sehingga hanya ditemukan 4 penderita di kawasan ini, 2 penderita berasal dari Indonesia dan masing-masing 1 penderita berasal dari Kamboja dan Myanmar. Pada
tahun 2007, di antara negara-negara anggota ASEAN, hanya Myanmar yang masih ditemukan kasus polio bahkan jumlahnya meningkat dibandingkan tahun sebelumnya
yang hanya ditemukan 1 kasus menjadi 15 kasus. Indonesia yang pada tahun 2005 terjadi kejadian luar biasa dengan ditemukannya 349 kasus polio mampu
mengendalikan kejadian tersebut sehingga pada sejak 2007 tidak ditemukan lagi kasus polio.
2
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada
anak.
13,15
Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah empat kali. Waktu pemberian imunisasi polio adalah pada
umur 0-11 bulan atau saat lahir 0 bulan, dan berikutnya pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan.
13
Cara pemberian imunisasi polio melalui oral.
13,15
2.5.4. Difteri
Difteri adalah salah satu penyakit infeksi akut yang sangat menular dan disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae dengan gejala panas
≥ 38°C disertai adanya pseudomembran selaput tipis putih keabu-abuan pada tenggorokan
laring, faring, tonsil dan kadang-kadang pada kulit, konjungtiva, genitalia dan telinga yang tidak mudah lepas dan mudah berdarah. Dapat disertai nyeri menelan,
leher membengkak seperti leher sapi bullneck dan sesak nafas disertai bunyi stridor.
19,22
Universitas Sumatera Utara
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan masih endemik di negara berkembang, akan tetapi jumlah penderita sangat menurun setelah vaksinasi yang
ekstensif.
13
Di Indonesia, jumlah kasus Difteri pada tahun 2009 sebanyak 189 kasus, dengan Incidence Rate
IR per 10.000 penduduk menurut kelompok umur menunjukkan umur 1 tahun memiliki IR
sebesar 0,01; umur 1-4 tahun sebesar 0,02 ; dan umur 5-14 tahun sebesar 0,02 per 10.000
penduduk.
2
Penyakit ini terutama menyebar pada daerah padat penduduk dan mengenai individu yang tidak diimunisasi. Penularan melalui kontak langsung dengan karier
atau penderita, bakteri masuk melalui hidung dan mulut dan akan menempel di mukosa saluran nafas bagian atas. Setelah masa inkubasi selama 2-4 hari, bakteri
megeluarkan toksin yang menyebabkan nekrosis kematian sel pada jaringan sekitar. Jaringan yang terkena semakin luas dan dalam, kemudian mengeluarkan cairan fibrin
berwarna abu-abu yang membentuk selaput membran melapisi jaringan. Selain itu juga terjadi pembengkakan jaringan di bawahnya sehingga dapat menyebabkan
kesulitan bernafas bila edema ini terjadi di laring atau trakeobronkial. Toksin yang diproduksi bakteri akan menyebar melalui darah dan cairan limfe ke seluruh tubuh
dan menimbulkan kerusakan terutama di jantung, sistem saraf dan ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
13,22
Imunisasi DPT Difteri, Pertusis, Tetanus merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksin
DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, akan tetapi dapat merangsang pembentukan zat anti
toksoid. Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah tiga kali, dengan maksud pada
Universitas Sumatera Utara
pemberian pertama zat anti yang terbentuk masih sangat sedikit tahap pengenalan terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti, pemberian
kedua dan ketiga, terbentuk zat anti yang cukup. Waktu pemberian imunisasi DPT antara umur 2-11 bulan dengan interval 4 minggu. Imunisasi DPT diberikan melalui
intramuskular. Pemberian imunisasi DPT ini dapat berefek samping ringan ataupun berat. Efek ringan dapat berupa pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan, dan
demam. Sedangkan efek beratnya misalnya terjadi menangis hebat, kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan syok.
15
2.5.5. Pertusis