Formulasi Pembuatan dan Pendugaan Umur Simpan Beras Aruk (Beras Singkong) dengan Substitusi Kacang Merah

(1)

FORMULATION DEVELOPMENT AND SHELF LIFE ESTIMATION OF

ARUK RICE (CASSAVA RICE) WITH RED BEANS SUBSTITUTION

Anik Tri Astuti, Rizal Syarief and Sri Widowati

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone +62 857 16904060, E-mail: anik.triastuti@gmail.com

ABSTRACT

Diversification program to anticipate a reduction in the consumption of rice in the future in this country need to be done include replacing the consumption of rice with other staple foods. One area that has been done diversification program is Bangka Belitung. Communities in the region have much to consume rice made from other carbohydrate sources, namely cassava rice called aruk rice. Aruk rice is rice made with cassava main raw material, the shape of small grains, and a local food community of Bangka Belitung. The addition of red beans is done to improve the nutritional value of aruk rice. This study aims to determine the best formula to make rice-based cassava with additional red beans, knowing the characteristics of the product, and determine the shelf life of the product. In this research, the selection formula is 95:5, 90:10, 85:15 (cassava : red beans). Based on the formula chosen from test sensory, the best formula of red bean aruk rice substitution is 95:5 (cassava flour : red beans). The result of this research showed addition of red beans could improve the nutritional value of aruk rice. Analysis of the characteristics of the selected formula includes 7.16% (wb) water, 0.56% (db) ash, 0.31% (db) fat, 4.29% (db) protein, 94.84% (db) carbohydrate, 2.41% dietary fiber, 1.56% crude fiber, 24.70% amylose, 76.95% in vitro digestibility of starch, and 11.28 ppm HCN. The shelf life of aruk rice selected formula packed with HDPE packaging is longer than packed with PP, LDPE and MDPE which is 988 days at 85% RH, 766 days at 90% RH, and 614 days at 95% RH.


(2)

ANIK TRI ASTUTI. F24080077. Formulasi Pembuatan dan Pendugaan Umur Simpan Beras Aruk (Beras Singkong) dengan Substitusi Kacang Merah. Di bawah bimbingan: Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan Dr. Ir. Sri Widowati, M.AppSc. 2012

RINGKASAN

Masalah pemenuhan pangan di Indonesia khususnya beras semakin bertambah besar. Jumlah penduduk yang terus meningkat, bencana alam, keterbatasan lahan produktif dan pola konsumsi masyarakat Indonesia merupakan beberapa penyebab menurunnya ketahanan pangan di Indonesia.

Program diversifikasi pangan untuk mengurangi konsumsi beras di tanah air perlu dilakukan, diantaranya mengganti konsumsi beras dengan makanan pokok lainnya. Salah satu wilayah yang telah melakukan program diversifikasi pangan adalah Bangka Belitung. Wilayah tersebut tepatnya Desa Tempilang, Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung. Berjarak kurang lebih 75 km dari Kota Pangkal Pinang ke arah barat, dengan jumlah penduduk sebesar 3,867 jiwa. Di wilayah tersebut masyarakatnya telah banyak mengkonsumsi beras yang terbuat dari sumber karbohidrat lain yaitu singkong yang dinamakan beras aruk. Beras aruk merupakan beras yang dibuat dengan bahan baku utama singkong, berbentuk butiran-butiran kecil, dan merupakan pangan lokal masyarakat Bangka Belitung.

Singkong yang memiliki daya simpan rendah atau cepat mengalami kerusakan dapat dimanfaatkan untuk dibuat produk lain yang memiliki daya simpan lebih tinggi atau lebih awet yaitu beras aruk.

Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Gizi dan Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB diketahui komposisi gizi per 100 g beras aruk mengandung antara lain 353.0 kkal energi, 0.6 g protein, 85.9 g karbohidrat, 0.8 g lemak, 0.2 g abu, 12.5 g air (Djuwardi 2009). Untuk meningkatkan nilai gizi beras aruk perlu dilakukan substitusi bahan pangan lain. Salah satu bahan pangan yang berpotensi dikembangkan karena memiliki kandungan gizi yang cukup baik adalah kacang merah. Menurut Departemen Kesehatan (2005), kandungan protein kacang merah mencapai 22.10%. Disamping kaya akan protein, biji kacang merah juga merupakan sumber karbohidrat, mineral dan vitamin (Astawan 2009).

Menurut Badan Pusat Statistik (2012), produksi kacang merah di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 92,508 ton. Salah satu pemanfaatan kacang merah yaitu menjadikan kacang merah yang memiliki daya simpan rendah atau cepat mengalami kerusakan menjadi bahan substitusi produk yang memiliki daya simpan lebih tinggi atau lebih awet diantaranya adalah beras aruk. Pada produk beras aruk juga belum tercantum tanggal kadaluwarsa yang dapat menandakan sampai kapan produk tersebut dapat dikonsumsi. Oleh karenanya, perlu dilakukan analisis pendugaan umur simpan untuk mengetahui umur simpannya.

Penelitian ini bertujuan menentukan formula yang tepat untuk membuat beras aruk yang berbahan dasar singkong segar dengan tambahan kacang merah, mengetahui karakteristik produk, menentukan formula optimal serta menentukan umur simpan produk yang dihasilkan. Dalam penelitian ini dilakukan pemilihan formula yaitu 95:5, 90:10, 85:15 untuk rasio singkong : kacang merah. Kacang merah yang digunakan dalam pembuatan beras aruk berbentuk tepung dan kacang merah segar yang akan dipilih berdasarkan analisis sensori.

Proses pembuatan beras aruk substitusi kacang merah meliputi pencampuran hancuran singkong hasil perendaman dalam air selama tiga hari dengan tepung kacang merah atau hancuran kacang merah segar, kemudian dilakukan proses penghabluran, pembutiran, penyangraian selama 5-7 menit pada suhu 45-50°C, dan pengeringan menggunakan oven suhu 60°C selama 24 jam.

