Kontribusi Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari Dalam Mendukung Kesejahteraan Masyarakat: Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur
i
KONTRIBUSI PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH
PANGAN LESTARI DALAM MENDUKUNG
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT:
Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan,Kabupaten Pacitan, Jawa Timur
SITI FATIMATUS ZAHRO
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
ii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kontribusi Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari dalam Mendukung Kesejahteraan Masyarakat: Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2012
Siti Fatimatus Zahro H44080061
(3)
iii RINGKASAN
Siti Fatimatus Zahro. Kontribusi Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari Dalam Mendukung Kesejahteraan Masyarakat: Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT.
Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi menuntut pemenuhan penyediaan makanan dan perluasan daerah pemukiman. Peningkatan konversi lahan membuat masyarakat untuk melakukan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi di lahan yang sempit yaitu dengan pemanfaatan pekarangan. Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) merupakan program dari Kementerian Pertanian. Pengembangan KRPL menjadi salah satu alternatif dengan menggunakan pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, gizi keluarga, dan peningkatan pendapatan yang pada hasil akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan sehingga mampu mewujudkan kemandirian desa.
Salah satu desa yang menerapkan KRPL secara swadaya di Kabupaten Pacitan adalah Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Sebagian besar masyarakat belum melakukan optimalisasi pekarangan dan pengembangan pertanian. Pengetahuan masyarakat terhadap manfaat pekarangan juga masih kurang khususnya mutu dan gizi pangan.
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai kontribusi pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari dalam mendukung kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi persepsi masyarakat mengenai KRPL; (2) mengidentifikasi manfaat fisik dari adanya KRPL dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga; (3) mengestimasi biaya dan manfaat dari KRPL; dan (4) mengevaluasi keberlanjutan KRPL.
Penelitian dilakukan di Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur melalui kegiatan pengamatan langsung dengan penentuan tempat dan sampel dilakukan dengan sengaja, sedangkan penentuan jumlah sampel secara metode slovin dengan teknik penarikan sampel dengan judgmental sampling (Prasetyo, 2006) atas dasar pertimbangan dari ketua dan pengurus KRPL yang berupa buku kelompok strata Desa Banjarsari. Pembagian strata KRPL didasarkan oleh luas pekarangan dan paket komoditas. Pada analisis data kualitatif dipilih secara purposive dari pihak pengurus, anggota, dan atau masyarakat untuk menggali keberlanjutan KRPL. Pada pengembangan KRPL terdapat pembagian strata menurut luas pekarangan yaitu (1) Strata 1, masyarakat memiliki luas pekarangan selus 0-100 m2, (2) Strata 2, masyarakat memiliki luas pekarangan seluas <100-200 m2, (3) Strata 3, masyarakat memiliki luas pekarangan seluas < 200 m2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi rumah tangga Desa Banjarsari menyatakan bahwa sebelum adanya KRPL KEMPLING lahan pemanfaatan pekarangan sudah termanfaatkan namun belum optimal. Desa Banjarsari mulai melakukan optimalisasi pekarangan untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dengan menambah sayuran. Manfaat yang dirasakan rumah tangga KRPL KEMPLING adalah menghemat pengeluaran rumah tangga dan
(4)
iv menambah penghasilan. Kendala yang dirasakan rumah tangga dalam pelaksanaan KRPL KEMPLING adalah iklim dan hama. Manfaat fisik dari KRPL KEMPLING mampu memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga. Penggunaan hasil KRPL KEMPLING dari setiap strata menunjukkan bahwa KRPL KEMPLING berorientasi untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga, apabila kebutuhan pangan keluarga di Desa Banjarsari sudah terpenuhi, maka sisa penggunaannya diberikan untuk sosial dan dijual. Penggunaan perikanan strata 3 berorientasi untuk dijual.
Nilai R/C KRPL KEMPLING di setiap strata menunjukan hasil yang menguntungkan. Nilai R/C KRPL KEMPLING yang menunjukan hasil menguntungkan terdapat di strata 3. Rata-rata pendapatan per luasan lahan yang paling besar pada strata 1 yaitu sebesar Rp 30.659 dan pendapatan per luas lahan yang paling kecil pada strata 2 sebesar Rp 15.920. Kontribusi KRPL KEMPLING terhadap pendapatan keluarga diperoleh untuk strata 1, strata 2, dan strata 3 yaitu masing-masing sebesar 5,70%, 9,90%, dan 20,37%. Pengembangan KRPL KEMPLING merupakan usaha sampingan bagi keluarga di Desa Banjarsari. Keberlanjutan KRPL KEMPLING ditinjau dari aspek lingkungan dan aspek sosial mampu memberikan manfaat untuk individu, rumah tangga, dan desa. Aspek ekonomi dengan melihat dari KRPL KEMPLING yang mampu menekan pengeluaran keluarga setiap strata yaitu strata 1 sebesar Rp 49.508, strata 2 sebesar Rp 55.089, dan strata 3 sebesar Rp 130.751. Aspek ekonomi juga melihat keberadaan KBD di Desa Banjarsari yang mampu memberikan keuntungan bagi masyarakat.
(5)
v
KONTRIBUSI PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH
PANGAN LESTARI DALAM MENDUKUNG
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT:
Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan,Kabupaten Pacitan, Jawa Timur
SITI FATIMATUS ZAHRO H44080061
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(6)
vi Judul Skripsi : Kontribusi Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari dalam Mendukung Kesejahteraan Masyarakat: Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur Nama : Siti Fatimatus Zahro
NIM : H44080061
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec NIP. 19631227 198811 1 001
Diketahui, Ketua Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
(7)
vii UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan hidayah-Nya. Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik moril maupun materil. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ayahanda H. Musdhori dan Ibunda Hj. Ummi Hanik (Alm) yang penulis cintai, terima kasih atas doa-doa, nasihat-nasihat, dukungan, dan segala kasih sayang serta cintanya kepada penulis. Kakak-kakakku Mbak Nur, Mbak Imah, Mbak Mus, serta kakak-kakak iparku atas doanya. Tidak lupa juga keponakan-keponakanku tercinta Faiz, Ninin, Nisa, Fina, dan Rizal yang saya sayangi.
2. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan pembelajaran kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini dengan baik.
3. Bapak Dr. Ir Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi selama kuliah di Departemen Ekonomi sumberdaya dan lingkungan.
4. Bapak Ir. Ujang Sehabudin dan Bu Asti Istiqomah, SP, M.Si selaku dosen penguji utama dan penguji perwakilan departemen yang telah memberikan ilmu dan masukan agar skripsi ini menjadi lebih baik.
5. Segenap Dosen dan Staf pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama proses perkuliahan.
(8)
viii 6. Ahmad Wisnu Fahim yang telah memberikan cinta, kasih sayang, dukungan,
doa, dan nasihat selama ini.
7. Keluarga di Blora, Jawa Tengah yaitu Ibu Indah, Mbak Wiwit, dan Mbak Silfi yang selalu mendoakan dan menyemangati selama ini.
8. Teman-teman satu bimbingan (Nina Hermawati, Anggi Ayu Octaviani, Abdul Aziz, Dini Adi C, dan Persica) yang telah memberikan banyak saran, motivasi, dan semangat terus menerus.
9. Mbah Uti, Mbah Dahlan, Bu Jaya, Bu Ayu, Pak Sigit, Pak Cahyo, Dek Bayu, Dek Danu, Dek Retno, Dek Umi, dan Mbah Yati yang telah menjadi keluarga baru buat penulis di Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan.
10. Seluruh masyarakat Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan informasi yang telah diberikan.
11. Sahabat-sahabatku tercinta di ESL 45 Diani Kurniawati, Ayu Fitriana, Hayu Windi Hapsari, Singgih Widhosari.
12. Sahabat-sahabatku tercinta Dhewi Puji Astuti (THH 45), Abdul Kafi Assidiq (MNHK 45), Affan (Biokimia 45), Auditia Kusumawanti (IPTP 45), Ongki Herdiani (UPN Surabaya), Aditya Buyung Pratama (Universitas Muhammadiyah Malang), Sigit Rahmansyah (Universitas Brawijaya) yang telah memberikan motivasi dan mendengarkan keluh kesahku.
13. Teman-teman Dita, Indi, Anggi PA, Yogi, Husen serta teman-teman ESL 45 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Bogor, Desember 2012
(9)
ix KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi penelitian dengan judul “Kontribusi Pengembangan Kawasan Rumah
Pangan Lestari dalam Mendukung Kesejahteraan Masyarakat: Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur”. Skripsi penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program Strata Satu (S1) pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan. Akan tetapi, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung termasuk penulis pribadi. Selain itu, penulis juga mengharapkan adanya penelitian lanjutan yang berusaha mengakomodir keterbatasan penelitian ini.
(10)
x DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Ketahanan Pangan ... 11
2.2 Pekarangan... ... 12
2.3 Pemanfaatan Pekarangan ... 14
2.4 Kawasan Rumah Pangan Lestari ... 16
2.4.1 Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari ... 17
2.4.2 Tujuan Kawasan Rumah Pangan Lestari ... 17
2.4.3 Prinsip Kawasan Rumah Pangan Lestari ... 18
2.4.4 Sasaran Kawasan Rumah Pangan Lestari ... 18
2.4.5 Kebun Bibit Desa ... 23
2.5 Biaya dan Pendapatan Usahatani ... 23
2.6 Pengelolaan Secara Berkelanjutan ... 26
2.7 Penelitian Terdahulu ... 27
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 31
IV. METODE PENELITIAN ... 34
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 34
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 34
4.3 Metode Pengambilan Data... 34
4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data ... 36
4.4.1 Identifikasi Persepsi Rumah Tangga terhadap KRPL ... 37
4.4.2 Identifikasi Manfaat Fisik dari adanya KRPL dalam Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga ... 37
4.4.3 Estimasi Biaya dan Manfaat dari Pengembangan KRPL . 38 4.4.4 Analisis Keberlanjutan KRPL ... 41
4.4.4.1 Net Present Value (NPV) ... 41
4.4.4.2 Gross Benefit Cost (Gross B/C) ... 42
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 43
(11)
xi
5.2 Sarana dan Prasarana ... 43
5.3 Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk ... 45
5.4 Karakteristik Responden... 47
5.5 Profil KRPL “KEMPLING” ... 50
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56
6.1 Persepsi Responden terhadap KRPL KEMPLING ... 56
6.1.1 Penilaian Rumah Tangga terhadap Kondisi Pekarangan ... 56
6.1.2 Penilaian Rumah Tangga terhadap Manfaat KRPL KEMPLING ... 58
6.1.3 Penilaian Rumah Tangga terhadap Kendala KRPL KEMPLING ... 60
6.2 Manfaat Fisik dari adanya KRPL KEMPLING dalam Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga. ... 61
6.2.1 Manfaat Fisik dari Adanya KRPL KEMPLING dalam Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga Strata 1 ... 62
6.2.2 Manfaat Fisik dari Adanya KRPL KEMPLING dalam Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga Strata 2 ... 64
6.2.3 Manfaat Fisik dari Adanya KRPL KEMPLING dalam Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga Strata 3 ... 67
6.3 Biaya dan Manfaat KRPL KEMPLING ... 70
6.3.1 Biaya dan Manfaat KRPL KEMPLING Strata 1... 72
6.3.2 Biaya dan Manfaat KRPL KEMPLING Strata 2... 76
6.3.3 Biaya dan Manfaat KRPL KEMPLING Strata 3... 80
6.3.5 Pendapatan KRPL KEMPLING per Luasan Lahan ... 84
6.3.4 Kontribusi KRPL KEMPLING terhadap Pendapatan Keluarga ... 86
6.4 Keberlanjutan KRPL KEMPLING ... 89
VII. SIMPULAN DAN SARAN... 96
DAFTAR PUSTAKA ... 98
LAMPIRAN ... 101
(12)
xii DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Jumlah Penduduk di Indonesia Tahun 1971, 1980, 1990,
1995, 2000 dan 2010 ... 1
2. Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per Kapita Sehari Menurut Kelompok makanan Tahun 2007-2010 ... 2
3. Basis Komoditas dan Contoh Model Budidaya Rumah Pangan Lestari (RPL) Menurut Kelompok Lahan Pekarangan Perkotaan .. 20
4. Basis Komoditas dan Contoh Model Budidaya Rumah Pangan Lestari (RPL) Menurut Kelompok Lahan Pekarangan Pedesaan ... 22
5. Responden Penelitian ... 35
6. Matriks Metode Analisis Data... 36
7. Jumlah Penggunaan Sumber Air Bersih di Desa Banjarsari ... 44
8. Jumlah Mata Pencaharian Menurut Sektor Tahun 2011 di Desa Banjarsari ... 45
9. Kesejahteraan Keluarga di Desa Banjarsari ... 46
10. Rentang Umur Responden ... 47
11. Tingkat Pendidikan Formal Responden ... 48
12. Rata-Rata Tanggungan Keluarga ... 49
13. Luas Pekarangan Strata 1 ... 49
14. Luas Pekarangan Strata 2 ... 50
15. Luas Pekarangan Strata 3 ... 50
16. Pemanfaatan Pekarangan Sebelum adanya KRPL KEMPLING .... 57
17. Tanaman di Pekarangan Sebelum adanya KRPL KEMPLING .... 57
18. Kesadaran Rumah Tangga terhadap Manfaat KRPL KEMPLING 58
19. Manfaat yang dirasakan oleh Rumah Tangga dengan adanya KRPL KEMPLING ... 59
20. Manfaat Tangible dan Intangible KRPL KEMPLING ... 59
21. Kendala dalam Pelaksanaan KRPL KEMPLING ... 60
22. Umur Tanaman KRPL KEMPLING ... 62
23. Rata-Rata Produksi Sayuran Selama Dua Minggu ... 63
24. Penggunaan Sayuran Selama Dua Minggu ... 63
(13)
xiii
26. Rata-Rata Produksi Telur Ayam Buras Selama Satu Bulan ... 65
27. Penggunaan Sayuran Selama Dua Minggu ... 65
28. Penggunaan Telur Ayam Buras Selama Satu Bulan ... 66
29. Rata-Rata Produksi Sayuran Selama Dua Minggu ... 67
30. Rata-Rata Produksi Telur Ayam Buras Selama Satu Bulan ... 68
31. Rata-Rata Produksi Ikan Sekali Panen ... 68
32. Penggunaan Sayuran Selama Dua Minggu ... 69
33. Penggunaan Telur Ayam Buras Selama Satu Bulan ... 70
34. Penggunaan Hasil Ikan Sekali Panen ... 70
35. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Rumah Tangga Strata 1 dalam Satu Tahun ... 75
36. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Rumah Tangga Strata 2 dalam Satu Tahun ... 79
37. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Rumah Tangga Strata 3 dalam Satu Tahun ... 83
38. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Luasan Lahan ... 85
39. Distribusi Pekerjaan Luar Usaha KRPL dari Keluarga Strata 1 ... 86
40. Distribusi Pekerjaan Luar Usaha KRPL dari Keluarga Strata 2 ... 87
41. Distribusi Pekerjaan Luar Usaha KRPL dari Keluarga Strata 3 ... 87
42. Rata-Rata Kontribusi KRPL KEMPLING terhadap Pendapatan Rumah Tangga Setiap Strata per Tahun... 88
43. Penghematan Pengeluaran Rumah Tangga KRPL KEMPLING .... 91
44. Gambaran Pendapatan KBD di Desa Banjarsari dengan adanya Bantuan ... 93
45. Gambaran Pendapatan KBD di Desa Banjarsari Tanpa Bantuan ... 94
(14)
xiv DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Konsep Pembangunan Keberlanjutan ditinjau dari
Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan ... 27 2. Diagram Alur Pemikiran ... 33
(15)
xv DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Rumah Tangga
Strata 1 dalam Satu Tahun ... 102
2. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Rumah Tangga Strata 2 dalam Satu Tahun ... 103
3. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Rumah Tangga Strata 3 dalam Satu Tahun ... 105
4. Biaya Penyusutan per Tahun ... 107
5. Curahan Waktu dan Curahan Kerja Selama Satu Tahun ... 108
6. Cashflow KBD di Desa Banjarsari dengan adanya Bantuan ... 111
7. Cahflow KBD di Desa Banjarsari Tanpa adanya Bantuan ... 113
(16)
(17)
1 I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu unggas, ikan, dan ternak kecil. Berbagai jenis rempah dan obat-obatan dapat tum-buh di Negara Indonesia. Indonesia saat ini tidak terlepas dari persoalan krisis pangan. Permintaan pangan yang semakin meningkat tidak diimbangi dengan penyediaan pangan. Ketidakseimbangan antara permintaan dengan penyediaan pangan mengakibatkan pangan Indonesia dari impor meningkat. Salah satu faktor dari permasalahan krisis pangan di Indonesia yaitu pertambahan penduduk. Peningkatan jumlah penduduk yang pesat dari tahun ke tahun membuat pemenuhan kebutuhan pangan menjadi hal prioritas bagi setiap orang. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 237,64 juta jiwa. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Penduduk di Indonesia Tahun1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010 (juta jiwa)
No Tahun Jumlah Penduduk
1 1971 119,20
2 1980 147,49
3 1990 179,37
4 1995 194,75
5 2000 206,26
6 2010 237,64
Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)
Masyarakat Indonesia saat ini sudah meningkatkan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, buah-buahan, dan sayuran dibandingkan dengan
konsumsi karbohidrat khususnya beras. Meskipun demikian, konsumsi kalori didominasi oleh konsumsi energi kelompok padi-padian dengan proporsi sebesar
(18)
2 50% (Badan Ketahanan Pangan, 2012) 1 . Tingkat konsumsi kalori pada masyarakat Indonesia sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan Tahun 2007-2011
No Komoditi 2007 2008 2009 2010 2011
1 Padi-padian 953,16 968,48 939,99 927,05 919,10 2 Umbi-umbian 52,49 52,75 39,97 37,05 43,49
3 Ikan 46,71 47,64 43,52 45,34 47,83
4 Daging 41,89 38,60 35,72 41,14 44,71
5 Telur dan susu 56,96 53,60 51,59 56,20 55,97 6 Sayur-sayuran 46,39 45,46 38,95 38,72 37,40 7
Kacang-kacangan 73,02 60,58 55,94 56,19 54,17
8 Buah-buahan 49,08 48,01 39,04 40,91 39,44 9 Minyak dan
lemak 246,34 239,30 228,35 233,39 232,03
10 Bahan minuman 113,94 109,87 101,73 100,29 97,69 11 Bumbu-bumbuan 17,96 17,11 15,61 16,00 16,14 12 Konsumsi
lainnya 70,93 66,92 58,75 59,18 59,70
13 Makanan jadi*) 246,04 289,85 278,46 273,84 304,35 14 Minuman
beralkohol - - - - -
15 Tembakau dan
sirih 0 0 0 0 0
Total 2.014,91 2.038,17 1.927,63 1.925,61 1.952,01
Sumber: Badan Pusat Statistik (2012) *) : termasuk minuman beralkohol
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan kontribusi sumber karbohidrat mengalami penurunan yang mengakibatkan perubahan pola konsumsi pangan masyarakat membaik. Hal ini diperkuat dengan tingkat konsumsi pangan rata-rata orang Indonesia yang dapat diukur dari konsumsi energi pada tahun 2011 mencapai 1.952,01 kkal/kap/hari mendekati anjuran WNPG (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi) IX tahun 2008 sebesar 2.200 kkal/kap/hari. Rata-rata
1
(19)
3 konsumsi protein sebesar 56,25 gram/kapita/hari (BPS, 2011) mendekati angka anjuran sebesar 57 gram/kapita/hari.
Ketahanan pangan tingkat nasional mulai membaik, namun secara langsung belum menjamin tercapainya ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Menurut UU Pangan tahun 1996, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga, tidak hanya dalam jumlah yang cukup, tetapi juga harus aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Sebagian besar rumah tangga belum mampu mewujudkan ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, terutama dalam hal mutu dan tingkat gizinya. Ketersediaan bahan pangan di Indonesia ternyata tidak sejalan dengan konsumsi pangan yang masih dibawah pemenuhan gizi yang dapat dilihat dari indikator skor Pola Pangan Harapan (PPH).
