Status Gizi Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri

kandungan zat gizi yang ada didalam bahan makanan itu Mashabi dan Tajudin, 2009. Tindakan Ibu dalam pemberian makan pada anak dapat dilakukan setelah ibu mengetahui manfaat kesehatan yang dihasilkan dari makanan tersebut, dalam hal ini terjadi fase penilaian atau pendapat terhadap apa yang telah diketahui yang diharapkan dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

2.6. Status Gizi

Menurut Supariasa dkk 2002 status gizi merupakan ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Sedangkan menurut Almatsier 2004 Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih. Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan energi, membangun, memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses- proses kehidupan dalam tubuh. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi mungkin.

2.7. Penilaian Status Gizi

Pengertian istilah “nutritional anthropometry” mula-mula muncul dalam “Body measurements and Human Nutrition” yang ditulis oleh Brozek pada tahun 1966 yang telah didefinisikan oleh Jelliffe 1966 sebagai : Pengukuran pada variasi dimensi fisik dan komposisi besaran tubuh manusia pada tingkat usia dan derajat nutrisi yang berbeda Nahendra, 2006. Menurut Supariasa, dkk 2002 penilaian status gizi dibagi menjadi dua yaitu pengukuran status gizi secara langsung dan pengukuran status gizi secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu, survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

2.7.1. Penilaian Status Gizi secara Antropometri

Penilaian status gizi dalam penelitian ini menggunakan metode antropometri, jadi hanya akan dibahas lebih luas mengenai antropometri. Menurut Supariasa, dkk 2002, mendefenisikan antropometri adalah ukuran tubuh. Maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Beberapa pengukuran antropometri utama yang digunakan adalah tinggi badan TB, berat badan BB, lingkar lengan dengan komponen lemak bawah kulit dan otot tulang dan lipatan lemak bawah kulit. Pengukuran antropometri relatif mudah dilaksanakan. Akan tetapi untuk berbagai cara, pengukuran antropometri ini membutuhkan keterampilan, peralatan dan keterangan untuk pelaksanaanya. Jika dilihat dari tujuannya antropometri dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1. Untuk mengukur massa jaringan : Pengukuran massa jaringan ini meliputi pengukuran berat badan, tebal lemak dibawah kulit dan lingkar lengan atas. Ukuran massa jaringan ini sifanya sensitif, cepat berubah, mudah turun naik dan menggambarkan keadaan sekarang. 2. Untuk mengukur kelinieran : yaitu pengkuran terhadap tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar dada. Ukuran linier sifatnya spesifik, perubahan relatif lambat, ukuranya tetap atau naik, dapat menggambarkan riwayat gizi masa lalu.

2.7.2. Indeks Antropometri

Parameter antropometri merupakan dasar dari penelitian status gizi. Parameter ini adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada dan lingkar pinggul, dan tebal lemak dibawah kulit. Kombinasi dari beberapa parameter disebut indeks antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu : berat badan menurut umur BBU, tinggi badan menurut umur TBU dan indeks masa tubuh menurut umur IMTU, namun karena dalam penelitian ini yang dihitung hanya status gizi TBU dan IMTU maka peneliti hanya membahas kedua indeks tersebut.

2.7.3. Indeks Tinggi Badan menurut Umur TBU

Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi zat gizi jangka pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama. Masalah penggunaan indeks TBU pada masa balita, baik yang berkaitan dengan keahlian pengukuran tinggi badan maupun ketelitian data umur. Masalah- masalah seperti ini akan lebih berkurang bila pengukuran dilakukan pada anak yang lebih tua karena pengukuran lebih mudah dilakukan dan penggunaan selang umur yang lebih panjang tahunan memperkecil kemungkinan kesalahan data umur.

2.7.4. Indeks Massa Tubuh menurut Umur IMTU

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menetapkan pelaksanaan perbaikan gizi adalah dengan menentukan dan melihat ukuran fisik seorang anak. Ukuran fisik seseorang sangat erat hubungannya dengan status gizi. Atas dasar itu, ukuran-ukuran yang baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi dengan melakukan pengukuran antropometri. Hal ini karena lebih mudah dilakukan dibandingkan cara penilaian status gizi lain, terutama untuk daerah pedesaan Supariasa, dkk., 2001. Pengukuran status gizi pada anak dapat dilakukan dengan cara antropometri. Saat ini pengukuran antropometri ukuran-ukuran tubuh digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara intake energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Komposisi tubuh mencakup komponen lemak tubuh fat mass dan bukan lemak tubuh non-fat mass Riyadi, 2004. Pengukuran status gizi anak dapat dilakukan dengan indeks antropometri dan menggunakan indeks massa tubuh menurut umur IMTU anak.

2.8. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri

Klasifikasi status gizi harus didasarkan atas ukuran baku Standar Reference dan terdapat batasan-batasan yang disebut ambang batas. Untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan Z-skor Standar Deviasi. Dalam hal ini standar deviasi untuk Z-skor digunakan untuk meneliti dan memantau pertumbuhan. Standar deviasi unit ini digunakan untuk mengetahui klasifikasi status gizi seseorang berdasarkan kriteria yang ditetapkan, antara lain berat badan, umur dan tinggi badan. Status gizi diklasifikasikan berdasarkan standar dan ukuran baku. Baku antropometri yang digunakan adalah baku WHO 2007 yang telah diperkenalkan di Indonesia oleh WHO melalui Persatuan Ahli Gizi Indonesia PERSAGI pada tahun 2009. Pemakaian standart ini didasarkan pada studi di 6 negara di dunia yaitu Brazil, Ghana, Norwey, Oman, USA dan India. Standar Antropometri 2007 lebih dapat menggambarkan status gizi anak-anak dan remaja di dunia. Berikut klasifikasi status gizi anak remaja menurut WHO 2007. Tabel 2.1. Indeks TBU menurut WHO 2007 No. Kategori Z-Score SD 1. Sangat tinggi 3 SD 2. Tinggi 2 SD sd ≤ 3 SD 3. Normal ≥ -2 SD sd ≤ 2 SD

4. Pendek

≥ -3 SD sd -2 SD 5. Sangat pendek -3 SD Rumus IMT = Berat badan kg Tinggi badan 2 Tabel 2.2. Indeks IMTU menurut WHO 2007 No. Kategori Z-Score SD 1. Sangat gemuk 2 SD 2. Gemuk 1 SD sd ≤ 2 SD 3. Normal ≥ -2 SD sd ≤ 1 SD

4. Kurus

≥ -3 SD sd -2 SD 5. Sangat kurus -3 SD Pengukuran skor simpangan baku Z-skor dapat diperoleh dengan rumus : Dalam rumus ini, M, L dan S adalah nilai dari populasi rujukan. M adalah nilai median rujukan yang merupakan perkiraan rata-rata populasi. L adalah nilai kekuatan power yang dibutuhkan untuk mentransformasikan data agar data tetap berdistribusi normal. S adalah koefisien variasi sejenisnya. Z-skor = Nilai diamati÷M L – 1 L × S

2.9. Kerangka Konsep Penelitian