4.5.2 Perayaan Ceng Beng
Perayaan CengBeng merupakan perayaan sembahyang dan berziarah ke kuburan untuk menghormati nenek moyang. Masyarakat Tionghoa biasanya selesai berziarah ke
kuburan kemudian melakukan sembahyang di Vihara. Mereka bersama keluarga datang dengan membawa makanan, teh, arak, dupa, kertas sembahyang dan berbagai aksesoris,
sebagai persembahan kepada nenek moyang. Pada perayaan Ceng Beng keluarga yang jauh merantau pulang ke kampung halaman,
hanya untuk melakukan sembahyang di kuburan. Terlihat mereka berdoa di depan nenek moyang, menyapu pusara dan bersembahyang dengan makanan yang dibawa dari rumah dan
dipersembahkan kepada arwah nenek moyang. Halim Loe Ketua Paguyuban Masyarakat Marga Tionghoa Indonesia PSMTI kota
Medan Tribun,2012 mengungkapkan bahwa “…tradisi Ceng Beng di Indonesia sudah berlangsung lama dan diwariskan turun-temurun. perayaan Ceng Beng sebenarnya dilakukan
jatuh pada hari ke 104 setelah titik balik Matahari pada musim dingin.” atau hari ke 15 dari hari persamaan panjang siang dan malam pada musim semi dan pada umumnya jatuh pada
tanggal 5 April setiap tahun kabisat. Namun biasanya dapat dilaksanakan 10 hari sebelum atau sesudah tanggal 5 April.
4.5.3 Perayaan Ulang Tahun Kelahiran
Biasanya dalam merayakan ulang tahun kelahiran masyarakat Tionghoa di Medan dilakukan secara internal dan pribadi oleh generasi muda kota Medan dengan mengundang
makan teman dan kerabat. Namun dalam perayaannya masyarakat Tionghoa di kota Medan lebih mengarah kepada hal yang praktis dengan mengikuti metode perayaan Barat. Perayaan
dilaksanakan dengan menggunakan cake dan prosesi tiup lilin. Para generasi tua sudah tidak
Universitas Sumatera Utara
merayakan ulang tahun kelahirannya dan apabila dirayakan oleh anak-anaknya tetap menggunakan cara yang sama dengan perayaan ulang tahun gaya Barat. Hal ini dapat
memudarkan tradisi masyarakat Tionghoa yang harusnya tetap dijaga seperti perayaan imlek dan Ceng Beng yang memiliki nilai dan tradisi yang sangat penting bagi kehidupan
masyarakat Tionghoa di kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PERGESERAN MAKNA ULANG TAHUN KELAHIRAN TIONGHOA
5.1 Sistem Perhitungan dan Makna Nongli pada Masyarakat Tionghoa
Dalam merayakan ulang tahun kelahiran, hal yang pertama diperhatikan adalah tanggal kelahiran dan umur seseorang. Dalam masyarakat Tionghoa, tanggal kelahiran dan umur
seseorang ditentukan melalui kalender yang dinamakan Nongli atau disebut juga kalender lunar.
Nongli biasanya digunakan untuk menentukan waktu festival seperti imlek, festival bacang, kue bulan dan lain-lain. Selain itu Nongli juga dikembangkan sebagai penentu hari
baik dalam melakukan hal penting bagi masyarakat Tionghoa seperti pernikahan, peresmian toko, pindah rumah dan lain sebagainya. Cara penentuan hari baik tersebut dicocokkan
berdasarkan tanggal kelahiran dan umur orang tersebut berdasarkan Nongli.
5.1.1 Sejarah Nongli
Kalender Tionghoa mulai dikembangkan pada milenium ke-3 SM, menurut Kang Hong Kian 2012 : 23 “…konon ditemukan oleh penguasa legendaris pertama, Huáng Dì,
yang memerintah antara tahun 2698 SM-2599 SM, dan dikembangkan lagi oleh penguasa legendaris ke-4, Kaisar Yáo. Siklus 60 tahun
gānzhī atau liùshí jiǎzǐ mulai digunakan pada milenium ke-2 SM”. Kalender yang lebih lengkap ditetapkan pada tahun 841 SM pada zaman
Dinasti Zhōu dengan menambahkan penerapan bulan ganda dan bulan pertama setiap tahun
dimulai dekat dengan titik balik Matahari pada musim dingin. Pada zaman Dinasti Qin, Kalender Sìf
ēn 4 triwulan, yang mulai diterapkan sekitar tahun 484 SM, adalah kalender Tionghoa pertama yang memakai perhitungan lebih akurat,
menggunakan penanggalan Matahari 365,25 hari, dengan siklus 19 tahun 235 bulan. Menurut Kang Hong Kian 2012 : 23 “…Pada tahun 256 SM, Kalender ini mulai digunakan
Universitas Sumatera Utara