VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU IPK
6.1. Analisis Nilai Tambah
Jenis kayu gergajian yang digunakan sebagai bahan baku dalam pengolahan kayu pada industri penggergajian kayu di Kecamatan Cigudeg,
Kabupaten Bgor adalah jenis kayu putih-putihan atau biasa disebut sengon Paraserianthes falcataria. Kayu tersebut dibeli dari suplayer-suplayer kayu di
daerah sekitar bogor barat dan luar daerah. Kayu yang dibeli dalam keadaan yang telah berbentuk seperti balok. Harga kayu berbeda-beda tergantung jarak lokasi
penebangan kayu. Harga kayu berkisar antara Rp. 25 ribu-30 ribu per batang dengan ukuran diameter 1220 dengan panjang 2,80 m. bahan baku kayu yang
diperoleh pada umumnya berasal dari hutan rakyat. Ukuran sortimen kayu yang digunakan di industri penggergajian kayu dapat dilihat pada Tabel
Tabel 12. Ukuran Kayu Berdasarkan Jenis Sortimen di Kecamatan Cigudeg No
Jenis Sortimen Ukuran
Tebal cm Lebar cm
Panjang cm 1
Kaso 4
6 280
2 Papan
1,8 18
280 3
Balok 6
12 280
Sumber : Data Primer
Proses pengolahan memerlukan beberapa alat pengolahan, antara lain mesin utama gergajian, gergajian pita dan mesin diesel. Mesin utama gergajian
yang digunakan masing-masing skala usaha berbeda kapasitasnya. Pada skala usaha kecil mesin yang digunakan satu mesin, dua mesin pada skala usaha
menengah dan tiga mesin pada skala besar. Bahan bakar yang digunakan adalah solar. Perhitungan nilai tambah kayu gergajian ini tidak memperhitungkan biaya
transportasi, karena jalur tataniaga yang terjadi pada umumnya, pembeli yang mendatangi langsung ke lokasi pengolahan kayu gergajian.
Dasar perhitungan dalam analisis nilai tambah kegiatan produksi pengolahan kayu gergajian menggunakan per satuan meter kubik kayu gergajian
sebagai bahan baku utama. Analisis nilai tambah dalam kegiatan produksi kayu
47 gergajian dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah pengolahan bahan
baku kayu menjadi produk kayu olahan papan, kaso, balok, serta untuk mengetahui distribusi marjin yang diperoleh dari aktifitas pengolahan tersebut
kepada factor-faktor produksi yang telah digunakan. Dalam analisis nilai tambah terdapat komponen-komponen yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah,
antara lain output kayu gergajian, bahan baku, tenaga kerja langsung, dan sumbangan input lain. Komponen perhitungan nilai tambah pengolahan kayu
gergajian pada industri penggergajian kayu IPK berdasarkan kapasitas mesin produksi dapat dilihat pada Tabel 10.
Analisis nilai tambah dilakukan pada periode produksi rata-rata satu tahun. Dasar perhitungan analisis nilai tambah menggunakan perhitungan per meter
kubik bahan baku. Perhitungan dalam analisis nilai tambah dilakukan dengan membandingkan para pengusaha atau pemilik usaha berdasarkan skala usaha atau
kapasitas mesin produksi yang dihasilkan yaitu skala kecil, skala menengah dan skala besar.
Nilai faktor konversi dihitung berdasarkan pembagian antara nilai output yang dihasilkan dengan nilai input yang digunakan. Nilai faktor konversi yang
diperoleh masing-masing skala usaha berbeda-beda. Nilai faktor konversi pada produsen skala usaha kecil sebesar 0,87 persen, 0,83 persen pada skala usahaS
menengah dan skala usaha besar sebesar 0,89 persen. Perbedaan nilai konversi yang diperoleh dipengaruhi oleh ukuran produk dan bahan baku. Artinya dengan
menggunakan satu meter kubik bahan baku utama kayu balok menghasilkan reindemen sebesar 0,75 persen.
Harga input bahan baku pada IPK skala usaha kecil Rp. 27 ribu-30 ribu per batang, bila dikonversikan berkisar antara Rp. 432.000-Rp.464.000 per meter
kubik, dengan ukuran 1120 sebanyak 16,3 batang.
,
pada skala usaha menengah Rp.
480.000,- per m
3
dan pada skala usaha besar Rp. 408.000,- per m
3
. Perbedaan harga input bahan baku ini disebabakan oleh biaya transportasi bahan baku
tersebut ke lokasi pabrik serta jumlah permintaan kayu. Berkaitan dengan bahan baku yang digunakan bersumber dari proses
biologi tanaman kehutanan yang sangat dipengaruhi kondisi alam, maka
48 diprediksi akan memiliki variasi bentuk yang sangat tinggi. Variasi ini akan
berdampak terhadap kualitas bahan baku dan juga akan berimplikasi terhadap produk yang dihasilkan. Kendala pengusaha industri penggergajian kayu skala
usaha kecil, menengah dan besar dalam penyediaan bahan baku adalah jumlahnya tidak stabil dan harga bahan baku mahal. Oleh sebab itu pengusaha industrn
penggergajian kayu harus membuka lahan untuk mengembangkan tanaman sengon sebagai bahan baku sehingga tidak lagi menggantungkan pasokan bahan
baku dari petani produsen kayu sengon. Tabel 13. Perhitungan Rata-rata Nilai Tambah Pengolahan Kayu Gergajian
Berdasarkan Kapasitas Mesin Produksi dengan Metode Hayami
No Variabel
Skala Usaha Kecil
Menengah Besar
Output, Input, Harga 1 Output mtahun
1.455,00 2.680,00
4.656,00 2 Input bahan baku mtahun
1.670,91 3.229,73
5.224,58 3 Input tenaga kerja HOK
459,00 978,00
1.359,00 4 Faktor konversi 12
0,87 0,83
0,89 5 Koefisien tenaga kerja 32
0,27 0,30
0,26 6 Harga output Rpm
662.612,12 744.570,65
636.206,05 7
Upah rata-rata tenaga kerja RpHOK
55.572,92 60.486,11
80.844,44 Pendapatan dan keuntungan
8 Harga input bahan baku Rpm 450.000,00
480.000,00 408.000,00
9 Sumbangan input lain Rpm 23.110,92
19.866,30 21.620,85
10 Nilai produk 4x6 Rpm 576.989,94
617.838,46 566.969,09
11 Nilai tambah 10-8-9 Rpm 103.879,02
117.972,15 137.348,23
12 Rasio nilai tambah 11:10 18,00
19,09 24,22
13 Pendapatan tenaga kerja 5x7
Rpm 15.265,88
18.315,92 21.028,98
14 Rasio tenaga kerja 13:11 14,70
15,53 15,31
15 Keuntungan 11-13 Rpm 88.613,14
99.656,23 116.319,25
16 Tingkat keuntungan 15:10 15,36
16,13 20,52
Balas jasa dari masing-masing faktor produksi 17 Marjin 10-8 Rp
126.989,94 137.838,46
158.969,09 a.
Imbalan tenaga kerja 13:17x100
12,02 13,29
13,23 b.
Sumbangan input lain 9:17x100
18,20 14,41
13,60 c.
Keuntungan 15:17x100 69,78
72,30 73,17
Harga output merupakan rata-rata penjualan kayu olahan produk kayu gergajian dan limbah potongan bekas kayu olahan selama satu tahun. Harga
49 output pada IPK skala kecil sebesar Rp.
662.612,12 per m
3
bahan baku, pada IPK skala menengah sebesar Rp. 744.570,65 per m
3
bahan baku dan pada IPK skala besar sebesar Rp.
636.206,05 per m
3
bahan baku. Perbedaan harga output ini disebabkan oleh kualitas produk kayu yang dihasilkan dan ukuran sortimen kayu
yang digunakan pada masing-masing industri pengggergajian kayu IPK berbeda-beda.
Nilai produk merupakan hasil perkalian antara harga output dengan faktor konversi. Nilai produk terbesar terdapat pada IPK skala menengah yaitu, Rp.
617.838,46 per m
3
artinya setiap satu meter kubik bahan baku kayu yang diolah menghasilkan kayu olahan sebesar Rp. 617.838,46 per m
3
. Nilai produk terkecil terdapat pada IPK skala usaha kecil Rp. 576.989,94 per m
3
, sedangkan nilai produk pada IPK skala besar Rp.
566.969,09 per m
3
. Nilai produk pada skala menengah lebih tinggi dibandingkan industri kecil dan besar karena harga jual
produknya lebih mahal. Harga jual yang lebih mahal pada industri menengah disebabkan karena kualitas ukuran produk yang dihasilkan berbeda dibandingkan
dengan industri skala kecil dan besar. Nilai sumbangan input lain merupakan pembagian total sumbangan input
lain dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Besarnya sumbangan input lain pada IPK skala usaha kecil sebesar Rp. 23.110,92 per m
3
bahan baku, IPK skala usaha menengah sebesar Rp. 19.866,30 per m
3
bahan baku sedangkan IPK skala usaha besar Rp.
21.620,85 per m
3
bahan baku. Sumbangan input lain terdiri dari komponen biaya bahan penolong; tali rafia dan bahan bakar solar dan oli mesin
dan, biaya pemeliharaan peralatan, Nilai sumbangan input lain terbesar adalah penggunaan bahan penolong.
Upah rata-rata tenaga kerja adalah nilai pembagian upah total tenaga kerja dengan jumlah hari orang kerja selama satu tahun. Pada IPK skala usaha kecil
upah rata-rata tenaga kerja sebesar Rp. 55.572,92 per HOK, Rp. 60.486,11 per HOK pada IPK skala usaha menengah dan pada IPK skala usaha besar Rp.
80.844,44 per HOK. Perbedaan upah rata-rata tenaga kerja pada masing-masing skala usaha berbeda.
50 Distribusi nilai tambah terhadap balas jasa atau pendapatan tenaga kerja
diperoleh dari perkalian anatara nilai koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. balas jasa tenaga kerja menunjukkan jumlah pendapatan rata-rata yang
diterima tenaga kerja untuk kegiatan pengolahan setiap satu meter kubik bahan baku. Pendapatan tenaga kerja rata-rata Rp. 15.265,88 per m
3
bahan baku pada IPK skala kecil, Rp. 18.315,92 per m
3
bahan baku pada IPK skala menengah dan Rp. 21.028,98 per m
3
bahan baku pada IPK skala besar. Keuntungan perusahaan merupakan selisih antara nilai tambah dengan
pendapatan tenaga kerja langsung, sehingga dapat dianggap sebagai nilai tambah bersih yang diterima perusahaan. Keuntungan terbesar diterima IPK skala besar
yaitu sebesar Rp. 116.319,25 per m
3
bahan baku dengan tingkat keuntungan sebesar 20,52 persen dari nilai produk. Rp. 99.656,23 per m
3
bahan baku adalah keuntungan yang diterima IPK skala usaha menengah dengan tingkat keuntungan
sebesar 16,13 persen dari nilai produk. Keuntungan terkecil diterima IPK skala usaha kecil Rp. 88.613,14 per m
3
bahan baku adalah keuntungan yang diterima IPK skala kecil dengan tingkat keuntungan sebesar 15,36 persen dari nilai produk.
Rasio nilai tambah merupakan persentase nilai tambah terhadap nilai output. Besarnya rasio nilai tambah pada IPK skala usaha kecil 18,00 persen yang
menunjukkan bahwa untuk setiap Rp. 100,00 dari nilai output terdapat nilai tambah sebesar Rp. 18,00, pada IPK skala usaha menengah rasio nilai tambah
sebesar 19,09 persen yang menunjukkan bahwa untuk setiap Rp. 100,00 dari nilai output terdapat nilai tambah sebesar Rp. 19,09, sedangkan rasio nilai tambah pada
IPK skala usaha besar sebesar 24,22 persen yang menunjukkan bahwa untuk setiap Rp. 100,00 dari nilai tambah sebesar Rp.22,42 persen.
Nilai tambah merupakan selisih nilai output dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain. Nilai tambah tersebut merupakan nilai tambah kotor karena
masih mengandung bagian untuk pendapatan tenaga kerja langsung. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kayu menjadi kayu olahan pada IPK skala usaha
kecil Rp. 103.879,02 per m
3
bahan baku dengan rasio nilai tambah sebesar 18,00 persen, adalah nilai tambah terkecil. Nilai tambah pada IPK skala usaha menengah
sebesar Rp. 117.972,15 per m
3
bahan baku dengan rasio nilai tambah 19,09 persen
51 dan nilai tambah terbesar pada IPK skala usaha besar Rp.137.348,23 per m
3
bahan baku dengan rasio nilai tambah 24,22 persen merupakan nilai tambah terbesar.
Perbedaan nilai tambah disebabkan oleh perbedaan nilai produk, harga input bahan baku dan perbedaan nilai sumbangan input lain pada masing-masing skala
usaha yang dikategorikan. Rasio tenaga kerja merupakan persentase dari pendapatan tenaga kerja
terhadap nilai tambah. Rasio tenaga kerja terbesar terdapat pada IPK skala usaha menengah yaitu 15,53 persen, artinya untuk setiap Rp. 100,00 dari nilai tambah
maka sebesar Rp. 15,53 merupakan bagian untuk pendapatan tenaga kerja. Rasio tenaga kerja terkecil terdapat pada IPK skala usaha kecil adalah 14,70 persen,
artinya untuk setiap Rp. 100,00 dari nilai tambah maka sebesar Rp. 14,70 merupakan bagian untuk pendapatan tenaga kerja, sedangkan rasio tenaga kerja
pada IPK skala usaha besar sebesar 15,31 persen. artinya untuk setiap Rp. 100,00 dari nilai tambah maka sebesar Rp. 15,31 merupakan bagian untuk pendapatan
tenaga kerja Balas jasa pemilik faktor produksi terdiri atas pendapatan untuk tenaga
kerja, input lain, dan tingkat keuntungan. Marjin adalah nilai output dikurangi dengan harga bahan baku yang merupakan total balas jasa terhadap pemilik faktor
produksi. Marjin
merupakan kontribusi
faktor-faktor produksi
dalam menghasilkan output selain bahan baku utama. Nilai marjin diperoleh dari
pengurangan nilai output kayu olahan dengan harga bahan baku utamanya. Marjin pada IPK skala besar sebesar Rp. 158.969,09, terdiri dari 13,23 persen untuk
pendapatan tenaga kerja, 13,60 persen untuk sumbangan input lain dan 73,17 persen untuk keuntungan perusahaan. Marjin pada IPK skala usaha menengah
sebesar Rp. 142.875,79 terdiri dari 13,29 persen untuk pendapatan tenaga kerja, 14,41 persen untuk sumbangan input lain dan 72,30 persen untuk keuntungan
perusahaan. Pada IPK skala usaha kecil marjin sebesar Rp. 126.989,94, terdiri dari 12,02 persen untuk pendapatan tenaga kerja, 18,20 persen untuk sumbangan input
lain dan 69,78 persen untuk keuntungan perusahaan. Distribusi margin terbesar pertama pada ketiga industri penggergajian
kayu yang telah terkategorikan berdasarkan skala usaha adalah keuntungan
52 perusahaan yang diterima perusahaan yaitu pemilik usaha industri penggergajian
kayu IPK, Distribusi margin terbesar kedua adalah sumbangan input lain. Distribusi margin terkecil pada ketiga kategori IPK adalah pendapatan tenaga
kerja. Kecilnya margin yang didistribusikan untuk tenaga kerja dibandingkan keuntungan yang diterima perusahaan menunjukkan bahwa dalam kegiatan
pengolahan kayu gergajian pada ketiga skala usaha terkategorikan kecil, menengah dan besar merupakan kegiatan padat modal.
Perhitungan metode Hayami dapat kembali dilihat faktor konversi pada masing-masing industri kayu gergajian yang masih rendah menyebabkan rasio
nilai tambah yang diterima juga cukup rendah antara 18,00 persen sampai 24,22 persen. Hal ini disebabkan rendemen pengolahan kayu gergajian yang dihasilkan
produsen masih cukup rendah. Rendemen yang sesuai dengan kriteria sangat dipengaruhi ukuran kayu, bentuk kayu dan metode penggergajian atau sistem
pengolahan keahlian operator serta bentuk ukuran produk yang dihasilkan. Oleh sebab itu peralatan mesin dan keahlian operator dalam menghasilkan produk harus
memiliki kelebihan secara teknis dan pengalaman agar diperoleh rendemen kayu gergajian yang lebih tingggi
6.2. Penggunaan Tenaga Kerja