Kementerian Pertanian (2011) menyatakan bahwa hal ini diindikasikan oleh konsumsi beras per kapita per tahun pada tahun 2010 sebesar 100,76 kg yang mengalami penurunan sebesar 1,40 kg dari 102,22 kg pada tahun 2009, atau 99,33% dari target penurunan konsumsi beras per kapita per tahun sebesar 1,50%. Konsumsi umbi-umbian tahun 2010 sebesar 14,20 kg/kapita/tahun atau 55,74% dari target 25,40 kg/kapita/tahun, konsumsi pangan hewani tahun 2010 sebesar 15,60 kg/kapita/tahun atau 78,80% dari target 19,80 kg/kapita/tahun, dan konsumsi sayuran dan buah-buahan tahun 2010 mencapai 77,20 kg/kap/tahun atau 93,80% dari target 82,30 kg/kapita/tahun. Pencapaian skor PPH pada tahun 2010 sebesar 77,50 atau 89,69% dari target skor PPH sebesar 86,40 (Kementerian Pertanian, 2011). Skor PPH tahun 2010 masih dibawah skor ideal 100 yang diharapkan dapat tercapai pada tahun 2015. Salah satu upaya dalam pemantapan
(20)
4 ketahanan pangan ditingkat rumah tangga dapat dilakukan melalui diversifikasi pangan.
Salah satu kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden selama tahun 2009–2014 yaitu Empat Sukses Pertanian (Badan Ketahanan Pangan, 2012)2. Empat Sukses Pertanian merupakan salah satu Peningkatan Diversifikasi Pangan (Penganekaragaman Pangan) dengan tujuan untuk meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik daerah. Diversifikasi pangan merupakan konsep yang banyak bergantung pada semangat mengurangi dampak resiko usahatani, mengurangi ketergantungan pada satu komoditas (Suradisastra, dkk, 2006). Kebijakan diversifikasi pangan diawali dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 tahun 1974 tentang Upaya Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR) dan sampai yang terakhir melalui Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya diversifikasi pangan, namun pada kenyataannya tingkat konsumsi masyarakat masih bertumpu pada pangan utama beras serta tingkat konsumsi yang masih dibawah anjuran pemenuhan gizi. Langkah yang dilakukan oleh pemerintah yaitu melalui upaya pemanfaatan lahan pekarangan dengan penggunaan sumberdaya lokal yang dikelola oleh rumah tangga.
Sistem pekarangan merupakan salah satu sistem pertanian yang telah lama dikenal oleh masyarakat desa. Peranan pekarangan sampai sekarang masih belum banyak diperhatikan orang. Apabila lahan pekarangan dikelola secara optimal
2
(21)
5 maka mampu memberikan kontribusi dalam mencukupi pangan dan gizi keluarga serta hasil dari pekarangan dapat menambah pendapatan.
Komitmen pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan kemandirian pangan, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, dan konservasi tanaman untuk masa depan dengan budaya menanam di pekarangan (Kementerian Pertanian, 2011). Program pemerintah yang bersentuhan dengan pemanfaatan lahan pekarangan misalnya: Program Tanaman Obat Keluarga (TOGA) dan Program Pengembangan Diversifikasi Pangan dan Gizi (DPG). Kementerian Pertanian (2011) menyatakan bahwa agar mampu menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan, maka perlu dilakukan pembaruan rancangan pemanfaatan pekarangan dengan memperhatikan berbagai program yang telah berjalan seperti Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) dan Gerakan Perempuan Optimalisasi Pekarangan (GPOP). Pemerintah melakukan perpaduan program tersebut agar manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat, maka tercipta Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).
Program KRPL merupakan program dari Kementerian Pertanian yang dilaksanakan pada tahun 2010. Program KRPL bertujuan mengoptimalkan lahan untuk meningkatkan produksi tanaman pangan. Kabupaten yang pertama dipilih oleh Kementerian Pertanian dalam pelaksanaan KRPL adalah Kabupaten Pacitan.
Latar belakang KRPL di Kabupaten Pacitan yaitu hasil tindak lanjut dari kunjungan Presiden RI ke Rumah Hijau yang merupakan inisiatif Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur (Saptana, dkk, 2011). Kabupaten Pacitan merupakan
(22)
6 kabupaten yang memiliki tingkat ketahanan pangan yang baik3. Kabupaten Pacitan melakukan optimalisasi lahan dalam upaya peningkatan produksi tanaman pangan dengan penggunaan teknik tanam terpadu bibit unggul untuk mengatasi topografi daerah yang 80% terdiri dari pegunungan dan bukit. Masyarakat Pacitan mendapatkan bantuan langsung pada tahun 2011 dari pemerintah untuk mendorong peningkatan produksi. Seiring dengan bantuan langsung, maka pemerintah membentuk KRPL dalam rangka memperkuat ketahanan pangan tingkat desa yang bertujuan memacu kemandirian desa dengan memanfaatkan lahan desa hingga pekarangan rumah.
Awal pengembangan KRPL dilakukan di Desa Kayen, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Desa Kayen menjadi desa percontohan KRPL yang dipilih oleh Kementerian Pertanian. Salah satu desa yang menerapkan KRPL secara swadaya adalah Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Desa Banjarsari mengadopsi program KRPL dari Desa Kayen. Kajian ini ditujukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh yang diberikan KRPL dalam mendukung kesejahteraan masyarakat.
1.2 Perumusan Masalah
Luas lahan pekarangan secara nasional sekitar 10,3 juta ha atau 14% dari keseluruhan luas lahan pertanian dan merupakan sumber potensial penyedia bahan pangan yang bernilai gizi dan memiliki nilai ekonomi tinggi (Kementerian Pertanian, 2011). Pengembangan pertanian yang sudah dilaksanakan saat ini masih terbatas pada penanganan lahan sawah, sedangkan untuk pekarangan belum banyak mendapatkan perhatian. Pertumbuhan penduduk yang semakin
3
(23)
7 pesat menuntut usaha pemenuhan penyediaan makanan dan perluasan daerah pemukiman. Tingginya konversi lahan membuat masyarakat melakukan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi di lahan yang sempit yaitu dengan pemanfaatan pekarangan. Pemanfaatan lahan pekarangan menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan konsumsi aneka ragam sumber pangan lokal yang diharapkan dapat menurunkan konsumsi beras, terpenuhinya gizi yang seimbang, dan dapat meningkatkan pendapatan.
Program KRPL merupakan salah satu alternatif dengan menggunakan pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, gizi keluarga, dan peningkatan pendapatan yang pada hasil akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan melalui pemberdayaan masyarakat. Program KRPL dapat memacu masyarakat untuk mewujudkan kemandirian desa dalam mengoptimalkan berbagai tanaman pangan.
Desa yang menerapkan KRPL secara swadaya adalah Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Pengembangan KRPL di Desa Banjarsari telah berjalan satu tahun hanya selang satu sampai dua bulan dari Desa Kayen. Pengembangan KRPL memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat Desa Banjarsari.
Sebelum Desa Banjarsari menerapkan KRPL, kehidupan masyarakat di desa tersebut sebagian besar belum melakukan optimalisasi pekarangan dan pengembangan pertanian. Masyarakat belum melakukan intensifikasi pekarangan yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat sebesar-sebesarnya. Masyarakat hanya menanam tanaman turun-menurun atau sudah ada saat tinggal di Desa Banjarsari seperti pohon mangga, pohon pisang, pohon jeruk, dan lain-lain.
(24)
8 Tanaman sayuran sangat jarang diusahakan padahal ini sangat penting untuk digalakkan dalam kebutuhan pangan dan pemenuhan gizi. Pengetahuan masyarakat terhadap manfaat pekarangan juga masih kurang khususnya mutu dan gizi pangan. Sebagian masyarakat tidak mengetahui arti dan peranan empat sehat lima sempurna.
Seiring dengan perkembangan KRPL, kehidupan masyarakat di sekitar desa mengalami perubahan baik dari aspek sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Pengembangan program KRPL menumbuhkan dan meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat. Pengembangan KRPL berperan penting dalam peningkatan nilai tambah dari hasil produksi pekarangan. Pengembangan KRPL juga mempengaruhi pengeluaran rumah tangga.
Pengembangan KRPL merupakan pembelajaran bagi masyarakat untuk bersama-sama mengelola sesuatu aset yang mereka miliki meskipun sempit. Lahan yang sempit memiliki potensi yang sangat penting bagi pemiliknya. Lahan pekarangan dalam KRPL ditanam bahan pangan seperti umbi-umbian, sayuran, buah serta bahan pangan hewani yang berasal dari ikan, unggas, dan ternak kecil serta kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kompos. Masyarakat desa dapat memenuhi kebutuhan dan gizi keluarga dari hasil pekarangan. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1) Bagaimana persepsi masyarakat mengenai KRPL di Desa Banjarsari?
2) Bagaimana manfaat fisik dari adanya KRPL dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga di Desa Banjarsari?
(25)
9 3) Bagaimana biaya dan manfaat bagi rumah tangga dalam pengembangan
KRPL di Desa Banjarsari?
4) Bagaimana keberlanjutan KRPL di Desa Banjarsari? 1.3 Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi KRPL di Desa Banjarsari dilihat dari dampak yang ditimbulkannya. Secara lebih rinci maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi persepsi masyarakat mengenai KRPL di Desa Banjarsari. 2) Mengidentifikasi manfaat fisik dari adanya KRPL dalam mendukung
pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga di Desa Banjarsari.
3) Mengestimasi biaya dan manfaat dari adanya pengembangan KRPL di masyarakat Desa Banjarsari.
4) Mengevaluasi keberlanjutan KRPL di Desa Banjarsari. 1.4 Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat:
1) Bagi Pemerintah Kabupaten Pacitan dan Instansi yang terkait memahami implementasi KRPL untuk kemudian menjadi bahan evaluasi pengembangan KRPL berikutnya.
2) Bagi masyarakat terutama yang terlibat langsung dalam pelaksanaan penelitian untuk mengaktualisasikan dan menyampaikan pandangannya mengenai KRPL.
(26)
10 3) Bagi peneliti dan akademisi diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai
rujukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membatasi pembahasannya pada kasus yang terjadi di Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur yang merupakan kabupaten pertama yang melaksanakan KRPL. Pengembangan KRPL merupakan pengembangan pekarangan sehingga hasil dari KRPL tersebut beraneka ragam. Penelitian ini hanya fokus dalam gerakan polibagisasi untuk sayuran yang merupakan misi dari KRPL di Desa Banjarsari. Jenis tanaman sayuran dari pekarangan adalah cabe rawit, tomat, terong, kangkung, bayam, dan sawi. Hasil peternakan masyarakat adalah ayam buras petelur. Hasil perikanan masyarakat adalah Ikan Lele dan Ikan Nila.
Periode produksi dan konsumsi yang diteliti merupakan periode terakhir KRPL yaitu untuk sayuran dua minggu, ayam buras periodenya satu bulan, dan ikan periodenya sekali panen. Pendapatan keluarga di Desa Banjarsari dari Luar KRPL mencakup petani, Pegawai Negeri Sipil (PNS), pensiunan, wiraswasta, buruh, swasta.
(27)
11 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ketahanan Pangan
Menurut FAO (1997) menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dan dimana rumah tangga tidak beresiko untuk mengalami kehilangan kedua akses tersebut.Pencapaian ketahanan pangan di Indonesia terkait dengan salah satu tujuan UUD 1945 dalam alinea keempat yaitu mencapai kesejahteraan umum. Hal tersebut berarti konsep ketahanan pangan mencakup ketersediaan pangan yang memadai, stabilitas, dan akses terhadap pangan-pangan utama. Ketersediaan pangan yang memadai mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Stabilitas merujuk pada kemungkinan rumah tangga mampu mencukupi ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggotanya dalam sehari. Akses terhadap pangan mengacu pada kenyataan bahwa masih banyak masyarakat yang mengalami kelaparan karena ketidakadaan sumberdaya untuk memproduksi pangan atau ketidakmampuan untuk membeli pangan sesuai kebutuhan rumah tangga.
Konsep ketahanan pangan mulai mengalami pekembangan dari 1970-an hingga dipertegas lagi mengenai pengertian ketahanan pangan pada World Food Summit yang dilaksanakan tahun 1996 menyatakan bahwa ketahanan pangan tercapai bila semua orang secara terus-menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/cukup, bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat (DKP, 2009).
(28)
12 Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; (4) terjangkau (Departemen Pertanian, 2001). Konsep ketahanan pangan semakin dipertegas dengan kebijakan pembangunan global yaitu Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan utama pembangunan MDGs yaitu mengurangi proporsi penduduk yang hidup kemiskinan dan kelaparan sampai setengahnya pada tahun 2015.
Indonesia menjadi salah satu negara yang berkomitmen untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional. Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai target MDGs. Upaya yang dilakukan oleh Indonesia antara lain adalah dengan melaksanakan pembangunan ketahanan pangan sebagai salah satu program utama pembangunan nasional.
2.2 Pekarangan
Menurut Sastrapradja et.al (1979) pekarangan adalah sebidang tanah di sekitar rumah yang mudah di usahakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga. Pekarangan sering juga disebut sebagai lumbung hidup, warung hidup atau apotik hidup. Lahan pekarangan bisa ditanam dengan beraneka jenis tanaman untuk menghasilkan yang dibutuhkan sehari-hari seperti tanaman buah-buahan, sayur-sayuran, bunga-bungaan, tanaman obat-obatan, bumbu-bumbuan, rempah-rempah dan lain-lain. Karakteristik lahan pekarangan dengan ditandai beberapa indikator penting (Rukmana, 2008), antara lain sebagai berikut:
(29)
13 2) Berisi aneka tanaman.
3) Letaknya dekat dengan rumah.
4) Hasilnya yang diperoleh digunakan untuk keperluan sehari-hari. 5) Pada umumnya tidak memerlukan modal besar.
Fungsi pekarangan dapat digolongkan menjadi dua bagian yakni fungsi ekonomis dan non-ekonomis. Pekarangan berfungsi ekonomis yaitu hasil pembudidayaan pekarangan dapat dimanfaatkan langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup; sedangkan pekarangan berfungsi non-ekonomis yaitu hasil pembudidayaan pekarangan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara tidak langsung (jasa lingkungan). Secara garis besar, pemanfaatan lahan pekarangan menurut lokasinya dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: 1) Di daerah pedalaman, pekarangan pada umumnya dimanfaatkan sebagai
sumber pangan dan gizi, obat-obatan, dan rempah-rempah serta untuk pelestarian lingkungan (Sastrapradja, dkk, 1979).
2) Di daerah pedesaan yang dekat dengan pusat konsumsi, pekarangan dimanfaatkan sebagai penghasil buah-buahan, sumber penghasilan, dan pelestarian lingkungan (Afrinis, 2009).
3) Di daerah perkotaan, pekarangan dimanfaatkan sebagai sumber pangan untuk perbaikan gizi, memberikan kenyamanan dan keindahan, serta melestarikan lingkungan (Rukmana 2005).
Apabila pemanfaatan pekarangan diolah dengan baik, maka dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pekarangan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat di pedesaan yang banyak bergantung dari sektor pertanian.
(30)
14 2.3 Pemanfaatan Pekarangan
Pemanfaatan pekarangan mempunyai peranan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi. Potensi pekarangan mempunyai peluang untuk dikembangkan sehingga secara optimal dapat menopang kehidupan masyarakat. Pada pengembangan potensi pekarangan perlu adanya program yang terencana. Program yang terencana dalam pemanfaatan pekarangan bertujuan untuk memberikan manfaat bagi pengelolayang melaksanakan kegiatan. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian Pari (2004) menyatakan pekarangan sebagai salah satu praktek wanatani (agroforestri) sederhana, sangat dekat dengan kegiatan masyarakat sehari-hari dan dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengadakan TOGA atau dikenal dengan apotek hidup melalui lembaga PKK di setiap desa. Program TOGA membudidayakan tumbuhan obat untuk mendukung kesehatan keluarga.
Pada pelaksanaan program harus ada kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada penelitian Rihastuti (1993) menyatakan bahwa dalam rangka usaha peningkatan gizi dan pendapatan keluarga perlu adanya keseimbangan antara petani/masyarakat dan petugas yang terkait dalam pembinaan dan pelaksanaan menuju Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Program UPGK merupakan usaha memberikan pendidikan kepada masyarakat dengan sasaran utama yaitu para ibu dan anak. Salah satu kegiatan pendidikan gizi yang dilakukan pada program UPGK yaitu mengembangkan intesifikasi pemanfaatan lahan pekarangan (Marwanti, 1986).
Kementerian Pertanian RI saat menggalakkan Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) menjadi dasar munculnya kembali
(31)
15 pemanfaatan pekarangan pada tahun 2010. Gerakan tersebut merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan P2KP berbasis sumberdaya lokal (Kementerian Pertanian, 2012). Kementerian Pertanian (2012) pada Pedoman Umum Pelaksanaan P2KP menyatakan bahwa implementasi kebijakan P2KP pada tahun 2012 sebagai bentuk keberlanjutan dari kegiatan P2KP tahun 2010 diwujudkan melalui kegiatan: (1) Pemberdayaan kelompok wanita melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan bantuan alat penepung; (2) Pengembangan pangan lokal melalui kegiatan pra-pangkin dan kerja sama dengan Perguruan Tinggi dalam pengembangan teknologi pangan lokal; (3) Sosialisasi dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan; (4) Pengembangan Kawasan Diversifikasi Pangan (PKDP) yang merupakan pengembangan dari kegiatan P2KP pada tingkat kawasan.
Kementerian Pertanian (2011) menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Hortikultura melaksanakan Gerakan Perempuan untuk Optimalisasi Pekarangan (GPOP) untuk mendukung P2KP. Tujuan gerakan tersebut lebih fokus untuk memberdayakan perempuan perkotaan melalui optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan. Komoditas utama yang dioptimalkan dalam GPOP adalah cabai keriting, cabai rawit, sayuran, tanaman obat dan tanaman hias.
Kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan atau lahan sempit (utamanya daerah perkotaan) di Jawa Timur dilakukan dengan aneka tanaman hortikultura yakni sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan biofarmaka. Pemerintah Provinsi Jawa Timur mencanangkan Rumah Hijau pada tahun 2010 sebagai salah satu solusi klimatologi yang berimbas pada menurunnya beberapa produksi pangan (Anonim, 2011).
(32)
16 Rumah Hijau yang pertama kali dilaksanakan di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Rumah Hijau kemudian dikembangkan dan disempurnakan oleh Badan Litbang Pertanian dengan membangun Model KRPL di Kabupaten Pacitan. Pengembangan konsep KRPL (Rumah Hijau Plus-Plus) sejalan dengan Strategi Pengembangan Jawa Timur untuk mewujudkan visi dan menjalankan misi pembangunan daerah Jawa Timur tahun 2009-2014 dilakukan melalui empat strategi pokok yaitu (Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur, 2012):
1) Pembangunan berkelanjutan berpusat pada rakyat (people centered development) yang mengedepankan partisipasi masyarakat dalam merencanakan dan mengawasi program pembangunan yang menyangkut hajat hidup mereka sendiri.
2) Keberpihakan pada masyarakat miskin (pro-poor). 3) Pengarusutamaan gender.
4) Keseimbangan pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, terutama melalui pengembangan agroindustri/agribisnis.
2.4 Kawasan Rumah Pangan Lestari
Pengembangan KRPL merupakan pemanfaatan pekarangan dalam mewujudkan kemandirian pangan pada suatu kawasan. Pelaksanaan KRPL dilakukan pada satu dusun (kampung) atau Rukun Tetangga (RT) yang telah menerapkan prinsip RPL dengan menambahkan intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dan lainnya), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil (Kementerian Pertanian, 2011).
(33)
17 2.4.1 Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari
Model KRPL merupakan upaya untuk menuju kecukupan dan kemandirian pangan rumah tangga. Pengembangan KRPL juga memiliki tujuan untuk menekan biaya pengeluaran rumah tangga dengan cara memenuhi kebutuhannya sehari-hari dengan memanfaatkan sumberdaya yang mereka miliki, serta agar mampu menghindar dari dampak anomali iklim ekstrim. Model KRPL akan menjadi tumpuan untuk mengantisipasi perubahan alih fungsi lahan pertanian dengan keadaan dalam pemanfaatan pekarangan.
Pengembangan KRPL merupakan gerakan dari dan untuk masyarakat pedesaan mulai tingkat dusun sampai dengan tingkat Rumah Tangga (RT) yang bekerjasama dengan ibu-ibu Tim Penggerak PKK mulai tingkat provinsi sampai dengan Dasa Wisma dan instansi pemerintah hanya berfungsi sebagai motivator, fasilator, dan stabilator terhadap gerakan ini (Badan Ketahanan Pangan, 2012). Rumah Pangan Lestari merupakan rumah yang memanfaatkan pekarangan secara intensif melalui pengelolaan sumberdaya alam lokal secara bijaksana, yang menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas, nilai dan keanekaragamannya.
2.4.2 Tujuan Kawasan Rumah Pangan Lestari
Kementerian Pertanian (2011) menyatakan bahwa tujuan pengembangan KRPL yang tercantum dalam Pedoman Umum KRPL adalah:
1) Meningkatkan keterampilan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di perkotaan maupun pedesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan TOGA, pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos.
(34)
18 2) Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat secara lestari
dalam suatu kawasan.
3) Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri.
Badan Ketahanan Pangan, Jawa Timur (2012) menyatakan bahwa tujuan utama pengembangan KRPL adalah:
1) Meningkatkan ketersediaan dan cadangan pangan keluarga. 2) Meningkatkan penganekaragaman pangan.
3) Meningkatkan kualitas gizi keluarga. 4) Meningkatkan pendapatan keluarga.
5) Menumbuh kembangkan ekonomi kreatif di setiap desa. 2.4.3 Prinsip Kawasan Rumah Pangan Lestari
Prinsip utama KRPL adalah pengelolaan pekarangan untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, konservasi tanaman pangan, dan menjaga kelestariannya melalui Kebun Bibit Desa (KBD), menuju peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Kementerian Pertanian, 2011).
2.4.4 Sasaran Kawasan Rumah Pangan Lestari
Sasaran yang dituju pada KRPL adalah berkembangnya kemampuan keluarga maupun masyarakat secara ekonomi, sosial yang bermartabat dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari menuju keluarga maupun masyarakat yang mandiri, dan sejahtera (Kementerian Pertanian, 2011). Badan Ketahanan Pangan, Jawa Timur (2012) menyatakan bahwa sasaran KRPL adalah:
(35)
19 1) Pemberdayaan ibu rumah tangga yang tergabung dalam PKK Desa dan Dasa
Wisma sebagai pelaku dan pengelola pekarangan.
2) Menumbuh kembangkan KBD dan sarana penunjang lainnya.
3) Meningkatkan peran Koperasi Wanita yang ada di setiap desa sebagai sumber permodalan penyedia agroinput dan pemesan hasil produksi baik segar maupun olahan.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jawa Timur (2011) menyatakan bahwa sasaran rumah tangga dalam pengembangan KRPL dikelompokkan menjadi tiga strata berdasarkan luas lahan pekarangan yang dikuasai, adalah: (1) Strata 1 yaitu rumah tangga yang memiliki luas pekarangan <100 m2atau tanpa pekarangan (hanya teras rumah); (2) Strata 2 yaitu rumah tangga yang memiliki luas pekarangan 100-300 m2 (kategori sedang); (3) Strata 3 yaitu rumah tangga yang memiliki luas pekarangan <300 m2 (kategori luas).
Kementerian Pertanian (2012) menyatakan bahwa sasaran rumah tangga dalam pengembangan KRPL dikelompokkan menjadi dua menurut kelompok pekarangan yaitu: (1) Kelompok pekarangan lahan perkotaan; (2) Kelompok pekarangan lahan pedesaan. Basis Komoditas dan Contoh Model Budidaya KRPL dapat dilihat dalam Tabel 3 dan Tabel 4.
(36)
20 Tabel 3. Basis Komoditas dan Contoh Model Budidaya Rumah Pangan
Lestari (RPL) Menurut Kelompok Pekarangan Lahan Perkotaan
No Kelompok
Lahan
Model
Budidaya Basis Komoditas
1 Rumah Tipe 21 (luas tanah sekitar 36 m2), tanpa halaman Vertikultur (model gantung, tempel, tegak, rak)
•Sayuran : Sawi, Kucai, Pakcoi, Kangkung, Bayam, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada Bokor, Bawang daun.
•Toga: Kencur, Antanan, Gempur Batu, Daun Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih.
•Pot/ polibag •Benih/bibit
•Sayuran: Cabai, Terong, Tomat, Buncis tegak.
•Toga: Jahe, Kencur, Kunyit, TemuLawak, Kumis kucing.
2 Rumah Tipe 36 (luas tanah sekitar 72 m2), halaman sempit Vertikultur (model gantung, tempel, tegak, rak)
•Sayuran : Sawi, Kucai, Pakcoi, Kangkung, Bayam, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada Bokor, Bawang daun.
•Toga: Kencur, Antanan, Gempur Batu, Daun Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih.
•Pot/ polibag •Benih/bibit
•Sayuran: Cabai, Terong, Tomat, Kecipir, Kacang panjang, Mentimun, Kenikir, Bayam, Kangkung.
•Toga : Jahe, Kencur, Kunyit, SirihHijau/Merah, Pegagan, Lidah Buaya. •Buah: jeruk, mangga, jambu, Belimbing. 3 Rumah Tipe 45
(luas tanah sekitar 90 m2), halaman sedang Vertikultur (model gantung, tempel, tegak, rak)
•Sayuran : Sawi, Kucai, Pakcoi, Caisim,Bayam, Kangkung, Kemangi, Seledri,Selada Bokor.
•Toga: Kencur, Antanan, Gempur Batu,Daun Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih.
•Pot/ polibag / tanam
langsung •Benih/bibit
•Sayuran: Cabai, Terong, Tomat, Kecipir, Kacang panjang, Mentimun, Kenikir, Bayam, Kangkung, Katuk, Kelor, Labu Kuning.
• Toga: Jahe, Kencur, Kunyit, Kumis Kucing, Sirih Hijau/Merah, Pegagan, Lidah Buaya, Sambiloto, Temulawak, Gempur batu. • Tanaman buah : Pepaya, Jambu biji, Srikaya, Sirsak, Belimbing, Jeruk Nipis/Limau.
• Tanaman pangan: Talas, Ubijalar, Ubikelapa, Garut, Ganyong, atau tanaman pangan lokal lainnya.
(37)
21
No Kelompok
Lahan
Model
Budidaya Basis Komoditas
4 Rumah Tipe 54 (luas tanah sekitar 120 m2), halaman luas Vertikultur (model gantung, tempel, tegak, rak)
•Sayuran: Sawi, Kucai, Pakcoi, Bayam, Kangkung, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada Bokor.
• Toga: Kencur, Antana Gempur Batu, Daun Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih.
•Pot/ polibag/ tanam
langsung •Benih/ bibit
•Sayuran: Cabai, Terong, Tomat, Kecipir, Kacang panjang, Mentimun, Kenikir, Buncis Tegak dan Buncis Rambat Katuk, Kelor, Labu Kuning.
• Toga : Jahe, Kencur, Kunyit, Temulawak, Sirih Hijau/Merah, Pegagan, Lidah Buaya, Sambiloto, Kumis Kucing.
• Buah : Pepaya, Jambu biji, Srikaya, Sirsak, Belimbing, Jeruk Nipis/Limau, Mangga, Pisang.
• Tanaman pangan: Talas, Ubijalar, Ubikayu, Ubikelapa, Garut, Ganyong, Jagung, atau tanaman pangan lokal lainnya.
Kolam mini Pemeliharaan ikan : Lele/Nila/Gurame Ternak unggas
dalam kandang
Ayam buras
5 Lahan terbuka hijau •Tanaman buah •Intensifikasi pagar •Pelestarian tanaman pangan
•Buah: Mangga, Rambutan, Pohon Salam, Belimbing sayur, Tanaman khas daerah/ tanaman langka.
• Katuk, Kelor, Labu Kuning, Daun Mangkokan, Beluntas, Daun Pandan, Sereh.
•Tanaman pangan: aneka umbi, aneka talas, aneka jenis jagung dan serealia.
6 Kebun bibit Pot, rak, bedengan
• Sayuran
• Tanaman pangan Sumber: Kementerian Pertanian (2012)
(38)
22 Tabel 4. Basis Komoditas dan Contoh Model Budidaya Rumah Pangan
Lestari (RPL) Menurut Kelompok Lahan Pekarangan Pedesaan
No Kelompok
Lahan
Model Budidaya
Basis Komoditas 1 Pekarangan
Sangat Sempit (tanpa halaman) Vertikultur (model gantung, tempel, tegak, rak)
• Sayuran : Sawi, Kucai, Pakcoi, Kangkung, Bayam, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada Bokor, Bawang daun.
• Toga: Kencur, Antanan, Gempur Batu, Daun Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih.
•Pot/ polibag •Benih/bibit
• Sayuran: Cabai, Terong, Tomat, Buncis tegak.
• Toga: Jahe, Kencur, Kunyit, TemuLawak, Kumis kucing, Sirih Hijau/Merah,
Pegagan, Lidah Buaya, Sambiloto. 2 Pekarangan
sempit (<120 m2)
Vertikultur (model gantung, tempel, tegak, rak)
•Sayuran : Sawi, Kucai, Pakcoi, Kangkung, Bayam, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada Bokor.
•Toga: Kencur, Antanan, Gempur Batu, Daun Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih. •Pot/Polibag •Benih/bibit •Pelestarian tanaman pangan
•Sayuran: Cabai, Kenikir, Terong, Tomat, Kecipir, Kacang panjang, Buncis Tegak, Buncis Rambat, Katuk, Kelor, Labu Kuning. •Toga: Jahe, Kencur, Kunyit, Temulawak, Kumis Kucing, Sirih Hijau/Merah, Pegagan, Lidah Buaya, Sambiloto. •Buah: Pepaya, Jeruk Nipis, Jambu. •Tanaman pangan: Talas, Ubijalar, Ubikayu, Ubikelapa, Garut, Ganyong, Jagung, atau tanaman pangan lokal lainnya.
Kandang Ternak ayam buras Kolam terpal Pemeliharaan ikan 3 Pekarangan
sedang (120-400 m2)
Pot/polibag/ tanam langsung
Sayuran : Cabai, Sawi, Kenikir, Terong, Tomat, Bayam, Kangkung, Kacang
panjang, Kecipir, Katuk, Kelor, Labu Kuning.
• Toga : Jahe, Kencur, Lengkuas, Kunyit, Temulawak, Sirih.
Kandang Ternak Kambing, Domba dan/atau ayam Buras.
Kolam Pemeliharaan ikan atau
lele:Lele/Nila/Gurame. Bedengan, Surjan, Multistrata Intensifikasi pekarangan: Sayuran/Buah/Umbi/ Kacang-kacangan Multistrata Intensifikasi pagar : Kaliandra, Dadap,
Gliriside, Rumput, Garut, Talas, Pisang, Nenas, Melinjo, Katuk, Kelor, Labu Kuning, Ganyong, Garut
(39)
23
No Kelompok
Lahan
Model
Budidaya Basis Komoditas
4 Pekarangan luas (>400 m2)
Bedengan, Pot/ polibag
Sayuran : Cabai, Sawi, Kenikir, Terong, Tomat, Bayam, Kangkung, Kacang panjang, Kecipir, Buncis Tegak & Rambat, Katuk, Kelor, Labu Kuning.
Toga : Jahe, Kencur, Lengkuas, Kunyit, Temulawak, Sirih, Lidah Buaya.
Kandang Ternak Kambing, Domba dan/atau ayam Buras.
Kolam Pemeliharaan ikan atau lele: Lele/Nila/Gurame. Bedengan, Surjan, Multistrata • Benih/Bibit Intensifikasi pekarangan: Sayuran/Buah/Umbi/ Kacang-kacangan Sayuran.
Sumber: Kementerian Pertanian (2012) 2.4.5 Kebun Bibit Desa
Setiap desa yang mengembangkan KRPL harus memiliki KBD. Kebun Bibit Desa merupakan salah satu cara untuk mendukung keberlanjutan KRPL. Kementerian Pertanian (2012) menyatakan bahwa KBD merupakan unti produksi benih dan bibit untuk memenuhi kebutuhan pekarangan, satu Rumah Pangan Lestari (RPL), maupun kawasan. Pengembangan KBD bertujuan agar kebutuhan bibit dan setiap anggota masyarakat yang ada di sekitar desa tersebut dapat dipenuhi dengan mudah di desa sendiri (Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur, 2012).
Pengembangan KBD dilakukan sebagai sarana pembibitan dan pembenihan tanaman pangan. Pelaksanaan KBD membantu dalam kelancaran produksi tanaman pekarangan terutama yang harus disemai terlebih dahulu seperti: tomat, cabai, terong, sawi, kangkung, bayam, mentimun, dan semangka. Ketersediaan benih atau bibit menjadi kunci keberhasilan program KRPL.
2.5 Biaya dan Pendapatan Usahatani
Usahatani merupakan cara individu atau kelompok sebagai pengelolaannya yang memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja,
(40)
24 modal, waktu, dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuan (Soekartawi, 1986). Apabila ingin melihat gambaran suatu usahatani, Hernanto dalam Widayati (1993) mengemukakan usahatani meliputi:
1) Terdapat lahan, tanah usahatani yang di atasnya tumbuh tanaman. Tanah yang dibuat kolam, tambak, sawah, tegalan, tanaman setahun atau semusim, dan tanaman tahunan.
2) Terdapat bangunan yang berupa rumah petani, gudang dan kandang, lantai jemur, dan lain-lain.
3) Terdapat alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, pompa air, dan lain-lain.
4) Terdapat pencurahan kerja untuk mengolah tanah, menanam, memelihara, dan lain-lain.
5) Terdapat kegiatan petani yang menentukan rencana usaha taninya, menguasai jalannya usahatani, dan menikmati hasil usahatani.
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Tujuan dari analisis pendapatan yaitu menggambarkan keadaan sekarang dari suatu usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan. Faktor–faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani (Suratiyah, 2006) adalah: (1) Faktor internal yaitu: umur petani, pendidikan, jumlah tenaga kerja keluarga, luas lahan, dan modal; (2) Faktor eksternal yaitu: input meliputi ketersediaan dan harga, output meliputi permintaan dan harga; (3) Faktor manajemen. Soekartawi (1986) menyatakan penerimaan usahatani merupakan nilai produk total dalam jangka waktu tertentu,
(41)
25 baik untuk dijual maupun dikonsumsi rumah tangga, untuk sosial, dan yang disimpan.
Pengeluaran atau biaya usahatani merupakan nilai penggunan produksi dan lain-lain yang dikenakan pada produk yang bersangkutan. Biaya produksi merupakan semua biaya yang dilakukan oleh orang atau kelompok atau perus-ahaan dalam menciptakan barang-barang yang diproduksinya. Keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan produsen dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu biaya tetap dan biaya variabel (Soekartawi, 2002). Biaya tetap merupakan biaya yang apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan ada-lah tetap, maka biaya produksi yang dikeluarkan untuk memperolehnya tidak berubah nilainya, namun apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan selalu berubah-ubah, maka biaya produksi yang dikeluarkan juga berubah-ubah nilainya disebut dengan biaya variabel.
Menurut Hernanto (1980), biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar secara tunai misalnya: pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya: biaya untuk benih, pupuk, obat-obatan, dan biaya tenaga luar keluarga. Biaya diperhitungkan adalah biaya penyusutan alat-alat dan tenaga kerja dalam keluarga.
Tingginya pendapatan tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, maka analisis pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Ukuran efisiensi dapat dihitung dengan perbandingan penerimaan dengan biaya (R/C) yang menunjukkan berapa penerimaan yang diterima untuk setiap biaya yang dikeluarkan selama proses produksi.
(42)
26 2.6 Pengelolaan Secara Keberlanjutan
Pembangunan keberlanjutan bermuara pada upaya untuk memenuhi kebu-tuhan manusia yang bermanfaat bagi sesama manusia maupun bagi diri sendiri pada waktu sekarang dan dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang tanpa mengurangi sumberdaya yang ada. Tujuan pembangunan keberlanjutan adalah menjaga kesejahteraan manusia baik dalam kehidupan sekarang sampai diwaktu yang akan datang.
Secara konseptual, pendekatan pembangunan keberlanjutan dapat dilihat dari tiga sudut pandang yaitu pendekatan ekonomi, sosial dan lingkungan (Mu-nasinghe dan Cruz dalam acuan Salikin, 2003). Pendekatan ekonomi keberlanju-tan berbasis pada maksimalisasi aliran pendapakeberlanju-tan sehingga mampu menghasilkan suatu keuntungan. Upaya yang dilakukan dapat berupa optimalisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya. Konsep sosial keberlanjutan berhubungan dengan manusia pelestarian stabilitas sosial dan sistem budaya. Konsep lingkungan keber-lanjutan berfokus dalam upaya menjaga stabilitas sistem biologis dan lingkungan.
Ketiga aspek ekonomi, sosial dan lingkungan memiliki peranan yang sama penting. Aspek ekonomi dan sosial memiliki keterkaitan sehingga pertumbuhan ekonomi dapat di distribusikan secara merata sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial ekonomi. Keterkaitan aspek ekonomi dan lingkungan memiliki tujuan agar aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi tidak membawa dampak negatif pada lingkungan dan menginternalisasikan aspek lingkungan kedalam tindakan dan keputusan ekonomi. Terakhir, keterkaitan aspek sosial dan lingkungan bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup secara merata dan partisipasi masyarakat dalam lingkungannya masing-masing.
(43)
27 2.7 Penelitian Terdahulu
Rahman (2002) melakukan penelitian mengenai Sistem Budidaya Tanaman dan Karekteristik Usahatani Pekarangan di DAS Cisokan Sub DAS Citarum Bagian Tengah Kabupaten Cianjur. Metode yang digunakan adalah metode survei. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan petani.
Hasil penelitian menunjukkan sistem budidaya tanaman yang teridentifikasi di tiga zona penelitian yaitu pekarangan, sawah, tegalan, kebun campuran, dan talun. Pekarangan dan sawah ditemukan disetiap zona. Kebun campuran ditemukan di zona tengah dan zona bawah. Talun ditemukan di zona atas dan zona tengah.
Produk dari pekarangan di zona atas dan zona tengah lebih berorientasi komersil. Produk dari pekarangan di zona bawah lebih berorientasi untuk
Kemiskinan, Konsultasi/Pember-dayaan Budaya
Ekonomi Efisiensi Pertumbuhan
Stabilitas Pemerataan antargenerasi
Tujuan jangka panjang/kesempatan kerja
Biodersivitas/Polusi SDA
Sosial
Sumber: Munasinghe dan Cruz dalam acuan Salikin, 2003)
Gambar 1. Konsep Pembangunan Keberlanjutan ditinjau dari Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan
Lingkungan Internalisasi nilai-nilai
(44)
28 konsumsi keluarga. Biaya usahatani pekarangan tertinggi terdapat di zona atas dan terendah terdapat di zona bawah. Biaya usahatani pekarangan lebih rendah dibandingkan tegalan, sawah, dan kebun campuran, tetapi lebih tinggi dibandingkan talun. Produktivitas pekarangan lebih tinggi dari talun, tetapi lebih rendah dari tegal dan sawah.
Nilai R/C rasio usahatani pekarangan di setiap zona yang menunjukan hasil yang menguntungkan. Usahatani pekarangan yang paling efisien terdapat di zona bawah. Pekarangan dengan input materi dari luar sistem tertinggi di zona terdapat di zona atas, sedangkan yang terendah terdapat di zona bawah.
Pendapatan usahatani pekarangan di zona bawah memiliki kontribusi terhadap pendapatan total petani lebih tinggi dibandingkan zona atas dan zona tengah. Keberadaan setiap sistem budidaya tanaman secara umum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan total petani. Pola sistem budidaya agroforesti seperti pekarangan, kebun campuran, dan talun mampu memadukan tindakan konservasi dan produksi. Keberadaan sistem budidaya agroforesti dalam penggunaan lahan di pedesaan perlu dijaga untuk menyangga keberlanjutan ekosistem pedesaan.
Azmi (2008) melakukan penelitian mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Mengikuti Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Serta Pengaruhnya terhadap Pendapatan dan Curahan Kerja (Studi Kasus Desa Babakan, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor). Penelitian bermaksud untuk: (1) mengidentifikasi berbagai permasalahan yang terjadi dalam implementasi PHBM di Desa Babakan; (2) mengevaluasi pengaruh program PHBM terhadap pendapatan dan curahan kerja khususnya bagi masyarakat yang
(45)
29 menjadi peserta program di Desa Babakan; (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani Desa Babakan untuk ikut serta dalam program PHBM; dan (4) mempelajari prospek pengembangan program PHBM di Desa Babakan.
Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah: (1) terdapat beberapa masalah dalam pelaksanaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Desa Babakan dengan fokus permasalahan yang utama yaitu LMDH tidak mampu menggerakkan anggotanya dalam melaksanakan kewajiban sebagai penggarap dan; manajemen danabagi hasil yang kurang transparan; (2) pendapatan dan curahan kerja petani peserta PHBM dan petani non PHBM tidak berbeda nyata, walau demikian manfaat program PHBM tetap dirasakan oleh para peserta karena menyumbangkan 21,31% dari total pendapatan rumah tangga dengan curahan kerja keluarga yang diberikan pada kegiatan tersebut mencapai 35,50%; (3) secara signifikan, status kepemilikan lahan usahatani pribadi dan kepemilikan profesi lain di bidang non usahatani memperkecil peluang petani mengikuti program PHBM, sedangkan keikutsertaan dalam penyuluhan Perum Perhutani memperbesar peluang petani mengikuti PHBM; (4) keberlanjutan program PHBM tetap mendapatkan dukungan dari Perum Perhutani maupun para petani mengingat manfaat yang dirasakan baik ditinjau dari aspek lingkungan, aspek ekonomi, maupun aspek sosial dalam jangka panjang.
Afrinis (2009) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Home Gardening dan Penyuluhan Gizi terhadap Pemanfaatan Pekarangan dan Konsumsi Pangan Balita. Metode analisis yang digunakan adalah uji regresi linear berganda dan uji korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor sosial ekonomi yang
(46)
30 berhubungan dengan pemanfaatan pekarangan adalah status pekerja ibu dan pendapatan (p=0,004; p=0,030). Ibu yang tidak bekerja memanfaatkan pekarangannya lebih baik dibandingkan ibu yang bekerja. Demikian halnya dengan pendapatan; keluarga dengan pendapatan tinggi mempunyai pekarangan yang lebih luas untuk dimanfaatkan dan hal ini juga berhubungan dengan ibu yang tidak bekerja. Setelah 5 bulan intervensi terjadi peningkatan intik energi dan zat gizi balita. Faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan balita adalah pengetahuan gizi ibu dan pendapatan (p=0,0048; p=0,003). Semakin tinggi pengetahuan gizi ibu dan pendapatan maka konsumsi pangan balitanya juga semakin bagus.
(47)
31 Penelitian mengenai KRPL tersebut berangkat dari pemahaman bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Namun, hal ini diiringi dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga menuntut dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan perluasan daerah pemukiman bagi setiap orang. Peningkatan konversi lahan dan pemenuhan pangan yang masih dibawah pemenuhan gizi membuat masyarakat melakukan alternatif dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi yaitu dengan pemanfaatan pekarangan.
Langkah yang dilakukan pemerintah yaitu dengan melakukan pemantapan kemandirian pangan melalui pekarangan. Pemanfaatan pekarangan memiliki fungsi multiguna karena dilahan yang sempit dapat menghasilkan produk dari pertanian. Pemanfaatan pekarangan mampu meningkatkan gizi dan mutu yang seimbang, namun masyarakat kurang menyadari pentingnya pangan yang beragam, berimbang dan bergizi. Oleh karena itu, optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui KRPL dari Kementerian Pertanian menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan konsumsi aneka ragam sumber pangan lokal yang bertujuan untuk menurunkan konsumsi beras, terpenuhinya gizi yang seimbang, dan dapat meningkatkan kesejahteraan sehingga mampu mewujudkan ketahanan pangan dan kemandirian pangan desa.
Pengembangan KRPL secara swadaya di wilayah penelitian Desa Banjarsari merupakan wilayah yang pertama kali diterapkan. Pengembangan KRPL di Desa Banjarsari mengadopsi dari KRPL Desa Kayen. Desa Banjarsari merupakan desa yang kurang mengoptimalkan pekarangan, belum memaksimalkan pengembangan pertanian, dan kurangnya pengetahuan mengenai manfaat pekarangan. Penilaian masyarakat terhadap KRPL menjadi hal penting.
(48)
32 Hal yang menjadi sangat penting untuk keberlangsungan KRPL dengan salah satunya dilihat dari dampak yang ditimbulkan. Persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan KRPL merupakan suatu pandangan yang dapat menjadi evaluasi kedepannya. Persepsi masyarakat terhadap KRPL merupakan permasalahan pertama. Upaya dalam pengembangan KRPL diharapkan akan berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan. Manfaat fisik yang dirasakan adanya KRPL dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga dirasakan dari produksi yang dihasilkan. Identifikasi penggunaan hasil produksi yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Banjarsari baik dijual, dikonsumsi, maupun untuk sosial. Hal ini menjadi permasalahan kedua di dalam penelitian.
Permasalahan ketiga melihat biaya dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dalam pengembangan KRPL. Permasahan keempat menilai keberlanjutan dari KRPL di tempat penelitian. Hasil akhir yang ingin dicapai pada penilaian ini adalah tingkat keberhasilan dan keberlanjutan KRPL dalam mendukung kesejahteraan masyarakat di Desa Banjarsari. Diagram alur pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 di halaman berikutnya.
(49)
33 Keterangan:
Hubungan langsung Cakupan penelitian
Gambar 2. Diagram Alur Pemikiran IV. METODE PENELITIAN Diiringi dengan:
1. Jumlah penduduk semakin meningkat 2. Konversi lahan meningkat
3. Pemenuhan pangan yang masih dibawah pemenuhan gizi Pemantapan kemandirian pangan melalui pekarangan
Program
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
Keberlanjutan KRPL
Manfaat fisik dari adanya KRPL dalam mendukung pemenuhan kebutuhan
pangan rumah tangga
Biaya dan Manfaat dari adanya KRPL
Penilaian Keberhasilan dan Keberlanjutan KRPL di lokasi penelitian
Pekarangan dan Pangan Lestari, Masyarakat Sejahtera Persepsi
masyarakat terhadap KRPL
(50)
34 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2012. Penelitian ini dilakukan di Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Hal ini dikarenakan bahwa Kabupaten Pacitan merupakan areal awal percontohan KRPL. Pemilihan Desa Banjarsari karena desa tersebut menjadi desa kedua yang mengembangkan KRPL di Kecamatan Pacitan dan desa pertama yang mengembangkan secara swadaya di Kecamatan Pacitan.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuisioner dengan masyarakat sekitar wilayah KRPL dan wawancara mendalam dengan masyarakat. Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh melalui studi pustaka dari penelitian-penelitian terdahulu yang terkait, jurnal dan lain sebagainya yang dapat menunjang tujuan yang ingin dicapai.
4.3 Metode Pengambilan Data
Penentuan jumlah sample (responden) dalam penelitian ini dilakukan dengan metode slovin. Teknik penarikan sampel yang dipilih secara judgmental sampling (Prasetyo, 2006) atas dasar pertimbangan dari ketua dan para pengurus KRPL dengan bantuan buku kelompok strata Desa Banjarsari. Pada buku tersebut, kelompok strata terdiri dari 201 KK dengan strata 1 sebanyak 58 KK, strata 2 sebanyak 78 KK, dan strata 3 sebanyak 65 KK. Pada keadaan di lapang hampir seluruh masyarakat Desa Banjarsari mengikuti KRPL. Hal ini disebabkan oleh
(51)
35 belum adanya pencatatan ulang mengenai pengelompokkan strata Desa Banjarsari.
Pembagian strata KRPL didasarkan oleh luas pekarangan dan paket komoditas. Pembagian strata Desa Banjarsari dengan Kementerian Pertanian berbeda karena pada awal pengembangan KRPL di Desa Banjarsari sudah menngunakan pembagian strata seperti yang tercantum di Tabel 5. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Ketua Petugas Penyuluh Lapang (PPL) Desa Banjarsari yang awal mulanya mengacu Desa Kayen.
Tabel 5. Responden Penelitian
Sumber: Data Primer, diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat jumlah responden dalam penelitian tersebut adalah 80 KK. Penelitian ini menganalisis responden dengan unit rumah tangga. Sebagai responden adalah ibu rumah tangga, bapak (kepala rumah tangga), dan atau anggota keluarga lainnya, disesuaikan dengan keperluan dan keadaan di lapangan.
Penentuan ketiga golongan tersebut didasarkan atas tujuan penelitian, disesuaikan dengan pendapat responden dan kenyataan yang ada di lapang. Karena beragamnya luas dan kondisi pekarangan yang dimiliki oleh tiap rumah tangga contoh, maka klasifikasi juga dilakukan untuk memudahkan dalam menganalisa data.
No Klasifikasi Luas pekarangan
( m2 )
Jumlah
(KK) Komoditas
1 Strata 1 0-100 30 Sayuran
2 Strata 2 >100-200 25 sayuran dan ternak 3 Strata 3 >200 25 sayuran, ternak, dan ikan
(52)
36 Pada analisis data kualitatif responden dipilih secara purposive dari pihak pengurus, anggota, dan atau masyarakat KRPL untuk menggali prospek pengembangan KRPL khususnya di Desa Banjarsari. Kriteria pemilihan responden didasarkan kepada pemahaman responden terhadap konten dan pelaksanaan KRPL. Dengan demikian, diharapkan responden yang terpilih merupakan key informan terutama terkait dengan topik yang diteliti.
4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data
Data yang didapatkan dalam penelitian ini diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode prosedur analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dijelaskan dalam Tabel 6. Pengambilan sampel dilakukan di Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan.
Tabel 6. Matriks Metode Analisis Data
No Tujuan penelitian Sumber Data Metode Analisis Data
1 Mengidentifikasi persepsi masyarakat mengenai KRPL
Data primer melalui wawancara dengan kuisioner
Analisis deskriptif dengan menggunakan Microsoft Excel 2007
2 Mengidentifikasi manfaat fisik dari adanya KRPL dalam mendukung ketahanan pangan rumah tangga
Data primer melalui wawancara dengan kuisioner
Analisis deskriptif dengan menggunakan Microsoft Excel 2007
3 Mengestimasi biaya dan manfaat dari adanya pengembangan KRPL Data primer melalui wawancara dengan kuisioner
Analisis deskriptif dengan menggunakan Microsoft Excel 2007
4 Mengevaluasi
keberlanjutan KRPL
Data primer melalui wawancara kepada key informan
Analisis deskriptif dengan menggunakan Microsoft Excel 2007
(53)
37 4.4.1 Identifikasi Persepsi Rumah Tangga terhadap KRPL
Identifikasi persepsi mengunakan analisis deskriptif dalam pengolahannya. Analisis deskriptif yang digunakan adalah metode statistik deskriptif. Statistik deskriptif merupakan bagian dari statistik yang mempelajari cara pengumpulan dan penyajian data sehingga mudah dipahami (Hasan, 2001). Statistik deskriptif hanya menerangkan suatu keadaan yang terjadi, fenomena, atau persoalan yang terjadi di suatu tempat/wilayah.
Identifikasi persepsi dilakukan untuk mengetahui pengetahuan atau informasi mengenai seberapa jauh masyarakat menyadari akan adanya perubahan KRPL, manfaat yang dirasakan oleh responden, serta kendala-kendala KRPL. Analisis ini dilakukan melalui wawancara kepada rumah tangga dengan menggunakan kuesioner. Hasil kuesioner akan diolah menggunakan tabel untuk mempermudah dalam melakukan analisis.
4.4.2 Identifikasi Manfaat Fisik dari adanya KRPL dalam Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga
Pelaksanaan KRPL memiliki tujuan utama yaitu untuk meningkatkan kemandirian pangan dalam rumah tangga secara berkelanjutan. Kemandirian pangan rumah tangga merupakan kondisi terpenuhnya pangan yang cukup bagi rumah tangga secara mandiri untuk meningkatkan sosial dan ekonomi rumah tangga maupun masyarakat. Masyarakat melakukan kegiatan produksi di pekarangan untuk memenuhi pangan. Ketika kebutuhan sehari-hari pada pangan sudah terpenuhi, sisanya di jual ke pasar atau diberikan kepada tetangga atau saudara.
Manfaat fisik dari adanya KRPL dapat ditunjukkan dari salah satu tujuan utama pengembangan KRPL yaitu memenuhi ketersediaan pokok keluarga
(1)
112 Lampiran 6. (Lanjutan)
Keterangan Jumlah Satuan Harga (Rp) Nilai (Rp) Tahun
1 2 3 4 5
2.Penerimaan non tunai
konsumsi masyarakat 3.225.000 12.900.000 12.900.000 12.900.000 12.900.000 12.900.000
bantuan 2.500.000 - - - -
Total penerimaan 16.500.000 14.000.000 14.000.000 14.000.000 14.000.000
D. Laba 5.445.000 2.747.500 2.945.000 2.747.500 2.945.000
E. DF (12%) 0,89 0,80 0,71 0,64 0,57
F. PV 4.861.607 2.190.290 2.096.193 1.746.086 1.671.072
G.NPV 12.565.248
H. PV benefit 18.480.000 17.561.600 19.668.992 22.029.271 24.672.784
I. PV cost 12.381.600 14.115.136 15.531.479 17.706.027 19.482.687
J. Gross benefit 102.412.647
K. Gross cost 79.216.929
(2)
113 Keterangan Jumlah Satuan Harga (Rp) Nilai (Rp)
Tahun
1 2 3 4 5
A.Biaya Investasi
Bangunan KBD 2.500.000 2.500.000 2.500.000
B. Biaya Operasional
1. isi stapler 6 buah 5.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
2. bibit cabe rawit 10 bungkus 22.500 225.000 225.000 225.000 225.000 225.000 225.000 3. bibit tomat 10 bungkus 17.000 170.000 170.000 170.000 170.000 170.000 170.000 4. bibit kangkung 8 bungkus 15.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 5. bibit bayam 8 bungkus 15.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 6. bibit sawi 8 bungkus 30.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 7. bibit terong 8 bungkus 22.500 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 C. Biaya Diperhitungkan
1. Tampah 10 buah 5.000 5.000 50.000 50.000
2. semprotan 4 buah 25.000 25.000 100.000 100.000
3. ember 5 buah 7.500 7.500 37.500 37.500
4. gayung 2 bungkus 5.000 5.000 10.000 10.000
5. polibag kecil 40 bungkus 26.000 1.040.000 1.560.000 1.560.000 1.560.000 1.560.000 1.560.000 6.TKDK
Pria 206 HKP 25.000 5.150.000 5.150.000 5.150.000 5.150.000 5.150.000 5.150.000 wanita 144 HKP 20.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000
(3)
114 Lampiran 7. (Lanjutan)
Keterangan Jumlah Satuan Harga (Rp) Nilai (Rp) Tahun
1 2 3 4 5
7. pupuk kandang
8 sak 10.000 80.000 80.000 80.000 80.000 80.000 80.000
8. serbuk 4 sak 30.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000
9. daun pisang
40 buah 750 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
10. tanah 1 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000
11. stapler 3 buah 10.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
Total Biaya 13.555.000 11.252.500 11.055.000 11.252.500 11.055.000
D. Penerimaan 14.000.000 14.000.000 14.000.000 14.000.000 14.000.000
1. Penerimaan tunai 275.000 1.100.000 1.100.000 1.100.000 1.100.000 1.100.000
2. Penerimaan non tunai
konsumsi masyarakat 3.225.000 12.900.000 12.900.000 12.900.000 12.900.000 12.900.000
Total penerimaan 14.000.000 14.000.000 14.000.000 14.000.000 14.000.000
E. Laba 445.000 2.747.500 2.945.000 2.747.500 2.945.000
F. DF (12%) 0,89 0,80 0,71 0,64 0,57
G. PV 397.321 2.190.290 2.096.193 1.746.086 1.671.072
H. NPV 8.100.962
I. PV benefit 15.680.000 17.561.600 19.668.992 22.029.271 24.672.784
J. PV cost 15.181.600 14.115.136 15.531.479 17.706.027 9.482.687
K. Gross benefit 99.612.647
L. Gross cost 82.016.929
(4)
115
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Papan KRPL Sebelum Memasuki Desa Banjarsari
Gambar 2. Papan KRPL Setelah Memasuki Desa Banjarsari
Gambar 3. Tanaman yang ditanam di jagrak/rak
Gambar 4. Kolam yang berada di belakang pekarangan
Gambar 6. Kebun Bibit Desa (KBD) di Desa Banjarsari
Gambar 5. Salah Satu Bantuan Sapi Perah dari Pemerintah Kabupaten Pacitan
Gambar 8. Wawancara dengan Salah satu Responden
Gambar 7. Salah Satu voker yang dijual di KBD dengan harga Rp. 500/ bibit
(5)
iii
RINGKASAN
Siti Fatimatus Zahro. Kontribusi Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari Dalam Mendukung Kesejahteraan Masyarakat: Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Dibimbing oleh
YUSMAN SYAUKAT.
Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi menuntut pemenuhan penyediaan makanan dan perluasan daerah pemukiman. Peningkatan konversi lahan membuat masyarakat untuk melakukan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi di lahan yang sempit yaitu dengan pemanfaatan pekarangan. Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) merupakan program dari Kementerian Pertanian. Pengembangan KRPL menjadi salah satu alternatif dengan menggunakan pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, gizi keluarga, dan peningkatan pendapatan yang pada hasil akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan sehingga mampu mewujudkan kemandirian desa.
Salah satu desa yang menerapkan KRPL secara swadaya di Kabupaten Pacitan adalah Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Sebagian besar masyarakat belum melakukan optimalisasi pekarangan dan pengembangan pertanian. Pengetahuan masyarakat terhadap manfaat pekarangan juga masih kurang khususnya mutu dan gizi pangan.
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai kontribusi pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari dalam mendukung kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi persepsi masyarakat mengenai KRPL; (2) mengidentifikasi manfaat fisik dari adanya KRPL dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga; (3) mengestimasi biaya dan manfaat dari KRPL; dan (4) mengevaluasi keberlanjutan KRPL.
Penelitian dilakukan di Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur melalui kegiatan pengamatan langsung dengan penentuan tempat dan sampel dilakukan dengan sengaja, sedangkan penentuan jumlah sampel secara metode slovin dengan teknik penarikan sampel dengan judgmental sampling (Prasetyo, 2006) atas dasar pertimbangan dari ketua dan pengurus KRPL yang berupa buku kelompok strata Desa Banjarsari. Pembagian strata KRPL didasarkan oleh luas pekarangan dan paket komoditas. Pada analisis data kualitatif dipilih secara purposive dari pihak pengurus, anggota, dan atau masyarakat untuk menggali keberlanjutan KRPL. Pada pengembangan KRPL terdapat pembagian strata menurut luas pekarangan yaitu (1) Strata 1, masyarakat memiliki luas pekarangan selus 0-100 m2, (2) Strata 2, masyarakat memiliki luas pekarangan seluas <100-200 m2, (3) Strata 3, masyarakat memiliki luas pekarangan seluas < 200 m2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi rumah tangga Desa Banjarsari menyatakan bahwa sebelum adanya KRPL KEMPLING lahan pemanfaatan pekarangan sudah termanfaatkan namun belum optimal. Desa Banjarsari mulai melakukan optimalisasi pekarangan untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dengan menambah sayuran. Manfaat yang dirasakan rumah tangga KRPL KEMPLING adalah menghemat pengeluaran rumah tangga dan
(6)
iv menambah penghasilan. Kendala yang dirasakan rumah tangga dalam pelaksanaan KRPL KEMPLING adalah iklim dan hama. Manfaat fisik dari KRPL KEMPLING mampu memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga. Penggunaan hasil KRPL KEMPLING dari setiap strata menunjukkan bahwa KRPL KEMPLING berorientasi untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga, apabila kebutuhan pangan keluarga di Desa Banjarsari sudah terpenuhi, maka sisa penggunaannya diberikan untuk sosial dan dijual. Penggunaan perikanan strata 3 berorientasi untuk dijual.
Nilai R/C KRPL KEMPLING di setiap strata menunjukan hasil yang menguntungkan. Nilai R/C KRPL KEMPLING yang menunjukan hasil menguntungkan terdapat di strata 3. Rata-rata pendapatan per luasan lahan yang paling besar pada strata 1 yaitu sebesar Rp 30.659 dan pendapatan per luas lahan yang paling kecil pada strata 2 sebesar Rp 15.920. Kontribusi KRPL KEMPLING terhadap pendapatan keluarga diperoleh untuk strata 1, strata 2, dan strata 3 yaitu masing-masing sebesar 5,70%, 9,90%, dan 20,37%. Pengembangan KRPL KEMPLING merupakan usaha sampingan bagi keluarga di Desa Banjarsari. Keberlanjutan KRPL KEMPLING ditinjau dari aspek lingkungan dan aspek sosial mampu memberikan manfaat untuk individu, rumah tangga, dan desa. Aspek ekonomi dengan melihat dari KRPL KEMPLING yang mampu menekan pengeluaran keluarga setiap strata yaitu strata 1 sebesar Rp 49.508, strata 2 sebesar Rp 55.089, dan strata 3 sebesar Rp 130.751. Aspek ekonomi juga melihat keberadaan KBD di Desa Banjarsari yang mampu memberikan keuntungan bagi masyarakat.