Hasil akhir produk beras aruk substitusi kacang merah berbentuk bulat dengan warna kecoklatan. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa penambahan kacang merah dapat meningkatkan nilai gizi beras aruk. Formula terpilih untuk beras aruk substitusi kacang merah ditentukan berdasarkan nilai uji sensori yang paling tinggi yaitu 95:5 (singkong : tepung kacang merah). Analisis karakteristik formula terpilih meliputi kadar air 7.16% (bb), kadar abu 0.56% (bk), kadar lemak 0.31% (bk), kadar protein 4.29% (bk), kadar karbohidrat 94.84% (bk), serat pangan 2.41%, serat kasar 1.56%, kadar amilosa 24.70%, daya cerna pati in vitro 76.95%, dan kadar HCN 11.28 ppm.


(3)

Umur simpan pada beras aruk substitusi kacang merah formula terpilih yang dikemas dengan kemasan HDPE memiliki umur simpan lebih lama dibandingkan kemasan PP, LDPE dan MDPE yaitu 988 hari pada RH 85%, 766 hari pada RH 90%, dan 614 hari pada RH 95%.


(4)

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Beberapa tahun terakhir Indonesia banyak diliputi permasalahan tentang pangan, salah satunya adalah ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap bahan pangan tertentu diantaranya adalah beras. Menurut BPS (2012), menyatakan bahwa jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 mencapai 237,6 juta jiwa. Dengan laju pertumbuhan penduduk 1.49% per tahun dapat diasumsikan penduduk Indonesia pada tahun 2011 mencapai 241,1 juta jiwa. Sedangkan konsumsi beras di tanah air mencapai 139 kg perkapita pertahun, padahal produksi beras yang dihasilkan petani Indonesia tidak lebih dari 37 juta ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan beras rakyatnya sehingga harus mengimpor dari negara lain.

Masalah pemenuhan kebutuhan beras semakin bertambah besar. Jumlah penduduk yang meningkat, adanya bencana alam, keterbatasan lahan produktif dan pola konsumsi masyarakat Indonesia merupakan beberapa penyebab menurunnya ketahanan pangan di Indonesia.

Ketahanan pangan menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, beragam, merata, serta terjangkau. Salah satu pangan yang dimaksud adalah beras sebagai bahan pangan pokok dengan karbohidrat tinggi.

Program diversifikasi pangan untuk mengurangi konsumsi beras di tanah air perlu dilakukan, diantaranya mengganti konsumsi beras dengan makanan pokok lainnya. Salah satu wilayah yang telah melakukan program diversifikasi pangan adalah Bangka Belitung. Wilayah tersebut tepatnya Desa Tempilang, Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung. Berjarak kurang lebih 75 km dari Kota Pangkal Pinang ke arah barat, dengan jumlah penduduk sebesar 3,867 jiwa. Di wilayah tersebut masyarakatnya telah banyak mengkonsumsi beras yang terbuat dari sumber karbohidrat lain yaitu singkong yang dinamakan beras aruk. Beras aruk merupakan beras yang dibuat dengan bahan baku utama singkong, berbentuk butiran-butiran kecil dan merupakan pangan lokal masyarakat Bangka Belitung.

Masyarakat Desa Tempilang mengkonsumsi beras aruk sebagai pangan pokok (sumber karbohidrat) secara turun temurun, sejak sebelum zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Hal ini disebabkan beras sulit diperoleh serta kondisi lahan yang tidak potensial untuk dijadikan persawahan. Salah satu tanaman yang dapat tumbuh subur di wilayah tersebut adalah singkong. Menurut Badan Pusat Statistik (2012), luas lahan panen ubi kayu di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2011 seluas 5,299 Ha dan produksi ubi kayu sebesar 15,211 ton. Dari kesulitan memperoleh beras, masyarakat berinisiatif untuk mengolah singkong menjadi makanan pengganti beras sehingga ditemukan pangan alternatif berbahan baku singkong yaitu beras aruk.

Sampai dengan tahun 80-an beras aruk masih banyak dikonsumsi sebagai makanan pokok oleh masyarakat Kecamatan Tempilang. Saat ini beras aruk sudah jarang dikonsumsi dan hanya dimakan dalam bentuk menu sarapan pagi atau makanan cemilan serta sebagai makanan pokok pada waktu-waktu tertentu oleh sebagian masyarakat Desa Tempilang. Oleh sebab itu, untuk mengurangi konsumsi beras Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi Bangka Belitung menggalakkan kembali konsumsi beras aruk yang pernah populer dalam beberapa dekade lalu.

Singkong memiliki daya simpan rendah atau cepat mengalami kerusakan dapat dimanfaatkan untuk dibuat produk lain yang memiliki daya simpan lebih tinggi atau lebih awet yaitu beras aruk.

Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Gizi dan Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB diketahui komposisi gizi per 100 g beras aruk mengandung antara lain 353.0 kkal energi, 0.6 g protein, 85.9 g karbohidrat, 0.8 g lemak, 0.2 g abu, 12.5 g air (Djuwardi 2009). Untuk meningkatkan nilai gizi beras aruk perlu dilakukan substitusi bahan pangan lain. Salah satu bahan pangan yang berpotensi dikembangkan karena memiliki


(5)

2 kandungan gizi yang cukup baik adalah kacang merah. Menurut Departemen Kesehatan (2005), kandungan protein kacang merah mencapai 22.10%. Disamping kaya akan protein, biji kacang merah juga merupakan sumber karbohidrat, mineral dan vitamin (Astawan 2009).

Menurut Badan Pusat Statistik (2012), produksi kacang merah di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 92,508 ton. Salah satu pemanfaatan kacang merah yaitu menjadikan kacang merah yang memiliki daya simpan rendah atau cepat mengalami kerusakan menjadi bahan substitusi produk yang memiliki daya simpan lebih tinggi atau lebih awet diantaranya adalah beras aruk. Pada produk beras aruk juga belum tercantum tanggal kadaluwarsa yang dapat menandakan sampai kapan produk tersebut dapat dikonsumsi. Oleh karenanya, perlu dilakukan analisis pendugaan umur simpan untuk mengetahui umur simpannya.

B.

TUJUAN

Tujuan penelitian ini yaitu menentukan formula yang tepat untuk membuat beras aruk yang berbahan dasar singkong dengan tambahan kacang merah, mengetahui karakteristik produk, serta menentukan umur simpan produk yang dihasilkan.


(6)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

SINGKONG

1.

Botani Singkong

Singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon berasal dari Brazilia. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa singkong berasal dari jenis tumbuhan liar Manihot flabelifolia (Allem 2002). Dalam sistematika tumbuhan, singkong termasuk ke dalam kelas Dicotyledoneae. Singkong berada dalam famili Euphorbiaceae yang mempunyai sekitar 7200 spesies, beberapa diantaranya adalah tanaman yang mempunyai nilai komersial, seperti karet (Hevea brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropha curcas), umbi-umbian (Manihot spp), dan tanaman hias (Euphorbia spp). Klasifikasi tanaman singkong adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin

Singkong memiliki batang yang berkayu, beruas-ruas dengan ketinggian mencapai lebih dari 3 cm. Warna batang bervariasi, ketika masih muda umumnya berwarna hijau dan setelah tua menjadi keputih-putihan, kelabu atau hijau kelabu. Batang berlubang, berisi empulur berwarna putih, lunak, dengan struktur seperti gabus (Suprapti 2005).

Daun singkong terdiri dari helai daun dan tangkai daun. Susunan daunnya berurat menjari dengan cangap 5-9 helai. Daun singkong, terutama yang masih muda mengandung racun sianida namun dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dan dapat menetralisir rasa pahit sayuran lain, misalnya daun pepaya dan kenikir (Suprapti 2005).

Singkong memiliki bunga berumah satu dengan penyerbukan silang sehingga jarang berbuah. Umbi singkong yang terbentuk merupakan akar yang menggelembung dan berfungsi sebagai tempat penampung makanan cadangan. Bentuk umbi biasanya bulat memanjang, terdiri atas: kulit luar tipis berwarna kecoklatan, kulit dalam yang agak tebal berwarna keputihan, dan daging berwarna putih atau kuning (tergantung varietasnya) yang mengandung sianida dengan kadar berbeda.

2.

Budidaya Singkong

Singkong telah dikenal baik oleh para petani di Pulau Jawa, Sumatra, dan pulau-pulau lainnya di Indonesia sebagai tanaman yang pembudidayaannya mudah. Singkong dapat hidup di tanah yang relatif tidak subur, tidak memerlukan banyak pupuk ataupun pestisida, serta dapat menghasilkan minimal 7-9 ton per hektar (Djuwardi 2009).

Mengenai penanamannya, sistem tanam daerah yang satu dengan daerah yang lainnya bisa saja berbeda karena faktor geografisnya, tetapi dalam hal pola tanam dan pola panen pada umumnya sama, yaitu berdasarkan iklim (Djuwardi 2009).

Berdasarkan daya adaptasinya, singkong mampu bertahan hidup secara meluas di daerah-daerah yang cukup ekstrim dan umumnya beriklim tropis seperti Indonesia. Singkong merupakan jenis tanaman yang fleksibel karena dapat tumbuh dan berproduksi di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, mulai dari ketinggian 10-1500 m di atas


(7)

4 permukaan laut. Selain itu, singkong juga sangat cocok dikembangkan di lahan-lahan marginal, kurang subur, dan miskin air (Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran 2008).

Menurut Kusdiarjo (2002), umur panen singkong dibagi menjadi dua kelompok yaitu genjah (6-8 bulan) dan dalam (8-12 bulan). Kriteria utama umur panen ubi kayu adalah kadar pati optimal, yakni pada saat tanaman berumur 7-9 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan daun mulai berkurang, warna daun mulai agak menguning, dan banyak daun yang rontok.

3.

Komposisi Kimia Tanaman Singkong

Pemanfaatan singkong dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai bahan baku (tepung tapioka atau gaplek) dan sebagai pangan langsung. Singkong sebagai pangan langsung harus memenuhi syarat utama, yaitu tidak mengandung racun HCN di atas 50 mg/kg bahan. Sementara itu, umbi singkong untuk bahan baku industri tidak disyaratkan adanya kandungan protein maupun ambang batas HCN, tapi yang diutamakan adalah kandungan karbohidrat yang tinggi.

Tabel 1. Komposisi kimia singkong (per 100 g bahan) Komponen Singkong Putih

Kalori (kkal) 146

Protein (g) 1.2

Lemak (g) 0.3

Karbohidrat (g) 34.7

Kalsium (mg) 33

Fosfor (mg) 40

Vitamin C (mg) 30.0

Besi (mg) 1.0

Thiamin (mg) 0.06

Vitamin A (IU) 0.0

Bagian yang dapat dimakan 75.0 Sumber: Departemen Kesehatan 2005

Jenis atau varietas singkong termasuk dalam kategori unggul apabila memenuhi persyaratan yaitu: hasil produksi tinggi (lebih dari 30 ton/ha), kadar pati antara 35-40%, berumur genjah (pendek) kurang dari delapan bulan, tahan terhadap serangan hama dan penyakit dan memiliki rasa yang bervariasi sesuai kebutuhan. Untuk dikonsumsi secara langsung, digunakan singkong rasa manis, sedangkan untuk keperluan industri digunakan singkong rasa pahit (Suprapti 2005).

4.

Potensi Singkong

Tanaman singkong tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, namun penyebarannya terbanyak di Pulau Jawa dan Sumatra. Pada Tabel 2 diketahui bahwa sejak tahun 2008 luas lahan yang ditanami singkong di Indonesia mengalami penurunan, namun produksi umbi singkong tetap mengalami peningkatan. Dengan demikian, produktivitas tanaman singkong di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Luas panen dan produksi umbi singkong tertinggi ada di Provinsi Lampung seperti yang tertera pada Tabel 3 dan 4. Luas panen dan produksi singkong di provinsi ini pada tahun 2011 mencapai 368,096 Ha dan 9,193,676 ton. Dari data tersebut tampak bahwa tingkat produksi dan luas panen tertinggi dicapai oleh provinsi di Sumatra, kemudian Jawa dan Sulawesi.


(8)

5 Tabel 2. Luas panen, produksi dan produktivitas singkong di Indonesia

Tahun Luas Panen (ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ku/ha) 2008 1,204,933 21,756,991 180.57 2009 1,175,666 22,039,145 187.46 2010 1,183,047 23,918,118 202.17 2011 1,184,696 24,044,025 202.96 2012 1,178,101 23,712,029 201.27 Keterangan: Data tahun 2011 adalah angka tetap

Data tahun 2012 adalah angka ramalan Sumber: BPS 2012

Tabel 3. Luas panen tanaman singkong (ha) di 10 provinsi di Indonesia tahun 2008-2012

Provinsi Tahun

2008 2009 2010 2011 2012 Lampung 318,969 309,047 346,217 368,096 357,744 Jawa Timur 220,394 207,507 188,158 199,407 194,142 Jawa Tengah 191,053 190,851 188,080 173,195 168,501 Jawa Barat 109,354 110,827 105,023 103,244 108,678 NTT 87,906 89,154 102,460 96,705 93,764 DIY 62,543 63,275 62,563 62,414 61,769 Sumatera Utara 37,941 38,611 32,402 37,929 39,467 Sulawesi Selatan 29,796 26,944 25,010 20,268 22,315 Kalimantan Barat 13,677 11,524 11,913 10,783 9,303 Bangka Belitung 1,393 1,635 1,461 886 933 Keterangan: Data tahun 2011 adalah angka tetap

Data tahun 2012 adalah angka ramalan Sumber: BPS 2012

Tabel 4. Produksi singkong (ton) di 10 provinsi di Indonesia tahun 2008-2012

Provinsi Tahun

2008 2009 2010 2011 2012 Lampung 7,721,882 7,569,178 8,637,594 9,193,676 9,199,157 Jawa Timur 3,533,772 3,222,637 3,667,058 4,032,081 3,205,768 Jawa Tengah 3,325,099 3,676,809 3,876,242 3,501,458 3,459,235 Jawa Barat 2,034,854 2,086,187 2,014,402 2,058,785 2,204,542 NTT 928,974 85,062 1,032,538 962,128 903,089 DIY 892,907 1,047,684 1,114,665 867,596 918,907 Sumatera Utara 736,771 1,007,284 905,571 1,091,711 1,202,094 Sulawesi Selatan 504,198 434,862 76,202 370,125 444,069 Kalimantan Barat 193,804 166,584 177,807 141,550 141,915 Bangka Belitung 19,722 23,332 21,427 13,276 15,282

Keterangan: Data tahun 2011 adalah angka tetap Data tahun 2012 adalah angka ramalan Sumber: BPS 2012

B.

KACANG MERAH

1.

Botani Kacang Merah

Kacang merah bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini berasal dari Meksiko Selatan, Amerika Selatan dan Dataran Cina. Selanjutnya tanaman tersebut menyebar ke daerah lain seperti Indonesia, Malaysia, Karibia, Afrika Timur dan Afrika Barat. Di Indonesia, daerah yang banyak ditanami kacang merah adalah Lembang (Bandung), Pacet (Cipanas), Kota Batu (Bogor), dan Pulau Lombok (Astawan 2009).


(9)

6 Dalam klasifikasi tumbuhan kacang merah termasuk ke dalam kelas Magnoliophyta atau tumbuhan berkeping dua dan termasuk ke dalam famili fabaceae atau suku polong-polongan. Klasifikasi kacang merah adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbungan) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua atau dikotil) Sub kelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae (suku polong-polongan) Genus : Vigna

Spesies : Vigna angularis (wild.) ohwi & H.Ohashi

Biji kacang merah berwarna merah atau merah berbintik-bintik putih. Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari kacang ini disebut kacang merah. Kacang merah merupakan tanaman buncis tipe tegak. Tipe ini memiliki sistem pertumbuhan yang tegak, tidak merambat. Tingginya sekitar 30-40 cm. Percabangannya rendah dan sedikit, ruas batangnya agak pendek. Umumnya kacang ini dikonsumsi dalam bentuk biji (Fachruddin 2000).

Tanaman kacang merah termasuk tanaman semusim berbentuk perdu. Susunan daunnya merupakan daun majemuk dengan tiga helai daun berbentuk segitiga pada tiap tangkai daunnya. Tandan bunga duduk di ketiak daun. Bunganya merupakan bunga sempurna sehingga bersifat menyerbuk sendiri. Polong berwarna hijau dengan bentuk lurus memanjang (Fachruddin 2000).

2.

Budidaya Kacang Merah

Tanaman kacang merah tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian 1000-1500 m dari permukaan laut (dpl). Namun, tanaman ini masih dapat tumbuh pada ketinggian antara 500-600 m dpl (Fachruddin 2000).

Budidaya kacang merah meliputi pengolahan tanah, pemupukan, penanaman, perawatan, dan pemanenan. Kacang merah biasa dipanen polongnya yang sudah cukup tua untuk diambil bijinya. Ciri polong yang sudah siap panen yakni kulitnya sudah mulai mengering sehingga biji dapat segera dikeluarkan dari polongnya (Fachruddin 2000).

3.

Komposisi Kimia Tanaman Kacang Merah

Tanaman kacang merah terkenal sebagai sumber protein nabati, karena itu peranannya dalam usaha perbaikan gizi sangatlah penting. Disamping kaya akan protein, biji kacang merah juga merupakan sumber karbohidrat, mineral dan vitamin (Astawan 2009).

Dibanding kacang-kacang yang lainnya, kacang merah memiliki kadar karbohidrat yang tertinggi, kadar protein yang setara dengan kacang hijau. Kadar lemak yang jauh lebih rendah dibandingkan kacang kedelai dan kacang tanah. Kadar serat pada kacang merah jauh lebih tinggi dibandingkan beras, sorgum jagung dan gandum (Astawan 2009).

Menurut Astawan (2009), keunggulan kacang merah dibandingkan sumber protein hewani adalah bebas kolesterol, sehingga aman untuk dikonsumsi oleh semua golongan masyarakat dari berbagai kelompok umur. Protein kacang merah juga dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol LDL yang bersifat jahat bagi kesehatan manusia, serta meningkatkan kadar kolesterol HDL yang bersifat baik bagi kesehatan manusia. Kandungan kimia yang terdapat dalam tiap 100 g kacang merah dapat dilihat dalam Tabel 5.


(10)

7 Tabel 5. Komposisi kimia kacang merah (per 100 g bahan)

Komponen Kacang merah

Kalori (kkal) 314

Protein (g) 22.10

Lemak (g) 1.10

Karbohidrat (g) 56.20

Kalsium (mg) 502.0

Fosfor (mg) 429

Vitamin C (mg) 0.0

Besi (mg) 10.30

Thiamin (mg) 0.40

Vitamin A (IU) 0

Bagian yang dapat dimakan 97 Sumber: Departemen Kesehatan 2005

C.

BERAS ARUK

Beras aruk merupakan sumber karbohidrat utama nonberas yang berasal dari singkong. Proses pembuatannya yaitu singkong yang berusia kurang lebih 1 tahun dikupas, dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air lalu direndam selama 3x24 jam. Singkong yang telah direndam kemudian dihancurkan dan diremas-remas di dalam air. Selanjutnya singkong ditiriskan dan dibuang seratnya. Singkong yang telah hancur dimasukkan dalam karung lalu diberi air mengalir kemudian diperas. Setelah itu, dibentuk butiran menggunakan ayakan lalu disangrai dan terakhir dikeringkan di bawah sinar matahari (Djuwardi 2009).

Beras aruk dikonsumsi bersama dengan sayur, terutama sayur bersantan dan lauk ikan laut. Sampai dengan tahun 80-an beras aruk masih banyak dikonsumsi sebagai makanan pokok oleh masyarakat Kecamatan Tempilang, Bangka Belitung. Namun, saat ini beras aruk dikonsumsi hanya dalam menu sarapan pagi dan makanan cemilan oleh sebagian masyarakat Desa Tempilang (Djuwardi 2009).

Berdasarkan analisis yang dilakukan di Laboratorium Gizi dan Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB diketahui bahwa nilai gizi yang terkandung pada beras aruk adalah sebagai berikut.

Tabel 6. Komposisi kimia beras aruk (per 100 g bahan)

Komponen Beras Aruk

Energi (kkal) 353.0

Protein (g) 0.6

Lemak (g) 0.8

Karbohidrat (g) 85.9

Abu (g) 0.2

Air (g) 12.5

Sumber : Djuwardi 2009

D.

UMUR SIMPAN

1.

Aktivitas Air

Aktivitas air (aw) digunakan untuk menggambarkan jumlah air bebas dalam

bahan pangan yang dapat digunakan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme memerlukan kecukupan air untuk tumbuh dan berkembang biak. Mikroba mempunyai nilai aw

minimum, maksimum dan optimum untuk tumbuh dan berkembang biak (Estiasih dan Ahmadi 2009). aktivitas air merupakan faktor kunci bagi pertumbuhan mikroba, produksi racun, reaksi enzimatis dan reaksi enzimatis lainnya.


(11)

8 Saat ini Istilah yang umumnya dipakai untuk menggambarkan air yang terdapat dalam bahan makanan adalah air terikat. Istilah ini kurang tepat karena keterikatan air dalam bahan pangan berbeda-beda bahkan ada air yang tidak terikat. Menurut derajat keterikatan air, air terikat terbagi menjadi empat tipe, yaitu tipe I, tipe II, tipe III, tipe IV. Tipe I adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Tipe II adalah molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, penghilangan air tipe II ini akan mengakibatkan penurunan aw. Tipe III adalah air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat

dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Tipe IV adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni (Winarno 2008).

Dalam bahan pangan kadar air berkaitan erat dengan daya awet produk karena faktor ini mempengaruhi sifat fisik, fisiko-kimia, kimia, mikrobiologis dan perubahan enzimatis pada makanan yang diolah. Pengurangan air baik dalam pengeringan atau penambahan bahan lain bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan kimiawi maupun mikrobiologi (Fennema 1997).

Menurut Labuza (1982), hubungan antara aktivitas air dan mutu makanan yang dikemas adalah sebagai berikut:

a) Pada selang aktivitas air sekitar 0.7-0.75 atau lebih, mikroorganisme berbahaya dapat mulai tumbuh dan produk menjadi beracun.

b) Pada selang aktivitas air sekitar 0.6-0.7 jamur dapat mulai tumbuh.

c) Aktivitas air sekitar 0.35-0.5 dapat menyebabkan makanan ringan hilang kerenyahannya.

d) Pada selang aktivitas air 0.4–0.5 produk pasta yang terlalu kering akan mudah hancur dan rapuh selama dimasak atau karena goncangan mekanis.

2.

Kadar Air dan Kesetimbangan Sorpsi Isotermis

Kadar air kesetimbangan penting untuk menentukan bertambah atau berkurangnya kadar air bahan pada kondisi tertentu. Menurut Brooker et al. (1992), kadar air kesetimbangan adalah kadar air suatu bahan setelah berada pada kondisi lingkungannya dalam periode waktu yang lama. Jika kelembaban relatif udara lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif bahan pangan maka bahan tersebut akan menyerap air (adsorpsi). Sebaliknya jika kelembaban relatif udara lebih rendah dari kelembaban relatif bahan maka bahan akan menguapkan air yang dikandungnya (desorpsi).

Kadar air kesetimbangan dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu dengan metode statis dan metode dinamis. Kadar air kesetimbangan bahan yang diperoleh dengan metode statis yaitu dengan meletakkan contoh dalam tempat yang kondisi suhu dan RH-nya terkontrol. Metode ini biasanya digunakan pada udara yang relatif tidak bergerak atau diam disekitar bahan. Sedangkan metode dinamis, kadar air kesetimbangan diperoleh ketika bahan diletakkan pada kondisi udara bergerak seperti pada proses pengeringan. Tercapainya kadar air kesetimbangan ditandai dengan konstannya bobot bahan. Bobot bahan dikatakan konstan apabila selisih bobot antara tiga kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 2 mg/g untuk kondisi RH ≤ 90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk kondisi RH > 90% (Liovonen dan Ross 2000 dalam Adawiyah 2006).

Penentuan kadar air kesetimbangan produk pangan sangat penting dalam menggambarkan kurva sorsi isotermis produk tersebut yang bergantung pada suhu dan kelembaban udara lingkungan. Kurva sorsi isotermis menggambarkan aktivitas adsorpsi (menyerap air) dan desorpsi (menguapkan air) dari bahan makanan. Sorpsi isotermis juga menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai keadaan relatif ruang tempat penyimpanan (Winarno 2008).

Pada umumnya kurva sorpsi isotermis berbentuk sigmoid (menyerupai hurup S). Kenyataannya grafik penyerapan uap air dari udara oleh bahan pangan dan grafik pelepasan uap air oleh bahan pangan ke udara tidak pernah berhimpit. Keadaan tersebut disebut sebagai fenomena histeresis (Syarief dan Halid 1993). Besarnya histeresis dan bentuk kurva bahan pangan sangat beragam dan khas untuk setiap jenis pangan (Winarno 2008).


(12)

9 Tabel 7. Hubungan antara aktivitas air (aw) dan keadaan fisik air

aw Keadaan air dalam bahan pangan

0.00-0.35 Adsorpsi pada lapisan tunggal (monolayer) 0.35-0.60 Adsorpsi air pada lapisan tambahan (multilayer) 0.60-1.00 Air terkondensasi pada kapiler atau pori-pori yang

dilanjutkan dengan disolusi padatan terlarut Sumber: Gnanasekharan dan John 1993

3.

Model Persamaan Sorpsi Isotermis

Penggunaan model sorpsi isotermis sangat tergantung pada tujuan pemakai misalnya jika ingin mendapatkan kemulusan kurva yang tinggi maka model yang sederhana dan lebih sedikit jumlah tetapannya akan lebih mudah penggunaannya (Labuza 1982).

Secara empiris, Henderson mengemukakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Bentuk persamaan tersebut adalah seperti di bawah ini.

1 - aw = exp (-KMen) dimana: Me = kadar air kesetimbangan (%bk)

K dan n = konstanta

Selanjutnya, Caurie dari hasil percobaannya mendapatkan model yang dapat berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada selang aw 0.0 sampai 0.85. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut dengan P1 dan P2 merupakan konstanta.

ln Me = ln P1 – (P2 x aw)

Hasley mengembangkan persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan multilayer. Persamaan ini dapat digunakan untuk bahan makanan dengan aw 0.1 sampai 0.81. Berikut ini adalah model persamaan Hasley.

aw = exp [-P1/(Me)P2)

Persamaan Oswin dapat berlaku untuk bahan pangan pada aw 0.00 sampai 0.85 dan cocok untuk kurva sorpsi isotermis yang berbentuk S (sigmoid). Model persamaan Oswin tersebut adalah seperti di bawah ini.

Me = P1 [aw/(1 – aw)]P2

Chen Clayton juga telah membuat model matematika yang berlaku untuk bahan pangan pada semua kisaran nilai aw. Persamaan tersebut dinyatakan sebagai berikut.

aw = exp[-P1/exp(P2 x Me)]

4.

Umur Simpan

Hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan irreversible selama penyimpanan, sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi (Syarief dan Halid 1993).

Menurut Floros dan Gnanasekharan (1993), umur simpan produk pangan dapat diduga dan ditetapkan waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan dua konsep studi


(13)

10 penyimpangan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS).

ESS sering juga disebut metoda konvensional, adalah penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Sedangkan metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan terkontrol yang dapat mempercepat (accelerated) reaksi deteriorasi (penurunan usable quality) produk pangan. Kerusakan yang berlangsung dapat diamati dengan cermat dan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol semua lingkungan produk dan mengamati parameter perubahan yang berlangsung. Keuntungan dari metoda ASS ini membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat (3 sampai 4 bulan), namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi.

Metode Accelerated Storage Studies (ASS) dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu model arhenius dan model kadar air kritis.

a. Model arrhenius

Model arrhenius biasanya digunakan untuk menduga umur simpan produk pangan yang sensitif terhadap perubahan suhu, diantaranya produk yang mudah mengalami ketengikan (oksidasi lemak), perubahan warna oleh reaksi pencoklatan, atau kerusakan vitamin C.

b. Model kadar air kritis

Model kadar air kritis biasanya digunakan untuk produk pangan yang relatif mudah rusak akibat penyerapan uap air dari lingkungan. Dalam metode kadar air kritis ini kerusakan produk disebabkan oleh penyerapan air dari lingkungan hingga mencapai batas yang tidak dapat diterima secara organoleptik. Kadar air pada kondisi dimana produk pangan mulai tidak diterima oleh konsumen secara organoleptik disebut kadar air kritis. Batas penerimaan tersebut didasarkan pada standar mutu organoleptik yang spesifik untuk setiap jenis produk. Waktu yang diperlukan oleh produk untuk mencapai kadar air kritis menyatakan umur simpan produk. Pada metode pendekatan kadar air kritis ini, produk pangan kering disimpan pada kondisi lingkungan penyimpanan yang memiliki kelembaban relatif tinggi, sehingga akan mengalami penurunan mutu akibat menyerap air (Labuza 1982).

Model kadar air kritis dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan metode kadar air kritis termodifikasi. Pendekatan kurva sorpsi isotermis digunakan untuk produk yang mempunyai kurva isotermis yang biasanya berbentuk sigmoid (bentuk S). Penentuan umur simpan produk pangan dengan menggunakan pendekatan kurva sorpsi isotermis memperhitungkan pengaruh perbedaan kadar air awal dibandingkan dengan kadar air kritis, perbedaan tekanan udara di luar dan di dalam kemasan, permeabilitas uap air kemasan, dan luas kemasan. Keseluruhan faktor yang mempengaruhi umur simpan ini diformulasikan oleh Labuza menjadi persamaan kadar air kritis (Labuza 1982). Persamaan Labuza ini dapat digunakan untuk menentukan umur simpan produk pada suhu dan kondisi RH tertentu. Metode Labuza dirumuskan sebagai berikut:

θ gain = [/ / / / ] dimana:

θ = Waktu yang diperlukan produk dalam kemasan untuk bergerak dari kadar air awal menuju kadar air kritis atau waktu perkiraan umur simpan (hari)

me = Kadar air keseimbangan produk (g H2O/g padatan) mi = Kadar air awal produk (g H2O/g padatan)

mc = Kadar air kritis (g H2O/g padatan) b = Slope kurva sorpsi isotermis

k/x = Konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) A = Luas permukaan kemasan (m2)

Ws = Berat kering produk dalam kemasan (g padatan) Po = Tekanan uap jenuh (mmHg)


(14)

11 Pendekatan kadar air kritis termodifikasi digunakan untuk produk yang memiliki kelarutan tinggi, seperti produk dengan kadar sukrosa tinggi (Labuza 1982). Produk ini akan sulit mencapai kadar air kesetimbangan dan kurva sorpsi isotermis tidak dapat diasumsikan linear, karena pada RH tertentu kadar airnya akan terus meningkat.


(15)

12

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.

BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi beras aruk dengan substitusi kacang merah terdiri dari bahan utama dan bahan pembantu. Bahan utama yang digunakan yaitu singkong putih yang berusia kurang lebih 1 tahun dan kacang merah segar. Bahan pembantu yang digunakan untuk analisis proksimat yaitu air, aquades, pelarut lemak (n-heksana), larutan H2SO4 pekat, NaOH 40%, H3BO3 2%, HCl 0.1 N, HgO, H2O2 dan AgNO3.

Bahan-bahan untuk uji serat pangan yaitu etanol, aquades, aseton, buffer phospat, NaH2PO4

anhidrat, enzim thermamyl, HCl, pepsin, NaOH. Bahan untuk uji amilosa yaitu etanol 95%, aquades, NaOH 1 N, asam asetat 1 N dan larutan iod. Bahan untuk uji HCN adalah aquades, NaOH 2.5 %, AgNO3 0.02 N dan KI 5 %. Bahan untuk uji daya cerna pati in vitro adalah

maltosa standar, aquades, buffer Na-fosfat 0.1 M, pereaksi dinitrosalisilat, 3,5-dinitrosalisilat, Na-K tartarat, dan NaOH. Pada pendugaan umur simpan digunakan larutan garam jenuh, antara lain: NaOH, MgCl2, K2CO3, NaCl, KCl, BaCl2.

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan beras aruk substitusi kacang merah yaitu penghablur, tikar pandan, wajan, pisau, ember, talenan, alat penanak, timbangan, kompor, saringan, oven. Alat-alat yang digunakan untuk analisis kimia dan fisik meliputi timbangan digital, gelas ukur, pisau, sudip, cawan porselen, aluminium foil, gegep, desikator, oven, corong, labu takar, tabung reaksi, cawan alumunium, kompor listrik, tanur pengabuan, kertas saring whatman bebas abu dan bebas lemak, kapas bebas lemak, labu lemak, tabung soxhlet, penangas air, labu kjeldahl, destilator, labu erlenmeyer, buret, pipet volumetrik, spektrofotometer, kromameter. Alat yang digunakan untuk pengujian umur simpan yaitu chamber kedap udara, timbangan digital, gelas ukur, inkubator.

B.

METODE PENELITIAN

1.

Persiapan Bahan Baku

Bahan baku yang dibutuhkan adalah hancuran singkong segar dan hancuran kacang merah segar. Tahapan pembuatan hancuran singkong segar yaitu pengupasan dan pembersihan singkong dari kulit dan kotoran lainnya. Selanjutnya dilakukan pemotongan pada singkong yang telah bersih dan dikupas. Setelah itu, singkong direndam dalam air selama tiga hari hingga singkong menjadi lunak. Singkong dihancurkan dan diremas-remas di dalam air. Hancuran singkong dibersihkan dari serat atau sumbu yang ada pada singkong. Setelah itu, singkong dipisahkan dari serat dan dibersihkan dengan air lalu singkong diperas menggunakan kain saring hingga kadar airnya berkurang (Gambar 1).

Persiapan bahan baku lainnya yaitu pembuatan tepung kacang merah. Tahapan pembuatan tepung kacang merah yaitu pengupasan kacang merah segar dari kulit yang berwarna merah hingga diperoleh kacang berwarna putih. Selanjutnya kacang dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60°C selama 24 jam. Setelah kacang mengering, kacang digiling menjadi tepung dan dilakukan pengayakan (Gambar 2).

Sedangkan pembuatan hancuran kacang merah segar yaitu pengupasan kacang merah segar dari kulit yang berwarna merah hingga diperoleh kacang berwarna putih. Selanjutnya kacang dihancurkan menggunakan blender dengan ditambah sedikit air. Kacang yang telah halus diperas menggunakan kain saring hingga kandungan airnya berkurang (Gambar 3).


(16)

13 Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan hancuran singkong segar

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan tepung kacang merah Singkong

Pengupasan

Pembersihan

Pemotongan

Perendaman (3x24 jam)

Hancuran singkong segar Penghancuran

Penghilangan serat

Pemerasan

Kacang merah segar

Pengupasan kulit

Pengeringan (60°C 24 jam)

Penggilingan (disc mill)

Pengayakan (80 mesh)


(17)

14 Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan hancuran kacang merah segar

2.

Pembuatan Beras Aruk

Bahan baku yang telah dibuat sebelumnya dipakai untuk pembuatan beras aruk. Pembuatan beras aruk substitusi kacang merah dibagi menjadi dua bagian yaitu pencampuran menggunakan tepung kacang merah dan menggunakan hancuran kacang merah segar. Rasio pencampuran hancuran singkong segar baik dengan tepung kacang merah ataupun hancuran kacang merah segar masing-masing yaitu 100, 95:5, 90:10, 85:15.

Pertama-tama hancuran singkong yang memiliki kadar air 64.21% ditambahkan tepung kacang merah (kadar air 6.79%) atau hancuran kacang merah segar (kadar air 67.23%) lalu dicampur hingga adonan merata. Kemudian adonan dihablurkan dengan digesekan pada alat berbentuk ayakan yang berlubang berbentuk segi empat yang telah dialasi tikar pandan. Hasil gesekannya akan jatuh ke atas tikar pandan tersebut. Selanjutnya dibuat butiran dengan memutar-mutar menggunakan tangan di atas campuran singkong dan kacang tersebut. Butiran yang dihasilkan disortasi dengan ayakan 8 mesh. Butiran disangrai dengan wajan pada suhu 45-50°C selama 6-7 menit. Butiran selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu 60°C selama 24 jam (Gambar 4).

3.

