14
merugikan petani karena sering terjadi kuantitas panen lebih tinggi dari pada kuantitas taksiran. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sistem tebasan
adalah dikarenakan petani membutuhkan uang dengan cepat, adanya risiko pencurian, dan dirasa merepotkan jika petani menjual sendiri produknya
Yulizarman 1999.
2.4. Sub Terminal Agribisnis
2.4.1. Definisi Sub Terminal Agribisnis
Menurut Badan Agribisnis Departemen Pertanian 2000 dalam Setiajie 2004b, STA merupakan infrastruktur pemasaran untuk transaksi jual beli hasil-
hasil pertanian, baik untuk transaksi fisik lelang, langganan, pasar spot maupun non fisik kontrak, pesanan, future market. STA diharapkan berfungsi pula untuk
pembinaan peningkatan mutu produksi sesuai dengan permintaan pasar, pusat informasi, promosi dan tempat latihan atau magang dalam upaya pengembangan
peningkatan sumberdaya manusia.
2.4.2. Konsep Dasar Sub Terminal Agribisnis
Menurut konsep yang dibakukan oleh Badan Agribisnis Departemen Pertanian 2000 dalam Setiajie 2004b, STA merupakan perwujudan atas
fenomena yang selama ini berkembang dalam pemasaran komoditas pertanian sekaligus sebagai bagian dari rangkaian kegiatan agribisnis. Pemasaran komoditas
pertanian selama ini, pada umumnya mempunyai mata rantai yang panjang, mulai dari petani produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar hingga ke konsumen,
sehingga mengakibatkan kecilnya keuntungan yang diperoleh petani. Konsumen membayar lebih mahal dari harga yang selayaknya ditawarkan sehingga biaya
pemasaran dari produsen ke konsumen menjadi tinggi. Sub Terminal Agribisnis sebagai suatu infrastruktur pasar, tidak saja
merupakan tempat transaksi jual beli, namun juga merupakan wadah yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan pelaku agribisnis, seperti sarana dan
prasarana pengemasan, sortasi, grading, penyimpanan, opration room, trasportasi, dan pelatihan. Selain itu, STA sekaligus merupakan tempat berkomunikasi dan
saling bertukar informasi bagi para pelaku agribisnis.
15
Secara umum konsep STA yang dikemukakan oleh perencana kebijakan belum dapat terlaksana dengan baik. Sebagai contoh adalah tidak aktifnya STA
tanaman pangan dan hortikultura yang berada di Desa Benda Kecamatan Cicurug Sukabumi beberapa waktu yang lalu. Hal tersebut disebabkan karena adanya
permasalahan dalam penanganan pemasaran komoditas jagung serta letak keberadaan STA itu sendiri yang menimbulkan tambahan biaya ongkos angkut
yang harus ditanggung oleh petani dari lokasi produksi ke lokasi STA berada. Kondisi tersebut mengakibatkan sebagian petani lebih banyak menjual hasil
panennya langsung ke Pasar Induk Ramayana Bogor maupun Pasar Induk Kramat Jati dengan harga yang lebih kompetitif dibandingkan dengan penerimaan harga
di STA. Kasus lainnya adalah rancangan pembangunan konsep STA di Kabupaten Ciamis juga terbentur dengan permasalahan mengenai bagaimana menetapkan
lokasi STA yang dapat mengakomodasikan sebagian besar produksi komoditas unggulan daerah Ciamis yang cukup menyebar di berbagai wilayah Kabupaten
Ciamis, dengan geografis yang cukup beragam serta akses pasar yang berbeda, seperti yang selama ini telah dijalankan para pelaku agribisnis. Hal yang sama
juga terjadi pada STA terpadu di Kabupaten Sumedang, yang hanya dapat mengakomodasi beberapa komoditas pertanian tanaman semusim dalam jumlah
produksi yang fluktuatif Setiajie 2004a.
2.4.3. Manfaat Sub Terminal Agribisnis