243 lain, dalam bacaan psikologi, terjadi perkembangan atau mekarnya
potensi yang ada atau yang terpendam dan menemukan jati dirinya,
1080
yaitu berdekatan atau selalu bersama dengan Tuhan. B. Tanggung Jawab Muḥsin
Berangkat dari konsep muḥsin sebagai pribadi ideal yang mengedepankan kualitas amal di tengah-tengah komunitas sosialnya
dengan meleburkan diri ke dalam kepentingan pihak lain, kendati tidak mendapatkan imbalan dan kontribusi apapun yang diterimanya,
dikarenakan yang terlihat oleh muḥsin adalah sesuatu yang berada di luar dirinya, baik Allah atau sesama manusia,
1081
maka figur muḥsin memiliki tanggung jawab yang konstruktif bagi terwujudnya tata kehidupan yang
harmoni. Maslow memandang bahwa orang yang teraktualisasikan dirinya penuh tanggung jawab responsibility sebab diyakininya sikap
bertanggung jawab mempunyai dan mendatangkan penghargaan.
1082
Kajian pada bagian ini akan dikonsentrasikan kepada beberapa hal yang dirangkum dalam tanggung jawab individual dan sosial pribadi
muḥsin. Untuk kesempurnaan pembahasannya dilibatkan beberapa hadis Nabi saw.
a. Tanggung Jawab Individual
Tanggung jawab individual merupakan suatu tanggung jawab yang melekat secara inheren bagi muḥsin yang termaktub pada ayat-ayat
ihsan, kajiannya mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Muḥsin dalam Bela Agama
Membela agama Islam bagi muḥsin merupakan panggilan suci yang inhern dalam kalbunya, meski dituntut merealisasikannya dalam
1080
Goble, The Third Force, 26.
1081
Al-Ḥarāliy menyatakan bahwa seorang muḥsīn dengan ihsannya telah sampai pada puncak kebaikan amal. Perbuatan ihsannya terhadap sesama hamba
tercapai di kala ia memandang dirinya pada diri orang lain, sehingga ia memberikan sesuatu kepadanya yang seharusnya untuk dirinya sendiri. Sedangkan dalam
hubungannya dengan Allah, ia meniadakan dirinya hingga yang terlihat hanya Allah. Lebih jauh disebutkan bahwa perbuatan ihsan seseorang terhadap sesamanya ialah dia
tidak melihat lagi dirinya, dan hanya melihat orang lain. Secara definitif al-Ḥarāliy menyatakan bahwa muḥsin adalah figur yang melihat dirinya pada posisi kebutuhan
orang lain dan tidak melihat dirinya ketika beribadah kepada Allah swt. Oleh karena itu menurutnya muḥsin adalah sosok yang telah mencapai dua sisi sekaligus, yaitu di satu
sisi ia telah mencapai puncak kebaikan dalam amal, dan di sisi lain ia telah memposisikan profil atau citra dirinya. Al-Biqā’iy, Naẓm Al-Durar, Jilid 1, 142.
1082
Goble, The Third Force, 32.
244 bentuk peperangan yang identik dengan pembunuhan sehubungan dalam
peperangan hanya terdapat salah satu dari dua kemungkinan, yakni membunuh atau dibunuh.
1083
Muḥsin adalah sosok pribadi yang teraktualisasikan dirinya yang nilai-nilai agama Islamnya telah menyatu
dalam diri, keberadaan keislamannya sama dengan keberadaan dirinya, dan ancaman terhadap agamanya dipersepsi sebagai ancaman terhadap
dirinya.
1084
Para sahabat Nabi saw merupakan pribadi-pribadi yang rela berperang di jalan Allah atau berjihad dengan mengorbankan lahir dan
batin sebagai perwujudan dari ketaatan mereka kepada Allah swt dan Nabi saw, serta sebagai konsekwensi dari keberadaan mereka sebagai
muḥsinīn yang memiliki kesabaran yang tinggi seperti yang digambarkan Al-Qur`an pada surah Ali ‘Imrān3 : 172.
1085
Orang yang mentaati Allah dan Rasul atau َ و ِﷲ ِ ا ْ ﻮُ ـﺑﺎ َﺠَﺘ ْ ﺳا َ ﻦْ ﻳِﺬﱠﻟا
ِل ْ ﻮ ُ ﺳﱠﺮﻟا penggalan QS. Ali ‘Imrān3 : 172 untuk berjihad melawan orang-orang
kafir Quraisy adalah muḥsinūn atau ahli ihsan.
1086
Kepatuhannya yang tulus istijābah mendorong lahirnya kesiapan menanggung resiko
dengan senang hati dan kenyamanan jiwa, serta komitmen yang kuat dengan perangai Nabi saw. Perngorbanannya meliputi segenap potensi
yang dimiliki, baik fisik, materi, fikiran, jiwa, maupun keluarga.
1087
Perilaku ini dikarenakan keinginannya yang kuat untuk selalu bersama Allah yang berimplikasi terhadap pembenaran keyakinannya kepada
pesan-pesan Al-Qur`an, di antaranya kandungan surah Al-‘Ankabūt29 :
1083
Berkaitan dengan penafsirannya terhadap QS. Al-Taubah9 : 111 Ibn ‘Aṭiyyah mengutarakan bahwa Sesungguhnya orang-orang yang beriman dalam
berperang di jalan Allah sebagian mereka ada yang membunuh musuh dan sebagian lainnya terdapat orang yang terbunuh. Ibn ‘Aṭiyyah, Al-Muḥarrar, 885.
1084
Bagi Maslow orang yang mengaktualisasikan diri menyerap nilai-nilai ke dalam dirinya, sehingga setiap serangan terhadap nilai-nilai tersebut akan dianggap
sebagai serangan terhadap dirinya. Agama dalam pandangan Maslow sebagai suatu sistem nilai yang berguna sekali bagi manusia, seperti yang diutarakannya; Manusia
butuh filsafat hidup, agama atau suatu sistem nilai, sama seperti ia butuh sinar matahari, kalsium, dan cinta kasih. Orang yang tidak memiliki system nilai akan bersikap
impulsif, nihilistic, dan sepenuhnya sekeptik. Dengan kata lain, hidupnya sama sekali tidak bermakna. Goble, The Third Force, 94-95.
1085
Penjelasan lebih rinci dapat dilihat dalam Ibn ‘Aṭiyyah, Al-Muḥarrar, 382.
1086
Al-Bayḍāwiy, Anwār Al-Tanzīl, Jilid 2, 190.
1087
Al-Qushairiy menyebutkan bahwa istijābah adalah kepatuhan total yang
tidak disertai kehawatiran akan beban berat yang bakal ditanggung, hal ini dilakukannya dengan kegembiraan hati, kesukaan jiwa, dan kesenangan menanggung resiko sebagai
perwujudan dari peneladanan terhadap akhlak Nabi saw. Al-Qushairiy, Laṭā`if Al- ishārāt, Jilid 1, 282.
245 69 yang memberikan jaminan petunjuk dan jalan sebagai wujud dari
kasih sayang dan pertolongan-Nya untuk mendapatkan kesuksesan atau mencapai cita-cita.
1088
Dengan demikian orang yang berjihad, termasuk melakukan bela agama mendapatkan petunjuk untuk menuju jalan yang lurus hingga
memegang teguh agama Islam dan kebersamaan dengan Allah yang berbentuk pertolongan dalam mengalahkan musuh dari kalangan kafir
dan musyrik, karena mereka adalah para ahli ihsan yang membenarkan Nabi saw dan ajarannya.
1089
Lebih jauh dapat dikatakan bahwa muḥsin ialah mujahid sejati dalam membela agama yang menjadi bagian
hidupnya dengan melawan musuh, baik yang lahir seperti orang-orang yang menjadi musuh agama ataupun batin semacam nafsu amarah dan
setan, karena merasakan kehadiran Allah swt.
1090
Sesuatu yang tidak kalah pentingnya terdapat pada diri muḥsin sebagai manusia super adalah dorongan memenuhi kebutuhan akan
kepercayaan diri dan kemampuan melawan dan mengalahkan musuh dalam rangka bela agama, kemenangannya dalam perang murapakan
prestasi yang melahirkan pengakuan dari pihak lain akan eksistensinya sebagai insan merdeka atau bebas dari ancaman dan sebagai insan yang
memiliki harga diri. Kesemuanya itu, dalam bacaan psikologis, merupakan kebutuhan penghargaan esteem needs yang meliputi harga
diri dan penghargaan dari pihak lain.
1091
1088
Uraian di atas merupakan inti dari penafsiran Al-Alūsiy atas surah Al- ‘Ankabūt29 : 69. Al-Alūsiy, Rūḥ Al-Ma’ānī, Jilid 11, 15.
1089
Al-Ṭabariy, Jāmi’ Al-Bayān, Jilid 10, 161. Abū Sulaiman al-Dārāniy menyebutkan bahwa term jihad pada Al-‘Ankabūt29 : 69 tidak sebatas berperang
melawan musuh, melainkan mencakup bela agama, menolak kebatilan, melawan pelaku kezhaliman, memuliakan amar ma’ruf dan nahi munkar. Ibn ‘Aṭiyyah, Tafsīr Al-
Muḥarrar , 1469, dan Abī Ḥayyān, Al-Baḥr Al-Muḥīṭ, Jilid 7, 155, serta Ibn ‘Āshūr, Al-
Taḥrīr wa Al-Tanwīr, Jilid 8, Juz 21, 37. Adapun Al-Bayḍāwiy menilai jihad yang
termaktub pada ayat ini meliputi jihad terhadap musuh baik yang nyata atau tersembunyi. Al-Bayḍāwiy, Anwār Al-Tanzīl, Jilid 2, 214.
1090
Al-Zamakhshariy menafsirkan awal surah Al-‘Ankabūt29 : 69 dengan menyebutkan bahwa tidak disebutkan objek dari perintah berjihad menunjukkan
cakupannya kepada jihad melawan nafsu amarah, setan, dan musuh-musuh agama. Al- Zamakhshariy, Al-Kashshāf, 824.
1091
Esteem needs penghargaan terdiri dari harga diri dan penghargaan dari pihak lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi,
penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan. Pengahrgaan dari pihak lain mencakup prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama
246 Peperangan dan pembunuhan pada asalnya dilarang Allah swt
lantaran termasuk pada tindakan aniaya, merusak bumi, dan mengalirkan darah, apalagi bila dilakukan tanpa ada alasan yang hak.
1092
Adapun peperangan dan pembunuhan yang dilaksanakan dengan alasan yang hak dibolehkan dan dibenarkan agama, di antaranya adalah:
Pertama; Berjihad di jalan Allah melawan dan membunuh musuh- musuh-Nya serta melindungi diri dan membela agama-Nya. Surah Al-
Anfāl8 : 39 menjadi salah satu rujukan utamanya.
1093
Kedua; Adanya bughāt para pembangkang. Upaya membunuh atau memerangi mereka hingga kembali ke jalan Allah menjadi solusi yang
dinilai efektif oleh Al-Qur`an dan sebagai tindakan prefentif agar tidak timbul pembangkang berikutnya, karena merasa jera. Surah Al-
Hujurāt49 : 9 merupakan argumen samawi berkenaan dengan dibolehkannya melakukan upaya tersebut.
1094
Ketiga; Pelaksanaan qiṣāṣ sebagai sanksi hukum yang setimpal dan sepadan dengan mengeksekusi terpidana mati. Surah Al-Baqarah2 : 178
melegitimasi pembunuhan dalam rangka qiṣāṣ.
1095
baik, serta penghargaan. Rita, Introduction, Jilid 2, 318, dan Goble, The Third Force, 42.
1092
Ibn ‘Āshūr pada akhir penafsirannya terhadap surah Al-An’ām6 : 151
menyebutkan bahwa Allah mengharamkan pembunuhan dikarenakan dalam rangka menata kehidupan sosial yang kondusif dengan mereformasi aqidah, memelihara
tatanan kehidupan keluarga, menghindar dari kerusakan, dan menjaga beraneka macam hal yang dapat terwujud dengan meninggalkan tindakan saling membunuh. Ibn ‘Āshūr,
Al-Taḥrīr wa Al-Tanwīr, Jilid 4, Juz 8, 162.
1093
Al-Samarqandiy menafsirkan perintah membunuh yang tertera pada surah al-Anfāl8 : 39 dengan membunuh orang-orang musyrik hingga terhapus tradisi syirik di
kota Mekkah atau hingga mereka tidak berbuat syirik dan mentauhidkan Allah swt. Al- Samarqandiy, Baḥr Al-Ulūm, Jilid 2, 18.
Dengan merujuk kepada pendapat para pakar sejarah Islam Ibn ‘Āshūr mengungkapkan bahwa pada mulanya orang-orang Islam
memerangi orang-orang musyrik berfungsi untuk mempertahankan diri dan melindungi kaum muslimin yang lemah dan termanjinalkan pada tempat tinggal mereka dari
kekejaman kaum musyrikin. Ibn ‘Āshūr, Al-Taḥrīr wa Al-Tanwīr, Jilid 4, Juz 9, 347.
1094
Al-Tahabariy dalam menafsirkan surah Al-Hujurāt49 : 9 menjelaskan bahwa yang dimaksud bughāt para pembangkang adalah mereka yang tidak menerima
atau menolak hukum Allah. Al-Ṭabariy, Jāmi’ Al-Bayān, Jilid 11, 387.
1095
Ibn ‘Aṭiyyah mengutarakan bahwa kosakata kutiba yang tertulis pada surahAl-Baqarah2 : 178 berarti furiḍa diwajibkan atau difardukan. Oleh karena itu
maksud ayat tersebut adalah hukum qishash diberlakukan bagi pelaku tindak pembunuhan jika wali pihak terbunuh menghendakinya dalam rangka patuh kepada
perintah Allah dan tunduk kepada syareat qishash. Lebih jauh menurutnya pemerintah diharuskan melaksanakan hukum qishash dan menegakkan hadd sanksi hukum yang
247 Namun demikian pengenaan hukuman qiṣāṣ kepada terpidana
pembunuhan bukan semata-mata bertujuan untuk menghilangkan nyawa, terlebih didorong rasa dendam dan penuh kebencian, meski tindak
kejahatan yang dilakukannya melampaui batas. Akan tetapi untuk menegakkan perintah Allah dengan sebenar-benarnya, yakni
mewujudkan keadilan dan menciptakan rasa aman serta kelestarian hidup bagi suatu komunitas manusia.
1096
Dalam kondisi seperti di atas peperangan dan pembunuhan dapat dilaksanakan dengan cara ihsan.
1097
Etika memerangi atau membunuh dengan hak yang dianjurkannya adalah memerangi atau membunuh
dengan tidak disertai rasa kebencian dan balas dendam serta penganiayaan terhadap orang yang dibunuh, melainkan semata-mata
melaksanakan hukum Allah swt sebgai akibat dari merasakan kehadiran dan pengawasan-Nya. Demikian seorang muḥsin menjadi figur teladan
dalam melaksanakan agama Allah disertai dengan kemuliaan akhlak.
