Pertanyaan Penelitian Kegunaan Penelitian

18 Adapun masalah yang dapat diungkap dan diidentifikasi dari tema Konsep Manusia ideal dalam Islam Studi profil muḥsin dalam perspektif Tafsir Ayat-ayat Ihsan adalah bertalian dengan masalah pencitraan Al- Qur`an terhadap makna dan potret pribadi muḥsin sebagai insan ideal untuk disandingkan dengan self actualizer-nya Maslow. Hal ini memiliki konsekwensi logis, yaitu munculnya masalah yang berhubungan dengan makna, karakteristik, martabat, keberadaan, dan tanggung jawab muḥsin sebagai insan ideal yang tersurat dan tersirat dalam Al-Qur`an, terutama tafsir ayat-ayat ihsan. Kajian tentang karakteristik mempunyai kaitan erat dengan masalah kepribadian yang secara langsung menyeret profil muḥsin ke dalam analisis psikologi yang dapat menyokong kepada gambaran eksistensinya mengingat kepribadian muḥsin berdimensi psikologis yang kental spiritualitas dan metafisik. Pengawinan kedua bacaan antara Al-Qur`an dan tafsirnya dengan psikologi melahirkan masalah baru pendekatan apa yang tepat dalam mempersepsikan Al- Qur`an itu sendiri mengingat ada dua arus pemikiran besar di kalangan umat Islam tentang layak atau tidaknya ilmu pengetahuan barat yang objektif disertakan dalam menafsirkannya. Sebagian dari mereka menolak secara ekstrim, dan sebagian lainnya menerima. Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada bagaimana Al-Qur`an berbicara seputar muḥsin sebagai manusia ideal dan beberapa term yang memiliki hubungan makna dengannya, seperti term ‘adl, muslim, mu’min, muttaqin, dan ṣālih serta karakteristik, martabat, keberadaan, dan tanggung jawab muḥsin dengan pisau analisis psikologi dan pendekatan metodelogi yang tepat.

b. Pertanyaan Penelitian

Pokok masalah yang diteliti memerlukan deskripsi yang hati-hati agar dihasilkan kejelasan konsep muḥsin yang komprehensif. Untuk itu disusun rumusan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep dasar manusia ideal dalam perspektif psikologi humanistik Maslow yang anthropo-sentris? 2. Bagaimana konsep dasar muḥsin dan hubungannya dengan term yaitu; Pertama; Berorientasi kepada satu porsi Al-Qur`an yang penafsirannya secara berurutan ayat demi ayat dari setiap surahnya Mauḍi’iy. Taḥlīliy, Ijmāliy, dan Muqaran termasuk dalam kategori model ini. Kedua; Berorientasi kepada penetapan suatu tema dari satu surat atau lebih Mauḍū’iy. Sebutan lain dari kedua kategori tersebut adalah Al-Tafsīr Al-Tajzī`iy Mauḍi’iy dan Al-Tafsīr Al-Tauhīdiy Mauḍū’iy. Al-Khālidiy, Al-Tafsīr Al-Mauḍū’iy, 40-41. 19 ‘adl, muslim, mu’min, muttaqin, dan ṣālih dalam Al-Qur`an yang dapat membentuk simpul-simpul keagamaan pribadi? 3. Bagaimana karakteristik dan martabat muḥsin sebagai manusia ideal menurut Al-Qur`an dengan pisau analisis psikologi humanistik Maslow? 4. Bagaimana keberadaan dan tanggung jawab muḥsin sebagai manusia ideal dalam Al-Qur`an dengan pisau analisis psikologi humanistik Maslow?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penulis dalam meneliti masalah ini berhajat kepada pemaparan dua hal yang integratif, yakni tujuan dan kegunaannya, dengan maksud supaya penelitiannya terarah dan bermanfaat. a. Tujuan Penelitian 1. Untuk menemukan data teoritis tentang konsep dasar manusia ideal dalam perspektif humanistik Maslow yang antropo-sentris, serta konsep dasar muḥsin dan hubungannya dengan term ‘adl, muslim, mu’min, muttaqin, dan ṣālih dalam Al-Qur`an. 2. Untuk memahami karakteristik dan martabat muḥsin sebagai manusia ideal menurut Al-Qur`an dengan pisau analisis psikologi humanistik Maslow. 3. Untuk mengemukakan dengan cermat keberadaan dan tanggung jawab muḥsin sebagai manusia ideal dalam Al-Qur`an yang dikombinasikan dengan psikologi humanistik Maslow.

b. Kegunaan Penelitian

Dari sisi aksiologis penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bertambah wawasan mengenai konsep manusia ideal dalam Al- Qur`an yang terwakili oleh profil muḥsin yang dapat dipahami lebih jauh dari karakteristik dan martabatnya, serta keberadaan dan tanggung jawabnya dalam kehidupan yang didapatkan dalam teks- teks Al-Qur`an yang penafsirannya berserakan dalam kitab-kitab tafsir yang pada umumnya menggunakan metode Taḥlīliy dengan pisau analisis psikologi humanistik. 2. Kontribusi bahan bacaan menyangkut manusia ideal yang terpancar dari profil muḥsin dalam Al-Qur`an dengan pisau analisis psikologi humanistik yang dapat dijadikan inspirasi bagi lahirnya penelitian lebih lanjut. 20

D. Kajian Pustaka

Tentang manusia ideal telah dikaji oleh para pakar, di antaranya pakar psikologi dan tafsir. Psikologi modern memberikan julukannya dengan ideal self diri ideal. Jung 1875-1961 M tokoh psikologi analitis 77 menamainya dengan self archetype, 78 konsepnya ini telah melibatkan aspek spiritual mengingat menurutnya archetype dibaca arketipe adalah tuntutan-tuntutan yang bersifat spiritual, tidak sama sekali bersifat biologis, artinya bukan seperti insting dalam teori Sigmund Freud 1856-1939 M. 79 Konsep arketipenya ini hingga mendudukkan agama dan Tuhan sebagai arketipe. 80 Rogers yang menjadi salah seorang psikolog humanistik menyangkut diri ideal menyebutnya dengan evolution and growth of the self . 81 Baginya orang yang dapat memadukan dengan cocok antara self concept konsep diri dengan organisme atau actual experience pengalaman nyata akan mengalami perkembangan kematangan, penyesuaian, dan sehat mental, hubungan positif keduanya seperti ini merupakan congruence, 82 dan keberadaan orangnya disebut dengan fully functioning person kepribadian yang berfungsi baik. 83 Horney berangkat dari konsep diri yang mendasarkan kepada citra diri, terutama ketika menawarkan cara melihat orang yang neurotis tidak sehat mental menyebutkan bahwa diri adalah pusat keberadaan dan potensi seseorang. Apabila mentalnya sehat, tentunya ia memiliki konsepsi yang akurat tentang siapa dirinya, dan ia bebas merealisasikan potensinya tersebut realisasi diri, sehingga Horney lebih cenderung menggunakan sebutan self realization ketimbang ideal self diri ideal. Horney justeru menyebut ideal self ini berkaitan dengan kedirian orang neurotik yang selalu “terpecah” antara diri yang dibenci dan diri yang ideal, kemudian Horney menyatakan bahwa diri ideal ini bukanlah tujuan yang positif. 84 77 Nama lengkapnya Carl Gustav Jung, lahir di Kesswyl Swiss pada 26 Juli 1875 M. Ia mengabdikan dirinya dengan penuh kesungguhan untuk menganalisis proses kepribadian manusia yang sangat luas dan dalam. Pada 6 Juni 1961 Jung meninggal dunia di Zurich dalam usia 85 tahun. Yūsuf, Teori Kepribadian, 71. 78 Sarwono, Berkenalan, 171. 79 Boeree, Personality, 107. 80 Crapps, Dialog Psikologi dan Agama, 78. 81 Sarwono, Berkenalan, 171. 82 Yūsuf, Teori Kepribadian, 144-145. 83 Wilcox, Personality, 296. 84 Boeree, Personality, 168-169. 21 Kajian berikutnya dilakukan oleh beberapa pakar dan peneliti tentang konsep manusia ideal yang disebutnya dengan al-insān al-kāmil. Pembahasannya lebih menekankan pada perspektif tasawuf seperti disertasi Yunasril Ali yang telah diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Manusia Citra Ilahi: Pengembangan Konsep Insān Kāmil Ibn ‘Arabiy oleh al-Jīliy. 85 Dalam karya ini dijelaskan konsep insān kāmil Ibn ‘Arabiy dielaborasi oleh al-Jīliy. Keberadaan buku ini membantu bagi penulis untuk melakukan kajian dalam disertasi ini. Adapun kajian tentang tafsir dengan metode mauḍū’iy yang tema kajiannya tentang manusia seperti yang dilakukan ‘Āishah ‘Abd Al- Raḥmān bintu Shāṭi` dalam buku hasil karyanya bertajuk Al-Qur`an wa Qaḍāyā al-Insān menjelaskan konsep manusia secara umum, walaupun di dalamnya terdapat kajian yang spesifik mengenai perbedaan makna terma al-insān, al-nās, dan al-bashar dalam Al-Qur`an yang banyak memberikan inspirasi dan andil cukup besar dalam penulisan disertasi ini. Demikian pula yang dilakukan oleh pakar tafsir Rif’at Syauqi melahirkan karya ilmiah berupa buku yang berjudul Kepribadian Qur`ani yang ditulis dengan pendekatan psikologi. Namun pembahasan tentang kepribadiannya tersebut belum terfokus pada al-muḥsin sebagai profil insan ideal yang menempati martabat tertinggi mengingat kajiannya yang bersifat umum. Muḥsin yang menjadi salah satu materi pembicaraan dalam Al- Qur`an yang melahirkan multi tafsir, khususnya yang tercantum pada ayat-ayat ihsan layak untuk diteliti dengan seksama melalui metode Mauḍū’iy 86 yang bercorak ‘ilmiy agar dapat dipahami sebagai profil yang 85 Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi: Pengembangan Konsep Insân Kâmil Ibn ‘Arabî oleh al-Jîlî, Jakarta: Paramadina, 1997. 86 Keberadaan tafsir Mauḍū’iy sebagai metode yang berdiri sendiri dan memiliki ciri sendiri berbeda dengan metode lainnya menjadi istilah baru yang muncul beberapa dasawarsa terakir atau abad 14 H, dipelopori oleh para dosen juruan Tafsir pada Fakults Ushuluddin Universitas al-Azhar di bawah prakarsa Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumiy. Namun tidak berarti pada masa sebelumnya model penafsiran ini tidak ada sama sekali. Akan tetapi para pakar masa lalu meski menulis tema tertentu tidak dapat digolongkan ke dalam pembahasan tafsir Mauḍū’iy, karena penafsiran mereka belum berpijak pada panduan, pendekatan atau metode, dan langkah-langkah yang berlaku pada metode tafsir Mauḍū’iy, melainkan mereka melakukan penafsiran pada wilayah yang sempit dan satu segi semata dengan melibatkan ayat-ayat dan surah- surah secara berurutan sesuai dengan urutan dalam muṣhaf Al-Qur`an, sehingga cenderung pada kajian ‘Ulūm Al-Qur`an. Di antaranya ialah Al-Tibyān fī Aqsām Al- Qur`an karya Ibn Qayyim Al-Jauziy, Majāz Al-Qur`an tulisan Abū ‘Ubaidah, Mufradāt 22 merepresentasikan insan ideal. Para penafsir telah membahasnya dengan metode taḥlīliy yang menyebabkan penafsirannya tersebar dalam kitab tafsir mereka. Pembahasan ini berupaya melakukan kajian profil muḥsin sebagai manusia ideal dalam persepektif Al-Qur`an, terutama berhubungan dengan penafsiran ayat-ayat ihsan dengan metode maudhūiy yang bercorak ‘ilmiy dan melibatkan pisau analisis psikologi humanistik. Abdullah bin Abbas w. 68 H misalnya, yang penafsirannya dikumpulkan oleh al-Fayrūzābādiy 729-817 H 87 sebagai salah seorang penafsir dengan metode taḥlīliy dalam karyanya bertajuk Tanwīr Al- Miqyās fī Tafsīr Ibn ‘Abbās di antaranya menafsirkan ayat-ayat yang termaktub di dalamnya term muḥsin. Ibn Abbas menafsirkannya dengan bervariasi. Pribadi yang mempercantik ucapan dan perbuatan dijadikannya sebagai tafsir muḥsin. Hal ini berhubungan dengan penafsirannya terhadap surah Al-Baqarah2 : 112 88 dan memperindah dalam berinfak di jalan Allah berkaitan dengan penafsirannya atas surah Al-Baqarah2 : 195. 89 Sosok yang bertauhid atau beriman menjadi tafsir muḥsin bertalian dengan penafsirannya terhadap surah Al-Baqarah2 : 236 90 dan Ali ‘Imrān3 : 148. 91 Selain itu Ibn ‘Abbās menafsirkan muḥsin yang termaktub pada surah Al-Taubat9 : 100 dan Al-Naḥl16 : 90 dengan orang yang melaksanakan berbagai kewajiban dan menjauhkan Al-Qur`an disusun oleh Al-Rāghib al-Ashfahāniy, Asbāb al-Nuzūl dikarang oleh Al- Sayūthiy, dan Asbāb al-Nuzūl gubahan Abū Al-Hasan Al-Wāḥidiy. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Bandung, Mizan, 1997, 114. Selanjutnya disebut Quraish Shihab Membumikan. Dan Al-Khālidiy, Al-Tafsīr Al-Mauḍū’iy, 39, serta ‘Abbās, Muhāḍarāt, 13 dan 21. 87 Nama lengkapnya adalah Majd Al-Dīn Abū Al-Thāhir Muhammad bin Ya’qūb bin Muhammad bin Ibarahim Al-Shayrāziy Al-Fayrūzābādiy Al-Shāfi’iy, lahir pada tahun 729 H dan wafat pada tahun 817 H. Di antara karya tulisnya di bidang tafsir adalah Bashā`ir Dhawī Al-Tamyīz fī Laṭā`if Al-Kitāb Al-‘Azīz fī Al-Tafsīr, Tafsīr Al- Fātihah, Al-Durr Al-Naẓīm Al-Murshīd ilā Maqāṣid Al-Qur`an Al-‘Aẓīm, Tanwīr Al- Miqyās fī Tafsīr Ibn ‘Abbās, Al-Taisīr fī Al-Tafsīr. Selain kitab tafsir Al-Fayrūzābādi menulis Al-Qāmūs Al-Muhīth fī Al-Lughah. Al-Adnarawiy, Ṭabaqāt Al-Mufassirīn, 312-313, dan Shams Al-Dīn Muhammad bin Ali bin Ahmad Al-Dāwūdiy w. 945 H, Ṭabaqāt Al-Mufassirīn Beirut, Dār Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 2002, 484. Selanjutnya disebut Al-Dāwūdiy, Ṭabaqāt. 88 Al-Fayrūzābādiy, Tanwīr al-Miqyās, 17. 89 Al-Fayrūzābādiy, Tanwīr al-Miqyās, 30. 90 Al-Fayrūzābādiy, Tanwīr al-Miqyās, 38. 91 Al-Fayrūzābādiy, Tanwīr al-Miqyās, 68. 23 diri dari perbuatan maksiat, 92 dan menafsirkannya sebagai orang yang ikhlas berkenaan dengan surah Al-Kahfi18 : 30, 93 serta profil orang saleh merupakan tafsirnya terhadap term muḥsin yang tercantum pada surah Al-Aḥzāb33 : 29. 94 Al-Ḍahhāk w. 105 H 95 menafsirkan ayat-ayat yang tertuang di dalamnya term muḥsin semisal surah Yūnus10 : 26 dengan sosok yang memperindah amal, 96 dan yang tercantum pada surah Yūsuf12 : 36 dengan “pribadi yang gemar membantu dan mengutamakan kepentingan orang lain, serta berperilaku baik dalam berkomunikasi dan memperindahnya”, 97 demikian pula Qatādah W. 118 h 98 mengungkapkan penafsiran yang sama sewaktu ia menafsirkan surah Yūsuf12 : 36. 99 Selain itu al-Ḍahhāk menginterpretasikan term muḥsin yang terdapat pada surah Yūsuf12 : 22 dengan “figur yang bersabar”. 100 92 Al-Fayrūzābādiy, Tanwīr al-Miqyās, 230 dan 277. 93 Al-Fayrūzābādiy, Tanwīr al-Miqyās, 297. 94 Al-Fayrūzābādiy, Tanwīr al-Miqyās, 421. 95 Nama lengkapnya adalah Al-Ḍahhāk bin Muzāhim Al-Balkhiy Al-Ḥilāliy yang dijuluki Abū Qāsim atau Abū Muhammad Al-Khurāsāniy, lahir di daerah Balkh kira-kira pada tahun 20 H, berada dalam kandungan ibunya selama dua tahun, dan wafat di Khurāsān antara tahun 102, 105, dan 106 H. Keberadaannya sebagai perawi hadis Al- Ḍahāk mendapat pridikat Thiqqah terpercaya. Muhammad bin Sa’ad bin Munī’ Al- Zuhriy w. 230 H, Al-Ṭabaqāt Al-Kubrā Beirut, Dār Ihyā` Al-Turāth Al-‘Ārabiy, 1996, Juz 6, 509-510. Selanjutnya disebut Al-Zuhriy, Al-Ṭabaqāt. Dan Ṣafiy Al-Dīn Ahmad bin ‘Abd Allah Al-Khazrajiy w. 923, Khulāṣah Tahdhīb Tahdhīb Al-Kamāl fī Asmā` Al-Rijāl, Taḥqīq Majdiy Manshūr Al-Thauriy Beirut, Dār Al-Kutub Al- ‘Ilmiyyah, 2001, Jilid 2, 5. Selanjutnya disebut Al-Khazrajiy, Khulāṣah. Serta Shihāb Al-Dīn Abī Al-Faḍal Ahmad bin Ali bin Muhammad Ibn Hajar Al-‘Asqalāniy w. 852, Tahdhīb Al-Tahdhīb fī Rijāl Al-Ḥadīth, Taḥqīq ‘Ādil Ahmad ‘Abd Al-Maujūd dan Ali Muhammad Mu’awwaḍ Beirut, Dār Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 2004, Jilid 3, 270-271. Selanjutnya disebut Al-‘Asqalāniy, Tahdhīb Al-Tahdhīb. 96 Muhammad Shukri Ahmad Al-Zāwiyaytiy al-Jāmi’, al-Dāris, wa Muhaqqiq, Tafsīr Al-Ḍahhāk Mesir, Dār Al-Salām, 1999, Jilid 1, 432. Selanjutnya disebut Al-Zāwiyaytiy, Tafsīr Al-Ḍahhāk. 97 Al-Zāwiyaytiy, Tafsīr Al-Ḍahhāk, Jilid 1, 469. 98 Qatādah memiliki nama lengkap Qatādah bin Di’āmah bin Qatādah bin ‘Azīz Al-Sadūsiy. Ia seorang penafsir dari kalangan tābi’īn yang kuat hafalannya dan mengetahui dengan baik tentang perbedaan pendapat para ulama. Al-Dāwūdiy, Ṭabaqāt, 332-333, dan Al-Dhahabiy, Al-Tafsīr wa Al-Mufassirūn Juz 1, 125-126. 99 Ibn ‘Aṭiyyah, Al-Muḥarrar, 994. 100 Al- Zāwiyaytiy, Tafsīr Al-Ḍahhāk, Jilid 1, 464. 24 Hal yang sama dikemukakan oleh Ibn Abī Hātim w. 327 H 101 di kala menafsirkan kata muḥsin yang tertera pada surah Hūd11 : 115. 102 Al-Ṭabariy w. 310 H 103 dalam tafsirnya menyatakan bahwa profil muḥsin adalah hamba yang taat muṭī’. Kesimpulan tersebut didasarkan pada tafsirnya, di antaranya, terhadap surah Al-Ṣaffāt37 : 113 104 , dan muḥsin diartikannya sebagai figur orang yang taat kepada Allah dan selalu memperindah komitmennya kepada perintah-Nya yang dilekatkan kepada Nabi Ibrāhīm as di kala melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih puteranya Ismail as seperti dalam menafsirkan surah Al-Ṣaffāt37 : 110, 105 serta dimaknakannya sebagai sosok pribadi yang taat dan selalu beramal dalam rangka mendapatkan ridha-Nya. Makna ini digunakannya ketika menafsirkan surah Al-Ṣaffāt37 : 105. 106 Selain itu muḥsin ditafsirkannya sebagai orang taat dan sabar untuk mendapatkan ridha-Nya berhubungan dengan sanjungan-Nya terhadap Nabi Nuh as yang menjadi makna dari surah Al-Ṣaffāt37 : 80. 107 Profil muḥsin dipahaminya sebagai pribadi yang patuh dan tunduk dengan loyalitas tinggi dengan memperindah ibadah kepada-Nya di kala menafsirkan 101 Ibn Abī Ḥātim bernama ‘Abd Al-Rahmān bin Muhammad bin Idris bin Mundzir bin Dāwud bin Mihrān bin Abī Ḥātim Abū Muhammad Al-Tamīmiy Al- Ḥanẓaliy. Ia seorang tokoh yang luas ilmu pengetahuannya dan menguasai tentang perawi hadis. Lebih dari itu ia terkenal sebagai figur yang saleh dan zuhud. Karya tulisnya meliputi berbagai bidang kajian di antaranya ialah dibidang tafsir dengan kitab Tafsīr Al-Qur`an Al-‘Aẓīm Musnadan ‘an Rasul Allah wa al- Ṣahābah wa al-Tābi’īn, di bidang perawi hadis dengan kitab Al-Jarh wa Al-Ta’dīl, di bidang teologi dengan kitab Al-Radd ‘alā Al-Jahamiyyah, di bidang tasawuf dengan kitab Al-Zuhd, di bidang fikih dengan kitab Al-‘Ilal, di bidang sejarah tokoh dengan kitab Manāqib Al-Shāfi’iy dan Manāqib Ahmad. Al-Dāwūdiy, Ṭabaqāt, 198-199. 102 Abdurrahman bin Muhammad bin Idris Al-Rāziy ibn Abī Ḥātim, Tafsīr Al- Qur’ān Al-‘Aẓīm Musnadan ‘an Rasūl Allah saw wa Al-Ṣaḥābat wa Al-Tābi’īn Tafsīr Ibn Abī Ḥātim Makkah Al-Mukarramah, Maktabah Nazar Muṣṭafā Al-Bāz, 2003, Jilid 6, 2093. Selanjutnya disebut Ibn Abī Ḥātim, Tafsīr Al-Qur’ān Al-‘Aẓīm. 103 Sebagai pakar Al-Ṭabariy menulis sejumlah kitab yang membahas berbagai bidang kajian di antaranya adalah tafsir dengan karya monumentalnya bertajuk Jāmi’ Al-Bayān fī Tafsīr Al-Qur`an, di bidang sejarah berupa kitab Tārikh Al-Umam wa Al- Mulūk, di bidang hadis dengan tulisannya berjudul Tahdhīb Al-Āthār, di bidang qirā`āt dengan karyanya bertajuk Al-Jāmi’, di bidang fikih dengan kitabnya Al-Basīṭ, dan di bidang akhlak dengan kitabnya Ādāb Al-Manāsik. Al-Dāwūdiy, Ṭabaqāt, 375-378. 104 Al-Ṭabariy, Jāmi’ Al-Bayān, Jilid 10, 518. 105 Al-Ṭabariy, Jāmi’ Al-Bayān, Jilid 10, h. 517-518. 106 Al-Ṭabariy, Jāmi’ Al-Bayān, Jilid 10, h. 509. 107 Al-Ṭabariy, Jāmi’ Al-Bayān, Jilid 10, h. 497. 25 surah Yūnus10 : 26. 108 Term muḥsin yang termaktub pada surah Yūsuf12 : 36 ditafsirkannya pula sebagai orang yang gemar mempercantik ujaran dan perbuatannya. 109 Ia juga menafsirkan term muḥsin yang termaktub dalam surah Al-Baqarah2 : 195 dengan potret insan yang proaktif mempercantik pelaksanaan kewajiban dan menghindar dari kemaksiatan, di antaranya dengan berinfak di jalan-Nya dan bersikap lemah lembut penuh kasih sayang terhadap yang lemah, terutama yang terhimpit persoalan kehidupan. 110 Selain itu ia menjadikan mutaqarrib perapat Tuhan dengan melaksanakan berbagai aktifitas yang memiliki nilai tambah dan diridhai-Nya untuk menafsirkan muḥsin yang tertera pada surah Al-Mā`idah5 : 93, 111 muwaḥḥid pelaku monotaisme sejati atau orang beriman yang taat dan berdakwah di jalan- Nya bagi penafsiran term muḥsin yang terdapat pada surah Al-Mā`idah5 : 85 dan Al-Naḥl16 : 30, 112 Orang yang sabar ṣābir merupakan tafsir kata muḥsin yang tertulis pada surah Al-An’ām6 : 84 dan Al-Qaṣaṣ28 : 14, 113 serta mujāhid yang berakhlak mulia dijadikannya sebagai tafsir surah Al-‘Ankabūt29 : 69. 114 Potret muḥsin dalam pandangan Samarqandiy w. 375 H 115 di antaranya sebagai ahli tauhid yang loyalis dan tulus. Pemaknaan ini bertalian dengan penafsirannya terhadap surah Al-Mā`idah5 : 85, 116 Al- Taubah9 : 91, Yūnus10: 26, Hūd11 : 115, Yūsuf12 : 36 dan 56, Al- Naḥl16 : 30, 117 Luqmān31 : 22, Al-Zumar39 : 58, Al-Aḥqāf46 : 12, dan Al-Mursalāt77 : 44. 118 Selain itu muḥsin yang tercantum pada surah Al-Baqarah2 : 112, Al-Nisā`4 : 125, Luqmān31 : 3, dan Al- Dhāriyāt51: 16 ditafsirkannya sebagai pribadi yang memperindah 108 Al-Ṭabariy, Jāmi’ Al-Bayān, Jilid 6, h. 549. 109 Al-Ṭabariy, Jāmi’ Al-Bayān, Jilid 7, h. 215. 110 Al-Ṭabariy, Jāmi’ Al-Bayān, Jilid 2, h. 212. 111 Al-Ṭabariy, Jāmi’ Al-Bayān, Jilid 5, h. 37. 112 Al-Ṭabariy, Jāmi’ Al-Bayān, Jilid 5, h. 9 dan Jilid 7, h. 579. 113 Al-Ṭabariy, Jāmi’ Al-Bayān, Jilid 5, 257 dan Jilid 10, 42. 114 Al-Ṭabariy, Jāmi’ Al-Bayān, Jilid 10, 161. 115 Selain mendapat gelar Al-Fāqih, Samarqandiy dijuluki sebagai Imām Al- Hūdā, dan karyanya yang lain di antaranya adalah Tanbīh Al-Ghāfilīn. Al-Dāwūdiy, Ṭabaqāt, 530-531. 116 Al-Samarqandiy, Baḥr Al-‘Ulūm, Jilid 1, 454. 117 Al-Samarqandiy, Baḥr Al-‘Ulūm, Jilid 2, 68, 95, 146, 161, 166, dan 234. 118 Al-Samarqandiy, Baḥr Al-‘Ulūm, Jilid 3, 24, 155, 232, dan 347. 26 perbuatannya 119 hingga selalu berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepada dirinya, yang menurutnya merupakan makna surah Al- Naḥl16 : 128 120 dan terkesan menjadi insan yang ikhlas yang merupakan tafsir dari term muḥsin yang tertera pada surah Yūsuf12 : 22, 121 dan penyabar yang menjadi makna muḥsin pada surah Yūsuf12 : 90. 122 Sedangkan sebagai orang yang dermawan dengan berbuat ihsan dalam berinfaq disertai ketulusan dijadikannya tafsir term muḥsin yang tersurah pada surah Al-Baqarah2 : 195. 123 Al-Wāḥidiy w. 468 H 124 memiliki kecenderungan yang sama dengan Samarqandiy yang menafsirkan term muḥsin secara bervariasi. Al-Wāḥidiy menyatakan profil muḥsin adalah loyalis tauhid yang sejati. Kesimpulan tersebut sebagai interpretasinya terhadap surah Al-Nisā`4 : 125, Al-Mā`idah5 : 85, Yūnus10 : 26, Yūsuf12 : 56, Al-Naḥl16 : 30, 125 Al-Ḥajj22 : 37, Luqmān31 : 22, Al-Zumar39 : 10, 126 . Selanjutnya ia menafsirkan term muḥsin sebagai sosok yang mempercantik amal dengan mengkaji surah Yūsuf12 : 36 dan 78 serta Al-Naḥl16 : 128. 127 Sebagai pribadi yang taat dijadikannya makna muḥsin yang tertera pada surah Ali ‘Imrān3 : 172 dan Al-A’rāf7 : 56, 128 serta muḥsin yang termaktub pada 119 Al-Samarqandiy, Baḥr Al-‘Ulūm, Jilid 1, 150 dan 391, serta Jilid 3, 18 dan 276. 120 Al-Samarqandiy, Baḥr Al-‘Ulūm, Jilid 2, 256. 121 Al-Samarqandiy, Baḥr Al-‘Ulūm, Jilid 2, 156. 122 Al-Samarqandiy, Baḥr Al-‘Ulūm, Jilid 1, 175. 123 Al-Samarqandiy, Baḥr Al-‘Ulūm, Jilid 1, 190. 124 Ia memiliki nama Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Mattuwwīh Abū Al-Hasan Al-Wāḥidiy Al-Naisābūriy, tahun kelahirannya tidak diketahui. Sedangkan wafatnya di Naisaburi pada bulan Jumādī al-Ākhirah tahun 468 H. Sebagai pakar, Al-Wāḥidiy di masanya terkenal sebagai guru tafsir dan ilmu nahwu gramatika bahasa Arab. Karyanya yang terkenal di bidang tafsir adalah Al-Basīṭ Al-Wasīṭ, dan Al-Wajīz. Nama kitab tafsir yang disebut terakhir telah diperjelas ada sharaḥ-nya oleh Muhammad Nawawi berasal dari Banten dalam kitabnya bernama Marāh Labīd li Kasyf Ma’nā Qur`an Majīd. Selain itu karya tulisnya yang masyhur adalah Asbāb Al- Nuzūl, dan Kitāb Al-I’rāb fī ‘Ilm al-I’rāb merupakan hasil tulisannya di bidang ilmu nahwu. Ibn Khallikān, Wafiyyāt Al-A’yān, Jilid 3, 264-265, dan Al-Subukiy, Ṭabaqāt Al-Shāfi’iyyah, Juz 3, 212-213, serta Al-Adnarawiy, Ṭabaqāt Al-Mufassirīn, 127-128. 125 Al-Wāḥidiy, Al-Wajīz, Jilid 1 : 292, 333, 495, 551, dan 605. 126 Al-Wāḥidiy, Al-Wajīz, Jilid 2 : 735, 849, dan 930. 127 Al-Wāḥidiy, Al-Wajīz, Jilid 1 : 546 dan 625. 128 Al-Wāḥidiy, Al-Wajīz, Jilid 1 : 243 dan 398. 27 surah Yūsuf12 : 22 dan 90 ditafsirkannya dengan orang yang bersabar. 129 Ibn Kathīr w. 773 H selain menafsirkan muḥsin dengan tipe pribadi yang memperindah amal dalam mewujudkan kepatuhannya seperti ketika menafsirkan tujuh ayat ihsan, 130 di antaranya adalah surah Yūsuf12 : 36 dan Al-Dhāriyāt51 : 16, 131 sosok pemilik dan pengamal iman sejati bertepatan dengan penafsirannya atas surah Al-Aḥqāf46 : 12, 132 figur loyalis yang konsisten berkaitan dengan penafsirannya terhadap surah Al-Ṣaffāt37 : 80 dan 105, 133 profil penyabar sewaktu menafsirkan surah Yūsuf12 : 56, 134 potret orang yang senantiasa bersikap dan berperilaku baik kepada orang yang berbuat jahat kepada dirinya berkenaan dengan interpretasinya terhadap surah Al-‘Ankabūt29 : 69 135 dengan cara memaafkan bertalian dengan penafsirannya atas surah Al-Mā`idah5 : 13. 136 Sepesifikasi penafsirannya, di antaranya menafsirkan muḥsin pada surah Al-Mā`idah5 : 85 dengan pengikut dan penyelamat kebenaran dengan tidak dibatasi oleh waktu, wilayah, dan komunitas pergaulan, 137 kemudian penafsirannya tentang muḥsin atas surah Yūsuf12 : 78 sebagai orang yang berbuat adil dan menerima kebaikan, 138 serta dalam menafsirkan surah Al-Nisā`4 : 125 menggambarkan muḥsin merupakan pengikut dan pelaksana syareat Allah dan Nabi-Nya saw itbā’ al-Nabiy. Tentang penafsirannya yang disebutkan terakhir, ia mendudukkannya sebagai persyaratan mutlak bagi diterimanya suatu amal dan ibadah bersanding dengan persyaratan lainnya, yakni keikhlasan. 139 Satu hal yang menarik dari penafsirannya terhadap ayat-ayat ihsan adalah ketika menafsirkan term muḥsin yang tercantum pada surah Al-Baqarah2 : 195 merupakan pemilik ihsan, 129 Al-Wāḥidiy, Al-Wajīz, Jilid 1 : 542 dan 559. 130 Kelima ayat berikutnya adalah QS. Al-Naḥl16 : 30 dan 128, Al-Ḥajj22 : 37, Luqmān31 : 3, dan Al-Zumar39 : 10. Ibn Kathīr, Tafsīr Al-Qur`an Al-‘Aẓīm, Jilid 2, 568 dan 594, Jilid 3, 224 dan 451, dan Jilid 4, 48. 131 Ibn Kathīr, Tafsīr Al-Qur`an Al-‘Aẓīm, Jilid 2, 474 dan Jilid 4, 234. 132 Ibn Kathīr, Tafsīr Al-Qur`an Al-‘Aẓīm, Jilid 4, 157. 133 Ibn Kathīr, Tafsīr Al-Qur`an Al-‘Aẓīm, Jilid 4, 12 dan 17. 134 Ibn Kathīr, Tafsīr Al-Qur`an Al-‘Aẓīm, Jilid 2, 248. 135 Ibn Kathīr, Tafsīr Al-Qur`an Al-‘Aẓīm, Jilid 3, 423. 136 Ibn Kathīr, Tafsīr Al-Qur`an Al-‘Aẓīm, Jilid 2, 34. 137 Ibn Kathīr, Tafsīr Al-Qur`an, Jilid 2, 87. 138 Ibn Kathīr, Tafsīr Al-Qur`an, Jilid 2, 487. 139 Ibn Kathīr, Tafsīr Al-Qur`an, Jilid 1, 560. 28 dimana ihsan disebutkannya sebagai a’lā maqāmāt al-ṭā’at tingkat kepatuhan tertinggi. 140 Jika menelaah tindakan penafsiran Izutsu tentang muḥsin terkesan ia menyamakannya dengan muttaqin orang yang bertakwa. Sedangkan artinya yang konkrit, secara eksplisit, menurut Izutsu dapat digambarkan dalam sosok pribadi yang berorientasi kepada segala bentuk aktivitas kepatuhan, 141 yang dijadikan rujukan sekaligus contohnya berkenaan dengan makna tersebut ialah surah Al-Dhāriyāt51 : 15-19. 142 Dengan mengutip surah Luqmān31 : 3-5, surah Al-Kahfi18 : 30, dan surah Al- Ṣaffāt37 : 105-106, Izutsu mengutarakan makna lain dengan mendudukkan muḥsin hampir sama dengan orang yang melaksanakan amal saleh. 143 Pemaknaan tersebut terinspirasi oleh pandangannya yang menyebutkan bahwa secara umum aḥsana yang ajektif partisipalnya adalah muḥsin, bermakna berbuat baik, tetapi dengan aktual Al-Qur`an memakainya untuk dua klasifikasi kebaikan, yakni kepatuhan mendalam kepada Tuhan dan segenap perbuatan manusia yang bersumber darinya, serta segala kegiatan yang didorong oleh semangat ḥilm. 144 Penafsiran muḥsin oleh para pakar tafsir tersebut yang terkesan berbeda-beda dan berserakan pada kitab-kitab tafsir, ditambah tindakan penafsiran Izutsu yang parsial memerlukan upaya penafsiran yang terpadu dan sistematik, hingga menjadi suatu konsep yang utuh. Salah satu konsekuensi logisnya adalah pentingnya kerja intelektual yang memfokuskan pembahasannya pada tema muḥsin sebagau manusia ideal. Pembahasannya dapat berlangsung simultan dan 140 Ibn Kathīr, Tafsīr Al-Qur`an, Jilid 1, 230. 141 Izutsu, Ethico, 224. 142 Pakar tafsir seperti Ibn ‘Aṭiyyah menyatakan bahwa Muḥsin adalah pribadi yang mengisi hidupnya dengan kepatuhan dan amal saleh. Ini berarti pada surah Al- Dhāriyāt51 : 16 Allah swt mendudukkan term muḥsinīn sebagai predikat yang sepatutnya ditempuh oleh seseorang selama hidup di dunia untuk mencapai pribadi bertakwa yang menempati surga. Ibn ‘Aṭiyyah, Al-Muḥarrar, 1762. Lebih jauh al-Rāziy menafsirkan muḥsinīn yang termaktub pada ayat tersebut berkaitan dengan harga surga yang layak dibayar dengan ihsan yang melekat pada diri muḥsin. Dengan kata lain para ahli ihsan mendapatkan dan memiliki surga karena ihsannya. Interpretasinya tersebut merujuk kepada surah Yūnus10 : 26. Fakhr Al-Dīn Muhammad ibn Umar ibn Al- Ḥusain ibn Al-Ḥasan ibn ‘Aliy Al-Tamīmiy Al-Bakriy Al-Rāziy Al-Shāfi’iy 544-604 H, Al-Tafsīr al-Kabīr, Mafātih al-Ghayb Beirut, Dār Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1990, Jilid 14, Juz 28, 173. Selanjutnya disebut Al-Rāziy, Mafātih al-Ghayb. 143 Izutsu, Ethico, 224-225. 144 Izutsu, Ethico, 224. 29 berkesinambungan, baik berupa kajian yang baru sama sekali, pennyempurnaan terhadap karya tulis yang telah ada, memperbaiki, memperjelas, meringkas, memadukan, maupun mensistematisirnya disebabkan oleh ide-idenya yang berserakan, 145 dikarenakan tema tersebut tidak pernah habis dibahas, kendati para pengkajinya telah tiada. Kajian tersebut merupakan perwujudan dari kepedulian dan tanggung jawab intelektual. Posisi disertasi ini menjadi suatu kajian yang terelaborasi secara terpadu dan sistematik antara teks ayat dan tafsirnya secara mauḍū’iy yang bercorak ‘ilmiy dengan pisau analisis psikologi humanistik yang memakai pendekatan fenomenologis, 146 serta memakai paradigma “Theo- humanistik” dan kaidah tafsir “al-‘ibrah bi ‘umūm al-lafẓ wa khuṣūṣ al- sabab” yang merupakan kombinasi antara al-‘ibrah bi ‘umūm al-lafẓ lā bi khuṣūṣ al-sabab dan al-‘ibrah bi khuṣūṣ al-sabab lā bi ‘umūm al-lafẓ. Penggunaan metode Mauḍū’iy dalam kajian ini dikarenakan dengan metode ini dapat diketahui masalah-masalah Al-Qur`an, terutama mengenai profil muḥsin dengan segala aspeknya sehingga akan bisa disajikan argumen yang jelas dan memadai. Begitu pula, metode ini akan membantu dalam mengungkapkan berbagai rahasia dan kedalaman kandungan Al-Qur`an, khususnya menyangkut profil muḥsin yang pada gilirannya akan semakin tampak ke-Mahasuci-an dan kasih sayang Allah yang terdapat dalam agama yang telah ditetapkan bagi hamba-Nya. 147 Adapun keterlibatan pisau analisis psikologi, terutama yang menggunakan pendekatan fenomenologis, dikarenakan kajian tentang profil muḥsin, meski berbasis tafsir, kental sekali orientasinya kepada menjelaskan sifat-sifat atau karakternya yang berdimensi psikologis, sehingga keberadaan metode mauḍūiy-nya bercorak ‘ilmiy. 145 Dalam pandangan para pakar ilmu pengetahuan science penulisan karya tulis dituntut memenuhi sebagaian dari tujuh tujuan, yaitu; Pertama, Menyusun suatu karya tulis yang belum pernah ditulis. Kedua; Menyempurnakan tulisan yang banyak mengandung kekurangan. Ketiga, Memperbaiki tulisan yang keliru. Keempat, Memperjelas tulisan yang dinilai masih abstrak. Kelima, Meringkas karya tulis yang pembahasannya terlalu luas. Keenam, Memadukan tulisan yang mengandung perselisihan pendapat. Ketujuh, Mensistimatisir tulisan yang tersebar dan berserakan. Ḥusen bin Ali Al-Ḥarbiy, Mukhtaṣar Qawā’id al-Tarjīḥ ‘ind Al-Mufassirīn Damam, Dār Ibn Al-Jauziy, 1429 H, 5. Selanjutnya disebut Al-Harbiy, Mukhtaṣar. 146 Kajian tentang kepribadian dikelompokkan ke dalam salah satu dari empat pendekatan, yaitu trait, belajar social, psikoanalisis, dan fenomenologis. Rita, Introdaction, Jilid 2, 188. 147 Al-Khālidiy, Al-Tafsīr Al-Mauḍū’iy, 48-51, dan Abas, Muhāḍarāt, 31-33. 30 Dengan demikian kajian tentang “Konsep Manusia Ideal dalam Al-Qur`an Studi tentang Profil al-Muḥsin dalam Perspektif Tafsir Ayat- ayat Ihsan” dengan metode mauḍūiy yang bercorak ‘ilmiy dengan pisau analisis psikologi humanistik merupakan sesuatu yang signifikan untuk dikaji, dan tidak sebatas menguak kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, melainkan mengungkap sifat-sifat kepribadiannya yang dapat dianalisis dengan pisau analisis psikologi yang menggunakan pendekatan fenomenologis, yakni psikologi humanistik. E. Metodelogi Penelitian Bagian ini membahas hal-hal sebagai berikut:

a. Pendekatan Penelitian