Partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah (Kasus implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

(1)

PENGELOLAAN SAMPAH

(Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari,

Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

Oleh : Dinda Ayu Lokita

I34070117 \

Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

DINDA AYU LOKITA. Community Participation in Trash Management

Program (Studied at Implementation of Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. at Gunung Sari Village, District

Citeureup, Bogor). Supervised by NINUK PURNANINGSIH

This research wanted to see level of community participation in trash management program, the second goal is to identify the factors that determine the level of community participation in trash management program, and the last goal is to analyze the correlation of community participation with program’s effectivity. Quantitative approach that used in this research is survey method. The research populations are people at RW 4, Gunung Sari Village, district Citeureup, Bogor. Respondent of this research about 50 persons are chosen by random technique with same amount of each RT. The results showed the level of community participation at the stage of tokenism. The factors that have a significant correlation with the level of community participation is the willingness and ability, while the opportunity has no significant correlation with level of community participation in trash management. Participation level have correlation with program’s effectivity, more higher the level of participation will increasing program’s effectivity.

Key words: level of participation, program’s effectivity, trash management program.


(3)

RINGKASAN

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN

SAMPAH (Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan

Citeureup, Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan Ninuk Purnaningsih Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya tidak hanya untuk mencari keuntungan, tapi juga harus memperhatikan masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan yang secara tidak langsung mempengaruhi seluruh operasi perusahaan. Hal ini juga sesuai dengan konsep triple bottom line yang dipopulerkan oleh John Elkington tahun 1977.

Cara untuk mencapai hal tersebut adalah dengan melaksanakan kegiatan

Corporate Sosial Responsibility (CSR). CSR merupakan komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. CSR merupakan wajib bagi seluruh perusahaan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam, hal tersebut telah diatur dalam Perundang-Undangan di Indonesia, yaitu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Salah satu bentuk implementasi CSR adalah pengembangan masyarakat. Partisipasi aktif dari masyarakat merupakan hal utama dalam pengembangan masyarakat. Partisipasi juga merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan agar program yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan.

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui sejauhmana tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah, 2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah, dan 3) Melihat hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah dengan keberhasilan program pengelolaan sampah.

Penelitian dilakukan di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor yang merupakan salah satu desa binaan PT Indocement Tunggal


(4)

Prakarsa Tbk. Responden penelitian ini adalah 50 orang warga RW 4 Desa Gunung Sari yang merupakan sasaran program pengelolaan sampah yang diambil dengan jumlah yang sama tiap RT secara acak. Program pengelolaan sampah adalah salah satu program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PT Indocement guna mengatasi masalah sampah yang belum terkelola di beberapa wilayah yang berada dalam radius unit kerja perusahaan. Selain itu, program ini juga berlatar-belakang untuk memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan limbah rumah tangga dan juga untuk membantu pemerintah setempat dalam pengelolaan kebersihan.

Tingkat partisipasi masyarakat berada pada tahap tokenisme menurut tangga partisipasi Arstein dimana warga diminta konsultasinya atau diberi informasi mengenai suatu keputusan, tetapi sebenarnya mereka hanya memiliki sedikit atau sama sekali tidak memiliki kekuasaan untuk memengaruhi keputusan tesebut. Hal tersebut dikarenakan warga memang tidak dilibatkan dalam proses perencanaan program, hanya perwakilan dari warga saja yang dilibatkan.

Faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat partisipasi adalah sikap responden terhadap lingkungan dan program, motivasi responden untuk terlibat dalam program dan tingkat pengetahuan responden dalam pengelolaan sampah. Secara keseluruhan tingkat kemauan dan tingkat kemampuan memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat partisipasi sedangkan tingkat kesempatan tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi.

Tingkat partisipasi memiliki hubungan dengan keberhasilan program. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah maka semakin menentukan keberhasilan program pengelolaan sampah. Manfaat yang paling dirasakan responden adalah bertambahnya pengetahuan dalam pengelolaan sampah, sebagai ajang bersosialisasi, menjadikan lingkungan bersih dan indah.


(5)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH

(Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari,

Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

Oleh:

DINDA AYU LOKITA I34070117

SKRIPSI

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(6)

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama : Dinda Ayu Lokita

No. Pokok : I34070117

Judul : Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah (Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi NIP. 19690108 199303 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1003


(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah (Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini.

Bogor, Juli 2011

Dinda Ayu Lokita NRP. I34070117


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Dinda Ayu Lokita yang dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Juni 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, berasal dari pasangan Bapak H. Supriyatna dan Hj. Ibu Enok Juaenah. Penulis memiliki satu kakak perempuan bernama Fritamia Saraswati dan satu adik laki-laki bernama M. Ikhsan Adipradana. Penulis menamatkan pendidikannya di TK Tunas Sejahtera Bogor tahun 1995, SDN Panaragan 2 Bogor tahun 2001, SMPN 4 Bogor tahun 2004, dan SMAN 5 Bogor pada tahun 2007. Setelah itu penulis diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Penulis sempat aktif dalam Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) dalam divisi

Community Development pada tahun 2009 dan sebagai Bendahara pada tahun 2010. Penulis juga sempat terlibat dalam kepanitian Indonesia Ecology Expo

(INDEX) 2008 dan Get Closer, Fun and Exist with KPM (COFFEE KPM) 2008. Penulis juga sempat mengikuti beberapa seminar, workshop dan training di lingkungan kampus.


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, putunjuk, dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah (Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)”

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, baik secara langsung ataupun tidak langsung, antara lain:

1. Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, Msi sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran memberikan dorongan, bimbingan, arahan, dan masukan sejak awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

2. Ibu Ir. Nuraeni W. Prasodjo, MS yang telah bersedia menjadi dosen penguji utama dalam sidang skripsi.

3. Bapak Ir. Murdianto, MSi yang telah bersedia menjadi dosen penguji skripsi perwakilan dari Komisi Pendidikan.

4. Papa, Mama, Teteh, dan Ican atas kasih sayang, dorongan, serta doa yang selalu dicurahkan kepada penulis. Kepada semua keluarga atas doanya. 5. Segenap keluarga PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., ibu Via, bapak

Fajar, ibu Lia, bapak Matsani, bapak Ali, bapak Arel, bapak Usman, bapak Dedi, dan bapak Ayi atas kebaikan dan pertolongan yang diberikan selama penelitian.

6. Aparat Desa Gunung Sari, bapak Ade, bapak Muhidin, bapak Dadang serta ketua RW 04, bapak Khudori atas segala informasi yang diberikan. 7. Karina Swedianti, teman satu bimbingan yang selalu memberikan motivasi

dan saran-saran terbaik kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat di KPM 44, terimakasih atas perhatian, motivasi, serta keceriaan yang selalu menyertai langkah kita.


(10)

9. Damar Wahyu Bintoro yang selalu memberikan semangat, doa dan motivasi kepada penulis.

10. Teman-teman yang selalu memberikan semangat dan motivasi.

11. Staf Sekretariat KPM, terimakasi atas informasi akademik selama perkuliahan, kolokium, dan sidang.

12. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan semoga kesuksesan saya dapat membawa kebanggaan dan bermanfaat bagi semua keluarga, sahabat, teman-teman, bangsa, dan negara. Amin.

Bogor, Juli 2011


(11)

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 3

1.3. Tujuan Penelitian... 3

1.4. Kegunaan Penelitian... 3

2. PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka... 5

2.1.1 Definisi Partisipasi ... 5

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi... 7

2.1.3. Tingkat Partisipasi... 8

2.1.4. Penghalang dan Faktor Kondusif Bagi Partisipasi... 13

2.1.5 Konsep dan Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)... 14

2.1.6. Implementasi CSR... 16

2.1.7 CSR dan Pemberdayaan Masyarakat ... 20

2.1.8. Keberhasilan Program... 22

2.2. Kerangka Pemikiran... 23

2.3. Hipotesis Penelitian... 25

2.4. Definisi Operasional... 26

3. PENDEKATAN LAPANG 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 31

3.2. Teknik Pengumpulan Data... 32

3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 33

3.3.1. Uji Korelasi Rank Spearman ... 33

4. GAMBARAN UMUM PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK., DESA GUNUNG SARI, DAN PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH 4.1. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ... 35


(12)

4.3. Corporate Social Responsibility Departement ... 36

4.4. Desa Binaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ... 38

4.5. Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor ... 38

4.6. Program Pengelolaan Sampah ... 42

4.6.1. Latar Belakang Program ... 42

4.6.2. Tujuan Program ... 42

4.6.3. Deskripsi Program ... 43

5. KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Usia ... 46

5.2. Tingkat Pendidikan ... 47

5.3. Pekerjaan ... 47

5.4. Tingkat Pendapatan ... 48

5.5. Sumber Informasi Program ... 49

6. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PARTISIPASI 6.1. Tingkat Kemauan ... 50

6.1.1. Sikap Responden terhadap Lingkungan dan Program ... 50

6.1.2. Motivasi ... 56

6.2. Faktor Kemampuan ... 58

6.2.1. Pengetahuan dalam Pengelolaan Sampah ... 58

6.2.2. Keterampilan dalam Pengelolaan Sampah ... 60

6.2.3. Pengalaman dalam Pengelolaan Sampah ... 62

6.3. Faktor Kesempatan ... 63

6.3.1. Manajemen Program ... 63

6.4. Ikhtisar ... 64

6.4.1. Tingkat Kemauan ... 65

6.4.2. Tingkat Kemampuan ... 65

6.4.3. Tingkat Kesempatan ... 66

7. HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PARTISIPASI DENGAN TINGKAT PARTISIPASI 7.1. Faktor Kemauan dengan Tingkat Partisipasi ... 68

7.1.1. Hubungan antara Sikap dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 69

7.1.2. Hubungan antara Motivasi dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 70


(13)

7.2.1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Partisipasi

dalam Program Pengelolaan Sampah... 71

7.2.2. Hubungan antara Tingkat Keterampilan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 73

7.2.3. Hubungan antara Tingkat Pengalaman dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 74

7.3. Faktor Kesempatan dengan Tingkat Partisipasi ... 75

7.3.1. Hubungan antara Manajemen Program dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 75

7.4. Ikhtisar ... 77

7.4.1. Hubungan antara Tingkat Kemauan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 77

7.4.2. Hubungan antara Tingkat Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 78

7.4.3. Hubungan antara Tingkat Kesempatandengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 79

8. TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH 8.1. Tingkat Partisipasi dalam Program ... 81

8.1.1. Perencanaan ... 81

8.1.2. Pelaksanaan ... 82

8.1.3. Evaluasi ... 85

8.1.4. Menikmati Hasil ... 86

8.2. Ikhtisar ... 86

9. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN KEBERHASILAN PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH 9.1. Keberhasilan Program ... 90

9.2. Hubungan antara Tingkat Partisipasi dengan Keberhasilan Program Pengelolaan Sampah ... 91

9.3. Ikhtisar ... 92

10.PENUTUP 10.1. Kesimpulan ... 93

10.2. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Kontinum partisipasi masyarakat dari UK Helath fo All Network 10 Tabel 2. Karakteristik Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan .... 19 Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2011... 31 Tabel 4. Jumlah Populasi dan Jumlah Sampel Responden ... 32 Tabel 5. Penduduk Desa Gunung Sari Menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen ………. 39 Tabel 6. Penduduk Desa Gunung Sari Menurut Tiga Jenis Pekerjaan

Utama dan Jenis Kelamin Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen) 40 Tabel 7. Data Demografi Sosbudag dan Olah Raga Desa Gunung Sari

Tahun 2010 ……….. 41 Tabel 8. Data Demografi Pendidikan Desa Gunung Sari Tahun 2010 …….. 41 Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Usia, Tahun 2011 ... 46 Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan

yang Ditamatkan, Tahun 2011 ………... 47 Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Pekerjaan,

Tahun 2011………. 48

Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendapatan,

Tahun 2011 ……… 48

Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Sumber Informasi tentang Program Pengelolaan Sampah, Tahun 2011 ………. 49 Tabel 14. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap lingkungan …... 50 Tabel 15. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap Program

Pengelolaan Sampah ……….. 51

Tabel 16. Persentase Responden Mengenai Sikap untuk Terlibat dalam Program Pengelolaan Sampah ……… 52 Tabel 17. Persentase Responden Mengenai Sikap dalam Kesediaan

Menyebarkan Informasi Mengenai Program ………. 53 Tabel 18. Persentase Responden Mengenai Sikap dalam Kesedian

Mengajak Warga untuk Terlibat dalam Program ………... 54 Tabel 19. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap Rangkaian

Program Pengelolaan Sampah ………... 55 Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap Responden


(15)

Tabel 21. Persentase Responden Mengenai Motivasi untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ………. 57 Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Motivasi

untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ……... 58 Tabel 23. Persentase Responden Mengenai Pengetahuan dalam

Pengelolaan Sampah ……….. 59 Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat

Pengetahuan Responden dalam Program Pengelolaan Sampah ... 59 Tabel 25. Persentase Responden Mengenai Keterampilan Responden dalam

Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program ………. 60 Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat

Keterampilan Responden dalam Pengelolaan Sampah ………….. 61 Tabel 27. Persentase Responden Mengenai Pengalaman Responden dalam

Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program ………. 62 Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat

Pengalaman Responden dalam Pengelolaan Sampah ……… 62 Tabel 29. Persentase Responden Mengenai Manajemen Program

Pengelolaan Sampah ……….. 63 Tabel 30. Jumlah dan Persentase Tanggapan Responden Mengenai Tingkat

Manajemen Program dalam Program Pengelolaan Sampah …….. 64 Tabel 31. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kemauan .... 65 Tabel 32. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kemampuan

dalam Pengelolaan Sampah ……….…….. 66 Tabel 33. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kesempatan

untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ……... 66 Tabel 34. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden dalam

Program Pengelolaan Sampah ………... 68 Tabel 35. Hubungan antara Sikap Responden terhadap Lingkungan dan

Program Pengelolaan Sampah dengan Tingkat Partisipasi Responden dalam Program Pengelolaan Sampah ……….. 69 Tabel 36. Hubungan antara Motivasi Responden dengan Tingkat

Partisipasi Responden dalam Program Pengelolaan Sampah …... 71 Tabel 37. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Responden dengan

Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ………. 72 Tabel 38. Hubungan antara Tingkat Keterampilan Responden dengan

Tingkat Partisipasi dalam Program pengelolaan Sampah ……….. 73 Tabel 39. Hubungan antara Tingkat Pengalaman Responden dengan

Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ………. 75 Tabel 40. Hubungan antara Manajemen Program dengan Tingkat


(16)

Tabel 41. Hubungan Antara Tingkat Kemauan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 77 Tabel 42. Hubungan Antara Tingkat Kemampuan dengan Tingkat

Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 78 Tabel 43. Hubungan antara Tingkat Kesempatan dengan Tingkat

Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ………... 79 Tabel 44. Jumlah dan Persentase Responden mengenai Keberhasilan

Program Pengelolaan Sampah ………... 90 Tabel 45. Hubungan antara Tingkat Partisipasi Responden dengan


(17)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Jenjang Partisipasi warga negara Arstein (1969)... 9 Gambar 2. Kerangka berpikir Partisipasi Masyarakat dalam Program

Pengelolaan Sampah ... 24 Gambar 3. Struktur Organisasi CSR PT Indocement ... 37 Gambar 4. Flow Pengelolaan Sampah menjadi Energi ... 44 Gambar 5. Tingkat Partisipasi Responden dalam Perencanaan Program

Pengelolaan Sampah ... 82 Gambar 6. Tingkat Partisipasi Responden dalam Pelaksanaan Program

Pengelolaan Sampah ... 83 Gambar 7. Tingkat Partisipasi Responden dalam Kegiatan Evaluasi

Program Pengelolaan Sampah ... 85 Gambar 8. Tingkat Partisipasi Responden dalam Kegiatan Menikmati

Hasil Program Pengelolaan Sampah ... 87 Gambar 9. Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah di RW


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Lokasi Penelitian ... 99

Lampiran 2. Struktur Organisasi UPK ... 100

Lampiran 3. Dokumentasi Program ... 100


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam paradigma pembangunan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat, partisipasi masyarakat dibutuhkan untuk menjamin keberlanjutan program pembangunan. Pemberdayaan masyarakat pada intinya adalah bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai keinginan mereka Shardlow (1998) dalam Ambadar (2008). Dari konsepsi di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat mensyaratkan kemandirian masyarakat yang tidak akan berjalan tanpa adanya partisipasi dari masyarakat yang merupakan subyek pembangunan.

Partisipasi sangat dibutuhkan dalam proses pemberdayaan karena partisipasi merupakan proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif (Nasdian 2006).

Konsep pemberdayaan masyarakat sering digunakan perusahaan sebagai salah satu pengimplementasian kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Menurut The Word Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yang dikutip oleh Wibisono (2007) CSR didefinisikan sebagai komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. Dari definisi di atas, kegiatan CSR memiliki tujuan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat agar masyarakat dapat mencapai kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang lebih baik sehingga masyarakat menjadi lebih sejahtera melalui pembangunan berkelanjutan yang berlandaskan pada tiga pilar utama yaitu masyarakat (people), lingkungan (planet) dan keuntungan (profit) atau yang lebih dikenal dengan istilah triple bottom line yang dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997. Dengan kata


(20)

lain, pengimlementasian CSR merupakan salah satu wadah kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Berbagai program CSR yang telah dirancang oleh perusahaan agar pelaksanaan tepat pada sasaran yang diinginkan tidak akan tercapai tanpa adanya partisipasi dari masyarakat. Partisipasi juga menggambarkan dukungan masyarakat terhadap program, implikasinya program akan berjalan berkelanjutan.

Pada prakteknya, banyak program CSR yang dijalankan hanya sekedar kewajiban dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena dalam penyusunan program dan dalam tiap tahapan kegiatan hanya sedikit atau tidak ada keterlibatan masyarakat, Program yang dilaksanakan lebih bersifat topdown. Masyarakat menjadi tidak mendukung program karena memang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka, program menjadi sia-sia karena berjalan tidak berkelanjutan.

Program pemberdayaan masyarakat seharusnya dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan masyarakat sekitar perusahaan mandiri dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap tahapan pelaksanaan kegiatan CSR. Partisipasi merupakan elemen penting dalam suatu kegiatan yang dilakukan bersama dengan masyarakat karena partisipasi merupakan jalan menuju pemberdayaan. Partisipasi juga merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan agar program yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan.

Lingkungan sebagai salah satu pilar pembangunan berkelanjutan sering dijadikan dasar program CSR. Salah satu contoh program dengan pilar lingkungan adalah program pengelolaan sampah yang dilakukan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Sampah merupakan masalah yang sampai saat belum terselesaikan. Sampah yang menumpuk tanpa pengelolaan yang baik tentu akan menjadi sumber penyakit dan sangat mencemari lingkungan. Sampah sebenarnya dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai jual jika dikelola dengan baik. Dalam implementasi program pengelolaan sampah, partisipasi aktif dari warga yang menjadi sasaran program sangat diperlukan.

Penelitian ini ingin melihat sejauhmana tingkat partisipasi warga pada program pengelolaan sampah yang merupakan salah satu bentuk implementasi CSR PT Indocement yang seharusnya melibatkan warga dalam dalam setiap


(21)

tahapan kegiatan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pendorong partisipasi dan implikasinya pada keberhasilan program pengelolaan sampah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penelitian ini ingin melihat seberapa besar tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. Kemudian secara spesifik penelitian ini akan memusatkan perhatian permasalahan yang disebutkan di bawah ini:

1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah?

3. Bagaimana hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah dengan keberhasilan program pengelolaan sampah?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.

3. Menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah dengan keberhasilan program pengelolaan sampah.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan akademisi, perusahaan, dan masyarakat serta instansi terkait. Manfaat tersebut antara lain:


(22)

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program CSR serta faktor apa saja yang mempengaruhinya.

2. Bagi Perusahaan

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada perusahaan mengenai partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan program CSR pada program pengelolaan sampah khususnya sehingga dapat melakukan upaya perusahaan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan juga perbaikan-perbaikan mengenai program.

3. Bagi Masyarakat dan Instansi Terkait

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi jembatan antara masyarakat dengan perusahaan. Masyarakat dapat memberikan informasi yang sebenarnya mengenai keterlibatan mereka dalam program, saran, kritik, dan aspirasinya sehingga dapat menjadi bahan evaluasi bagi semua pihak khususnya perusahaan. Sedangkan bagi instansi terkait, penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan keberadaan perusahaan dan aturan pelaksanaan program CSR.


(23)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1. Tijauan Pustaka 2.1.1. Definisi Partisipasi

Partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1977) dalam Manoppo (2009) adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya, keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan melalui sumbangan sumberdaya atau bekerja sama dalam suatu organisasi, keterlibatan masyarakat menikmati hasil dari pembangunan serta dalam evaluasi pelaksanaan program. Pearse dan Stifel (1979 disitir oleh Kannan 2002) dalam Ife dan Tesoriero (2006) memfokuskan pada rakyat yang biasanya tidak dilibatkan memiliki kendali terhadap sumberdaya dan institusi. Paul (1987 disitir Kannan 2002) dalam Ife dan Tesoriero (2006) berpendapat bahwa dalam partisipasi harus mencakup memampuan rakyat untuk memengaruhi kegiatan-kegiatan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kesejahterannya.

Partisipasi diatas mengacu pada pengertian partisipasi sebagai keterlibatan aktif masyarakat dalam empat tahap kegiatan, yaitu:

1. Tahap proses pengambilan keputusan tentang rencana kegiatan

Partisipasi dalam tahap pengambilan keputusan atau perencanaan dibedakan atas tiga kegiatan, yakni:

a. Pada saat penentuan keputusan awal mengenai kegiatan dengan memperhatikan keperluan dan prioritas kegiatan yang akan dikerjakan; b. Ikut serta secara terus menerus dalam setiap proses pengambilan

keputusan;

c. Ikut serta dalam merumuskan keputusan mengenai rencana kerja. 2. Tahap pelaksanaan kegiatan

Partisipasi dalam tahap pelaksanaan dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Sumbangan sumberdaya yang berupa sumbangan tenaga dengan ikut bekerja dalam program, sumbangan materi, dan atau informasi;


(24)

c. Ikut serta sebagai perserta dari program yang dilaksanakan. 3. Tahap evaluasi

Partisipasi dalam tahap evaluasi merupakan tahap yang penting bagi para pengambil keputusan untuk memperoleh masukan mengenai pelaksanaan program.

4. Tahap menikmati hasil

Partisipasi dalam tahap menikmati manfaat mencakup:

a. keuntungan materiil yang berupa meningkatnya pendapatan dan konsumsi, baik dalam bentuk jumlah maupun distribusinya merata; b. keutungan sosial antara lain meningkatnya pendidikan dan

terberantasnya buta huruf;

c. Keuntungan perorangan, antara lain berupa kemampuan status sosial seseorang serta meningkatnya kekuasaan politik, Cohen dan Uphoff (1977) dalam Manoppo (2009).

Cohen dan Uphoff (1980) dalam Barnas (1988) dalam Ramadyanti (2009) membagi tipe partisipasi yang bertolak dari dimensi partisipasi yaitu:

1. Jenis partisipasi yang diharapkan, meliputi:

a. Partisipasi dalam mengambil keputusan (perencanaan) b. Partisipasi dalam pelaksanaan

c. Partisipasi dalam menerima manfaat d. Partisipasi dalam evaluasi

2. Siapa yang berpartisipasi terdiri dari: a. Penduduk setempat

b. Pemimpin setempat, meliputi: pemimpin informal, pemimpin organisasi formal, dan pemerintah setempat

c. Aparatur pemerintah d. Orang luar desa

3. Bagaimana proses partisipasi itu berlangsung, meliputi beberapa hal: a. Apakah inisitif partisipasi itu timbul dari atas atau dari bawah? b. Apakah dorongan untuk berpartisipasi itu bersifat bebas atau

paksaan?


(25)

d. Bagaimana saluran partisipasi, apakah secara individu atau secara kolektif, apakah melalui organisasi formal atau informal, apakah partisipasi itu langsung atau tidak langsung?

e. Jangka waktu partisipasi f. Lingkup partisipasi

g. Kemampuan masyarakat untuk memperoleh manfaat sesuai yang diharapkan sebagai hasil partisipasinya.

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Timbulnya partisipasi merupakan ekspresi perilaku manusia untuk melakukan suatu tindakan, dimana perwujudan dari perilaku tersebut didorong oleh adanya tiga faktor utama yang mendukung, yaitu (1) kemauan; (2) kemampuan; dan (3) kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi, Dorodjatin (1990) dalam Manoppo (2009).

Slamet (2003) menyebutkan terdapat syarat-syarat yang diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembangunan, yaitu adanya kesempatan untuk membangun kesempatan dalam pembangunan, adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu, dan adanya kemauan untuk berpartisipasi.

Kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan yang menuju peningkatan kualitas hidup itu dapat bermacam-macam bentuknya, salah satunya berupa pembukaan akses kepada masyarakat oleh pengelola pembangunan agar masyarakat dapat secara mudah memanfaatkannya. Kesempatan yang ada tidak akan banyak berarti jika masyarakat yang bersangkutan tidak memiliki cukup kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu bagi keuntungan dirinya sehingga mereka dapat memperbaiki hidupnya. Kemampuan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental.

Ife dan Tesoriero (2006) mengemukakan bahwa terdapat beberapa kondisi yang mendorong partisipasi. Kondisi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa isu atau aktivitas tersebut penting. Masyarakat akan menganggap suatu isu menjadi penting apabila isu tersebut merupakan kebutuhan dan menjadi prioritas mereka.


(26)

2. Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan. Masyarakat mungkin telah menentukan pekerjaan sebagai prioritas utama, tetapi jika orang tidak percaya bahwa aksi masyarakat akan membuat perubahan terhadap prospek peluang kerja lokal, akan kecil insentif untuk berpartisipasi.

3. Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai. Seseorang mungkin percaya suatu isu penting, dan bahwa aksi masyarakat dapat menghasilkan sesuatu, tetapi mungkin ia percaya bahwa anggota masyarakat yang lain akan mampu mengerjakannya, dan ia tidak mempunyai sesuatu untuk dikontribusikan. Partisipasi masyarakat haruslah sesuatu buat semua orang, dan variasi keterampilan, bakat dan minat orang harus diperhitungkan dan dihargai.