2. Muḥsin dalam Aksiologi ilmu
Ilmu yang menjadi salah satu sebab manusia diangkat menjadi khalifah di bumi
1098
tidak memberikan jaminan kepada manusia kebal
berfungsi untuk mencegah pelakunya mengulangi perbuatan jahatnya. Ibn ‘Aṭiyyah, Tafsīr Al-Muḥarrar , 157. Arti hadd seperti itu dapat dilihat dalam Imām abi Zakariyyā
Muhyi Al-Dīn ibn Sharaf Al-Nawawiy, Al-Majmū’ Sharh Al-Muhadhdhab Beirut, Dār al-Fikr, t.t, Jilid 20, 3. Selanjutnya disebut Al-Nawawiy, Al-Majmū’.
1096
Al-Bayḍāwiy dengan menganalisa penggunaan kata qīshāsh yang disertai al sebagai lafaẓ al-ma’rifat tertentu dan kata hayāt tidak disertai al sebagai lafaẓ al-
nakirah tidak tertentu yang termaktub pada surah Al-Baqarah2 : 179 menyimpulkan bahwa dalam qishash mengandung macam hukum yang menjunjungtinggi kebesaran
suatu kehidupan. Sesungguhnya jika pembenuh benar-benar mengerti tentang hal ini, maka ia akan berhenti dari membunuh.
Al-Bayḍāwiy, Anwār Al-Tanzīl, Jilid 1, 103. Ibn
‘Aṭiyyah dengan menekankan pada aspek fungsinya menjelaskan bahwa jika qishash ditegakkan dan direalisasikan dengan sebenarnya, maka akan melahirkan efek jera bagi
pelaku pembunuhan sekaligus menjunjungtinggi kehidupan. Ibn ‘Aṭiyyah, Tafsīr Al-
Muḥarrar , 159.
1097
HR. Muslim;
َﺔَﻠْـﺘ ِﻘْﻟا ا ْ ﻮُـﻨ ِﺴ ْﺣَﺄَﻓ ْ ﻢُﺘْﻠَـﺘَـﻗ اَذِﺈَﻓ ٍﺊْﻴ َﺷ ﱢﻞُﻛ ﻰَﻠَﻋ َنﺎ َ ﺴْﺣِﻹْا َ ﺐَﺘَﻛ َﷲا ﱠنِإ .....
ﻢﻠﺴﻣ ﻩاور
Artinya: Sesungguhnya Allah menetapkan mewajibkan berbuat baik ihsan atas segala sesuatu. Jika kamu membunuh maka berihsan-lah dalam membunuh itu ….
Al-Nawawiy, Al-Minhāj, Juz 7, 34.
1098
Al-Bayḍāwiy menetapkan bahwa ilmu merupakan syarat bagi pengemban tugas khalifah. Lebih jauh, ketika menafsirkan surah Al-Baqarah2 : 33 ia mengutarakan
bahwa ayat ini menunjukkan kemuliaan manusia dan keistiwaan dan keunggulan ilmu
248 dari godaan dan kesesatan, meski ilmu merupakan cahaya yang dapat
menyinari kehidupan.
1099
Selain ilmu sebagai sinar, keberadaannya tidak berbeda seperti hawa nafsu yang menjadi potensi pada setiap diri
manusia. Keduanya saling mewarnai, keunggulan salah satunya menyebabkan kehidupan manusia menjadi terang atau gelap. Nabi Adam
as yang diajar langsung oleh Allah swt
1100
dan isterinya, Hawa, tidak dapat menahan diri dari godaan syaitan, ilmunya dikalahkan oleh hawa
nafsu keduanya hingga terusir dari surga.
1101
Karun yang hidup semasa dengan Nabi Musa as berjalan di muka bumi dengan membanggakan
harta dan ilmunya hingga menjadi orang yang congkak. Nasehat kaumnya agar karun tidak sombong, mencari kebahagiaan akhirat dengan
tidak melupakan nikmat dunia, berbuat ihsan, dan tidak merusak bumi direspon negatif dan disikapinya dengan arogan.
1102
Sikap Karun yang membanggakan diri dengan ilmu yang dimilikinya seperti yang termaktub dalam surah Al-Qaṣaṣ 28 : 78
1103
dari ibadah. Al-Bayḍāwiy, Anwār Al-Tanzīl, Jilid 1, 52.
Sedangkan Al-Rāziy nengungkapkan bahwa pengangkatan Adam as menjadi khalifah ditandai dengan dua
hal, yaitu sujud penghormatan malaikat kepadanya dan ilmu yang banyak dimilikinya hingga malaikat tidak mampu menyainginya. Kajian panjang lebar mengenai hal ini
dapat dilihat pada Al-Rāziy, Mafātiḥ Al-Ghayb, Jilid 2. Juz 2, 194.
1099
Majid, Islam Doktrin, xv.
1100
Al-Jauziy dengan mengutip pendapat para pakar menafsirkan surah Al- Baqarah2 : 31 bahwa Allah telah mengajarkan semua nama makhluk-Nya atau nama-
nama makhluk tertentu. Al-Jauziy, Zād Al-Masīr, 54.
1101
Ibn ‘Āshūr pada waktu menafsirkan surah Al-Baqarah2 : 36 menjelaskan adanya peringatan khusus dalam ayat ini tentang pengetahuan ilmu Adam as bahwa
orang yang keluar dari surga berarti meninggalkan seluruh isinya, sehingga muncul kesadaran akan penyesalan yang mendalam pada diri manusia. Hal ini merupakan pesan
yang seyogyanya membekas pada hati manusia penyesalan yang mendalam akan pelanggaran Adam as atas pesan Allah swt agar mereka tetap berpegang teguh dengan
perintah dan larangan-Nya serta menyukai sepenuh hati menempuh jalan menuju ke surga. Ibn ‘Āshūr, Al-Taḥrīr wa Al-Tanwīr, Jilid 1, Juz 1, 434.
1102
Penjelasan lebih detil berkenaan dengan penafsiran surah Al- Qaṣaṣ28 : 76-78 dapat dilihat dalam
Abī Ḥayyān, Al-Baḥr Al-Muḥīṭ, Jilid 7, 127-128 dan Al-
Biqā’iy, Naẓm Al-Durar, Jilid 5, 517-519.
1103
Al-Zamakhshariy menyebutnya bahwa kosakata ‘indī yang tercantum dalam ayat tersebut berarti dugaanku atau menurutku, artinya ia mengira segala urusan
karena ilmunya yang menjadikannya lebih unggul dari segenap manusia. Ia merupakan orang yang paling mengusai taurat di antara bani Israil. Versi lainnya menyebutkan
bahwa Karun ahli di bidang ilmu kimia, dan terdapat versi yang menyatakan Karun memiliki keterampilan yang mumpuni di bidang perdagangan, dahqanah, dan berbagai
sektor bisnis. Al-Zamakhshariy, Al-Kashshāf, 810.
Selain itu, secara khusus, yang
249 dalam menyikapi nasehat kaumnya terutama supaya Karun berbuat ihsan
atau menjadi muḥsin yang tercantum dalam surah Al-Qaṣaṣ 28 : 77 “ wa ahsin kamā aḥsana Allahu ialaika, yang berarti: dan berbuat baik-lah
seperti Allah telah berbuat baik kepada kamu,” di satu sisi merupakan salah satu bukti sejarah yang melukiskan keangkuhan pemilik ilmu, dan
di sisi lain menunjukkan bahwa ilmu perlu dilengkapi perilaku ihsan. Ilmu akan lebih berfungsi positif dan bermanfaat bila berada di tangan
setiap muḥsin sehubungan ilmunya akan terbimbing nilai ruhaniah yang terpancar dari kesadaran hidup yang paling dalam bahwa ia merasa
bersama dan diawasi Allah swt.
1104
Ilmu adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari manusia, mencari ilmu merupakan tahapan setrategis untuk mengetahui dan
mencapai kemaslahatan hidup. Allah menghargai pencari dan pemiliknya dengan memberi derajat yang lebih tinggi dan menempatkan posisi ilmu
semakin urgen yarfa’i Allah al-ladhīna āmanū minkum wa al-ladhīna ūtū al-‘ilma darajāt.
1105
Penggalan ayat ini, bila dikaitkan dengan penggalan sebelumnya dari ayat yang sama, mendeskripsikan bahwa
iman merupakan faktor pendorong kepada lapang dada dan mematuhi
dimaksud dengan penggalan ayat “’alā ‘ilmīn ‘indī” adalah kemampuan Karun merekayasa emas dengan keahliannya di bidang ilmu kimia yang didapatnya dari Nabi
Musa as. Nabi Musa as mengajarkan ilmu kimia kepada ketiga muridnya, yaitu Karun, Yusya’, dan Nabi Harun as. Kepada Karun, ia mengajarkan sepertiga pengetahuan
tentang cara pemberdayaan kimia, kepada Yusya’ sepertiga, dan kepada Nabi Harun- pun sepertiga. Sementara Karun mendustai Nabi Musa dan Nabi Harun, alaihimā al-
salām, dengan berpura-pura beriman kepada keduanya, hingga ia menguasai ilmu pengetahuan dan tehnologi yang dimiliki keduanya, kemudian ia menerapkan
keahliannya tersebut untuk mendapatkan harta hingga ia memiliki harta banyak. Al- Qurṭubiy, Al-Jāmi’, Jilid 13, 315.
1104
QS. Al- Qaṣaṣ 28 : 78 bagi Ibn ‘Āshūr merupakan jawaban Karun atas nasihat kaumnya yang tertera pada surah Al- Qaṣaṣ28 : 77 yang ditafsirkannya sama
dengan Karun berujar “saya lebih tahu dari pada kalian”. Penafsirannya ini ditekankan pada makna harf jarr ‘alā yang menunjukkan kepada “kemampaun yang
sesungguhnya”, artinya harta yang saya miliki semata-mata karena kemampuanku menguasai ilmu tentang cara mendapatkan harta yang terdapat dalam Taurat.
Ibn ‘Āshūr, Al-Taḥrīr wa Al-Tanwīr, Jilid 8, Juz 20, 181.
1105
QS. Al-Mujadalah58 : 11 terutama penggalannya yarfa’i Allah al-ladhīna
āmanū mīnkum wa al-ladhīna ūtū al-‘ilma darajāt ditafsirkan sebagai orang yang beriman dan berilmu mempunyai kelebihan dan keutamaan dibandingkan dengan orang
yang tidak berilmu. Berkaitan dengan penggalannya wa al-ladhīna ūtū al-‘ilma darajāt secara khusus al-Samarqandiy mengemukakan bahwa maksudnya adalah ahli ilmu
memiliki beberapa derajat, yakni orang yang menuntut ilmu di dunia akan mendapatkan beberapa derajat di hari akhir.
Al-Samarqandiy, Baḥr Al-Ulūm, Jilid 3, 337.
250 perintah, sedangkan ilmu mendidik hati manusia menjadi lapang dan
cenderung mentaati segenap perintah Allah swt. Kedua-duanya mengantarkan manusia kepada derajat yang tinggi di sisi-Nya sejalan
dengan yang dikehendaki Nabi saw agar berlapang dada dan berdiri dari tempat duduk untuk menghormati orang yang layak dihormati.
1106
Kehendak menghormati pihak lain, terutama kepada orang-orang yang memberi ilmu merupakan watak yang dimiliki oleh self actualizer.
1107
Kemauan menghormati orang lain dengan tulus, terlebih kepada mereka yang mempunyai kemuliaan karena kesalihan merupakan
perwujudan dari sifat senang memberikan kebaikan dan kesenangan kepada pihak lain
1108
sebagai refleksi dari ilmu yang bermanfaat. Sisi gelap dari orang yang berilmu ialah terkuasai sifat takabbur
1109
yang mencerminkan ilmunya kurang bermanfaat, bila tidak disebut sebagai
tidak bermanfaat. Ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia akan bertahan, karena mereka akan menggunakan dan mengekalkannya.
Sedangkan ilmu yang tidak bermanfaat tentu akan mudah sirna mengingat manusia lebih cenderung meninggalkannya.
1110
Seorang muḥsin akan memanfaatkan dan mengamalkan ilmu untuk memenuhi hajat hidup orang banyak secara maksimal disertai
tanggung jawab sepenuh hati, berpegang teguh kepada etika ilmu, dan
1106
Ibn ‘Aṭiyyah, Tafsīr Al-Muḥarrar , 1835, dan Quṭub, Fī Ẓilāl Al-Qur`ān, Jilid 6, 3512.
1107
Maslow, Motivation, 139.
1108
Al-Raziy ketika menafsirkan surah Al-Mujādalah58 : 11, terutama
penggalannya īdhā qīla lakum tafassahū fī al-majālis fafsahū yafsah Allah lakum mengutarakan bahwa sesungguhnya setiap orang yang membuka lebar-lebar pintu
kebaikan dan kesenangan kepada sesama hamba Allah akan dilapangkan kebaikan di dunia dan akhirat. Berkaitan dengan maksud tafassahū fī al-majālis menurutnya “tidak
sebatas berlapang dada di suatu tempat, melainkan memberikan kebaikan kepada sesama muslim dan menggembirakan hatinya“. Al-Rāziy, Mafātih Al-Ghayb, Jilid 15,
Juz 29, 234.
1109
Hal ini dapat dipahami dari kisah Karun yang membanggakan ilmunya dan menganggapnya sebagai penyebab kesuksesannya memiliki harta banyak. Al-Biqā’iy
menilai Karun sebagai orang yang meyakini ilmunya sebagai foktor penyebab utama yang mendatangkan harta berlimpah, sehingga tidak ada satu orangpun yang dapat
mengunggulinya. Al-Biqā’iy, Naẓm Al-Durar, Jilid 5, 519.
1110
Nurcholish Majid dalam kaitannya dengan kesejalanan antara nilai kemanusiaan dan nilai keagamaan berpendapat bahwa sesuatu yang sejalan dengan nilai
kemanusiaan bermanfaat untuk manusia tentu akan bertahan di bumi, sedangkan yang tidak sejalan tidak berguna bagi manusia, muspra bagaikan buih tentu akan sirna.
Pendapatnya dilandaskan kepada surah Al-Ra’d13 : 17. Majid, Islam Doktrin , h. xvi.
251 tidak memanipulasinya untuk memperdaya manusia dan mengeksploitasi
besar-besaran sumber daya alam yang berorientasi kepada kepentingan pribadi atau kelompok.
1111
Apabila ilmu tidak dipegang oleh muḥsin, maka pemiliknya akan berperangai sebaliknya yang berdampak kepada
kerusakan bumi serta berperilaku sekuler,
1112
mengingat muḥsin adalah orang yang mengedepankan rasa selalu bersama dengan Allah swt dan
kesadaran akan pengawasan-Nya. Rasa dan kesadaran seperti ini yang menyebabkan pemilik ilmu akan memanfaatkannya dengan dibungkus
akhlak mulia, ketulusan, dan berwawasan teologis, serta ditujukan untuk kesejahteraan keseluruhan manusia dan memperkecil dampak negatif.
Berkenaan dengan hal tersebut seorang muḥsin adalah pengamal ilmu bagi kepentingan investasi kemanusiaan dan ketuhanan, serta ilmu
yang bermanfaat menjadi salah satu faktor bagi investasi yang bersifat lintas alam yang dilakukan seseorang untuk masa depan yang abadi
ketika kembali ke hadirat Allah swt atau “’Ilm yuntafa’u bih” memiliki relevansi yang abadi.
1113
3. Muḥsin dalam Profesi
Al-Qur`an berbicara dengan lugas mengenai keberadaan profesi yang dijalankan setiap muḥsin atau ahli ihsan sehubungan dengan
profesinya seorang muḥsin mengetahui persis hal-hal yang seharusnya dikerjakan, mampu melaksanakannya, dan berpegang pada amanat yang
diembannya.
1114
Kisah Nabi Yūsuf as menerima amanat untuk
1111
Al-Ghazali menyebutkan pernyataan Nabi Isa as bahwa perumpamaan ulama yang tidak baik seperti kuburan yang di permukaannya berupa bangunan
sementara di dalamnya berisikan tulang belulang. Abū Hāmid Muhammad bin Muhammad ibn Muhammad Al-Ghazāliy 450-520 H, Ihyā’ ‘Ulūm Al-Dīn Mesir, Dār
Ihyā` Al-Kutub Al-‘Arabiyyah, t.t, Juz 1, 60. Selanjutnya disebut Al-Ghazali, Ihyā’.
1112
Kisah Bal’ām yang memiliki pengetahuan ilmu tentang sebagian kitab Allah Taurat, kemudian meninggalkannya dan mencampakkannya ke belakang dengan
mengikuti jejak syetan hingga menjadi orang yang tersesat dan mengetahui ketersesatan dirinya. Demikian penafsiran Al-Alūsiyterhadap surah Al-A’raf7 : 175.
Al-Alūsiy, Rūḥ Al-Ma’ānī, Jilid 5, 104. Lebih jauh Ibn Abbas menyatakan bahwa ayat ini berkaitan
dengan kisah Bal’ām bin Ba’warā` yang diberi kemuliaan oleh Allah dengan anugerah do’a yang selalu diterima oleh-Nya, kemudian mendo’akan kejahatan bagi Nabi Musa
as, maka Allah mencabutnya. Al-Fairūzabādiy, Tanwīr al-Miqyās, 173, dan Ibn ‘Aṭiyyah, Al-Muḥarrar, 760-761.
1113
HR. Muslim. Al-Nawawiy , Al-Minhāj, Juz 6, 157.
1114
Ibn ‘Āshūr menyebutkan bahwa profesi atau keahlian al-Makānah mencakup ilmu al-‘ilm dan kemampuan al-qudrah . Menurutnya seseorang dengan
faktor ilmu dapat mengetahui kebaikan dan berorientasi kepadanya, dan dengan faktor
252 mengemban jabatan setruktural sebagai bendaharawan negara khazā`in
al-arḍ atau pengelola logistik
1115
di Mesir yang dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan amanat profesinya menjadi contoh
sejarah akan keberadaan muḥsin sebagai pengamal profesi sejati.
1116
Maslow menyebutnya dengan suatu tugas yang harus dikerjakan, bukan suatu tugas yang akan dilakukan.
1117
Surah Yūsuf12 : 55 memberikan pesan bahwa mengemban tugas atau jabatan disesuaikan dengan profesi supaya dapat diberdayakan
secara maksimal dengan dukungan pengetahuan dan kemampuan yang memadai. Permintaan Nabi Yūsuf as menjadi khazā`in al-arḍ atau
pengelola kekayaan negara sebagaimana termaktub pada surah Yūsuf12 : 55 merupakan responnya terhadap permohonan raja yang tercantum
pada ayat 54 atas jabatan yang akan dipikulnya bukan karena keserakahan. Akan tetapi semata-mata untuk mewujudkan dan
menjungjung tinggi prinsip keadilan, menghapus kezaliman, mengajak umat beribadah kepada Allah swt, dan meninggalkan agama berhala,
1118
menegakan kebenaran serta melakukan pengabdian kepada negara dan umat dengan maksimal, berkualitas, dan sebaik-baiknya,
1119
serta didasari oleh ilmu dan kemampuan
1120
karena mengemban amanat tidak
kemampuan seseorang mampu melaksanakan sesuatu yang benar-benar baik. Sedangkan sifat amanat meliputi hikmah dan keadilan. Seseorang dengan faktor hikmah
selalu berpegang teguh kepada perbuatan baik dan meninggalkan secara total dorongan kebatilan, dan dengan perilaku adil seseorang akan menyampaikan hak kepada
pemiliknya. Ibn ‘Āshūr, Al-Taḥrīr wa Al-Tanwīr, Jilid 6, Juz 13, 8.
1115
Al-Ḍhahāk dan Al-Zujāj menafsirkan khazā`in al-arḍ dengan bendaharawan Negara, dan Ibn Sāib menafsirkannya dengan pengelola logistik. Al-
Jauziy, Zād Al-Masīr, 704.
1116
Menurut Ibn ‘Āshūr pesan yang termuat pada redaksi dialogis dari surah Yūsuf12 : 54-55 adalah perkataan bijak dan teratur yang dilontarkan oleh Nabi Yūsuf
as kepada raja Mesir sehingga ia terkesan sebagai pribadi yang baik pemikirannya, indah bahasanya, dan luas wawasannya, yang layak menjadi orang kepercayaan raja dan
dekat dengannya untuk mengelola urusan kerajaan terutama bidang logistik dalam rangka menghadapi dan menanggulangi masa krisis yang dialami negerinya sesuai
dengan tafsiran mimpinya. Ibn ‘Āshūr, Al-Taḥrīr wa Al-Tanwīr, Jilid 6, Juz 13, 7.
1117
Maslow, Motivation, 134.
1118
Al-Shaukāniy, Fatḥ Al-Qadīr, Jilid 3, 42.
1119
Al-Ṣābūniy, Ṣafwat Al-Tafāsīr, Jilid 2, 57. Ayat 55 ini menjadi rujukan bolehnya bagi seseorang mencari dan memilih kekuasaan selama ia mampu
mengembannya dan bertujuan menegakkan kebenaran serta melaksanakan syareat Islam daripada dipegang oleh pelaku dosa atau orang kafir. Abī Su’ūd, Tafsīr Abī Su’ūd, Juz
3, h. 406, dan Al-Bayḍāwiy, Anwār Al-Tanzīl, Jilid 1, 488.
1120
Ibn ‘Āshūr, Al-Taḥrīr wa Al-Tanwīr, Jilid 6, Juz 13, 8.
253 sesuai dengan profesi dan kapasitas keahliannya lebih dekat pada berbuat
dzalim. Para rasul diutus oleh Allah dengan memiliki sifat adil, tidak ada satu orang-pun mempunyai ketahanan dalam mengemban amanat
tersebut setara dengannya.
1121
Nabi Yūsuf as adalah sosok pribadi yang terkenal memiliki kemampuan yang mumpuni di bidang mengelola
kekayaan bumi atau negara, di antaranya keahliannnya dalam pemerintahan, menghitung, dan berbahasa. Ini terlihat dari penyebutan
dua sifatnya yang menekankan pada kualitas diri sebagai hafīẓ dan ‘alīm. Hafīẓ berarti kemampuan mengemban apa yang dikelola atau
dikuasainya, dan ‘alīm bermakna mengetahui seluk beluknya, atau hafīẓ menunjukkan kepada keahlian menguasai perhitungan, dan ‘alīm
berkaitan dengan penguasaannya terhadap bahasa.
1122
Kemampuan Nabi Yūsuf dibuktikannya dengan menguasai wilayah beserta berbagai persoalannya terlebih dahulu yang didapatnya
melalui pengkajian yang mendalam dan hati-hati. Penguasaan tersebut menjadi unsur yang penting dalam menentukan kebijakan setrategis
strategic plan -pen- dan mengambil langkah-langkah oprasional action plan -pen- yang tepat guna dan hasil guna. Hal ini merupakan pesan
penggalan ayat 56 yatabawwa’u minhā ḥaithu yashā’ yang menggambarkan kesempurnaan kemampuan dan keahlian Nabi Yūsuf as
dalam menguasai dan mengelola persoalan negara, bagaikan seorang profesional di bidang perumahan menguasai dan memberdayakan rumah
atau tempat tinggalnya dengan mudah dan sukses.
1123
Nabi Yūsuf as bergerak bebas ke tempat mana saja yang hendak dikunjunginya dan
leluasa memaksimalkan daya upaya dalam mengemban urusan kenegaraan sesuai dengan keinginan yang didasarkan kepada
profesinya.
1124
Dengan demikian muḥsin dalam mengemban amanat lebih mengedepankan segi profesionalisme serta melaksanakannya dengan
1121
Ini adalah pendapat Al-Zujāj. Al-Jauziy, Zād Al-Masīr, 704.
1122
Al-Ṭabariy, Jāmi’ Al-Bayān, Jilid 7, 241-242. Ibn ‘Aṭiyyah mengidentifikasi kedua term tersebut kedalam sifat yang mencakup kecerdasan dan
penjagaan. Ibn ‘Aṭiyyah, Al-Muḥarrar, 1002. Sedangkan Ibn ‘Āshūr menyebut keduanya sebagai sifat yang menekankan pada kemampuan menjaga kepercayaan dan
mengetahui seluk beluk tugas, Ibn ‘Āshūr Al-Taḥrīr wa Al-Tanwīr, Jilid 6, Juz 13, 9, dan lihat Al-Qushairiy, Laṭā`if Al-Ishārāt, Jilid 3, 195.
1123
Abī Su’ūd, Tafsīr Abī Su’ūd, Juz 3, 406-407.
1124
Ibn ‘Āshūr, Al-Taḥrīr wa Al-Tanwīr, Jilid 6, Juz 13, 9, dan Al-Ṣābūniy, Ṣafwat Al-Tafāsīr, Jilid 2, 57
254 sebaik mungkin dan berkualitas, tanpa disisipi kecenderungan
penyalahgunaan profesi sehubungan penyertaan dan pengawasan Allah swt melekat pada kehidupannya.
Muḥsin dalam menjalankan profesinya tidak mengenal kemandirian yang terasing, tetapi berjalan di atas norma-norma umum
yang baku dan berlaku di tengah-tengah kehidupan manusia. Cara mengobati penyakit yang ditangani oleh seorang dokter muḥsin sama
dengan yang dikerjakan dokter lainnya. Perbedaannya hanya terletak pada moralitasnya sebagai ciri khas suatu profesi di tangan seorang
muḥsin akibat merasakan kehadiran dan pengawasaan Allah swt. Sedangkan kaidah-kaidah keilmuannya berlaku umum.
Dengan kata lain keunggulan seorang muḥsin dalam menjalankan profesinya adalah kemampuan meramu secara terpadu antara sisi
kesempurnaan lahir dan ketulusan batin yang memiliki relasi langsung dengan Allah swt secara berkesinambungan. Kedua faktor ini menyatu
dengan utuh, mengingat pencitraan Al-Qur`an terhadap sosok muḥsin, pada dasarnya, karena terkandung kualitas moral yang menuntut realisasi
dalam kiprahnya, sehingga mendorong tanggungjawabnya untuk melakukan aktivitas yang berguna bagi kepentingan umum sejalan
dengan norma-norma tertinggi dan terbaik, yang terbuka bagi umat manusia. Kemampuan demikian ini merupakan perwujudan dari
kreativita creativeneers, keaslian originality, atau daya temunya inventiveness.
1125
Kehidupan Nabi Yūsuf as yang sebagian kisahnya digambarkan dalam Al-Qur`an merupakan fakta sejarah, sebagai sosok pribadi yang
suci batin, kuat keyakinan, teguh pendirian, berakhlak mulia, dan tabah menghadapi berbagai ujian dan kesulitan yang menimpanya, baik berupa
penculikan dan pembuangan, fitnah dan pencemaran nama baik, serta penahanan dan penjara. Semua itu karena keberadaannya sebagai ahli
ihsan, kemudian membuahkan hasil berupa kedudukan tinggi lagi mulia serta dibutuhkan, dicintai dan ditaati umat di tengah-tengah kerajaan
Mesir. Sebagai muḥsin Nabi Yūsuf as menjalankan tugas menjadi
bendaharawan negara Mesir mengedepankan kepentingan umat dan negara dengan mengusung prinsip amanat dan menjunjung tinggi
komitmen kerakyatan, dedikasi yang tulus dengan tanpa pamrih, merasakan kebersamaannya dengan Allah swt, serta semata-mata ingin
1125
Maslow, Motivation, 134.
255 menuai ridha-Nya.
1126
Berarti pribadinya telah mencapai derajat yang sempurna dan berhasil mengaktualisasikan diri yang memiliki sifat lebih
memusatkan perhatian kepada tugas yang harus diselesaikan daripada mempertahankan ego diri sendiri.
1127
Penanganan urusan umat, terlebih menyangkut pemerintahan dan kenegaraan yang melibatkan undang-undang dan hukum, kepala negara
dan kepala pemerintahan, para pegawai dan tenaga kerja, pendidikan, pemilihan umum dengan kegiatan politik dalam negeri dan hubungan
internasional, militer yang menjadi tulang punggung keamanan dan pertahanan negara, dan sebagainya membutuhkan figur-figur muḥsin agar
pengelolaan organisasi kenegaraan dan pemerintahan serta pelayanan publik berjalan di atas akhlak mulia untuk merealisasikan masyarakat
sejahtera sehubungan sosok muḥsin selaku self actualizer selalu memperhatikan dan mengutamakan kesejahteraan masyarakat.
1128
Undang-undang dan hukum yang dibuat, ditetapkan, dan dilaksanakan oleh ahli ihsan tidak akan diwarnai oleh pelanggaran dan
ta’aṣṣubiyyah atau primordialisme sempit, tetapi didasarkan dan ditujukan bagi terwujudnya kemaslahatan umum, tegaknya hukum, dan
keadilan. Apabila pembuat dan pelaksana undang-undang dan hukum terdiri dari para ahli ihsan, maka akan dirasakan komitmen dan
penerapannya secara profesional. Sejarah telah memperlihatkan kesabaran dan keteguhan Nabi saw
sebagai pribadi muḥsin dalam memegang hukum dan ketetapan-ketetapan Allah swt, menegakkannya dengan adil, dan memperlakukan setiap orang
sama di depan hukum dan undang-undang, tanpa disertai perlakuan diskriminasi, meskipun kepada keluarga dan anaknya sendiri,
1129
karena
1126
Nabi Yūsuf as berhasil menegakkan keadilan hingga dicintai oleh rakyatnya. Beliau di masa peceklik menyediakan kebutuhan mereka. Tahun pertama
menyediakan makanan beserta uang dinar dan dirham, pada tahun kedua menyiapkan makanan bersama-sama perhiasan dan permata, dan pada tahun ketiga menyuguhkan
makanan berikut binatang untuk transportasi, kemudian tanah produktif dan perumahan. Langkah selanjutnya adalah beliau memerdekakan hamba sahaya dan mengembalikan
hak-haknya, termasuk harta. Beliau membagi-bagikan perbekalan makanan dengan adil, masing-masing dari mereka tidak ada yang mendapatkan jatah melebihi dari satu pikul.
