3
dikembangkan Rosul dan sahabat,zakat menjadi ajaran yang sempit bersama mundurnya umat Islam dan menurunnya kemauan berpikir
4
2. Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara peralihan kekayaan partikelir kesektor berdasarkan undang-undangdapat dipaksakan dengan
tiada mendapat jasa timbalik tegen prestatie yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umumpublieke
uitgaven.
5
Pajak menurut ahli keuangan ialah kewajiaban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada Negara sesuai dengan
ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari Negara dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran umum di satu pihak untuk merealisir sebagian tujuan
ekonomi, sosial, politik, dan tujuan- tujuan lain
6
. Akan tetapi Undang-undang perpajakan No.36 tahun 2008
merumuskan pengertian pajak bab I pasal I sebagai berikut:“Pajak penghasilan dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorang dan badan
4
Sofyan Idris, Gerakan Zakat dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat Pendekatan Transformati, Jakarta: PT.Citra Putra bangsa,1997, cet.Ke-I h.76
5
Rahmat Soemitro, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan th 1944,seperti dalam Munawir, Perpajakan Yogyakarta: liberty 1992h.57
6
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa,1988, h.999
4
berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun.”
7
Dari pemaparan diatas maka zakat dan pajak sama-sama kewajiban yang harus dilaksanakan namun Dualisme pemungutan ini pada gilirannya tentu akan
menyulitkan pemilik harta atau pemilik penghasilan. Kontraksi dana dengan dualisme sistem ini potensial menimbulkan efek yang kontra produktif dalam
konteks mensejahtarakan rakyat. Dengan diberlakukannya Undang-undang No.38 Tahun 1999 dan Undang-
undang Nomor 17 Tahun 2000, secara eksplisit diakui adanya perbedaan antara zakat dengan pajak. Pemberlakuan dua undang-undang tersebut memisahkan
dengan tegas antara kewajiban menunaikan zakat bagi umat Islam dan kewajiban pajak bagi wajib pajak. Namun aspek efektivitas penarikannya bagi
perekonomian, pengakuan pengeluaran zakat dalam akuntansi pajak dan metode pengkreditan zakat atas pajak atau metode pengkreditan pajak atas zakat. Cita-cita
paling mendasar dari pembentukan negara adalah agar negara mampu melindungi dan mensejahterakan warga dan rakyatnya. Zakat dan pajak memiliki peluang
yang sama sebagai alat negara untuk mewujudkan cita-citanya Memperbincangkan relasi zakat dan pajak di Indonesia adalah sebuah hal
penting, karena beberapa hal berikut ini :
7
Redaksi PT.Ichtiar baru-van heove, Himpunan Peraturan PerUndang-undangan RI,Jakarta: PT.Intermasa, 1989
5
a. Keduanya merupakan hal yang signifikan di dalam upaya pensejahteraan
rakyat, karena kenyataan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan kenyataan lain bahwa pajak adalah primadona penerimaan negara.
b. Keduanya memiliki kesamaan. Qardhawi mengungkapkan persamaan antara
zakat dan pajak dalam beberapa hal ; a keduanya memiliki unsur paksaan, b keduanya harus di setorkan kepada lembaga masyarakat negara, c
keduanya tidak menyediakan imbalan tertentu, d keduanya memiliki tujuan ke masyarakatan, ekonomi, politik di samping tujuan keuangan.
c. Keduanya memiliki perbedaan. Masih menurut Qardhawi, keduanya memiliki
perbedaan dalam beberapa hal yakni dalam hal nama dan etikatnya, dalam hal hakikat dan tujuannya, dalam hal nisab dan ketentuannya, dalam hal
kelestarian dan kelangsungannya, dalam hal pengeluarannya, dalam hal hubungan dengan penguasa dan dalam hal maksud dan tujuannya.
8
Pada saat di undangkan, namun terdapat kendala pelaksanaan UU No 38 tahun 1999 yang menyebutkan bahwa Zakat yang telah di bayarkan kepada Badan
Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat di kurangkan dari laba pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Karena UU pajak penghasilan yang berlaku saat itu belum terdapat ketentuan yang mengatur perihal zakat.Oleh sebab itu di
tetapkan UU Nomor 17 tahun 2000 yang di berlakukan mulai tahun 2001 tentang perubahan Ketiga atas UU Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan,
8
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa,1988, h.995
6
menegaskan bahwa zakat atas penghasilan yang nyata-nyata di bayarkan kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang di bentuk dan di sahkan oleh
pemerintah dapat di kurangkan atas penghasilan kena pajak dalam perhitungan pajak penghasilan orang pribadi maupun badan dan zakat bukan merupakan objek
pajak bagi si penerima zakat. Dalam kaitan ini, penetapan UU No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan
zakat dan UU No 17 tahun 2000 sebagai perubahan atas UU No 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan dapat di pandang sebagai langkah maju menuju sinergi
zakat dengan pajak. Pertama, UU No 38 1999 telah mengakui bahwa sesungguhnya zakat adalah
kewajiban yang harus di tunaikan oleh setiap muslim warga negara Indonesia yang mampu. UU ini memang tidak menyebut hukuman bagi yang melanggar
kewajiban zakat, tetapi setidaknya pemerintah telah eksplisit bertanggung jawab memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki, mustahik
dan amil zakat. Kedua, pemerintah telah melibatkan diri lebih jauh dalam pengelolaan zakat
dengan membentuk Badan Amil Zakat BAZ di berbagai tingkat kewilayahan dari kecamatan hingga nasional. Pemerintah juga mengukuhkan dan mengawasi
Lembaga Amil Zakat LAZ yang di bentuk secara swadaya oleh masyarakat sehingga pengelolaan dana zakat dapat lebih di pertanggungjawabkan.
Ketiga, seperti di sebutkan dalam UU No 381999 bahwa zakat yang telah di bayarkan kepada BAZ atau LAZ akan di kurangkan terhadap laba pendapatan
7
sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan. Di dalam UU No 172000 juga ditetapkan bahwa zakat atas penghasilan yang nyata- nyata di bayarkan
secara resmi oleh wajib pajak Orang Pribadi pemeluk Islam atau wajib Pajak badan dalam Negeri yang di miliki kaum muslimin, dapat di kurangkan atas
penghasilan kena pajak. Dengan kata lain, sebagaimana yang di atur dalam keputusan Dirjen Pajak No KEP- 542PJ2001 bahwa zakat atas penghasilan
dapat di kurangkan atas penghasilan netto. Dengan demikian dalam rangka meningkatkan semangat berzakat
dikalangan umat Islam khususnya berkaitan dengan posisi zakat dalam kehidupan bernegara, ijtihad bahwa zakat bisa menjadi pengurang penghasilan kena pajak
merupakan sebuah keberanian sendiri,adanya kenyataan di Malaysia bahwa zakat bisa menguranhi pajak menjadi sebuah inspirasi Indonesia untuk membuat
Undang-undang penglolaan zakat No.38 tahun1999 pasal 14 ayat 3 yang berbunyi:
“Zakat yang telah dibayarkan kpada Badan Zakat nasional atau Lembaga Amil Zakat dikurangkan dari laba atau pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak
yang bersangkutan sesua dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. yang kemudian juga dikuatkan dengan undang-undang No.36 tahun 2008 tentang
Pajak penghasilan terutaman pasal 9 ayat 1 huruf g yang berbunyi: “Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf i sampai dengan huruf m
serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah”.
8
Dengan demikian penelitian posisi zakat yang dikaitkan dengan pajak dalam kasus Indonesia yang memberikan peluang bagi umat Islam yang
menunaikan zakat untuk dapat mengurangkan zakat yang dibayar itu kepada penghasilan kena pajak kiranya sangat penting untuk ditelaah lebih lanjut
sehingga dapat memberikan pemahaman yang utuh dan akurat kepada masyarakat.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah