Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek)
2. Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek)
Negara-negara maju adalah bangsa yang memiliki lokomotif inovasi yang mampu menarik gerbong kemajuan bangsanya berupa pengembangan teknologi sebagaimana Jepang dan Korea Selatan pada industri otomotif dan elektronika, Amerika Serikat pada industri militer dan Teknologi Informasi, dan Taiwan pada industri komputer. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara terarah tersebut mendorong negara-negara itu mampu menguasai seluruh ikutannya, yang pada satu sisi membawa keuntungan ekonomis yang sangat besar serta di sisi lain juga mengangkat martabat bangsa. Potensi terbesar bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi Indonesia adalah dalam bidang hayati, kebumian, serta budaya yang sayangnya tidak cukup dikembangkan apalagi dijadikan sebagai prioritas unggulan pengembangan.
Selama ini, sumber-sumber Iptek yang menjadi bahan material penelitian dalam bidang fisik seperti hayati dan kebumian dalam posisi yang rawan. Dalam beberapa kasus, pencurian bahan material penelitian telah banyak terjadi, baik secara langsung maupun terselubung. Dinyatakan secara langsung, misalnya, bahan material dicuri langsung dari lokasi penelitian oleh peneliti luar negeri yang sering mengatasnamakan pari wisatawan ataupun aktivis lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Tidak jarang para wisatawan mengambil sampel bebatuan, tumbuhan, dan biota laut untuk dibawa pulang ke negerinya, tetapi kemudian dikembangkan sebagai bahan material penelitian yang berguna bagi pengembangan Ipteknya.
Sosial Budaya: MERAJUT KEINDONESIAAN KITA 151
Ada pula modus pencurian bahan material yang mengatas- namakan kurator seni yang melibatkan orang Indonesia, seperti pada kasus pencurian benda-benda pusaka pada Museum Gajah pada awal September 2013. Kasus pencurian tersebut tidak dapat langsung dikatakan sebagai sindikat pencuri yang membutuhkan uang dari logam mulia bahan material arkeologisnya, tetapi bisa diartikan sebagai pihak penghubung antara kepentingan ekonomi murni dan pihak pengembang Iptek yang membutuhkan bahan material penelitian. Hal seperti ini pun sebenarnya sering terjadi pada hilangnya arsip-arsip nasional, khususnya yang berhubungan dengan manuskrip lama (kitab, dokumen) dari Arsip Nasional dan Perpustakaan Nasional.
Pencurian tidak langsung, umumnya, terjadi atas nama kerja sama penelitian pengembangan dengan lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat dengan pihak luar negeri, baik atas nama negara, perusahaan maupun lembaga swadaya (lembaga donor) yang mengambil bahan material pengembangan Iptek berupa material biopiracy dan geopiracy, plus kekayaan budayanya, kemudian diakui sebagai temuannya sendiri. Pada kasus Tawon Garuda, misalnya, Rosichon Ubaidillah, Peneliti LIPI tidak diakui sebagai salah satu penemunya. Namanya disingkirkan oleh kedua peneliti lain saat pengajuan tulisan ke sebuah jurnal internasional. Demikian juga kasus penelitian bahasa yang dilakukan orang Indonesia di Halmahera Utara. Selain penelitian bahasa, ia ditugaskan pula dengan cara didampingi ahli lain, untuk melakukan kajian kekayaan sumber daya alam. Akhirnya, sebuah perusahaan
152 MENYONGSONG 2014-2019 152 MENYONGSONG 2014-2019
Dampak dari peta ancaman pengembangan Iptek, khususnya dalam colonial bio dan geopiracies sensu lato, termasuk cultural production pada era globalisasi tidak bisa dipandang ringan, karena
hal ini bersangkut paut dengan kedaulatan negara, kemandirian bangsa, dan integritas atau jati diri sebuah bangsa yang besar. Sementara itu, bangsa juga kesulitan untuk dapat maju secara pesat mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa yang telah maju karena tidak ada keserempakan langkah berdasar ilmu pengetahuan dan teknologi. Contoh paling nyata adalah tidak adanya prioritas pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kebumian, yang dalam hal ini terkait batubara. Para pemegang konsesi batu bara hingga pemerintah daerah pun cenderung menjual mentah secara murah dibanding mengolahnya untuk dapat memberi nilai tambah. Pihak Indonesia hanya sedikit mendapat uang, sedangkan nilai tambahnya dinikmati oleh industri China, India, bahkan Vetnam. Dalam industri sawit, Indonesia juga harus menjadi pengekor dan pemimpin atas
Sosial Budaya: MERAJUT KEINDONESIAAN KITA 153
Malaysia. Padahal tidak ada bangsa pengekor dan berorientasi keuntungan yang cepat dan gampang yang dapat menjadi bangsa besar.