dan kebiasaan adat tersebut dapat
menghambat proses perubahan warga komunitas adat terpencil itu sendiri kendatipun mereka mengaku sudah memeluk agama tertentu. Terkadang ada nilai-nilai adat
budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, contohnya penghormatan terhadap arwah leluhur. Disinilah terkadang terjadi kesenjangan antara pemahaman
agama dengan dominasi kebiasaan adat yang diwariskan secara turun-temurun.
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa
No. Suku Bangsa
Frekuensi
1. 2.
3. Dairi
Batak Toba Nias
40 7
3 80
14 6
Total 50
100
Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa penduduk di desa Sionom Hudon
Selatan mayoritas berasal dari suku Dairi. Kesamaan suku membentuk masyarakat yang homogen dengan tingkat komunikasi yang terbatas dari pihak luar. Suku lain
seperti Batak Toba dan Nias merupakan penduduk yang menikah dengan suku Dairi asli dan ada juga yang merupakan murni pendatang dari tempat lain setelah
diadakannya program pemberdayaan komunitas adat terpencil.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No. Jenis Pekerjaan
Frekuensi
1. 2.
Petani Lainnya Bidan
49 1
98 2
Total 50
100
Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa hampir seluruh masyarakat bekerja
sebagai petani. Kondisi geografis desa Sionom Hudon yang cocok untuk pertanian, baik lahan basah maupun lahan kering mendukung profesi masyarakat sebagai
petani. Hanya ada satu orang warga komunitas adat terpencil yang berprofesi non petani yaitu sebagai bidan desa.
Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No. Pendidikan Terakhir
Frekuensi
1. 2.
3. 4.
5. Tidak bersekolah
SD SMP
SMA Diploma Sarjana
5 28
14 1
2 10
56 28
2 4
Total 50
100
Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 5.6 dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan warga
komunitas adat terpencil masih sangat rendah. Rata-rata warga mengaku tidak punya biaya untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Kondisi ini
Universitas Sumatera Utara
jugalah yang menjadi salah satu penyebab kemiskinan budaya di desa ini. kemiskinan budaya sering meningkat menjadi kemiskinan terinvolusi dan tidak
adanya sikap ingin berubah. Rendahnya tingkat pendidikan warga juga berefek pada anak-anak mereka,
dimana motivasi untuk menyekolahkan anak setinggi-tingginya juga rendah. Terutama untuk anak perempuan, tamat SMA saja dirasa sudah lebih dari cukup,
setelah itu tinggal menunggu jodoh dan menikah. Rata-rata ibu rumah tangga isteri juga hanya tamat SD. Demikian juga halnya pada anak laki-laki, rata-rata pendidikan
hanya sebatas tamat SD ataupun SMA. Pendidikan setara SMP SMA menurut orangtua sudah cukup untuk menjadi bekal merantau dan mencari kerja. Setelah anak
laki-laki menamatkan pendidikan mereka baik SMP maupun SMA, biasanya mereka langsung merantau dan mencari pekerjaan di luar desa. Anak perempuan juga ada
yang merantau, namun jumlahnya lebih sedikit dibanding anak laki-laki yang merantau.
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak
No. Jumlah Anak
Frekuensi
1. 2.
3. 0 – 1
2 – 4 4
10 34
6 20
68 12
Total 50
100
Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebahagian besar warga
komunitas adat terpencil memiliki 2–4 orang anak per kepala keluarga. Hasil
Universitas Sumatera Utara
wawancara pada kaum Ibu di desa tersebut menyatakan bahwa mereka tidak ingin mengikuti program Keluarga Berencana KB dikarenakan terbiasa hidup dengan
anggota keluarga dalam jumlah banyak diatas 5 orang. Ketika ditanya tentang Program Keluarga Harapan, kaum Ibu mengaku sama sekali tidak mengetahui
apapun mengenai program tersebut. Padahal, mengacu pada Panduan Perlindungan dan Advokasi Perlindungan Komunitas Adat Terpencil Direktorat Pemberdayaan
KAT, 2010 telah dikatakan bahwa salah satu kegiatan perlindungan sosial untuk perempuan, ibu hamil dan menyusui adalah dengan pemberian jaminan sosial salah
satunya ‘Introduksi Program Keluarga Harapan’.
5.3 Analisis Evaluasi Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil