Analisis Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dalam Upaya Pengembangan Masyarakat (Studi Kasus: Desa Bantarjati, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

(1)

ANALISIS PROGRAMCORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk DALAM UPAYA

PENGEMBANGAN MASYARAKAT

(Studi Kasus : Desa Bantarjati, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Oleh

Yuni Muryaningrum

I34060619

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN

PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ANALISIS PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk DALAM UPAYA

PENGEMBANGAN MASYARAKAT

(Studi Kasus : Desa Bantarjati, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Oleh

Yuni Muryaningrum

I34060619

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN

PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

ABSTRACT

YUNI MURYANINGRUM. THE ANALYSIS OF PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK’S CSR PROGRAM IN THE EFFORT OF COMMUNITY DEVELOPMENT. Case Study: Countryside of Bantarjati, District of Klapanunggal, Sub-Province of Bogor, Provinsi West Java. (Suppervised by FREDIAN TONNY NASDIAN).

This research essentially to see and understand the implementation and participation of PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk’s in Corporate Social Responsibility program. The subject of this research is local community in Desa Bantarjati, the corporate staff and the Bengkel Sepeda Motor Terpadu staff. The method of this research is using purposive sampling technique to decide the sample and use approach qualitative with case study method having the character of research explanatory. This research is conducted to explain how according between result and target of execution in CSR progam with evaluate process program. Community Development of CSR program have a principle to build independence community with a development program not only determined by company. Participation in CSR program can be seen as involvement of the parties (corporate and community) in managing CSR programs of community development.

Keyword: Corporate Social Responsibility (CSR), Community Development, Process Evaluation, Sustainable Development, Participation, and PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.


(4)

ABSTRAK

YUNI MURYANINGRUM. ANALISIS PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESONSIBILITY (CSR) PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK DALAM UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT. Studi Kasus: Desa Bantarjati, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. (Di bawah Bimbingan FREDIAN TONNY NASDIAN).

Penelitian ini dilakukan untuk melihat dan memahami implementasi dan partisipasi masyarakat dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Sasaran dalam penelitian ini adalah komunitas lokal di Desa Bantarjati, karyawan perusahaan, dan pengurus Bengkel Sepeda Motor Terpadu. Metode penelitian ini menggunakan purposive sampling (secara sengaja) untuk menentukan informan dan menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus bersifat explanatory research, dimana penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan bagaimana kesesuaian antara tujuan dan hasil dari pelaksanaan proram CSR dengan melakukan evaluasi proses program CSR. Pengembangan masyarakat dalam program CSR memiliki prinsip yaitu membangun masyarakat mandiri yang dilakukan tidak hanya oleh pihak perusahaan saja. Partisipasi dalam program CSR dapat dilihat sebagai keterlibatan para pihak (masyarakat dan perusahaan) di dalam mengelola program-program community development.

Kata kunci: Corporate Social Responsibility, Pengembangan Masyarakat, Evaluasi Proses, Pembangunan Berkelannjutan, Partisipasi, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.


(5)

RINGKASAN

YUNI MURYANINGRUM. ANALISIS PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK DALAM UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT. Studi Kasus: Desa Bantarjati, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. (Di bawah Bimbingan FREDIAN TONNY NASDIAN).

Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR), pihak perusahaan tidak hanya mendapatkan keuntungan ekonomi, tetapi juga secara sosial dan lingkungan alam bagi keberlanjutan perusahaan serta mencegah terjadinya konflik. (Budimanta, 2008). Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dalam Budimanta (2008) definisi corporate social responsibility atau tanggung jawab perusahaan secara sosial adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, dan juga komuniti-komuniti setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.

Melalui pendekatan partisipatif ini masyarakat dapat memiliki pengaruh dan kontrol terhadap berbagai inisiatif pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya yang akan mempengaruhi kehidupannya maupun lingkungannya. Partisipasi sepadan dengan arti peranserta, ikutserta, keterlibatan, atau proses belajar bersama saling memahami, menganalisis, merencanakan dan melakukan tindakan oleh sejumlah anggota masyarakat. Kegiatan evaluasi program merupakan salah satu tahapan penting yang tidak dapat diabaikan dalam penyelenggaraan program pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat karena berkaitan dengan penyelenggaraan program yang selanjutnya.

Tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu untuk mengetahui dan mempelajari konsep pengembangan masyarakat dan partisipasi masyarakat; konsep tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), kebijakan, pandangan, sasaran, tujuan, dan implementasi CSR, serta tahap evaluasi proses program CSR. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus yang bersifat explanatory research, dimana penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan bagaimana kesesuaian antara tujuan dan hasil dari pelaksanaan proram CSR dengan melakukan


(6)

evaluasi proses program CSR serta faktor-faktor yang akan mempengaruhinya.. Metode pengumpulan data yang diterapkan peneliti adalah metode triangulasi untuk memperoleh kombinasi data yang akurat berupa wawancara mendalam, pengamatan berperanserta, dan penelusuran dokumen untuk mendapatkan data primer dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber rujukan seperti buku, situs internet, makalah seminar/prosiding/jurnal, serta laporan penelitian mengenai tangggung jawab sosial perusahaan (CSR). Selanjutnya, dilakukan analisis dan sintesis terhadap topik program tanggung jawab sosial perusahaan dalam mewujudkan pengembangan masyarakat

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dalam implementasi CSR didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan yang bertumpu pada tiga pencapaian yang bermanfaat secara ekonomi, sosial dan lingkungan (triple bottom lines). Indocement juga mendasarkan program ini pada Kerangka Lima Pilar Pembangunan Berkelanjutan meliputi bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial-budaya-agama-olahraga dan keamanan yang memiliki keterkaitan dengan konsep pengembangan dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan CSR. Jika dikaitkan dengan pengembangan masyarakat maka perusahaan sudah melakukan upaya tersebut dengan pelaksanaan program dan proyek CSR di12 desa binaan dengan melibatkan masyarakat.

Analisis yang dilakukan pada proyek Bengkel Sepeda Motor Terpadu berdasarkan pandangan dan pendapat masyarakat menyatakan bahwa partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan evaluasi masih rendah sedangkan pada tahap pelaksanaan dan menikmati hasil sudah baik. Hal ini terlihat pada tahap perencanaan dan evaluasi masyarakat dan penerima program tidak diikutsertakan secara aktif, mereka hanya menerima keputusan dari pihak pemerintah, tokoh masyarakat, dan tokoh agama yang berdiskusi dengan pihak Departemen CSR PT Indocement. Pada tahap pelaksanaan dan menikmati hasil, masyarakat terlihat aktif ikutserta dalam kegiatan pelatihan dan pelaksanaan bengkel yang berada di Desa Bantarjati, dan merasakan manfaat dengan didirikannya bengkel tersebut.


(7)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa :Yuni Muryaningrum

NRP : I34060619

Program Studi : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul Skripsi : Analisis Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dalam Upaya Pengembangan Masyarakat (Studi Kasus: Desa Bantarjati, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan pada untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS. NIP. 19580214 198503 1 004

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr.Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. NIP. 19550630 198103 1 003 Tanggal Lulus : _____________


(8)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT

INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK DALAM UPAYA

PENGEMBANGAN MASYARAKAT (Studi Kasus : Desa Bantarjati, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)” BELUM PERNAH DIAJUKAN DAN DITULIS PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK

TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK/ LEMBAGA LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Februari 2010

Yuni Muryaningrum I34060619


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Juni 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara berasal dari pasangan Karyanto dan Murni. Penulis memiliki adik perempuan yang bernama Melita Wahyuningtias yang masih duduk kelas 2 di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Semenjak lahir, sekolah, dan sampai saat ini penulis tinggal di kawasan Bekasi. Dan penulis juga menamatkan pendidikannya di TK Al-Irsyad tahun 1994, SDN Satria Kencana Bekasi tahun 2000, SLTP 7 Bekasi 2003, dan SMA Pusaka Nusantara Jakarta tahun 2006. Setelah itu pada Juli 2006 diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti pendidikan formal, penulis pernah mengikuti berbagai macam pelatihan tingkat sekolah dan kursus bahasa asing. Diantaranya adalah Pendidikan dan Pelatihan PMR tingkat SMP, serta Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) saat SMA, mengikuti Jambore Nasional Narkoba di Cibubur tingkat SMA, Seminar Kanker Payudara di BSI Jakarta, Pengembangan Bakat dan Kreatifitas di Jakarta, Seminar tentang AIDS dan HIV. Pada tahun 2002-2003 mengikuti kursus Komputer, dan pada tahun 2004-2006 mengikuti kusus Bahasa Inggris di LIA Galaksi, Bekasi, dan pada tahun 2008 mengikuti kusus Bahasa Jepang. Selain itu penulis pun pernah mengikuti berbagai macam kegiatan ekstrakulikuler, diantaranya adalah, OSIS SMA Pusaka Nusantara Jakarta sebagai Ketua Divisi ROHIS, ROHIS (Rohani Islam) SMA Pusaka Nusantara sebagai pengurus, tahun 2006-2008 sebagai pengurus Gentra Kaheman Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkungan Seni Sunda IPB, pada tahun 2008 sebagai pengurus KEMSI (Keluarga Mahasiswa Bekasi) salah satu OMDA di IPB, tahun 2008 pada Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FEMA IPB sebagai divisi Internal. Penulis juga pada tahun 2008 pernah Magang selama satu bulan sebagai HUMAS di PT ASABRI Persero, Jakarta.


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Analisis Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dalam Upaya Pengembangan Masyarakat (Studi Kasus: Desa Bantarjati, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)” ini berhasil diselesaikan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah memperoleh bantuan, dorongan, semangat dan dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung atau secara tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik, karena tanpa bantuan dan dukungan dari mereka, mungkin penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan.

Selanjutnya pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. ALLAH SWT karena atas Rahmat dan Ridho-Nya juga curahan kemudahan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS, sebagai dosen pembimbing skripsi atas kesabarannya membantu, serta memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

3. Ir. Murdianto, MSi, sebagai dosen penguji utama skripsi atas saran dan kritik yang membangun terhadap skripsi ini.

4. Ir. Nuraini W Prasodjo, MS, sebagai dosen penguji skripsi wakil koordinator mayor atas saran dan kritik terhadap penulisan skripsi ini.

5. Keluarga tercinta, Ayah, Ibu dan “si gendut” Adik tercinta yang tiada henti memberikan kasih sayang, doa, dukungan, perhatian dan semangat kepada penulis. Semua yang telah diberikan tidak akan bisa terbalaskan. Terima kasih keluargaku tercinta.

6. Sahabat-sahabatku tercinta Annisa, Icha, Ega yang selalu mengingatkan untuk tidak lupa makan juga menjaga kesehatan dan sebagai teman bertukar pikiran dan juga yang selalu memberikan masukan dan semangat kepada penulis untuk segera


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan dapat dikatakan sebagai salah satu aktor ekonomi dalam satu wilayah, baik itu wilayah desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan negara. Sebagai salah satu aktor ekonomi, perusahaan dituntut untuk menghasilkan profit yang maksimal sebagai prinsip dasar ekonomi dari suatu perusahaan. Perusahaan juga sebisa mungkin dapat memanfaatkan sumberdaya yang terbatas untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Praktek kedermawanan sosial perusahaan dewasa ini mengalami perkembangan pesat sejalan dengan berkembangnya konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Salah satu ide pokoknya yang terkait dengan mandat dunia untuk tidak semata-mata mencari keuntungan, tetapi harus pula bersikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial (Nursahid, 2006).

Menurut Wibisono (2007), sejalan dengan bergulirnya wacana tentang kepedulian lingkungan kegiatan kedermawanan perusahaan terus berkembang dalam kemasan Philanthropy serta Community Development (CD). Pada era 1980-an makin banyak perusahaan menggeser konsep Philanthropy kearah Community Development. Berkembangnya kegiatan kedermawanan perusahaan berdampak pada semakin maraknya kegiatan-kegiatan sosial dan pengembangan masyarakat. Para perusahaan melalui program CSR-nya mengalokasikan dana sosial untuk mendukung dan mendanai berbagai kegiatan CSR tersebut.

Salah satu sektor industri utama dalam tatanan ekonomi global, industri pertambangan dalam banyak kasus memiliki posisi dominan dalam pembangunan sosio-ekonomi negara maju dan berkembang. Sektor industri ini berdampak sangat signifikan dalam arti positif maupun negatif. Tanpa menafikan dampak positifnya, dampak negatif dalam ranah sosial, lingkungan, politik dan budaya yang ditimbulkan sektor industri ini sangat luar biasa. Dampak negatif tersebut cenderung membesar di negara-negara berkembang atau di negara-negara yang menghadapi kendala ketidakefektifan sistem pemerintahan, ketiadaan regulasi (dan perundangan) yang memadai serta tingginya gejolak sosial-politik seperti di Republik Federasi Rusia (Republik Sakha) di mana kasus-kasus kajian dari buku dikemukakan merujuk pada Yakovleva (2005).


(12)

Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR), perusahaan tidak hanya mendapatkan keuntungan ekonomi, tetapi juga secara sosial dan lingkungan alam bagi keberlanjutan perusahaan serta mencegah terjadinya konflik. (Budimanta, 2008). Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dalam Budimanta (2008) definisi corporate social responsibility atau tanggung jawab perusahaan secara sosial adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komuniti-komuniti setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.

Wujud dari pengaplikasian suatu program pengembangan masyarakat dapat diwujudkan dalam berbagai macam bentuk dengan cara mengoptimalkan sumberdaya perusahaan yang ada, juga dengan memanfaatkan tenaga ahli yang dimiliki oleh komunitas lokal. Salah satu prinsip yang paling penting dilakukan adalah bagaimana membuat masyarakat mandiri dan mampu menentukan keinginan mereka sendiri. Sebagai kegiatan yang mengarah pada investasi sosial, kegiatan berdimensi sumbangan yang ditujukan untuk investasi sosial mensyaratkan adanya evaluasi yang mengkaji pencapaian hasil-hasilnya.Tumbuhnya modal sosial dalam masyarakat akan selaras dengan penciptaan kepercayaan terhadap perusahaan menurut Soemanto (2007). Sejalan dengan itu, Wibisono (2007) menjelaskan bahwa etika bisnis merupakan tuntunan perilaku bagi dunia usaha untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan.

Dalam prakteknya, Community Development sebagai bentuk CSR harus menggunakan prinsip menuju kemandirian masyarakat sehingga pendanaan kegiatan bukan sebagai charity yang apabila pendanaan itu selesai, maka selesai pula kegiatan yang bersangkutan. Program pengembangan masyarakat tidak hanya ditentukan sepihak oleh perusahaan. Dan rumusan program pengembangan masyarakat merupakan refleksi kondisi riil dan keinginan masyarakat setempat, yang dalam pelaksanaanya memerlukan peran serta mereka secara aktif. Perubahan paradigma ini pada gilirannya menempatkan program pengembangan masyarakat sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan, dan merupakan investasi program yang berpotensi sejajar dengan investasi lain bagi industri atau perusahaan.


(13)

Proses analisis suatu program diperlukan pengawasan yang baik yang dilakukan oleh perusahaan terhadap sumbangan dan juga pihak masyarakat yang telah diberikan kepada pihak masyarakat (penerima program). Tanggung jawab sosial seseorang atau organisasi adalah etika dan kemampuan berbuat baik pada lingkungannya (lingkungan sosial dan lingkungan hidup) berdasarkan nilai-nilai dan kebutuhan masyarakat. Berbuat baik atau kebajikan merupakan bagian dari kehidupan sosial (Hardinsyah, 2007).1 Berdasarkan ISO 26000, yang menjadi alasan penelitian ini adalah adanya isu lingkungan dan pengembangan masyarakat. Isu lingkungan yang melatar belakangi dengan adanya pencegahan polusi debu dan limbah pabrik ynag dihasilkan dari proses produksi semen dan perlindungan dan pemulihan lingkungan yang dilakukan perusahaan terhadap derah sekitar lingkup pabrik, sedangkan isu pengembangan masyarakat yang diangkat adalah tujuan perusahaan untuk membangun sosial ekonomi masyarakat local.

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk merupakan salah satu produsen semen terbesar dan berkualitas di Indonesia, PT Indocement memiliki komitmen kuat untuk meneruskan bisnis secara etis dan taat hukum, membantu usaha-usaha peningkatan ekonomi, dan turut memperbaiki kehidupan para karyawan serta masyarakat sekitar wilayah operasi. PT Indocement mendasarkan program-program CSR pada konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) dengan tiga dasar utama kepentingan (Triple Bottom Lines), yakni memelihara lingkungan, memberikan manfaat bagi masyarakat lokal, dan menjaga pertumbuhan perusahaan. Dalam pelaksanaan program-program CSR PT Indocement mengacu pada kegiatan yang terkelompok dalam kerangka Lima Pilar (The Five Pilars) yaitu pendidikan, ekonomi, kesehatan, (sosial, budaya, agama, dan olahraga), dan keamanan. Oleh karena itu, perumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah sampai sejauh mana PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. telah melakukan pengembangan dan partisipasi masyarakat dalam implementasi CSR.

1

Hardinsyah. Pandangan Tentang Tanggung jawab Sosial Dan Lingkungan Dalam Pasal 74 Undang Undang Perseroan Terbatas 2007. http://hardinsyah.com/?p=15diakses tanggal 27 mei 2008 jam 13.39


(14)

1.2 Perumusan Masalah

Aktivitas CSR yang dilakukan oleh PT Indocement merupakan program yang dilaksanakan oleh Departemen CSR dengan tujuan memberdayakan masyarakat sekitar pabrik dan lingkar perusahaan yang diimplementasikan dengan program CSR PT Indocement terhadap para stakeholders-nya. Salah satunya dengan mereduksi dampak dari kegiatan perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

Keberhasilan program yang dicapai PT Indocement merupakan adanya kerjasama yang baik antara perusahaan dan partisipasi aktif dari masyarakat. Oleh karena itu, evaluasi diperlukan dalam proses pelaksanaan CSR di lapangan untuk melihat kesesuaian konsep pembangunan yang berkelanjutan dengan implementasi CSR.

Perumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah sampai sejauh mana PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. telah melakukan pengembangan masyarakat dan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi CSR. Dari rumusan masalah utama, diturunkan beberapa pertanyaan yang lebih spesifik dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana kebijakan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dalam implementasi CSR?

2. Bagaimana tujuan dan sasaran program CSR PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk berbasiskan pemberdayaan dan pengembangan masyakat?

3. Bagaimana proses pelaksanaan program CSR PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui sampai sejauh mana PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. telah melakukan pengembangan masyarakat dan peningkatan perekonomian masyarakat dalam implementasi CSR dan pencapaian pembangunan berkelanjutan. Adapun tujuan umum tersebut dapat dijawab melalui tujuan khusus penelitian ini, yaitu:

1. Mengidentifikasi kebijakan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dalam implementasi CSR.


(15)

2. Menganalisis tujuan dan sasaran program CSR PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. berbasiskan pemberdayaan dan pengembangan masyakat

3. Menganalisis proses pelaksanaan program CSR PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pembaca khususnya untuk: 1. Kalangan akademisi, dalam mengkaji permasalahan mengenai implementasi

tanggung jawab sosial perusahaan perusahaan dan evaluasi program.

2. Perusahaan khususnya PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. sebagai bahan evaluasi terhadap pelaksanaan program CSR dan untuk bahan masukan bagi pelaksanaan program selanjutnya.

3. Pemerintah, dalam menjalankan pengawasan terkait dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan.

4. Kalangan non-akademisi dan masyarakat luas, dapat menjadi sumber pengetahuan dan bisa bermanfaat dalam penerapan CSR di masyarakat sebagai wujud pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG).


(16)

BAB II

PENDEKATAN KONSEPTUAL

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR)

2.1.1.1 Konsep dan Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)

Dalam bukunya Sukada (2007) menyebutkan definisi CSR bagi dunia usaha adalah sebagai sarana sekaligus wahana perwujudan sikap kooperatif serta sikap tanggung jawab sosial dan lingkungan dari perusahaan-perusahaan yang memiliki kesadaran bahwa kegiatan operasional mereka telah menimbulkan dampak positif dan negatif yang besar dan luas. Gagasan dasar CSR memang bertumpu pada kekuatan tanggung jawab moral dan praktik pengelolaan bisnis yang bersifat normatif. Pelaksanaan CSR merupakan bagian yang menyatu dalam strategi bisnis perusahaan, karena dalam pelaksanaan pada suatu perusahaan tidak ada satu bagianpun dari perusahaan yang tidak terkait dengan tanggung jawab mewujudkan program CSR. Implementasi CSR perusahaan adalah tangung jawab organisasi dalam arti menyeluruh. Tuntutan etis dan moral implemantasi CSR tidak hanya bersifat eksternal (tekanan masyarakat global terhadap paradigma praktik bisnis) tetapi juga bersifat tekanan internal (memperbaiki kebijakan bisnis, kinerja, dan citra).

CSR adalah instrumen yang dapat digunakan untuk mendorong perusahaan mewujudkan gagasan keadilan sosial serta pembangunan yang berkelanjutan. Menurut Warhurst dalamSukada (2007), perusahaan haruslah mengadopsi kenyataan bahwa ada dua bentuk perizinan yang harus dipatuhi oleh perusahaan agar dapat beroperasi, yaitu izin legal dari pemerintah dan izin sosial dari masyarakat bahwa program-program sosial perusahaan dilaksanakan tidak lain untuk memperoleh izin sosial untuk berusaha. Putri (2007) dalamAmbadar (2008) mendefinisikan CSR sebagai komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial dan lingkungan.

Pendapat lain menyatakan CSR sesungguhnya mencakup manajemen dampak sejalan dengan peraturan pemerintahan dan yang berada diluarnya. Ada pula yang beranggapan bahwa CSR sebagai segala upaya manajemen yang dijalankan entitas


(17)

bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasarkan pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan, dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif di setiap pilar. CSR adalah cara menyeimbangi kekuatan perusahaan yang semakin membesar dengan tanggung jawab yang setara dan telah terbukti merupakan investasi dengan hasil yang menguntungkan. Sementara itu menurut Budimanta (2008), corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama dengan para pihak yang terkait, utamanya masyarakat disekelilingnya dan lingkungan sosial dimana perusahaan tersebut berada yang dilakukan terpadu dengan kegiatan usahanya secara berkelanjutan.

Partisipasi dunia usaha dalam pembangunan berkelanjutan adalah dengan mengembangkan program kepedulian perusahaan kepada masyarakat sekitarnya yang disebut tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Sosial Responsibility(CSR). Corporate Sosial Responsibility (CSR) merupakan salah satu upaya juga untuk menciptakan keberlangsungan usaha dalam menciptakan keberlangsungan usaha dalam menciptakan dan memelihara keseimbangan antara mencetak keuntungan, fungsi-fungsi sosial dan pemeliharaan lingkungan hidup (triple bottom line). Konsep CSR merupakan konsep baru dalam dunia bisnis, dengan demikian Corporate Sosial Responsibility (CSR) adalah sebuah konsep manajemen yang menggunakan pendekatan “triple bottom line” (profit, people, and planet) yaitu keseimbangan antara mencetak keuntungan, harus seiring dan berjalan selaras dengan fungsi-fungsi sosial dan pemeliharaan lingkungan hidup demi terwujudnya pembangunan yang sustainable (berkelanjutan) seperti yang dipaparkan Ambadar (2008).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Sosial (2005) yang dikutip Hardinsyah (2007)2 mendefinisikan CSR sebagai komitmen dan kemampuan dunia usaha untuk melaksanakan kewajiban sosial terhadap lingkungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan hidup ekosistem disekelilingnya. Perusahaan tidak hanya mempunyai tanggung jawab ekonomis dan legal kepada pesaham dan stakeholders tetapi juga mempunyai tanggung jawab secara sosial termasuk masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

2


(18)

Dimensi kedermawanan menurut Saidi (2003) adalah sejauhmana derma yang diberikan oleh perusahaan dilandasi oleh kerangka kesadaran dan komitmen dalam mewujudkan tanggung jawab sosial. Ada perbedaan yang prinsipil diantara kedermawanan perusahaan (corporate philanthropy) dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) (Gambar 1). Kedermawanan perusahaan sifatnya lebih eksternal dan kurang melihat aspek internal perusahaan. Sementara dalam konteks tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya melihat aspek eksternal, tapi juga melihat aspek internal perusahaan.

Gambar 1. Matriks Karakteristik Tahap-tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan

Tahapan Charity Philantropy Corporate

Citizenship

Motivasi Agama, tradisi, adat

Norma etika dan hukum universal: redistribusi kekayaan Pencerahan diri dan rekonsiliasi dengan ketertiban sosial

Misi Mengatasi masalah

sesaat

Mencari dan mengatasi akar masalah

Memberikan kontribusi kepada masyarakat Pengelolaan Jangka pendek,

menyelesaikan masalah sesaat Terencana, terorganisir, terprogram Terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan Pengorganisasian Kepanitiaan Yayasan/dana

abadi:profesionalisasi

Keterlibatan baik dana maupun sumber daya lain Penerima manfaat Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan perusahaan Kontribusi Hibah sosial Hibah pembangunan Hibah (sosial

maupun

pembangunan) dan keterlibatan sosial Inspirasi Kewajiban Kepentingan bersama Sumber: Saidi, 2003


(19)

Dalam bukunya Ambadar (2008) juga menjelaskan Community Development merupakan ruh pelaksanaan aktivitas CSR perusahaan. Pelaksanaan kegiatan CSR terlihat lebih sesuai jika berjalan berbarengan dengan program pemberdayaan masyarakat. Aktivitas CSR yang bernafaskan Comdev dapat mencapai tujuan strategis perusahaan, disamping untuk mencapai profit kontinum. Menurut Shardlow dalam Ambadar (2008) pemberdayaan masyarakat intinya adalah bagaimana individu, kelompok, atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Dalam melakukan pengembangan masyarakat (berdasarkan acauan dari ICSD, 2004) sebaiknya memegang prinsip-prinsip Comdev, antara lain: kerjasama, bertangung jawab, kemungkinan dan kesesuaian, sumberdaya komunitas, adanya kebersamaan komunitas, meningkatkan perasaan solidaritas.

Merujuk pada Wibisono (2007) mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab perusahaan kepada pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi sosial dan lingkungan (triple bottom lines) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Karena itu CSR adalah nilai moral yang semestinya dilaksanakan atas panggilan nurani pemilik atau pimpinan perusahaan bagi peningkatan kesejahteraan stakeholdersperusahaan.

2.1.1.2 Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR)

Tahapan dan sistematika pelaksanaan CSR dimulai dengan melihat kebutuhan masyarakat sekitar. Dengan mengidentifikasi masalah yang ada kemudian dicari solusi yang tepat dan terbaik menurut kebutuhan masyarakat. Setelah itu membuat rencana aksi, lengkap dengan anggaran dan jadwal juga sumberdaya manusia yang ditunjuk untuk melakukannya. Monitoring yang dapat dilakukan melalui survei maupun kunjungan lapang. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang harus menjadi prinsip utama bagi seluruh unit-unit kepemerintahan maupun pihak korporasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan sosial. Menurut kaidah ekonomi, pemberdayaan masyarakat adalah proses kesempatan bagi pelaku ekonomi untuk memperoleh surplus value sebagai hak manusia yang terlibat dalam kegiatan produksinya.


(20)

Soemanto (2007) menjelaskan setiap perusahaan selayaknya memahami bahwa setiap perusahaan yang hadir ditengah komunitas tertentu, akan menjadi bagian dari lingkungan sosial tertentu. Itulah sebabnya, perusahaan seharusnya menyadari dan tidak hanya cukup mengetahui bahwa lingkungan sosial harus dijaga, dengan cara mengusahakan kurangnya dampak atau imbas psikologis, ekonomi dan budaya terhadap orang disekelilingnya. Perhatian terhadap manusia disekeliling perusahaan harus semakin ditingkatkan jika perusahaan menyandang nama sebagai industri dengan skala besar. Dengan ringkas bisa disimpulkan seperti dikatakan oleh Savitz (2006) sebagaimana dikutip oleh Soemanto (2007) bahwa CSR akan sukses apabila perusahaan mencermati persinggungan antara usaha mencari keuntungan dengan kepentingan publik dan interaksi masyarakat.

John Elkington dalam Hardinsyah (2008) merumuskan Triple Bottom Lines (TBL) atau tiga faktor utama operasi perusahaan dalam kaitannya dengan lingkungan dan manusia, yaitu faktor manusia dan masyarakat (people), faktor ekonomi dan keuntungan (profit), serta faktor lingkungan (planet). Ketika faktor ini juga terkenal dengan sebutan triple-P (3P) yaitu people, profitdan planet. Ketiga faktor ini berkaitan satu sama lain. Masyarakat tergantung pada ekonomi; ekonomi dan keuntungan perusahaan tergantung pada masyarakat dan lingkungan, bahkan ekosistem global. Ketiga komponen TBL ini bersifat dinamis tergantung kondisi dan tekanan sosial, politik, ekonomi dan lingkungan, serta kemungkinan konflik kepentingan.

Oleh karena itu, piramida CSR yang di kembangkan Achie B. Caroll dalam Hardinsyah (2008) harus dipahami sebagai satu kesatuan. Sebab, CSR merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines, seperti yang tergambat pada Gambar 2 :

1. Profit. Perusahaan harus tetap berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.

2. People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan bahkan ada perusahaan yang merancang berbagai skema perlindungan sosial bagi masyarakat setempat.


(21)

3. Plannet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih, perbaikan pemukiman, pengembangan pariwisata (ekoturisme).

Gambar 2. Gambar Triple Bottom Linesdalam CSR

Sumber: Hardinsyah, 20083

Berdasarkan konsep Triple Bottom Lines(TBL) tersebut seharusnya konsep dan implementasi CSR mencakup aspek ekonomi, lingkungan dan sosial dalam peningkatan kualitas hidup pekerja beserta keluarganya serta masyarakat, termasuk konsumen. Dalam perjalanannya, implementasi CSR sering mengalami pembiasan dari nilai-nilai CSR yang “asli”. Pembiasan itu tampak manakala perusahaan hanya melakukan kegiatan bantuan atau charity atau “pemadam konflik sementara“ kepada masyarakat yang kemudian dianggap sebagai program CSR. Pada hal CSR ideal tidak sekedar sebagai program bantuan untuk menghindari tekanan dari pihak lain, misalnya tekanan masyarakat ataupun sebagai alat kehumasan untuk membentuk citra baik, melainkan kegiatan pemberdayaan yang berkesinambungan ke arah yang lebih baik.

3

Hardinsyah, op. cit., hal 3.

Profit

(Keuntungan Perusahaan)

People

(Kesejahteraan Manusia/Masyarakat)

Plannet

(Keberlanjutan Lingkungan Hidup)


(22)

2.1.1.3 Kebijakan Perusahaan dalam CSR

Menurut Steiner (1997) yang dikutip oleh Mulyadi (2007) menyatakan bahwa kebijakan dianggap sebagai pedoman untuk bertindak atau saluran untuk berfikir. Secara lebih khusus, kebijakan adalah pedoman untuk melaksanakan suatu tindakan. Kebijakan mencakup seluruh bidang tempat tindakan atau yang dilakukan. Kebijakan biasanya berlangsung lama serta cenderung memiliki jangka waktu yang lama tanpa peninjauan dan penyempuranaan.

Kebijakan menjelaskan bagaimana cara pencapaian tujuan dengan menentukan petunjuk yang harus diikuti. Kebijakan dirancang untuk menjamin konsistensi tujuan dan untuk menghindari keputusan yang berwawasan sempit dan berdasarkan kelayakan. Berikut ini akan disajikan beberapa model yang menyangkut perangkat lengkap kebijakan yang mengatur aktivitas sosial perusahaan menurut Steiner (1997) sebagaimana dikutip Mulyadi (2007).

1) Perusahaan menetapkan kebijakan untuk mempertimbangkan tanggung jawab sosialnya dengan seksama. Kebijakan ini tidak mengikat perusahaan dalam program sosial tertentu, tetapi mengungkapkan bahwa perusahaan merasa tanggung jawab sosialnya yang pertama adalah memikirkan tanggung jawab sosialnya dengan seksama.

2) Perusahaan menetapkan kebijakan untuk benar-benar memanfaatkan keringanan pajak melalui kontribusi. Kebijakan ini hanya memanfaatkan undang-undang perpajakan tetapi tidak mengikat perusahaan di luar kedermawanan minimum yang diperlihatkan saat sekarang kecuali apabila perusahaan merasa bahwa laba yang didapat cukup tinggi untuk memberi sesuatu lebih banyak.

3) Perusahaan menetapkan kebijakan memikul biaya sosial dalam operasi perusahaan tanpa mengorbankan posisi kompetisi atau keuangannya. Kebijakan ini menyatakan bahwa perusahaan ingin menghindari dampak negatif operasi terhadap masyarakat sejauh yang dapat dilakukan oleh perusahaan.

4) Perusahaan menetapkan kebijakan untuk memusatkan program sosialnya pada tujuan terbatas. Perusahaan dapat mencapai lebih banyak kegiatan apabila memiliki bidang-bidang tertentu agar dapat memusatkan upaya yang dilakukan, sehingga perusahaan menetapkan batas tertentu pada program sosial.


(23)

5) Perusahaan menetapkan kebijakan untuk memusatkan program sosial pada sejumlah bidang yang secara strategis berkaitan dengan fungsi perusahaan pada saat sekarang dan masa mendatang.

6) Perusahaan menetapkan kebijakan untuk memperlancar tindakan karyawan yang dapat dilakukan sebagai perorangan dan bukan sebagai wakil resmi perusahaan. Perusahaan tidak memaksa karyawan untuk terlibat dalam aktivitas yang lebih baik bagi masyarakat, tetapi perusahaan mendorong dan menyediakan sarana bagi para karyawan untuk memenuhi kepentingan sosial mereka.

7) Perusahaan menetapkan kebijakan untuk mengkaji ulang peluang produk dan jasa yang memungkinkan perusahaan mendapatkan laba dan meningkatkan kepentingan sosial; tetapi tidak semua tindakan sosial perlu dilakukan hanya untuk memperoleh keuntungan.

8) Perusahaan menetapkan kebijakan untuk mengambil tindakan atas nama tanggung jawab sosial tetapi tidak berarti harus mengorbankan tingkat keuntungan yang diperluukan untuk mempertahankan kekuatan ekonomi dan dinamika yang diinginkan manajemen puncak.

9) Perusahaan menetapkan kebijakan untuk melakukan tindakan responsif secara sosial atas dasar keberlanjutan dan bukan bersifat ad hoc, sewaktu-waktu, atau untuk waktu yang singkat. Kebijakan ini didasarkan atas keyakinan bahwa persahaan akan dapat menimbulkan pengaruh yang lebih besar dengan biaya sedikit, melalui program berkelanjutan dibandingkan dengan melakukan tindakan yang terputus-putus.

10) Perusahaan menetapkan kebijakan untuk mengkaji kebutuhan sosial yang perlu ditanggapi perusahaan, kontribusi yang dapat diberikan, resiko yang mungkin timbul, dan kemungkinan manfaatnya bagi perusahaan dan masyarakat. Kebijakan ini mengingatkan agar “melihat sebelum melompat”. Kebijakan ini mendorong agar perusahaan mengambil tindakan yang terorganisir, nalar, sistematis dan berlangsung dalam periode waktu tertentu.


(24)

2.1.2 Pengembangan Masyarakat

2.1.2.1 Konsep dan Definisi Pengembangan Masyarakat

Dalam bukunya Ambadar (2008) mendefinisikan pengembangan masyarakat sebagai sebuah aktualisasi dari CSR yang lebih bermakna daripada hanya sekadar aktivitas charity ataupun tujuh dimensi CSR lainnya, antara lain: community relation. Pemberdayaan masyarakat (comdev) intinya adalah bagaimana individu atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai keinginan mereka menurut Shardlow (1998) dalam Ambadar (2008). Keragaman dalam menginterpretasikan beberapa pendekatan pengembangan masyarakat semakin meluas mulai dari perbedaan orientasi sampai dengan berbagai tujuan-tujuan.

Menurut Suharto (2005) pengembangan masyarakat adalah satu model pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Sebagai sebuah metode pekerjaan sosial, pengembangan masyarakat merujuk pada interaksi aktif antara pekerja sosial dan masyarakat terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi suatu program pembangunan kesejahteraan sosial atau usaha kesejahteraan sosial.

Community Development (comdev) memiliki fokus terhadap upaya membantu anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama, dengan mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian dilakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Comdev seringkali diimplementasikan dalam bentuk (a) proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhannya atau melalui (b) kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab (Payne, 1995)4.

Pengembangan masyarakat adalah salah satu pendekatan yang harus menjadi prinsip utama bagi seluruh unit-unit kepemerintahan maupun pihak korporasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan sosial menurut Ambadar (2008). Sementara Shardlow (1998) dalam Ambadar (2008) menjelaskan bahwa pengembangan masyarakat adalah bagaimana individu, kelompok atau

4


(25)

komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai keinginan mereka.

Upaya pemberdayaan yang cenderung tidak melihat mereka sebagai suatu komunitas dan bersifat charity (sumbangan) seolah-olah hanya mempersubur eksistensi mereka. Dalam kaitan dengan upaya pemberdayaan pada level komunitas, Rothman (1995) yang dikutip oleh Adi (2003) menggambarkan bahwa proses pemberdayaan masyarakat melalui intervensi komunitas ini dapat dilakukan melalui beberapa model (pendekatan) intervensi, seperti pengembangan masyarakat lokal, perencanaan dan kebijakan sosial, dan aksi sosial. Dari ketiga model intervensi di atas, maka proses pemberdayaan terhadap masyarakat dapat dilakukan melalui pendekatan yang bersifat konsensus seperti pengembangan masyarakat lokal, kepatuhan seperti pendekatan perencanaan dan kebijakan sosial, atau pun melalui pendekatan konflik seperti aksi sosial.

Dunham (1958) dikutip oleh Adi (2003) menyatakan lima prinsip dasar yang amat penting bagi mereka yang berminat pada pengorganisasian masyarakat atau pengembangan masyarakat, yaitu:

1) Penekanan pada pentingnya kesatuan kehidupan masyarakat

2) Perlu adanya pendekatan antar tim dalam pengembangan masyarakat

3) Kebutuhan akan adanya community worker yang serba bisa pada wilayah pedesaan

4) Pentingnya pemahaman akan pola budaya masyarakat lokal

5) Adanya prinsip kemandirian yang menjadi prinsip utama dalam pengembangan masyarakat

Tahapan dalam pengembangan masyarakat yang biasa dilakukan pada beberapa Organisasi Pelayanan Masyarakat, yaitu:

1. Tahap persiapan, didalamnya terdapat tahap penyiapan petugas dan penyiapan lapangan yang merupakan prasyarat.

2. Tahap assessment, dengan mengidentifikasi masalah (kebutuhan yang dirasakan = felt needs) dan juga sumber daya yang dimiliki klien.


(26)

3. Tahap perencanaan alternatif program suatu kegiatan, agen peubah (community worker) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana mengatasinya.

4. Tahap pemformulasian rencana aksi, agen peubah (community worker) membantu masing-masing kelompok untuk memutuskan dan menentukan program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. 5. Tahap pelaksanaan, sesuatu yang sudah direncanakan akan dapat melenceng

dalam pelaksanaan di lapangan bila tidak ada kerja sama antara agen peubah dengan warga masyarakat.

6. Tahap evaluasi, sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program yang sedang berjalan pada pengembangan masyarakat sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga.

7. Tahap terminasi, merupakan tahap ‘pemutusan’ hubungan secara formal dengan komunitas sasaran.

Indikator keberhasilan suatu program pembangunan komunitas dapat dilihat dari bentuk-bentuk kebersamaan yang dijalin antar pihak-pihak pemerintah, perusahaan dan komunitas lokal yang terlihat dalam partisipasi dan keberlanjutan (sustainability). Partisipasi dapat dilihat sebagai keterlibatan para pihak di dalam mengelola program-program community development. Secara mendasar, partisipasi bukanlah milik dari komunitas lokal, akan tetapi semua pihak harus berpartisipasi. Ada dua motivasi utama yang mendasari perusahaan melakukan program CSR yaitu, pertama bersifat akomodatif kebijakan bisnis yang hanya bersifat kosmetik dan tidak lengkap, CSR dilakukan untuk memberi citra sebagai perusahaan yang tanggap terhadap kepentingan sosial. Kedua, bersifat legitimatif dengan tujuan untuk mempengaruhi wacana yang bermanfaat sebagai langkah awal dalam proses “metamorfosa” menjadi program CSR yang benar.

Sedangkan menurut Jack Rothman dalam Suharto (2005) model-model pengembangan masyarakat mengembangkan tiga model yang berguna dalam memahami konsepsi tentang pengembangan masyarakat yaitu, pengembangan masyarakat lokal, perencanaan sosial, dan aksi sosial. Paradigma ini merupakan format ideal yang dikembangkan terutama untuk tujuan analisis dan konseptualisasi. Mengacu pada dua perspektif yang dikemukakan di atas, model pertama dan kedua sejalalan


(27)

dengan perspektif professional, sedangkan model ketiga lebih dekat dengan perspektif radikal.

Menurut Rudito dan Famiola (2007) lancar atau terhambatnya jalan sebuah korporasi tergantung pada kepekaan perusahaan dalam memperhatikan dan mengingat gejala sosial budaya yang ada disekitarnya, seperti munculnya kecemburuan sosial akibat dari pola hidup dan pendapatan yang sangat jauh berbeda antara perusahaan (karyawan perusahaan) dengan komunitas sekitar. Dalam kenyataannya, komunitas lokal tidak hanya berdiri pada sisi lingkungan sosial perusahaan, akan tetapi juga berada di dalam perusahaan sebagai karyawan. Untuk itu diperlukan suatu wadah program yang berguna untuk menciptakan kemandirian komunitas lokal untuk menata sosial ekonomi mereka sendiri, maka diciptakan suatu wadah yang berbasis pada komunitas yang sering disebut sebagai community development yang mempunyai tujuan untuk pemberdayaan komunitas (empowerment).

Keberlanjutan sendiri memiliki pengertian sebagai strategi program yang dipakai untuk menunjang kemandirian komunitas yang dapat dilihat dari sisi-sisi manusia (human), sosial (social), lingkungan (environment) dan ekonomi (economic). Sehingga dengan adanya keberlanjutan, suatu usaha dapat dinikmati tidak hanya oleh generasi pada masa sekarang saja, akan tetapi juga oleh generasi selanjutnya dalam bentuk alih teknologi maupun bentuk pola hidup yang berbeda dari sebelumnya. Salah satu perangkat dalam melaksanakan community development yang baik adalah menempatkan audit sosial sebagai perangkat terakhir untuk menjadi awal dalam proses selanjutnya.

2.1.2.2 Asas dan Prinsip Pengembangan Masyarakat

Menurut Ife (1995) yang dikutip Nasdian (2006), pengembangan masyarakat dipandang sebagai perencanaan sosial perlu berlandaskan pada asas-asas, yaitu: komunitas dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan, mensinergikan strategi komprehensif pemerintah, pihak-pihak terkait dan partisipasi warga, membuka akses warga atas bantuan profesional, teknis, fasilitas, serta insentif lainnya agar meningkatkan partisipasi warga, dan mengubah perilaku profesional agar lebih peka pada kebutuhan, perhatian dan gagasan warga komunitas.


(28)

Ife (2002:200-225) seperti dikutip oleh Nasdian (2006) membagi prinsip-prinsip Community Development dalam tiga bagian penting, yaitu ekologi, keadilan sosial, nilai-nilai lokal, proses, serta global-lokal, secara rinci dikemukakan sebagai berikut :

a. Prinsip ekologis,ada beberapa prinsip dalam kaitannya dengan masalah ekologi, yaitu: holistik, keberlanjutan, keanekaragaman, pembangunan organis, dan keseimbangan.

b. Prinsip keadilan sosial, yaitu: menghilangkan ketimpangan struktural, memusatkan perhatian pada wacana yang merugikan (Addressing discourses of disadvantage), pemberdayaan, mendefiniskan kebutuhan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

c. Menghargai nilai-nilai lokal, yaitu: pengetahuan lokal, budaya lokal, sumberdaya lokal, keterampilan lokal, dan menghargai proses lokal.

d. Proses, yaitu: proses, hasil, dan visi, keterpaduan proses, peningkatan kesadaran, partisipasi, kooperasi dan konsensus, tahapan pembangunan, perdamaian dan anti kekerasan, inklusif, dan membangun komunitas.

e. Prinsip global dan lokal, yaitu: hubungan antara global dan lokal dan praktik Anti Penjajah (Anti-colonialist practice),

2.1.2.3 Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat

Payne (1979) dalam Nasdian (2006) menjelaskan bahwa pemberdayaan ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya (kuasa) untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.

Nasdian (2006) menjelaskan bahwa partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Sementara itu, Paul (1987) dalam Nasdian (2006) memberikan pengertian mengenai partisipasi yaitu “...participation refers to an active process whereby beneficiaries influence the direction and execution of development projects rather than mercly receive a share of project benefits”.


(29)

Pengertian tersebut melihat keterlibatan masyarakat mulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan hasil dan evaluasi (Cohen dan Uphoff, 1980 sebagaimana dikutip oleh Nasdian, 2006). Melihat berbagai pendapat yang ada mengenai pemberdayaan dan partisipasi, maka pemberdayaan dan partisipasi di tingkat komunitas dapat dikatakan dua konsep yang erat kaitannya (Nasdian, 2006).

Partisipasi diartikan sebagai keterlibatan masyarakat secara aktif dalam setiap tahapan pembangunan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Masyarakat tidak lagi menjadi obyek dari pembangunan tetapi menjadi subyek pembangunan, dimana masyarakat berperan dalam menyampaikan aspirasi, menentukan pilihan, memanfaatkan peluang dan menyelesaikan masalahnya. Melalui pendekatan partisipatif ini masyarakat dapat memiliki pengaruh dan kontrol terhadap berbagai inisiatif pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya yang akan mempengaruhi kehidupannya maupun lingkungannya. Partisipasi sepadan dengan arti peranserta, ikutserta, keterlibatan, atau proses belajar bersama saling memahami, menganalisis, merencanakan dan melakukan tindakan oleh sejumlah anggota masyarakat.

Partisipasi masyarakat juga dapat dikatakan sebagai proses yang melibatkan masyarakat umum dalam pengambilan keputusan, perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pembinaan masyarakat. Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi oleh tiga faktor pendukungnya yaitu: (1) adanya kemauan, (2) adanya kemampuan, dan (3) adanya kesempatan untuk berpartisipasi. Kemauan dan kemampuan berpartisipasi lebih berasal dari masyarakat yang dalam hal ini dimaksudkan sebagai badan dunia dan lembaga swadaya masyarakat, sedangkan kesempatan berpartisipasi datang dari pihak luar yang memberi kesempatan, yang dimaksud ini adalah pihak pemerintah. Apabila ada kemauan tetapi tidak ada kemampuan dari pihak luar yang dalam hal ini masyarakat telah diberi kesempatan oleh negara atau penyelenggara pemerintahan, maka partisipasi tidak akan terjadi. Demikian juga, jika ada kemauan dan kemampuan tetapi tidak ada ruang atau kesempatan yang diberikan oleh negara atau penyelenggara pemerintahan, maka tidak mungkin juga partisipasi masyarakat itu terjadi.


(30)

Menurut Arnstein yang dikutip Soemarjo5 dalam tulisannya Ladder of Citizen Participation6, partisipasi sering dilakukan tanpa adanya pengaruh signifikan terhadap keputusan yang diambil. Pengalaman partisipasi yang telah berlangsung di berbagai daerah studi juga menunjukkan adanya kelemahan-kelemahan untuk dapat memproduksi suatu efek transformatif dan empowerment seperti yang diharapkan. Beberapa kelemahan yang mempengaruhi kualitas dan efektivitas partisipasi antara lain:

a) Belum meratanya kemauan politik maupun pemahaman di jajaran pemerintahan tentang pentingnya dan tentang keuntungan apa yang bisa diperoleh dari proses partisipasi. Tidak jarang partisipasi diselenggarakan semata sebagai formalitas proyek yang semakin lama kualitasnya semakin menurun.

b) Kebijakan dan peraturan yang ada yang mengatur tentang proses partisipasi dalam tata kepemerintahan di daerah tidak cukup mengikat dan tidak memberikan insentif yang cukup berarti untuk diterapkan secara serius dan berkelanjutan. Sementara itu proses monitoring dan penegakan hukum dari aturan-aturan ini juga belum menjadi prioritas dari pemerintah pusat maupun pemerintah propinsi.

c) Forum-forum warga atau forum multi-stakeholders yang berpotensi menjadi media penyalur suara warga seringkali tidak mampu mengembangkan dan mempertahankan diri menjadi lembaga yang demokratis dan kuat. Anggota atau peserta membutuhkan penguatan-penguatan untuk menjadikan dirinya lebih kompeten dalam berpartisipasi. Walaupun masalah yang dihadapi setiap forum dan asosiasi berbeda secara detilnya, ada beberapa persoalan dasar yang dihadapi yaitu yang terkait dengan aspek kepemimpinan, transparansi, kompetensi, dan akses terhadap sumberdaya.

d) Para perencana, pelaksana dan fasilitator program partisipatif sering menghadapi kesulitan untuk menjawab pertanyaan “bagaimana caranya?” agar warga bisa berpartisipasi secara efektif dan agar tidak terjadi dominasi kepentingan tertentu dalam suatu forum partisipatif. Pengetahuan dan ketrampilan menyelenggarakan forum-forum partisipatif dan penguasaan metode serta teknik partisipasi harus diakui tidak mengalami perkembangan yang cukup berarti dalam beberapa tahun

5

Saat ini adalah Direktur B-Trust Advocacy Group, suatu lembaga independen yang bekerja memperkuat inovasi dalam tata kepemerintah daerah. Dikutip dalam tulisan berjudul Mengangkat Partisipasi Warga yang Bermakna dalam Pembangunan Jawa Barat 20 Tahun Mendatang.

6

Arnstein, S, ‘A Ladder of Citizen Participation in the USA’, Journal of the Royal Town Planning Institute, 1971.


(31)

belakangan ini, bahkan dapat dikatakan sedang mengalami proses involusi dan degradasi.

Pada Gambar 3 disajikan matriks tipologi yang dikenal dengan delapan tangga peran serta masyarakat (Eight rungs on the ladder of citizen partisipation) menurut Arstein (1969) yang dikutip Setiawan yang menjabarkan peran serta masyarakat yang didasarkan pada kekuatan masyarakat untuk menentukan suatu produk akhir. Kedelapan tingkatan partisipasi masyarakat dipaparkan sebagai berikut:

Gambar 3. Matriks Tingkatan Partisipasi Masyarakat Menurut Arsntein (1969) Tangga/tingkatan

Partisipasi

Hakekat kesertaan Tingkatan pembagian kekuasaan 1. Manipulasi Permainan oleh pemerintah

2. Terapi Sekedar agar masyarakat tidak marah/mengobati

Tak ada partisipasi

3. Pemberitahuan Sekedar pemberitahuan searah/sosialisasi

4. Konsultasi Masyarakat didengar, tapi tidak selalu dipakai sarannya

Tokenisme/sekedar

justifikasi agar masyarakat mengiyakan

5. Penentraman Saran masyarakat diterima tapi tidak selalu dilaksanakan 6. Kemitraan Timbal-balik dinegosiasikan 7. Pendelegasian

Kekuasaan

Masyarakat diberi kekuasaan (sebagian atau seluruh Progra)

Tingkatan kekuasaan ada di masyarakat

8. Kontrol masyarakat Sepenuhnya dikuasai oleh Masyarakat

Sumber: Arsntein, 1969: 217 yang dikutip oleh Setiawan7

7

Disampaikan pada Seminar Nasional dengan tema "Hak Suara Masyarakat dalam Proses Penyusunan dan Implementasi Kebijakan Tata Ruang"diselenggarakan oleh Pusat Studi Planologi, Fakultas Teknik, Universitas Unissula, Semarang Kamis, 27 Februari 2003.


(32)

Dua tingkat teratas dikategorikan sebagai “non partisipatif”, sasaran dari kedua bentuk adalah untuk mendidik dan mengobati masyarakat yang berperanserta. Tingkat ketiga, keeempat dan kelima dikategorikan sebagai tingkat “tokenisme” yaitu suatu tingkat partisipasi, dimana masyarakat didengar dan diperkenankan untuk memberi saran atau berpendapat akan tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pendapat mereka akan dipertimbangkan atau diterima oleh pemegang keputusan (perusahaan). Peran serta masyarakat hanya dibatasi pada tingkat ini, maka kacil kemungkinannya ada upaya perbunahan dalam masyarakat menuju keadaan yang lebih baik.

Tiga tingkatan yang berada terbawah dikategorikan ke dalam tingkat “kekuasaan masyarakat” (citizen power), dimana masyarakat dalam tingkat ini memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan dengan menjalankan kerjasama, kekuasaan dan pengawasan masyarakat. Pada tingkat kedelapan, masyarakat memiliki mayoritas suara dalam proses pengambilan keputusan bahkan, memiliki kewenangan penuh melaksanakan suatu program.

2.1.3 Evaluasi Program

Evaluasi merupakan suatu proses untuk menentukan efisiensi, efektivitas, dan dampak dari suatu program atau proyek sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Menurut Musa (2005) evaluasi program adalah suatu kegiatan untuk memperoleh gambaran tentang keadaan suatu objek yang dilakukan secara terencana, sistematik dengan arah dan tujuan yang jelas. Secara umum evaluasi dapat diartikan sebagai upaya seksama untuk mengumpulkan, menyusun mengolah dan menganalisa fakta, data dan informasi untuk menyimpulkan harga, nilai, kegunaan, kinerja, dan lain-lain mengenai sesuatu yang kemudian dibuat kesimpulan sebagai proses bagi pengambilan keputusan.

Kegiatan evaluasi program merupakan salah satu pilar penting yang tidak dapat diabaikan dalam penyelenggaraan program pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat karena berkaitan dengan penyelenggaraan program yang selanjutnya. Klausmeier dan Goodwin sebagaimana dikutip Fauziah (2007) mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses yang kontinyu di dalam memperoleh dan menginterpretasi informasi untuk menentukan kualitas dan kuantitas kemajuan perserta didik mencapai tujuan pendidikan yaitu perubahan perilaku.


(33)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Deptan (1989) yang dikutip oleh Sasmita (2009) evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektifitas dan dampak kegiatan-kegiatan proyek atau program sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif. Sedangkan menurut Jabar dan Arikunto (2004) sebagaimana dikutip Sasmita (2009) evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui implementasi dari suatu kebijakan. Dengan demikian, kegiatan evaluasi program mengacu pada tujuan dan sasaran dengan kata lain bahwa tujuan tersebut dijadikan tolak ukur keberhasilan suatu program.

Musa (2005) mengemukakan unsur-unsur pokok yang harus ada dalam kegiatan evaluasi adalah: objek yang dinilai, tujuan evaluasi, alat evaluasi, proses evaluasi, hasil evaluasi, standar yang dijadikan pembanding dan proses perbandingan antara hasil evaluasi dengan standar. Hasil evaluasi adalah sebagai bahan bagi pengambilan keputusan. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan suatu objek yang sedang diukur dengan ukuran tertentu, yang sifatnya kuantitatif. Sedangkan pemantauan adalah kegiatan untuk melihat dan mengambarkan suatu keadaan kegiatan yang sedang berlangsung sebagaimana adanya. Dan pengendalian adalah kegiatan untuk menjaga keajegan dan kesinambungan suatu kegiatan agar berjalan sesuai dengan standar-standar tertentu.

Sedangkan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan saat melakukan evaluasi program adalah:

1. Objektif, bahwa data dan informasi yang diperoleh adalah benar berdasarkan fakta yang ada,

2. Menyeluruh, bahwa data dan informasi itu mencakup aspek-aspek dari program yang bersangkutan,

3. Partisipatif, bahwa data dan informasi yang diperoleh bukan semata-mata dari persepsi pihak evaluator, tetapi juga sumber informasi lain seperti: penyelenggara, tutor, peserta belajar dan jika mungkin orangtua peserta belajar serta tokoh masyarakat.

Jika kita akan mengevaluasi program perlu disepakati bersama aspek-aspek apa yang akan dievaluasi agar tidak terlalu luas sehingga menyulitkan dalam mengumpulkan data dan informasinya di lapangan. Jika mengacu pada konsep kesisteman program, aspek-aspek evaluasi program mencakup:


(34)

a. Peserta belajar (raw input)

Pada aspek peserta belajar dapat kita kembangkan beberapa variabel, diantaranya berkenaan dengan jenis kelamin, usia, tempat tinggal, status sosial ekonomi keluarga, dan lain-lain yang disesuaikan dengan karekteristik program yang dievaluasi.

b. Masukan sarana (instrumental input)

Beberapa contoh aspek yang dievaluasi dari masukan sarana ini seperti tenaga kependidikan (pengelola, tutor, narasumber, dan fasilitator) diantaranya jumlah, usia, latar belakang pendidikan, keahilan yang dimiliki, tempat tinggal, kehadiran dan kerjasama. Masukan sarana lain adalah berkenaan dengan program belajar/kurikulum dan media belajar.

c. Proses pembelajaran (process)

Beberapa aspek yang dievaluasi dalam proses pembelajaran ini diantaranya berkenaan dengan jadwal belajar, bimbingan dan latihan, lamanya kegiatan, metode belajar yang digunakan, aktifitas tutor dan peserta belajar, aktifitas pengelola dalam memberikan dukungan kegiatan belajar, bimbingan dukungan kegiatan belajar, bimbingan dan latihan serta iklim belajar.

d. Masukan lingkungan (environmental input)

Aspek yang dievaluasi dari masukan lingkungan ini antara lain kondisi prasarana belajar, cuaca, iklim dan keadaan sosio-kultural masyarakat dimana program dilakukan.

e. Keluaran (output)

Aspek yang dievaluasi diantaranya berkenaan jumlah lulusan, prestasi belajar, kemampuan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang telah dimiliki peserta belajar setelah mengikuti program belajar.

f. Masukan lain (other input)

Adalah aspek-aspek yang berkenaan dengan bantuan, perhatian, dorongan, fasilitas, aturan, kebijakan atau sesuatu yang lain (material maupun non material) yang memberikan pengaruh secara langsung atau tidak langsung pada saat proses kegiatan pembelajaran berlangsung maupun secara peserta belajar menyelesaikan program belajar.


(35)

g. Pengaruh (impact)

Aspek yang dievaluasi dari pengaruh ini misalnya perubahan-perubahan yang terjadi pada diri peserta belajar setelah menyelesaikan program belajar, seperti aspirasinya, fungsionalisasi pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam kehidupannya, diterima sebagai karyawan/bekerja atau usaha sendiri, peningkatan pendapatan dan peningkatan peran sertanya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Indikator digunakan apabila aspek yang akan dinilai perubahannya tidak dapat secara langsung seperti halnya tinggi badan, berat badan atau harga suatu barang yang secara kuantitatif mudah diukur (Subakti, 1996 dalam Suharto, 1997). Indikator sosial pada dasarnya menunjuk pada definisi konseptual atau bagian dari definisi operasional dari suatu konsep utama yang memberikan gambaran sistem informasi tentang suatu sistem sosial.

2.2 Kerangka Pemikiran

Implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk berupa keterlibatan pihak perusahaan secara langsung dalam upaya pengembangan masyarakat sekitar dengan membentuk suatu proyek atau program yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri berkaitan dengan tiga dasar utama kepentingan (Triple Bottom Lines), yakni memelihara lingkungan, memberikan manfaat bagi masyarakat lokal, dan menjaga pertumbuhan perusahaan. Dalam pelaksanaan program-program CSR PT. Indocement mengacu pada kegiatan yang terkelompok dalam kerangka Lima Pilar (The Five Pilars) yaitu pendidikan, ekonomi, kesehatan, (sosial, budaya, agama, dan olahraga), dan keamanan.

Suatu tahapan dalam proses pelaksanaan program CSR PT Indocement terkait langsung pada kebijakan PT Indocement itu sendiri sebagai landasan dan pedoman dalam pelaksanaan program atau proyek pada masyarakat di 12 desa binaan. Dalam lingkup perusahaan sendiri terdiri dari motivasi dalam melakukan program CSR, aspek pengelolaan dimana akan diukur sejauh mana program tersebut tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan (jangka waktu dan SDM) yang terlibat dalam implementasi.

Pada awalnya Departemen CSR membuat rancangan kerja tahunan yang akan dilakukan pada satu tahun kedepan. Sebelum pihak Departemen CSR memutuskan


(36)

program atau proyek CSR, harus dilakukannya BILIKOM dan melihat socio demograpy mapping juga data demografi desa tersebut. Tidak kalah pentingnya adalah proses sosialisasi yang dilakukan pihak perusahaan sebelum melakukan program CSR dan pada saat pelaksanaan program yang bekerja sama dengan masyarakat. Setelah dianalisis kebutuhan dan masalah yang ada di masyarakat maka dipertimbangkan untuk pengadaan pelatihan atau training untuk tiap program/proyek CSR.

Proyek Bengkel Sepeda Motor Terpadu setelah pelatihan atau trainingmekanik (mesin motor) yang telah dilakukan dua kali yaitu pada tahun 2008 dan 2009. Berdasarkan keputusan dari perusahaan, akhirnya didirikan bengkel tersebut sebagai tempat untuk mengembangkan masyarakat dengan pendampingan, pelatihan, dan pemberian modal kepada masyarakat. Sedangkan tujuan khusus dari bengkel ini adalah untuk menambah kemampuan dan keterampilan masyarakat mengenai motor, mendidik masyarakat dalam mengorganisasikan usaha atau bisnis, dan juga meyadarkan dan meningkatkan business mentallydalam diri masyarakat.

Sedangkan pada pihak masyarakat dalam pelaksanaan program akan melihat tingkat partisipasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi program. Keterlibatan dan partisipasi aktif dari masyarakat sangat penting sebagai upaya dalam pemberdayaan dan pengembangan masyarakat. Oleh sebab itu, tingkat implementasi prinsip-prinsip pengembangan masyarakat merupakan suatu tolak ukur dalam pelaksanaan program CSR yang berbasiskan pengembangan masyarakat.

Evaluasi proses yang dilakukan termasuk dalam evaluasi proses baik dari tahap perencanaan, sosialisasi, dan pelaksanaan program atau proyek CSR yang dilakukan oleh pihak perusahaan PT Indocement dan masyarakat di salah satu desa binaan yaitu Desa Bantarjati dimana didirikannya Proyek Bengkel Sepeda Motor Terpadu. Evaluasi proses dilakukan untukmengumpulkan, menyusun, mengolah dan menganalisa data dan informasi untuk menyimpulkan kinerja yang kemudian disimpulkan sebagai proses pengambilan keputusan. Implementasi CSR yang baik adalah yang melibatkan partisipasi beberapa stakeholders baik itu perusahaan, masyarakat dan pihak lain yang terlibat.


(37)

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian Analisis Program CSR PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk

Keterangan : : Meliputi : Saling Berhubungan

: Mempengaruhi

PROSES PELAKSANAAN PROGRAM CSR

Pihak Masyarakat Pihak Perusahaan

Kebijakan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tingkat Implementasi Prinsip-Prinsip

Pengembangan Masyarakat

Tingkat Partisipasi a. Perencanaan program b. Pelaksanaan program c. Menikmati hasil program d. Evaluasi program a. Kebijakan perusahaan b. Motivasi

c. Proses Sosialisasi d. Proses pelaksanaan e. Training /pelatihan Rencana kerja

tahunan

Evaluasi Proses Program CSR


(38)

2.3 Hipotesa Pengarah

Kebijakan dan pandangan perusahaan mengenai CSR telah mempengaruhi implementasi, sasaran, dan tujuan program CSR PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Implementasi program CSR yang dilakukan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk berbasiskan pengembangan masyarakat jika melibatkan masyarakat secara aktif dalam program CSR dan menciptakan kemandirian masyarakat.

2.4 Definisi Konseptual

1. Kebijakan CSR perusahaan adalah kerangka dasar perusahaan (visi, misi, dan peraturan) yang berupa dokumen tertulis yang menjadi landasan dalam pelaksanaan program CSR.

2. Rencana kerja tahunan adalah rangkaian program atau kegiatan yang akan dilakukan pada masa kurun waktu satu tahun, terdiri dari tujuan, rangkaian kegiatan dan anggaran dana yang akan dilakukan.

3. Tingkat implementasi prinsip-prinsip pengembangan masyarakat adalah prinsip yang menginformasikan suatu cara yang lebih berorientasi pada proses dan pelaksanaan pogram agar pengembangan masyarakat dapat dilakukan secara efektif.

4. Proses pelaksanaan program CSR adalah serangkaian proses pengelolaan kegiatan dan program CSR dengan dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program.

5. Pihak perusahaan adalah sekelompok orang yang mewakili suatu institusi atau kelembagaan yang berada pada suatu wilayah dan memiliki satu tujuan bersama.

6. Motivasi adalah alasan atau suatu hal yang mendasari pihak perusahaan melakukan suatu program atau kegiatan. Motivasi dalam pelaksanaan suatu program antara lain:Charity, dimana berdasarkan pada agama, tradisi dan adat budaya masyarakat setempat yang bersifat jangka pendek, selain itu ada motivasi Philantropyyang melihat dari norma etika dan hukum yang berlaku di Indonesia (universal) dilakukan secara terencana dan terorganisir, dan Corporate Citizenship yang bertujuan untuk merekonsiliasi dengan ketertiban


(39)

sosial antara perusahaan dan pihak masyarakat dengan memberikan kontribusi kepada masyarakat yang terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan.

7. Sosialisasi program CSR adalah publikasi atau penyampaian informasi merupakan pendekatan yang dilakukan pihak perusahaan kepada masyarakat sebelum dan pada saat pelaksanaan program CSR baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan media tertentu.

8. Proses pengelolaan adalah proses yang dilakukan perusahaan dalam mengatur dan mengorganisir Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat (staf Div. CSR, LSM, dan Yayasan) dalam pelaksanaan program CSR. Selain itu, tenggat waktu (jangka waktu) merupakan pengorganisasian waktu dalam suatu program agar mencapai target sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan.

9. Training atau pelatihan merupakan tahap atau rangkaian awal untuk melakukan program atau proyek yang berupaya untuk menambah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan peserta penerima program di bidang tertentu. 10. Evaluasi proses program CSR adalah evaluasi mengenai tahap pelaksanaan

program, dimulai dari sosialisasi program sampai program tersebut selesai dilaksanakan.

11. Pihak masyarakat adalah orang atau sekelompok komunitas yang terlibat dan ikut serta dalam seluruh tahapan pelaksanaan program CSR.

12. Tingkat partisipasi masyarakat adalah peran aktif masyarakat dalam pelaksanaan program CSR baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi.

13. Tahap perencanaan program dinyatakan sebagai keikutsertakan informan dalam mengikuti rapat penyusunan rencana atau kegiatan. Aspek yang akan dilihat adalah kehadiran responden dalam rapat perencanaan program dan keaktifan dalam rapat tersebut

14. Tahap pelaksanaan program adalah keikutsertaan dan keaktifan pada pelaksanaan kegiatan/program. Partisipasi pada tahap pelaksanaan dilihat dari banyaknya kegiatan yang diikuti responden serta kehadiran dan keaktifan dalam tiap-tiap kegiatan tersebut.

15. Tahap menikmati hasil program adalah keikutsertaan masyarakat dalam menikmati hasil proyek atau program CSR yang dilakukan oleh PT Indocement


(40)

dan pihak masyarakat. Pada tahap menikmati hasil, peserta pelatihan, pihak perusahaan dan masyarakat lingkungan sekitar merasakan manfaat dan kegunaan setelah dilakukannya pelatihan. Tingkat partisipasi masyarakat dan peserta pelatihan pada tahap menikmati hasil dilihat dari keterampilan yang didapat oleh peserta pelatihan dan penerapan keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

16. Tahap evaluasi program adalah keikutsertaan masyarakat dan peserta pelatihan dalam mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan dalam proyek atau program. Partisipasi warga dilihat dari keikutsertaan mereka dalam mengikuti rapat dan pertemuan dengan pihak perusahaan dalam mengevaluasi proyek.


(1)

g) Pa Sani sebagai koordinator Desa Lulut dan Desa Leuwikaret dan bertanggung jawab pada bidang pendidikan

Bu Via memaparkan bahwa Indocement melakukan partisipasi dan langsung turun ke desa yang dikoordinir oleh tiap koordinator desa dalam implementasi CSR, oleh karena itu perusahaan dapat memperoleh data yang akurat, informasi yang baik dan menghasilkan program atau proyek yang bagus pada tiap desa dengan menyesuaikan dengan minat dan kebutuhan masyarakat. Semua proses dan tahapan tersebut akhirnya dirumuskan menggunakan social mapping. Jika menginginkan dan melihat partisipasi maka sebaiknya kita melihat proyek atau program dilihat dari kacamata masyarakat untuk mengetahui sense of belonging (rasa kepemilikan) terhadap program atau proyek tersebut.

Pada tahap evaluasi ini kita membutuhkan komunikasi yang baik antara perusahaan dan masyarakat, oleh karena itu kita menempatkan para koordinator desa yang dapat beradaptasi dengan baik kepada masyarakat sekitar. Semua program tidak berjalan sesuai rencana jika tidak ada dukungan dari masyarakat dan tidak sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan masyarakat, oleh karena itu social mappingsangat dibutuhkan pada pelaksanaan CSR. Selain itu juga program kita akan berjalan mulus jika masyarakat termotivasi untuk mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam program.

Dalam implementasi CSR perusahaan bertindak sebagai fasilitator dengan memberikan sarana dan prasarana dalam pembangunan masyarakat agar masyarakat mandiri dan dibutuhkan partisipasi masyarakat sebagai penggerak dan agent of chage

(panjang tangan dari pemerintah desa). Dengan adanya komunikasi yang efektif antara perusahaan dan masyarakat maka informasi dan tujuan yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pada pelaksanaan CSR PT Indocement memandang tanggung jawab sosial perusahaan adalah melakukan kerjasama dengan berbagai stakeholders dengan tidak mendahulukan kepentingannya sendiri melainkan adanya kesadaran dan kewajiban bersama (beyond compliance). Selain itu, adanya upaya perusahaan dalam manajemen dampak operasi perusahaan yang negatif diminimalkan sedangkan sampak operasi perusahaan yang positif dimaksimalkan. Sesuai dengan kebijakan dan konsep sebagai landasan dalam pelaksanaan CSR, maka dirumuskan tujuan CSR PT Indocement, yaitu: Mewujudkan kemandirian masyarakat, Peningkatan ekonomi lokal , dan Mewariskan program-program yang berbasiskan Triple Bottom Lines kepada generasi penerus untuk berkelanjutan hidup masyarakat sekitar.


(2)

Implementasi Proyek Bengkel Sepeda Motor Terpadu13

Bapak Dedi menceritakan awal mula didirikannya bengkel motor adalah karena ada permasalahan di desa Banjarjati yaitu banyaknya pengangguran dan keterbatasan

skill atau kemampuan para remaja yang ada disana. Selain itu, mereka juga mengeluhkan kurangnya modal untuk mendirikan suatu usaha. Oleh karena itu, setelah dilakukan beberapa survai dan mendatangkan langsung masyarakat Banjarjati, pihak CRS dept melakukan sosialisasi kepada masyarakat di 12 desa binaan untuk dilakukannya pelatihan atau training menjadi montir. Pelatihan tersebut dilakukan pada tahun 2007-2008 selama dua minggu. Setelah dilakukan pelatihan maka pihak CSR dept menyeleksi para peserta pelatihan untuk dijadikan montir. Tujuan dari dibentuknya bengkel motor terpadu ini adalah sebagai pusat pelatihan untuk para remaja yang ingin belajar mengenai motor dan juga sebagai bisnis unit maksudnya setelah didirikannya bengkel motor terpadu ini diharapkan dapat menghasilkan unit plasma bengkel baru (anak cabang bengkel baru) dari pesarta yang sudah mengikuti pelatihan.

Bengkel motor terpadu ini juga memiliki sasaran untuk menambah keahlian atau kemampuant para remaja yang menganggur, memberikan pengetahuan mengenai manajemen usaha, memberikan motivasi bisnis mentally. Para montir atau pekerja di bengkel masih diberikan upah oelh pihak CSR dept, padahal pemasukan dari bengkel menjadi hak pekerja bengkel. Jadi, para pekerja disana masih ingin “disuapi” oleh pihak inducement. Walaupun sudah dibuatkan bengkel, diberikan seluruh peralatan bengkel dan dilengkapi oleh listrik dan air bersih, pekerja disana masih ingin diberi lebih oleh pihak perusahaan.CSR dept menginginkan kemandirian dari masyarakat yang ada disana, karena jika terjadi sesuatu pada perusahaan, pihak perusahaan tidak bisa selalu memberikan upah ataupun fasilitas yang lain. Target yang sampai saat ini sudah tercapai adalah berdirinya bengkel dan pengembangkan usaha bengkel motor terpadu di desa Banjarjati.

Bapak Bambang menjelaskan yang menjadi kriteria pemilihan montir yang dipekerjakan di bengkel minimal memiliki ijazah SMP dan memiliki keahlian dan ketermapilan dalam bidang bengkel yang mengerti mesin motor. Jadi setelah para perserta melakukan pelatiahan/training maka harus diseleksi untuk dipilih yang

13

Bersumber dari catatan harian hasil wawancara mendalam dengan informan (Bapak Dedi dan Bapak Fajar sebagai staf Departemen CSR, Ibu Sutrisna sebagai Sekretaris Desa Bantarjati, Bapak Agus dan Mba Maya sebagai pengurus bengkel, Hermansyah, Empuy, dan Sunim sebagai Mekanik Bengkel, dan Bapak Yasin sebagai Warga Desa Lulut )


(3)

memiliki persyarakatn yang sudah ditentukan. Beberapa tahapan yang dilakukan pada proyek bengkel, yaitu tahap sosialisasi berupa BILIKOM dan surat undangan yang dapat melihat apakah masyarakat antusias dan bermotivasi untuk mengikuti tes penyeleksian selanjutnya sebelum mengikuti pelatihan. Dan seberapa jauh masyarakat yang berada di 12 desa binaan menyebarkan informasi mengenai pelatihan bengkel kepada tetangga dan masyarakat lainnya.

Ibu Sutrisna selaku sekretaris desa, Beliau menceritakan kondisi Desa Bantarjati sebelum dan sesudah didirikannya pabrik Indocement. Beliau juga menjelaskan program CSR apa saja yang sudah dilakukan Indocement. Manfaat dan keuntungan yang didapat dan dirasakan oleh masyarakat tidak merata jika dibandingkan dengan desa binaan lainnya. Melihat SDA yang sudah dikeruk oleh perusahaan timbal balik yang didapat masyarakat tidak seimbang, apalagi jika dilihat lebih lanjut hanya masyarakat yang memiliki kedekatan dengan jalan raya yang sering mendapatkan bantuan. Pada saat ini, pihak perusahaan melakukan perbaikan di segala bidang termasuk dalam pelaksanaan CSR, perusahaan sekarang lebih melihat kondisi dan permasalaha yang ada di desa, oleh karena itu, sekarang masyarakat di Desa Bantarjati sudah merasakan masfaat seperti bantuan sarana dan fasilitas pendidikan di Sekolah Dasar Nambo1 yang berada di pinggir jalan Desa Bantarjati. Beliau juga mengaku pelaksanaan CSR inducement sudah cukup baik akan tetapi, masih banyak masyarakat yang belum tahu tentang informasi mengenai pelatihan atau bantuan yang dilakukan Indocement. Oleh karena itu, pihak perusahaan harus lebih mendekatkan diri dengan masyarakat sekitar.

Bapak Agus selaku Ketua Bengkel menceritakan pada awalnya sebelum bengkel ini terbentuk, pihak perusahaan melakukan pelatihan di Sekolah Magang Indocement (SMI). Tahap awal yang dilakukan perusahaan adalah dengan melakukan sosialisasi dengan menyebarkan surat undangan kepada pemuda di 12 desa dan memberitahuan infromasi pada saat BILIKOM di tiap desa. Pelatihan ke-II diadakan pada bulan maret 2008 dengan peserta pelatihan sebanyak 12-15 orang setalah dilakukan penyeleksiaan di tiap desa. Setelah itu, mereka dididik mengenai cara mengoperasiakn mesin motor, membongkar dan menservice motor. Kemudian, setelah 2 minggu berjalan maka dari pihak perusahaan dan pelatih motor mengadakan menyeleksian kembali unutk memilih peserta yang memiliki motivasi yang tinggi dan keterampilan yang bagus.


(4)

Pada pelatihan angkatan ke-III pada bulan Maret 2009 juga dilakukan tahapan yang sama seperti sebelumnya. Jumlah peserta pelatihan pada angkatan ke III ini sebanyak 22 orang ditambah dengan angkatan ke II 4 orang untuk praktek langsung di bengkel dan pemantangan keterampilan. Beberapa kriteria yang dipilih untuk bekerja di bengkeladalah melihat kehadiran dalam pelatihan, minat dan motivasi dalam mengikuti pelatihan, serta kemampuan dan keahlian yang dimiliki. Bengkel terpadu juga memiliki visi dalam pelaksanaanya yaitu meningkatkan kemampuan peserta pelatihan dengan misi bagi peserta pelatihan yang lulus dalam pelatihan dapat langsung mempraktekkan ilmunya untuk bekerja dibengkel. Dengan tujuan akhirnya adalah mampu mengembangkan usaha atau bisnis sendiri dengan kemampuan yang sudah dimiliki. Dan pada akhirnya dapat mandiri dan meningkatkan pendapatan dan perekonomian masyarakat Desa Bantarjati.

Setiap minggu pihak dari Departemen CSR dating untuk melihat dan memonitor bagaimana keadaan di bengkel dan meminta laporan mingguan pemasukan dan pengeluaran kepada mba maya. Untuk tahap evaluasi pa agus mengaku tidak tahu mengenai proses evaluasi tentang bengkel ini, beliau hanya memberi laporan kepada bapak Bambang atau bapak Dedi tiap bulan atau pada saat mereka mengunjungi bengkel. Sebaiknya pihak dari pengurus bengkel dilobatkan dalam tahap evaluasi agar dapat melihat sampai sejauhmana manfaat dan hasil yang dicapai.

Saya juga melakukan wawancara dengan Sunim yang merupakan salah satu mekanik yang bekerja di bengkel dan termasuk dalam angkatan ke II yang melakukan pelatihan pada tahun 2008. Sunim berasal dari Desa Lulut yang rumahnya berada tidak jauh dari bengkel. Motivasinya mengikuti pelatihan adalah untuk menambah ilmu mengenai mesin motor karena dirumahnya, ia sering membongkar motornya sendiri karena sejak kecil ia sudah tertarik dengan motor. Sunim juga mengaku sebelumnya ia juga sudah memiliki pekerjaan akan tetapi sunim lebih tertarik untuk bekerja dibengkel karena hobinya bongkar-bongkar motor. Ia juga mengetahui tentang pelatihan dari surat undangan yang diberikan perusahaan. Selain itu, saya juga mewawancarai Hermanysah merupakan salah satu pemuda Desa Lulut yang mengikuti pelatihan pada bulan maret 2008, jadi ia termasuk pada peserta angkatan ke-II. Ia menjelaskan sosialisasi yang dilakukan perusahaan sebelum megadakan pelatihan adalah dengan memberikan surat undangan kepada para pemuda melalui BILIKOM jadi hanya pemuda yang aktif saja yang mendapatkan informasi mengenai rencana diadakannya pelatihan. Jadi partisipasi


(5)

masyarakat dalam sosialisasi rencana pelatihan bengkel sangat minim hanya memberitahuan dari mulut ke mulut kepada tetangga terdekat.

Sebenarnya dengan diadakannya pelatihan ini dapat menambah ilmu dan kemampuan masyrarakat sekitar mengenai otomotif, ia menyarankan kegiaatan pelatihan dapat dilakukan tiap tahunnya dan lokasi pelatihan bisa berada di desa lain tidak hanya di Desa Bantarjati. Mungkin hal ini dapat menjadi saran kepada pihak perusahaan dalam melakukan pelatihan lain selanjutnya.


(6)

Dokumen yang terkait

Penerapan Corporate Social Responsibility Terhadap Pemberdayaan Masyarakat (Studi Pada PT Tirta Investama)

4 73 131

Dampak Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Toba Samosir (Studi Kasus: Kecamatan Porsea)

17 118 108

Dampak Program Corporate Social Responsibility PT. Telkom tbk Terhadap Akses Mata Pencaharian Masyarakat Peri - Urban Di Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang

0 41 151

Peran Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Inalum Divisi Plta Sigura-Gura Terhadap Pengembangan Sosio-Ekonomi Masyarakat Kecamatan Pintupohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir

0 37 9

Peranan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Inalum Divisi PLTA, Siguragura Terhadap Pengembangan Sosioekonomi Masyarakat Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Tobas Samosir

1 51 174

Implementasi Corporate Social Responsibility (Csr) Melalui Program Pusat Pelatihan Dan Pemberdayaan Masyarakat PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Di Kabupaten Bogor

2 50 176

Analisis Pembentukan Citra PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk Melalui Implementasi Corporate Social Reponsibility: Studi Kasus: Desa Bantarjati, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor.

1 4 106

Analisis pembentukan citra PT Indocement tunggal prakasa, Tbk melalui implementasi corporate social responsibility (studi kasus desa Bantarjati, kecamatan Klapanunggal, kabupaten Bogor)

1 4 197

Partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah (Kasus implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

5 70 122

Peranan CD Worker dalam Pendampingan Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Indocement Tunggal Prakarsa,Tbk

0 8 107