Upaya-upayanya itu menyebabkan beliau disebut satu-satunya pemimpin yang paling mulia di mata bangsanya, yang tidak pernah mereka saksikan. Abī Su’ūd, Tafsīr Abī
Su’ūd, Juz 3, 407.
1127
Maslow, Motivation, 134, dan Goble, The Third Force, 28.
1128
Rita, Introduction, Jilid 2, 402.
1129
HR. Muslim. Al-Nawawiy, Al-Mīnhāj, Jilid 6, 247-248.
256 kesabaran dan keteguhan tersebut ia membangun benteng pribadi yang
tangguh untuk menghadapi godaan pengikut syahwat dan pelaku maksiat.
1130
Gambaran ini melukiskan sejarah Islam mendapatkan keutuhan dan maknanya yang khas dari pandangan hidup dan upaya
sungguh-sungguh untuk melakukan sesuatu dengan cara yang terbaik, sempurna, dan tidak setengah-tsetengah sesuai dengan arti yang termuat
pada muḥsin. Penegakan undang-undang dan hukum berhajat kepada figur
kepala negara dan pemerintahan serta para pembantunya yang bercermin kepada Nabi saw yang bersifat ṣiddīq, amānah, tablīgh dan faṭānah.
1131
Keempat sifat ini perlu dimiliki oleh para pemimpin dan calon pemimpin bangsa, negara, dan pemerintahan di berbagai tingkatan, meskipun tidak
persis seratus persen. Kesuksesan para utusan Allah dalam mengemban amanat-Nya
dan umat dikarenakan memiliki dan mengamalkan keempatnya secara konsisten di samping karena mendapatkan pertolongan-Nya.
Keempat sifat ini relevan pula untuk dimiliki oleh para pegawai, pengusaha, petani, pedagang, anggota militer, pendidik, dan lain-lain dari
eleman-elemen bangsa agar terjadi jaringan penegakan undang-undang dan hukum dengan ketaatan secara merata, yang kemudian berimplikasi
kepada sikap hidup kebersamaan yang diwujudkan dalam pelayanan publik yang berakhlak karimah dan profesional sebagai ibadah. Dengan
kata lain hubungan antar seluruh komponen bangsa adalah hubungan ketaatan kepada undang-undang dan hukum secara profesional yang
terpatri oleh rasa selalu bersama dengan Allah dan rasa senantiasa diawasi-Nya.
Apabila asumsi tentang Nabi saw dalam mengemban tugas ketuhanan tidak terlepas dari kerja politik diakui dan dibenarkan, maka
politik yang dilakukannya berbasis keempat sifatnya yang menjadi perwujudan dari keberadaannya sebagai ahli ihsan. Berangkat dari model
politik yang dilakukan Nabi saw, perpolitikan bangsa dan negara yang dikonfigurasikan kepada para politisi sudah selayaknya berbasis ihsan
dengan mengedepankan keempat sifat tersebut, dikarenakan mereka adalah pemimpin bangsa dan penentu berbagai perundangan dan
1130
Kiranya inilah termasuk salah satu maksud dari perintah Allah yang ditujukan kepada Nabi saw sekaligus kepada umatnya dalam surah Al-Insān76 : 24
dalam Al-Ṣābūniy, Ṣafwat al-Tafāsīr, Jilid 3, 496.
1131
Al-Ṭarābulsiy, Al-Huṣūn, 46-48.
257 peraturan, serta penggerak roda kehidupan kenegaraan secara
institusional. Etika dan sistem perpolitikan semacam ini akan membangun
politik kebersamaan yang “ruḥamā’ bainahum”
1132
atau saling menyayangi di antara mereka dan terbebas dari perilaku politik yang
sarat dengan adu domba, diskriminasi, kezaliman, dan fitnah. Apabila terjadi kompetisi di antara mereka di berbagai sektor kehidupan, seperti
pemilihan umum, baik untuk memilih wakil-wakil rakyat legislatif maupun memilih kepala negara dan kepala daerah, maka akan berada
pada koridor “fa istabiqū al-khairāt” atau berlomba mendapatkan kebaikan yang berwatak demokratis, karena terdapat perbedaan orientasi
dan pilihan.
1133
Apabila terpilih, maka tampil sebagai pribadi yang lebih dulu melakukan kebaikan dengan izin Allah al-sābiq bi al-khaerāt bi
idhn Allah
1134
dan profesional dengan integritas moral yang tinggi. 4. Muḥsin dalam Menghadapi Ujian Hidup
Ujian bagi manusia merupakan sunah Allah yang tidak dapat dihindari. Ia pasti terjadi dan sepatutnya dihadapi manusia dengan sabar,
ikhlas genuine desire, dan bersyukur gratitudesebagai manifestasi dari
1132
Quṭub menyebutnya ini merupakan pujian dari Allah kepada pribadi Nabi Muhammad saw dan sahabat-sahabatnya sebagai kelompok masyarakat yang berdaulat
dan sejahtera dengan masing-masing pribadi mendapatkan perkenanNya. Mereka tampak menjadi pilihan model kehidupan kolektif baik lahir atau batin, karena sikap
mereka yang jelas, baik ketika menghadapi orang-orang kafir dan terhadap sesama mereka, maupun di kala beribadah kepada Allah swt hingga keadaan hati mereka
dilukiskan-Nya sebagai yang semata-mata berorientasi kepada keutamaan dan keridhaan-Nya yang di tandai dengan bekas ibadah yang terlihat di wajah mereka.
Kondisi demikian adalah wujud dari masyarakat agamis yang menyatu secara utuh yang perpolitikannya diperhitungkan oleh penganut agama lain. Demkian subtansi tafsir
Sayyid Quṭub atas surah Al-Fath48 : 29. Quṭub, Fī Ẓilāl Al-Qur’ān, Jilid 6, 3331.
1133
Al-Biqā’iy dalam menafsirkan surah Al-Baqarah2 : 148 mengutarakan
bahwa setiap kelompok manusia memiliki orientasi yang dituju atau digandrungi, maka orientasi itu harus berupa kebaikan yang semestinya dicapai, artinya setiap orang
dituntut untuk berlomba dalam berbuat kebaikan sebagaimana orang yang bermusuhan, ia akan berusaha menjadi terdepan atau pemenang, karena sesungguhnya berlomba
menekankan pada usaha menjadi terdepan, dan berbuat mendahului akan menghasil salah satu yang unggul dari dua unsur yang berlomba.
Al-Biqā’iy, Naẓm Al-Durar, Jilid 1, 271.
1134
Abī Su’ūd menafsirkan surah Al-Fāṭir35 : 32 khususnya berhubungan dengan penggalan ayat al-sābiq bi al-khaerāt bi idhn Alla sebagai orang-orang yang
konsisten dengan menegakkan berbagai hal yang ditentukan Tuhan, baik berupa ilmu, amal, atau pengajaran pengabdian. Abī Su’ūd, Tafsīr Abī Su’ūd, Juz 5, 282.
258 pribadi muḥsin dalam hidup. Hidup dan mati pada hakikatnya ciptaan
Allah swt yang paradoks. Akan tetapi keduanya patut disikapi dengan adil sepadan dan seimbang dan diterima menurut apa adanya, tidak
dilihat dengan sebelah mata dan berat sebelah. Keduanya diciptakan bertujuan untuk menguji manusia agar secara selektif dapat diketahui
sosok pribadi yang terbaik amalnya.