4. Orang harus bisa berpartisipasi, dan didukung dalam partisipasinya. Isu-isu yang dianggap penting dan kondisi yang mendukung sangat penting untuk diperhitungkan. Kegagalan melakukan hal tersebut berakibat beberapa bagian dari masyarakat tidak berpartisipasi, meskipun mereka sangat ingin.

5. Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan. Prosedur pertemuan dan teknik pembuatan keputusan sering bersifat mengucilkan banyak orang, khususnya bagi mereka yang tidak bisa „berpikir cepat‟, tidak ingin menginterupsi, kurang percaya diri atau tidak memiliki kemahiran berbicara. Alternatif cara yang dapat dilakukan adalah bahwa masyarakat itu sendiri yang harus mengontrol struktur dan proses.

2.1.3. Tingkat Partisipasi

Arstein menggambarkan partisipasi masyarakat adalah suatu pola bertingkat (ladder patern). Partisipasi masyarakat bertingkat sesuai dengan gradasi kekuasaan yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Menurut Arstein dalam Ife (2006) terdapat delapan tingkatan partisipasi yang digambarkan dalam bentuk tangga partisipasi sebagai berikut:


(27)

Derajat Kekuatan warga negara

tokenisme

Non-partisipasi

Gambar 1 Jenjang partisipasi warga negara Arstein (1969)1

Tipologi partisipasi menggambarkan derajat keterlibatan masyarakat dalam proses partisipasi yang didasarkan pada seberapa besar kekuasaan (power) yang dimiliki masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Kegunaan dari adanya tipologi ini adalah: (a) untuk membantu memahami praktek dari proses pelibatan masyarakat, (b) untuk mengetahui sampai sejauh mana upaya peningkatan partisipasi masyarakat dan (c) untuk menilai dan mengevaluasi keberhasilan kinerja dari pihak-pihak yang melakukan pelibatan masyarakat.

Penjelasan mengenai tingkatan partisipasi secara singkat dapat dilihat dari tabel berikut:

1

Sumber: Dicetak ulang dengan izin dari the Journal of the American Planning Association. Hak cipta American Planning Association, Juli 1969 dalam Ife dan Tesoriero (2006) hal. 299.

Kontrol Warga Negara Kekuasaan didelegasikan

Kemitraan Menenangkan

Konsultasi Menginformasikan

Terapi Manipulasi

Demokrasi, partisipasi deliberatif

Demokrasi representatif


(28)

Tabel 1. Kontinum partisipasi masyarakat dari UK Health for All Network2

Tinggi Memiliki kontrol Organisasi meminta masyarakat mengidentifikasi masalah dan membuat seluruh keputusan kunci tentang tujuan dan cara-cara. Bersedia membantu masyarakat pada setiap langkah untuk menyelesaikan tujuan-tujuan.

Mendelegasikan Organisasi mengidentifikasi dan mempresentasikan sebuah masalah kepada masyarakat, menetapkan batas-batas dan meminta masyarakat membuat serangkaian keputusan yang dapat dimasukan ke dalam sebuah rencana yang akan diterimanya. Merencanakan bersama Organisasi mempresentasikan sebuah rencana

sementara yang dapat berubah dan terbuka untuk menerima masukan dari mereka yang terkena pengaruh. Kemudian mengharapkan dapat mengubah rencana sedikit atau banyak. Menasehati Organisasi mempresentasikan sebuah rencana

dan mengundang pertanyaan-pertanyaan. Bersiap mengubah rencana hanya jika sangat diperlukan.

Dikonsultasikan Organisasi mencoba mempromosikan sebuah rencana. Berupaya mengembangkan dukungan untuk mempermudah penerimaan atau memberikan sanksi secukupnya kepada rencana sehingga persetujuan administratif diharapkan.

Menerima Informasi Organisasi membuat sebuah rencana dan mengumumkannya. Masyarakat dipanggil rapat untuk maksud pemberian informasi. Persetujuan diharapkan.

Nihil Masyarakat tidak diberitahu apa-apa. Rendah

Tingkatan tangga partisipasi identik dengan kekuasaan masyarakat, seperti penjelasan berikut:

1. Pasif/manipulatif adalah partisipasi yang tidak perlu menuntut respon partisipan untuk terlibat banyak. Perusahaan sebagai pengelola program

2

Sumber: Ife dan Tesoriero, ”Community Development, Alternatif Pengembangan Masyarakat di era Globalisasi” (2008) Hal 301


(29)

akan meminta anggota komunitas (misal ketua RT atau orang yang berpengaruh) untuk mengumpulkan tanda tangan warga sebagai wujud kesediaan dan dukungan warga terhadap perusahaan atau instansi yang dimaksud. Orang suruhan tersebut biasanya diberi biaya cukup berikut warga yang menandatangani kertas persetujuan yang bersangkutan. Pada tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog.

2. Terapi adalah partisipasi yang melibatkan anggota komunitas lokal dan anggota komunitas lokal memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan tetapi jawaban anggota komunitas tidak memberikan pengaruh terhadap kebijakan dan tidak ada pengaruh dalam mempengaruhi keadaan. Merupakan kegiatan dengar pendapat dengan mengumpulkan beberapa penduduk lokal untuk saling tanya jawab dengan perusahaan atau penyelenggara program sedangkan pendapat dari penduduk lokal sama sekali tidak dapat mempengaruhi program yang sedang berjalan. Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah.

Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat

tokenisme dimana rakyat diminta konsultasinya atau diberi informasi mengenai suatu keputusan, tetapi sebenarnya mereka hanya memiliki sedikit atau sama sekali tidak memiliki kekuasaan untuk memengaruhi keputusan tersebut, Arstein (1969) dalam Ife dan Tesoriero (2006). Peran serta pada jenjang ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat.

3. Pemberitahuan adalah kegiatan yang dilakukan oleh instansi penyelenggara program sekedar melakukan pemberitahuan searah atau sosialisasi ke komunitas sasaran program. Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tanggapan balik (feedback).


(30)

4. Konsultasi, dalam tingkatan ini anggota komunitas diberikan pendampingan dan konsultasi dari semua pihak (pemerintah, perusahaan, dan instansi lain terkait) sehingga pandangan-pandangan diberitahukan dan tetap dilibatkan dalam penentuan keputusan. Model ini memberikan kesempatan dan hak kepada wakil dari penduduk lokal (misalnya pemuka adat, agama, aparat desa) untuk menyampaikan pandangannya terhadap wilayahnya (sistem perwakilan). Komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi.

5. Penenangan, dalam tingkatan ini komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan susulan kegiatan. Namun pemerintah atau instansi penyelenggara program tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut. Pada tahap ini pula diperkenalkan adanya suatu bentuk partisipasi dengan materi, artinya anggota komunitas diberikan insentif tertentu untuk kepentingan perusahaan atau pemerintah, ataupun instansi terkait. Atau hanya beberapa tokoh di komunitas yang mendapat insentif, sehingga tidak mewakilkan komunitas secara keseluruhan. Hal ini dilakukan agar warga yang telah mendapat insentif segan untuk menentang program. Tiga tangga teratas dikategorikan sebagai bentuk yang sesungguhnya dari partisipasi dimana masyarakat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan.

6. Kerjasama atau partisipasi fungsional dimana semua pihak mewujudkan keputusan bersama (pemerintah/instansi, dan komunitas). Suatu bentuk partisipasi yang melibatkan tokoh komunitas dan atau ditambah lagi oleh warga komunitas, ”duduk berdampingan” dengan aparat pemerintahan serta perusahaan/instansi terkait secara bersama-sama merancang sbuah program yang akan diterapkan pada komunitas.


(31)

7. Pendelegasian wewenang adalah suatu bentuk partisipasi aktif dimana anggota komunitas melakukan perencanaan, implementasi, dan monitoring. Anggota komunitas diberikan kekuasaan untuk melaksanakan sebuah program dengan dengan cara ikut memberikan proposal bagi pelaksanaan program bahkan pengutamaan pembuatan proposal oleh komunitas yang bersangkutan dengan program itu sendiri.

8. Pengawasan oleh komunitas, dalam tahap ini sudah terbentuk independensi dari monitoring oleh komunitas lokal terhadap pemerintah dan perusahaan/instansi penyelenggara program. Dalam tangga partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan pemerintah/pihak penyelenggara program, Arstein (1969) dalam

Wicaksono (2010).

2.1.4. Penghalang dan Faktor yang Kondusif Bagi Partisipasi

Bekerja dengan masyarakat lokal merupakan hal penting untuk mendorong dan mendukung partisipasi dari sebanyak mungkin orang, ada faktor-faktor yang lebih luas dalam konteks-konteks pekerja masyarakat beroperasi yang mungkin menjadi penghalang terhadap partisipasi atau sebaliknya, membantu partisipasi. Ada beberapa permasalahan partisipasi, yaitu bagaimana partisipasi menjadi antitesis dari nilai-nilai individualistis yang dominan, tokenisme, penunjukan (kooptasi), siapa yang berpartisipasi, dan pandangan tidak seimbang dari hak dan tanggung jawab.

Bolman (1974) dalam Ife dan Tesoriero (2006) menyarankan suatu pembedaan yang bermanfaat antara hambatan partisipasi intrinsik dan ekstrinsik. Hambatan ekstrinsik adalah faktor-faktor yang terdapat diluar batas-batas organisasi dan disitu organisasi mungkin bisa memengaruhi tetapi jelas tidak bisa mengontrol. Hambatan ekstrinsik terhadap partisipasi adalah konteks-konteks sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan yang disitu organisasi bekerja. Posisi struktural orang-orang dalam masyarakat dapat mempengaruhi siapa yang berpartisipasi dan siapa yang tidak. Kweit dan Kweit (1981) dalam Ife dan Tesoriero (2006) mencatat bahwa pada umumnya orang-orang dengan status


(32)

sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih berpartisipasi, orang muda kurang berpartisipasi dibandingkan orang tua. Kekuatan masyarakat dan modal sosial yang ada dalam masyarakat juga sangat memengaruhi dalam tingkat dan efektivitas partisipasi.

Hambatan intrinsik secara umum berkaitan dengan ciri-ciri birokrasi dan profesionalisme. Organisasi mungkin tidak dapat diakses optimal oleh rakyat. Bahasa yang digunakan oleh staf mungkin bersifat intimidasi dan mengasingkan rakyat setempat. Rakyat setempat mungkin sangat ragu-ragu untuk terlibat dalam suatu organisasi. Mereka mungkin melihat suatu perbedaan kekuatan besar antara mereka sendiri dengan anggota suatu organisasi. Partisipasi kadang dapat mengancam perasaan profesionalisme dari para anggota suatu organisasi, yang mungkin memercayai bahwa secara teknis mereka terlatih dan memiliki kepakaran untuk menyelesaikan isu-isu kemasyarakatan dan jauh lebih memilih pengetahuan, terampil serta lebih berkualitas daripada orang lokal yang tidak terlatih. Satu hambatan intrinsik kunci adalah asumsi bahwa pengetahuan profesional pakar lebih hebat dibandingkan dengan yang diketahui masyarakat lokal. Menghargai pengetahuan lokal merupakan hal yang imperatif dan merupakan bagian dari ide perubahan dari bawah, yang pada akhirnya adalah jantung dari pengembangan masyarakat. Hal itu memerlukan perubahan-perubahan signifikan diantara para profesional dan seakan-akan pelepasan dari kontrol dan kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka sebagai profesional. Terdapat prinsip yang mendasari yang seharusnya memandu pekerja masyarakat untuk membangun proses-proses partisipasi yang kuat dan efektif, yang mempertimbangkan faktor-faktor penghambat dan kondusif. Prinsip tersebut adalah membangun hubungan yang memberdayakan dengan rakyat lokal, yaitu rakyat memiliki kapasitas untuk mempengaruhi struktur dan keputusan-keputusan yang berdampak pada kehidupan mereka dan membentuk kondisi-kondisi dimana mereka hidup.

2.1.5. Konsep dan Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)

Definisi CSR sangat beragam, The World Bussiness Council for Sustainable Development dalam Wibisono (2007) mengartikan CSR sebagai


(33)

komitmen dunia usaha untuk terus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara luas. Sedangkan menurut Ambadar (2008) CSR merupakan partisipasi dunia usaha dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dengan mengembangkan program kepedulian perusahaan kepada masyarakat sekitarnya. Definisi CSR bisa berbeda tergantung

need, desire, wants, dan interest komunitas pada suatu negara atau visi dan misi dari perusahaan yang menjalankan praktik CSR.

Menurut Wibisono (2007) yang mengacu pada John Elkington (1977), bahwa Tanggung Jawab Sosial Perusahaan merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines, yaitu :

1. Profit. Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.

2. People (Masyarakat). Perusahaan harus menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan, maka sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat dan lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. Selain itu juga perlu disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak kepada masyarakat sekitar. Karenanya pula perusahan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat.

3. Plannet (Lingkungan). Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang kehidupan kita. Hubungan kita dengan lingkungan adalah hubungan sebab akibat, dimana jika kita merawat lingkungan, maka lingkungan pun akan memberikan manfaat kepada kita, dan sebaliknya. Mendongkrak laba dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi memang


(34)

penting, namun tak kalah pentingnya juga memperhatikan kelestarian lingkungan.

2.1.6. Implementasi CSR

Rahman (2009) menyatakan ada dua alasan yang mendasari perusahaan melakukan kegiatan CSR, yaitu alasan moral dan alasan ekonomi. Alasan moral lebih didasarkan bahwa CSR memang bermula dari inisiatif perusahaan untuk dapat menjalin relasi yang saling menguntungkan dengan stakeholders. Sementara alasan ekonomi lebih pada bagaimana perusahaan mampu memperkuat citra dan kredibilitas brand atau produknya melalui CSR. Nuansa promosi sangat dirasa jika perusahaan melaksanakan kegiatan CSR dengan alasan ekonomi, perusahaan cenderung mengkomersialkan berbagai kegiatan yang dilakukan dan mengekspos kegiatan tersebut secara besar-besaran.

Adapula alasan perusahaan dalam melaksanakan praktik CSR dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori. Pertama, sekedar basa basi dan keterpaksaan. Artinya CSR dipraktekan lebih karena faktor eksternal (external driven). Berikutnya karena reputation driven, motivasi perusahaan dalam melaksanakan praktek CSR adalah untuk mendongkrak citra perusahaan. Kegiatan CSR yang dilakukan hanya sekedar kosmetik yang dilakukan hanya untuk memenuhi tuntutan dan memberi citra sebagai perusahaan yang tanggap terhadap kepentingan sosial. Kedua, sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance). CSR di-implementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan aturan yang memaksanya. Perusahaan melakukan CSR karena di dorong oleh tren global (market driven) dan pemberian penghargaan (reward) yang diberikan oleh segenap institusi atau lembaga. Ketiga, bukan lagi sekedar compliance tapi

beyond compliance atau compilance plus. CSR di-implementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven). Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Aktivitas CSR berada dalam koridor strategi perusahaan yang diarahkan untuk mencapai bottom line business goal yaitu mendatangkan keuntungan. (Wibisono 2007)


(35)

Mulyadi (2007) menjelaskan bahwa terdapat empat model strategi pelaksanaan kedermawanan sebagai upaya tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan, yaitu:

1. Perusahaan terlibat langsung dan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosialnya tanpa perantara atau bantuan pihak lain, misalnya melalui

corporate secretary, public affair, hubungan masyarakat, atau manager community development;

2. Perusahaan menyelenggarakan bantuan melalui yayasan atau organisasi sosial yang umumnya sering diterapkan di negara maju;

3. Perusahaan bermitra dengan pihak lain yang dinilai kompeten untuk menyelenggarakan program kedermawanan misalnya dengan LSM, universitas, dan media massa; dan

4. Perusahaan membentuk atau bergabung dalam satu konsorium di mana perusahaan tersebut ikut serta dalam mendirikan, menjadi anggota, atau mendukung suatu lembaga sosial yang dilakukan untuk tujuan sosial tertentu.

Menurut Wibisono (2007) ada empat tahapan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam melaksanakan program CSR, yaitu:

1. Tahap Perencanaan

Perencanaan terdiri atas tiga langkah utama yaitu awareness building, CSR assesment, dan CSR manual building. Awareness building

merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting Corporate Social Responsibility dan komitmen manajemen. Upaya ini dapat dilakukan antara lain melalui seminar, lokakarya, diskusi kelompok dan lain-lain. CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengindentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Langkah selanjutnya adalah membangun CSR Manual. Hasil assessement merupakan langkah untuk penyusunan manual atau pedoman implementasi CSR. Upaya yang harus dilakukan antara lain, melalui Bencmarking, menggali dari referensi atau bagi perusahaan yang


(36)

menginginkan langkah instan, penyusunan manual ini merupakan inti dari perencanaan, yang memberikan petunjuk pelaksanaan CSR bagi komponen perusahaan.

2. Tahap Implementasi

Tahap implementasi ini terdiri atas tiga langkah utama yakni sosialisasi, pelaksanaan, dan internalisasi. Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR khususnya mengenai pedoman penerapan CSR. Tujuan sosialisasi ini adalah agar program CSR akan diimplementasikan mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen perusahaan, sehingga dalam perjalanannya tidak ada kendala serius yang dapat dialami oleh unit penyelenggara. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan pedoman CSR yang ada, berdasarkan roadmap yang telah disusun. Sedang internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR dalam seluruh proses bisnis perusahaan misalnya melalui sistem manajemen kerja, prosedur pengadaan, proses produksi, pemasaran dan proses bisnis lainnya, dengan demikian CSR telah menjadi strategi perusahaan.

3. Tahap evaluasi

Setelah program CSR diimplementasikan, langkah berikutnya adalah evaluasi program. Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauhmana efektivitas penerapan CSR. Evaluasi dilakukan untuk pengambilan keputusan, misalnya keputusan untuk menghentikan, memperbaiki atau melanjutkan dan mengembangkan aspek- aspek tertentu dari program yang sudah di-implementasikan. Evaluasi juga bisa dilakukan dengan meminta pihak independen untuk melakukan audit implementasi atas praktik CSR yang telah ditentukan. Evaluasi dalam bentuk assessement audit atau

scoring juga dapat dilakukan secara mandatori misalnya seperti yang diterapkan dilingkungan BUMN, untuk beberapa aspek penerapan CSR. Evaluasi tersebut dapat membantu perusahaan untuk memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi CSR


(37)

sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.

4. Pelaporan

Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk proses pengambilan keputusan maupun keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Jadi, selain berfungsi untuk keperluan shareholder juga untuk stakeholders lainnya yang memerlukan. Menurut Zaidi (2004) pelaksanaan program CSR dapat dilihat dari beberapa karakteristik tahap-tahap kedermawanan sosial perusahaan, seperti dalam tabel berikut :

Tabel 2. Karakteristik Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan3

Tahapan Charity Philantrophy Corporate Citizenship

Motivasi Agama, tradisi, adat

Norma etika dan hukum universal: redistribusi kekayaan

Pencerahan diri dan rekonsiliasi dengan ketertiban sosial Misi Mengatasi

masalah sesaat Mencari dan mengatasi akar masalah Memberikan kontribusi kepada masyarakat Pengelolaan Jangka pendek,

menyelesaikan masalah sesaat Terencana, terorganisir, terprogram Terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan Pengorganis asian

Kepanitiaan Yayasan/dana abadi:

profesionalisasi

Keterlibatan baik dana maupun sumber daya lain

Penerima manfaat

Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan perusahaan

Kontribusi Hibah sosial Hibah

pembangunan

Hibah (sosial maupun pembangunan) dan keterlibatan social Inspirasi Kewajiban Kepentingan bersama

Dari tabel diatas dapat dilihat karakteristik tahap-tahap kedermawanan sosial perusahaan dibagi menjadi tiga, yaitu:

3

Sumber: Zaim Saidi dan Hamid Abidin, “Menjadi Bangsa Pemurah”,2004, Hal 57


(38)

1. Charity atau lazim disebut karitas merupakan kegiatan pemberian bantuan yang hanya bertujuan untuk menyelesaikan masalah sesaat atau berjangka pendek.

2. Philantrophy atau yang lazim disebut filantropi merupakan kegiatan pemberian sumbangan yang dilakukan oleh perusahaan yang ditujukan untuk kegiatan investasi sosial yang diarahkan pada penguatan kemandirian masyarakat seperti pendidikan dan peningkatan peluang ekonomi atau peningkatan kesejahteraan yang pada umumnya membutuhkan pengelolaan yang sistematis dan terencana.

3. Good Corporate Citizenship merupakan pemberian bantuan yang dilakukan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat yang pengelolaannya terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan.

2.1.7. CSR dan Pemberdayaan Masyarakat

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan masyarakat yang masih hidup dalam kemiskinan, karena hal tersebut diperlukan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pembangunannya. Alyson Warhurst

dalam Sukada (2007) berpendapat, hubungan CSR dan masyarakat terwujud dalam empat hal utama: pemberdayaan masyarakat, pengikutsertaan (pemrioritasan) kesempatan kerja dan usaha, pembiayaan sesuai kerangka legal, dan tanggapan atas harapan kelompok kepentingan. Pengkategorian Warhurst memperjelas bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu komponen sangat penting dalam CSR. Menurut Shardlow dalam Ambadar (2008) pemberdayaan masyarakat intinya adalah bagaimana individu, kelompok, atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Dengan pemberdayaan, masyarakat lemah akan memperoleh kekuatan dan akses terhadap sumberdaya. (Friedmann dalam Ambadar 2008). Sedangkan menurut Suharto (2005) pengembangan masyarakat adalah satu model pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Maka penekanan dalam aspek pemberdayaan masyarakat juga menjadi


(39)

penting dilakukan, begitupula dalam praktik CSR yang dilakukan di Indonesia. Menurut Budimanta (2004) pengembangan masyarakat yang dilaksanakan oleh perusahaan, yang dikemas dalam program CSR bertujuan untuk:

1. Mendukung upaya-upaya yang dilakukan pemerintah terutama pada tingkat desa dan masyarakat untuk meningkatkan kondisi sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik disekitar wilayah perusahaan.

2. Memberikan kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat.

Membantu pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pengembangan ekonomi wilayah.

Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ”power” yang berarti kekuasaan atau keberdayaan. Karenanya,

ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat melainkan juga bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka (Suharto 2005)

Dalam pelaksanaan program CSR yang berbasiskan pemberdayaan masyarakat, prinsip-prinsip yang harus dipegang adalah:

1. Kerjasama, bertanggung jawab, mengetengahkan aktivitas komuniti yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan, dan memobilisasi individu untuk tujuan saling tolong menolong diri sendiri, memecahkan masalah, integrasi sosial, dan atau tindakan sosial.

2. Peningkatan partisipasi pada tingkat masyarakat yang paling bawah. 3. Sebanyak mungkin ada keinginan dan kesesuaian, pemberdayaan

masyarakat harus mempercayakan dan bersandar pada kapasitas dan inisiatif dari kelompok relevan dan komuniti lokal untuk menidentifikasi


(40)

kebutuhan, masalah, dan merencanakan dan melaksanakan pelatihan tentang tindakan.

4. Sumber daya-sumber daya komuniti (manusia, teknik, dan finansial), dan dimana kemungkinan sumberdaya dari luar komuniti (dalam bentuk kerjasama dengan pemerintah, lembaga-lembaga, dan kelompok profesional) harus dimobilisasi dan kemungkinan untuk diseimbangkan dalam bentuk berkesinambungan dalam pembangunan.

5. Kebersamaan komuniti harus dipromosikan dalam bentuk dua tipe hubungan yaitu hubungan sosial yang dipisahkan kelas sosial dan hubungan struktural.

6. Aktifitas-aktivitas seperti meningkatkan perasaan solidaritas diantara kelompok-kelompok marginal dengan mengaitkannya dengan kekuatan perkembangan dalam sektor-sektor sosial dan kelas untuk mencari kesempatan ekonomi, sosial, dan alternatif politik.

7. Memberikan kemampuan bagi kelompok-kelompok marginal untuk melakukan perubahan dari dalam kelompok tersebut.

2.1.8. Keberhasilan Program

Keberhasilan program atau efektivitas program berniat mengukur seberapa jauh tujuan program tercapai. Sondang P. Siagian (2001 : 24) memberikan definisi sebagai berikut : “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya4.

Menurut Komaruddin efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu5. Dari beberapa pengertian diatas, dapat

4

http://othenk.blogspot.com/2008/11/pengertian-tentang-efektivitas.html diakses tanggal 3 Maret 2011 Pukul 15.00 WIB

5

http://dspace.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/10364/1061/bab2d.pdf?seq uence=7 diakses tanggal 3 Maret 2011 Pukul 15.00 WIB


(41)

ditarik kesimpulan bahwa efektivitas adalah tercapainya sasaran yang berdasarkan tujuan pelaksanaan program yang telah ditetapkan.

2.2. Kerangka Pemikiran

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat yang berada di sekitar wilayah perusahaan yang sekaligus membantu pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan. Tanggung jawab sosial dan program pembangunan yang diimplementasikan kepada masyarakat harus bersifat pemberdayaan agar masyarakat mampu memperbaiki kualitas hidupnya melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada diri mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial.

Program pengelolaan sampah yang merupakan salah satu program CSR dari PT Indocement dijalankan guna memberdayakan masyarakat sekitar perusahaan yang sangat mengharapkan partisipasi masyarakat dalam implementasinya. Terdapat tiga faktor utama yang dapat mendorong partisipasi yaitu adanya kemauan, kemampuan dan kesempatan. Faktor kemauan dapat dipengaruhi oleh sikap masyarakat terhadap lingkungan dan juga program dan motivasi masyarakat untuk terlibat dalam program. Faktor kemampuan dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dalam pengelolaan sampah, keterampilan dalam pengelolaan sampah, dan pengalaman dalam pengelolaan sampah. Faktor kesempatan dapat dipengaruhi oleh manajemen program yang dilihat dari ruang partisipasi bagi masyarakat ditiap tahapan kegiatan.

Ketiga faktor pendorong partisipasi akan mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang yang dilihat dari bentuk partisipasi pada setiap tahap kegiatan. Selanjutnya tingkat partisipasi akan dianalisis menggunakan teori Arstein yang membagi tingkat partisipasi ke dalam delapan tingkatan yaitu manipulasi, terapi, pemberitahuan, konsultatif, pengenangan, kemitraan, pendelegasian wewenang, dan kontrol masyarakat. Tujuan analisis ini adalah untuk memahami proses pelibatan masyarakat dan siapa saja pihak yang terlibat dan untuk mengetahui sejauhmana upaya peningkatan partisipasi masyarakat.


(42)

Tingkat partisipasi juga dianggap memiliki hubungan dengan keberhasilan program. Keberhasilan program dilihat dari dua aspek, yaitu keberhasilan sosial dan keberhasilan lingkungan. Keberhasilan sosial yang dimaksud adalah program dapat menambah pengetahuan dan dapat menjadi ajang bersosialisasi bagi masyarakat, sedangkan keberhasilan lingkungan adalah program dapat membantu meningkatkan kebersihan lingkungan dan dapat membuat lingkungan menjadi lebih indah. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini:

Gambar 2 Kerangka Berpikir Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah Keterangan: Berhubungan

Dianalisis Kemauan 1.Sikap terhadap pengelolaan lingkungan 2.Motivasi keterlibatan dalam program Kemampuan 1.Pengetahuan dalam pengelolaan sampah 2.Keterampilan dalam pengelolaan sampah 3.Pengalaman dalam pengelolaan sampah Kesempatan 1. Manajemen program

Tingkat Partisipasi 1.Manipulatif 2.Terapi 3.Pemberitahuan 4.Konsultatif 5.Penenangan 6.Kemitraan 7.Pendelegasian 8.Kontrol Masyarakat Keberhasilan Program 1. Sosial 2. Lingkungan Tingkat

Partisipasi 1.Bentuk


(43)

2.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. Semakin tinggi tingkat kemauan yang dimiliki masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.

Tingkat kemauan masyarakat dapat terdiri dari dua aspek, yaitu:

a. Sikap. Semakin positif sikap masyarakat terhadap lingkungan dan program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.

b. Motivasi. Semakin kuat motivasi masyarakat untuk berperan serta dalam program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.

2. Semakin tinggi tingkat kemampuan yang dimiliki masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.

Tingkat kemampuan terdiri dari tiga aspek, yaitu:

a. Pengetahuan. Semakin baik pengetahuan yang dimiliki masyarakat dalam pengelolaan sampah dan mengenai program pengelolaan sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.

b. Keterampilan. Semakin baik keterampilan masyarakat dalam mengelola sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.

c. Pengalaman. Semakin baik pengalaman masyarakat dalam mengelola sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.

3. Semakin terbuka kesempatan yang dimiliki masyarakat untuk terlibat dalam program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.

Tingkat kesempatan dapat dilihat melalui Manajemen program pengelolaan sampah. Semakin baik manajemen program yang memberikan


(44)

ruang kepada masyarakat untuk terlibat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. 4. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi

program pengelolaan sampah maka semakin menentukan keberhasilan program pengelolaan sampah yaitu terciptanya komoditi baru (Sorted Municipal Waste, pupuk kompos, dan produk daur ulang), memberikan penghasilan tambahan, dan meningkatkan kebersihan lingkungan.

2.4. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini berkaitan dengan kerangka pemikiran yaitu faktor pendorong partispasi yang terdiri dari kemauan, kemampuan dan kesempatan yang diukur secara kuantitatif. Definisi operasional tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kemauan adalah salah satu faktor pendorong partisipasi yang disebabkan keinginan dari responden untuk turut serta dalam implementasi program pengelolaan sampah. Kemauan diukur dari aspek psikologis individu yang terdiri dari:

a. Sikap terhadap pengelolaan lingkungan, yaitu pernyataan evaluatif yang mengindikasikan kecenderungan individu dalam menanggapi program, baik berupa penerimaan atau penolakan. Sikap diukur menggunakan skala

likert dengan rincian sebagai berikut:

1. Tidak setuju/penting/bersedia = skor 1 2. Setuju/penting/bersedia = skor 2 3. Sangat setuju/penting/bersedia = skor 3

Sikap dibagi ke dalam dua kategori yaitu positif dan negatif yang berasal dari skor jumlah pertanyaan mengenai sikap yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median.

b. Motivasi yaitu dorongan yang ada dalam diri masing-masing individu untuk ikut terlibat dalam implementasi program pengelolaan sampah. Motivasi mencakup alasan yang berupa faktor-faktor yang melatarbelakangi individu untuk tertarik ikut berpartisipasi dalam program pengelolaan sampah.


(45)

Pengukuran:

1. Tidak = skor 1

2. Ya = skor 2

Motivasi dibagi ke dalam dua kategori yaitu kuat dan lemah yang berasal dari skor jumlah pertanyaan faktor motivasi yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median.

2. Kemampuan adalah daya yang dimiliki individu untuk turut serta berpartisipasi dalam implementasi program pengelolaan sampah. Kemampuan yang akan diukur terdiri dari:

a. Pengetahuan dalam pengelolaan sampah adalah pemahaman responden mengenai pengelolaan sampah. Pengukuran dilakukan dengan memberikan pertanyaan terbuka yang jawabannya akan dicocokan dengan jawaban yang tepat dan dinilai ketepatannya menjadi:

Pengukuran:

1. Salah = skor 1 2. Tidak tepat sekali = skor 2 3. Tepat = skor 3

Pengetahuan dibagi ke dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah yang berasal dari skor jumlah pertanyaan pengetahuan yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median.

b. Keterampilan dalam pengelolaan sampah adalah keahlian khusus yang dimiliki individu dalam mengolah sampah.

Pengukuran keterampilan dilakukan dengan menilai tahapan kegiatan pengolahan sampah yang sudah berhasil dengan baik dilakukan.

Pengukuran:

1. Belum = skor 1 2. Sudah = skor 2

Keterampilan dibagi ke dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah yang berasal dari skor jumlah pertanyaan keterampilan yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median.


(46)

c. Pengalaman dalam pengelolaan sampah adalah individu pernah melakukan kegiatan pengelolaan sampah.

Pengukuran pengalaman dilakukan dengan menilai tahapan kegiatan pengolahan sampah yang pernah dilakukan responden.

Pengukuran:

1. Tidak Pernah = skor 1 2. Pernah = skor 2

Pengalaman dibagi ke dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah yang berasal dari skor jumlah pertanyaan pengalaman yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median.

3. Kesempatan adalah faktor luar yang berasal dari lingkungan yang dapat mendorong individu untuk ikut berpartisipasi dalam program pengelolaan sampah. Faktor kesempatan yang akan diukur melalui manajemen program pengelolaan sampah. Manajemen program adalah aturan yang memungkinkan masyarakat terlibat dalam program, hal tersebut berupa aksesibilitas yang diberikan penyelenggara program terhadap masyarakat dan syarat keterlibatan masyarakat.

Pengukuran:

1. Tidak = skor 1

2. Ya = skor 2

Manajemen program dibagi ke dalam dua kategori yaitu baik dan buruk yang berasal dari skor jumlah pernyataan mengenai manajemen program yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median.

4. Tingkat partisipasi adalah tingkat keterlibatan anggota masyarakat dalam tahapan program pengelolaan sampah. Partisipasi diidentifikasi dari bentuk partisipasi dalam setiap tahapan kegiatan yaitu berupa uang, barang, tenaga, pikiran, dan waktu.

Pengukuran:

1. Tidak = skor 0


(47)

Partisipasi dibagi ke dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah yang berasal dari skor jumlah bentuk partisipasi yang digunakan dalam tiap tahapan program yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median.

5. Tingkat partisipasi dianalisis menggunakan Teori Arstein yang terdiri dari delapan tingkatan, yaitu:

a. Tahap manipulasi adalah tahapan partisipasi dimana masyarakat sama sekali tidak dilibatkan dalam komunikasi atau dialog. Masyarakat hanya diminta tandatangan sebagai wujud dukungan dengan imbalan terntentu. b. Tahap terapi adalah tahapan partisipasi dimana terjadi kegiatan dengar

pendapat antara masyarakat dan perusahaan namun pendapat dari masyarakat tidak akan mempengaruhi kebijakan program.

c. Tahap pemberitahuan adalah tahapan partisipasi dimana komunikasi sudah banyak terjadi namun hanya satu arah dari perusahaan ke masyarakat. d. Tahap konsultasi adalah tahapan partisipasi masyarakat telah terjadi

komunikasi dua arah dimana perwakilan dari masyarakat dapat menyampaikan pandangannya dan aspirasi akan didengar namun belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan.

e. Tahap penenangan adalah suatu bentuk partisipasi dengan materi, artinya ketika akan muncul suatu konflik antara perusahaan dan masyarakat, anggota komunitas diberikan insentif tertentu sehingga mereka segan berbicara untuk menentang program.

f. Tahap kemitraan adalah partisipasi yang fungsional dimana semua pihak mewujudkan keputusan bersama (antara perusahaan, pemerintah dan komunitas) dalam suatu negosiasi.

g. Tahap pendelegasian kekuasaan merupakan bentuk partisipasi yang aktif, dimana anggota komunitas melakukan perencanaan, implementasi dan monitoring.

h. Tahap kontrol masyarakat yaitu model yang sudah terbentuk independensi dari monitoring oleh komunitas lokal terhadap perusahaan dan juga pemerintah.

Tingkat partisipasi diukur dengan memberikan skor pada tiap tahapan partisipasi mulai dari 1 (terendah/manipulasi) sampai 8 (tertinggi/kontrol


(48)

masyarakat) dalam setiap kegiatan (perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan menikmati hasil).

5. Keberhasilan program adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu yang dilihat dari penilaian masyarakat dalam level komunitas.

Pengukuran:

1. Tidak = skor 1

2. Ya = skor 2

Keberhasilan program dibagi ke dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah yang berasal dari skor jumlah pertanyaan keberhasilan yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median.


(49)

BAB III

PENDEKATAN LAPANG

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di salah satu desa binaan ITP yaitu Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat . Penelitian dilakukan di satu RW di Desa Gunung Sari, yaitu RW 4. Lokasi dipilih karena kegiatan pengolahan sampah yang dilakukan di RW 4 merupakan pilot project dari program ini. Program ini merupakan salah satu program SDP (Sustainable Development) dari ITP yang pada prosesnya mensyaratkan keterlibatan masyarakat mulai dari proses perencanaan hingga pemanfaatan hasil. Dari pertimbangan tersebut lokasi dianggap representatif untuk melakukan penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah. Waktu penelitian dilakukan selama bulan April 2011 dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2011

Rencana Kegiatan

Bulan

Februari Maret April Mei Juni 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pembuatan

proposal penelitian Seminar proposal penelitian Perbaikan proposal dan instrumen penelitian Pengumpula n data sekunder Pengumpula n data primer Pengolahan data, penulisan laporan, dan perbaikan Sidang hasil


(50)

3.2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah dan hubungannya dengan keberhasilan pelaksanaan program. Untuk itu, penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang di dukung dengan metode kualitatif. Data utama yang dihasilkan adalah data kuantitatif , dengan didukung data kualitatif.

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan langsung oleh peneliti dari responden yaitu dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam, sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan peneliti dari pihak lain melalui penulusuran pustakayang relevan terhadap masalah penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian tipe penjelasan (explanatory), yakni untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa (Singarimbun, 1989). Tipe explanatory dipilih karena akan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa.

Dalam penelitian ini terdapat dua subyek penelitian, yaitu informan dan responden. Informan adalah pihak-pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi mengenai diri sendiri, keluarga, pihak lain, dan lingkungan. Informan dipilih secara sengaja (purposive sampling) dengan jumlah yang tidak ditentukan guna mendapatkan informasi yang lebih mendalam. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu warga RW 4 Desa Gunung Sari yang menjadi sasaran program. Responden penelitian berjumlah 50 orang yang diambil dengan jumlah yang sama tiap RT yaitu sebanyak 5 sampai 7 orang secara acak. Berikut jumlah populasi dan sampel penelitian:

Tabel 4. Jumlah Populasi dan Jumlah Sampel Responden

RW 4 RT 1 RT 2 RT 3 RT 4 RT 5 RT 6 RT 7 RT 8 Total Jumlah

populasi KK

81 54 91 96 67 100 78 73 640

Jumlah


(51)

3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dengan bantuan kuesioner akan diolah secara kuantitatif. Data diolah secara statistik dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows versi 15.0. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan Uji Korelasi Rank Spearman dan Tabulasi Silang untuk mengukur kemauan, kemampuan dan kesempatan dan hubungannya dengan tingkat partisipasi serta hubungannya dengan keberhasilan program. Data kualitatif bersifat untuk memaknai atau melengkapi data kuantitatif.

3.3.1. Uji Korelasi Rank Spearman

Uji ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal dan tidak emnentukan prasyarat data terdistribusi normal. Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan terikat yang berskala ordinal (non parametrik). Korelasi dapat menghasilkan angka positif (+) dan negatif (-). Korelasi yang menghasilkan angka positif berarti hubungan kedua variabel bersifat searah, yang berarti jika variabel bebas bebas besar maka variabel terikat juga besar. Korelasi yang menghasilkan angka negatif berarti hubungan kedua variabel tidak searah, yang berarti jika variabel bebas besar maka variabel terikat menjadi kecil. Rumus korelasi Rank Spearman:

Keterangan :

rs = Nilai Koefisien Rank Spearman

di = Disparitas (x1-x2)

n = Banyaknya Pengamatan

Kaidah pengambilan keputusan tentang hubungan antar variabel dalam uji Korelasi rank Spearman adalah dengan signifikansi / probabilitas / α digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel yang diteliti.

6∑ di2 rs = 1 –


(1)

Lampiran 1. Lokasi Penelitian


(2)

Lampiran 2. Struktur Organisasi UPK

Lampiran 3. Dokumentasi Program

Tong sampah organik dan non-organik

Sampah plastik untuk dibuat kerajinan

PEMBINA

PELINDUNG

PEMILAH

OPERATOR

ADMINISTRASI

MANAGER

OPERASIONA

L


(3)

Bank sampah


(4)

Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman

Correlations

sikap partisipasi Spearman's rho sikap Correlation Coefficient 1.000 .504

Sig. (1-tailed) . .000

N 50 50

partisipasi Correlation Coefficient .504** 1.000 Sig. (1-tailed) .000 .

N 50 50

Correlations

motivasi partisipasi Spearman's rho motivasi Correlation Coefficient 1.000 .429

Sig. (1-tailed) . .001

N 50 50

partisipasi Correlation Coefficient .429** 1.000 Sig. (1-tailed) .001 .

N 50 50

Correlations

pengetahuan partisipasi Spearman's rho pengetahuan Correlation Coefficient 1.000 .544

Sig. (1-tailed) . .000

N 50 50

partisipasi Correlation Coefficient .544** 1.000 Sig. (1-tailed) .000 .

N 50 50

Correlations

keterampilan partisipasi Spearman's rho keterampilan Correlation Coefficient 1.000 .035

Sig. (1-tailed) . .404

N 50 50

partisipasi Correlation Coefficient .035 1.000 Sig. (1-tailed) .404 .


(5)

Correlations

pengalaman partisipasi Spearman's rho pengalaman Correlation Coefficient 1.000 .035

Sig. (1-tailed) . .404

N 50 50

partisipasi Correlation Coefficient .035 1.000 Sig. (1-tailed) .404 .

N 50 50

Correlations

manprogram partisipasi Spearman's rho manprogram Correlation Coefficient 1.000 .055

Sig. (1-tailed) . .353

N 50 50

partisipasi Correlation Coefficient .055 1.000 Sig. (1-tailed) .353 .

N 50 50

Correlations

kemauan partisipasi Spearman's rho kemauan Correlation Coefficient 1.000 .563

Sig. (1-tailed) . .000

N 50 50

partisipasi Correlation Coefficient .563** 1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 50 50

Correlations

kemampuan partisipasi Spearman's rho kemampuan Correlation Coefficient 1.000 .236

Sig. (1-tailed) . .049

N 50 50

partisipasi Correlation Coefficient .236* 1.000


(6)

Correlations

pengalaman partisipasi Spearman's rho pengalaman Correlation Coefficient 1.000 .035

Sig. (1-tailed) . .404

N 50 50

partisipasi Correlation Coefficient .035 1.000 Sig. (1-tailed) .404 .

Correlations

kesempatan partisipasi Spearman's rho kesempatan Correlation Coefficient 1.000 .055

Sig. (1-tailed) . .353

N 50 50

partisipasi Correlation Coefficient .055 1.000 Sig. (1-tailed) .353 .

N 50 50

Correlations

partisipasi keberhasilan Spearman's rho partisipasi Correlation Coefficient 1.000 .359

Sig. (1-tailed) . .005

N 50 50

keberhasilan Correlation Coefficient .359** 1.000

Sig. (1-tailed) .005 .


Dokumen yang terkait

Pemberdayaan masyarakat melalui corporate social responsibility PT Indocement Tunggal Parakarsa TBK

5 31 104

Implementasi Corporate Social Responsibility (Csr) Melalui Program Pusat Pelatihan Dan Pemberdayaan Masyarakat PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Di Kabupaten Bogor

2 50 176

Analisis Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dalam Upaya Pengembangan Masyarakat (Studi Kasus: Desa Bantarjati, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 16 212

Analisis Pembentukan Citra PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk Melalui Implementasi Corporate Social Reponsibility: Studi Kasus: Desa Bantarjati, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor.

1 4 106

Analisis pembentukan citra PT Indocement tunggal prakasa, Tbk melalui implementasi corporate social responsibility (studi kasus desa Bantarjati, kecamatan Klapanunggal, kabupaten Bogor)

1 4 197

Communication Effectiveness of Corporate Social Responsibility Program Through Communication Meeting for Communities for Surrounding Community Leaders (Case PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., Bogor Regency)

0 18 280

Kajian Efektivitas Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Citeureup, Bogor

0 9 50

Dinamika Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Desa Gunung Sari , Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor

0 14 86

Peranan CD Worker dalam Pendampingan Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Indocement Tunggal Prakarsa,Tbk

0 8 107

PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk

2 3 23