1135
Dengan kata laian seorang muḥsin akan dapat dengan tulus mengapresiasikan hikmahnya yang
tersembunyi di balik paradoks antar keduanya hingga menuju dan memperoleh ḥasanah kebahagiaan hidup sebelum dan setelah mati.
Sebagai pribadi yang teraktualisasikan muḥsin trerkesan lebih sinergik ketimbang antagonistis, masa-masa yang sarat dikotomi telah
dilewatinya.
1136
Ujian yang disajikan Allah kepada manusia ada yang positif atau baik dan menyenangkan serta ada yang negatif atau buruk dan
menyengsarakan. Seorang muḥsin manakala diuji dengan sesuatu yang buruk dan tidak menyenangkan, maka bersabar, teguh pendirian, dan
ikhlas, tidak akan putus asa dan kecewa berlarut-larut, kendati ujian itu berupa musibah luka berat yang menggentarkan hati dalam peperangan
melawan musuh seperti yang termuat dalam makna dan pesan surah Ali ‘Imrān3 : 172 yang melukiskan sifat sahabat-sahabat Nabi saw yang
mewujudkan kepatuhan sebenar-benarnya dalam berjihad karena ketulusan iman sepenuhnya kepada Allah dan Nabi-Nya, meski dalam
keadaan terluka tanpa disertai kecenderungan dan harapan mendapatkan rampasan perang atau lainnya hingga mendapat penghargaan Allah
sebagai orang-orang yang berbuat ihsan dan bertakwa yang layak memperoleh pahala yang besar.
1137
1135
Al-Samarqandiy dengan mengutip pendapat Qatadah menfasirkan surah Al-Muluk67:2 mengungkapkan bahwa Allah menggugurkan anak cucu Adam dengan
kematian dan menjadikan dunia sebagai tempat kehidupan yang akan mengalami kehancuran dan menjadikan akhirat sebagai tempat pembalasan yang abadi untuk
menguji mereka dengan apa yang ada di antara hidup dan mati hingga terlihat siap yang paling sempurna dan ikhlas amalnya. Al-Samarqandi, Baḥr Al-‘ulūm, Jilid 3, 386.
Sedangkan Al-Bayḍāwiy dengan maksud yang sama menyatakan bahwa Allah telah menciptakan keduanya mati dan hidup untuk meguji kamu dengan beban pekerjaan
yang perlu dipertanggungjawabkan sehingga tampak siapa yang paling benar dan ikhlas amalnya atau siapa yang tebaik akalnya, paling menjauhkan diri dari yang dilarang-Nya,
dan siapa yang terpatuh kepada-Nya. Al-Bayḍāwiy, Anwār Al-Tanzīl, Jilid 2, 509.
1136
Maslow, Motivation, 149.
1137
Essey ini merupakan kandungan penafsiran Al-Biqā’iy terhadap ayat tersebut. Al-Biqā’iy, Naẓm Al-Durar, Jilid 2, 181.
259 Dengan demikian seorang muḥsin mampu menemukan jati
dirinya dan hakekat hidup serta menghargai hikmah di balik perjuangan
dan musibah yang menimpanya. b. Tanggung Jawab Sosial
Tanggung jawab ini lebih menekankan pada sisi pengabdian dan kepedulian, di antaranya ialah:
1. Muḥsin dalam Kesetiakawanan Sosial
Pengorbanan dalam kehidupan seorang muḥsin tidak sebatas berkaitan dengan semangat ketuhanan, melainkan mencakup pula pada
konteks kesejahteraan dan kemanusiaan yang diaplikasikan secara konsisten, di antaranya, dalam melaksanakan zakat dan sedekah,
1138
serta penyembelihan hewan ternak
1139
dan lain-lain yang didistribusikan untuk kepentingan sosial yang dilandasi semangat kepedulian sosial agar
1138
Ibn ‘Āshūr memposisikan komitmen tersebut sebagai sifat terpuji bagi seorang muḥsīn. Hal ini berhubungan dengan penafsirannya terhadap surah Ali
‘Imrān3:134. Ia menyebutkan bahwa ayat ini diakhiri dengan redaksi īnna Allah yuhibb al-muḥsinīn yang disebutnya dengan dhayl tepi kalimat menunjukkan sifat-sifat positif
berinfaq, menekan emosi, dan pemaaf yang termaktub dalam ayat ini tercakup dalam perbuatan ihsan, artinya orang-orang yang bertakwa dengan memiliki sifat-sifat mulia
tersebut disebut sebagai muḥsīn. Ibn ‘Āshūr Al-Taḥrīr wa Al-Tanwīr, Jilid 2, Juz 4, 91. Dengan kajian kebahasaannya yang terfokus pada identifikasi keberadaan al yang
tercantum pada term al-muḥsinīn dari penggalan ayat īnna Allah yuhībb al-muḥsinīn Al- Bayḍāwiy menyebutkan bahwa jika al didudukkan sebagai li al-jins, maka orang-orang
bertakwa yang mempunyai sifat-sifat positif tersebut termasuk ke dalam muḥsinīn, dan apabila al berfaidah sebagai li al-‘ahd, maka orang-orang bertakwa dengan sifat-sifat
positif tersebut adalah sebagai muḥsinīn. Al-Bayḍāwiy, Anwār Al-Tanzīl, Jilid 1, 180.
Adapun Al-Shaukāniy melakukan kajian yang sama dengan al-Baedhāwiy, tetapi secara khusus ia cenderung kepada membenarkan keberadaan al sebagai li al-jins, karena
memuat pesan yang menekankan kepada keumuman kosakata, bukan kepada kekhususan rangkaian redaksi. Ini berarti orang-orang bertakwa yang mempunyai sifat-
sifat positif tersebut termasuk ke dalam muḥsinīn. Al-Shaukāniy, Fatḥ Al-Qadīr, Jilid 1, 480.
1139
Al-Samarqandi ketika menafsirkan surah Al-Ḥajj22 : 37 mengutarakan bahwa mekakukan aktivitas penyembelihan hewan kurban dengan ikhlas dan senantiasa
bertakbir sebagai tanda bersyukur kepada Allah swt termasuk seorang muḥsin. Al-
Samarqandi, Baḥr Al-‘ulūm, Jilid 2, 396, Sedangkan Ibn ‘Āshūr dengan maksud yang
sama melalui analisis kebahasaan dalam menafsirkan surah Al-Ḥajj22 : 37 yang diakhiri dengan ism ẓāhir kata benda yang menggantikan ism ḍamīr antum kata ganti
orang kedua jamak mengisyaratkan bahwa mereka mendapat hidayah dari Allah swt dan melaksanakan hidayah tersebut menyembelih hewan kurban dengan ikhlas dan
senantiasa bertakbir termasuk pada berbuat ihsan. Ibn ‘Āshūr Al-Taḥrīr wa Al-Tanwīr,
Jilid 7, Juz 17, 270.
260 terwujud kesejahteraan sosial.
1140
Orang yang mengaktualisasikan diri memandang citra manusia dalam dirinya dan dalam diri orang lain. Ia memiliki sikap
mementingkan diri sekaligus tidak mementingkan diri. Kedua sikap itu lebur menjadi satu hingga menemukan kebahagiaan dalam membantu
orang lain. Maka baginya sikap tidak mementingkan dirinya itu mengandung sifat mementingkan diri juga. Ia peroleh nikmat yang
mementingkan diri dari kenikmatan orang lain, suatu cara untuk menyatakan tidak mementingkan diri. Sikap mementingkan diri
dilakukan dengan cara yang sehat, cara yang bermanfaat baginya dan bagi masyarakat umum.
1141
a. Pelaksanaan Zakat dan Sedekah