Analisis Fisik dan Kimia

Beras aruk yang dihasilkan dihitung rendemennya, lalu dianalisis komposisi proksimat, bobot 1000 butir, warna, densitas kamba, amilosa, kadar HCN, waktu pemasakan, kadar serat pangan, dan daya cerna pati. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik (hedonik) untuk menentukan produk dengan perlakuan terpilih yang tingkat penerimaannya paling baik. Produk terpilih selanjutnya digunakan dalam uji pendugaan umur simpan.

4.

Analisis Sensori

Analisis sensori yang dilakukan adalah uji hedonik. Uji hedonik dilakukan dengan menggunakan 7 skala kesukaan, yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3

Kacang merah segar

Pengupasan kulit

Penggilingan (Blender) dengan sedikit air

Pemerasan


(18)

15 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 (agak suka), 6 (suka), 7 (sangat suka). Parameter yang diuji adalah warna, aroma, tekstur, keseluruhan sebelum beras dimasak dan warna, aroma, tekstur, rasa, keseluruhan setelah beras dimasak. Uji organoleptik menggunakan minimal 70 panelis tidak terlatih yang dapat mengkonsumsi produk. Pengolahan data uji hedonik pada tahap penelitian pendukung menggunakan bantuan program statistik, yaitu SAS.

100 95:5 90:10 85:15

Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan beras aruk substitusi kacang merah Penghabluran

Hancuran singkong segar Tepung atau hancuran kacang merah segar

Pencampuran singkong dan kacang merah

Pembutiran

Pensortasian dengan ayakan 8 mesh

Penyangraian (45-50°C selama 6-7 menit)

Pengeringan (60°C selama 24 jam)

Beras aruk substitusi kacang merah


(19)

16

5. Pendugaan Umur Simpan

Beras aruk merupakan produk kering yang bersifat higroskopis terhadap perubahan kelembaban relatif lingkungan sekitarnya. Dengan demikian selama distribusi dan penyimpanan perlu dipertimbangkan penggunaan kemasan yang mempunyai kemampuan yang baik sebagai barrier terhadap uap air sehingga dapat meminimalkan terjadinya kerusakan secara fisik (kerapuhan tekstur).

Penelitian ini menggunakan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT). Prosedur kerjanya antara lain:

a. Pengukuran Kadar Air Awal (Moisture Initial, Mi) (AOAC 2007). b. Pengukuran Kadar Air Kritis (Moisture Critical, Mc) (AOAC 2007).

Kadar air kritis produk adalah kadar air pada saat produk dianggap sudah kadaluwarsa. Kerusakan beras aruk terutama disebabkan oleh penyerapan air dimana kerusakan yang dapat diamati adalah produk menjadi berjamur. Berdasarkan parameter kerusakan mutu tersebut maka kadar air kritis produk dapat diketahui. c. Penentuan Kurva Sorpsi Isotermis

1) Dilakukan preparasi larutan garam jenuh.

2) Ditimbang sejumlah garam dan dimasukkan ke dalam humidity chamber.

3) Diaduk dan ditambahkan sejumlah air sampai jenuh untuk menjaga kejenuhan larutan sehingga kelembaban relatif yang dihasilkan tetap dan tidak mengganggu proses sorpsi.

4) Humidity chambers ditutup dan dibiarkan selama 24 jam pada kondisi suhu 30°C. Jumlah garam dan air yang diperlukan disajikan pada Tabel 8 di bawah ini. Tabel 8. Larutan garam jenuh untuk penetapan kurva sorpsi isotermis Jenis Garam aw RH (%) Garam (g) Air (ml)

NaOH 0.06 6 150 85

MgCl2 0.32 32 200 25

K2CO3 0.44 44 200 90

NaCl 0.75 75 200 60

KCl 0.84 84 200 80

BaCl2 0.96 96 250 50

Sumber: Spiess dan Wolf 1987

5) Diambil 5 g produk lalu diletakkan di tempat wadah dalam humidity chamber yang berisi larutan garam jenuh.

6) Sampel ditimbang bobotnya secara periodik (tiap 24 jam) sampai diperoleh bobot yang konstan, berarti kadar air kesetimbangan telah tercapai.

7) Sampel yang telah mencapai berat konstan diukur kadar airnya dengan menggunakan metode oven dan dinyatakan dalam basis kering.

8) Dibuat kurva sorpsi isotermis dengan memplotkan aktivitas air dan kadar air keseimbangan.

d. Penentuan model sorpsi isothermis

1) Nilai kadar air kesetimbangan (Moisture Equilibrium, Me) bersama dengan aw, dimasukkan dalam model persamaan sorpsi isothermis Chen Clayton, Henderson, Hasley, Caurie, dan Oswin.

2) Kelima model persamaan sorpsi isotermis dievaluasi nilai Mean Relative Deviation (MRD). Jika nilai MRD <5 maka model sorpsi isotermis tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau sangat tepat. Jika 5<MRD <10 maka model tersebut agak tepat meggambarkan keadaan sebenarnya dan jika MRD>10 maka model tersebut tidak tepat menggambarkan kondisi sebenarnya.


(20)

17 MRD = Mean Relative Determination

Me = kadar air kesetimbangan hasil percobaan

Mpe = kadar air kesetimbangan hasil perhitungan model sorpsi isotermis e. Penentuan parameter pendukung

1) Nilai permeabilitas kemasan (k/x), diperoleh dari rujukan kepustakaan (Arpah et al. 2002).

2) Nilai tekanan uap jenuh (Po) pada suhu 30°C diperoleh dari tabel Labuza. 3) Nilai b (kemiringan kurva) diperoleh dari gradien kurva model persamaan sorpsi

isotermis yang terpilih.

4) Nilai luas penampang (A) diperoleh dengan mengalikan dimensi kemasan. 5) Nilai total padatan (Ws) diperoleh dengan mengoreksi berat keseluruhan sampel

diperkurangkan dengan kadar air awal. f. Pendugaan umur simpan

Semua parameter yang diukur dan ditetapkan pada tahap sebelumnya, diintegrasikan ke dalam persamaan Labuza

Metode Labuza dirumuskan sebagai berikut:

θ gain = [/ / / / ] dengan:

θ gain = waktu perkiraan umur simpan (hari) me = kadar air kesetimbangan (%bk) mi = kadar air awal (%bk)

mc = kadar air kritis (%bk) Ws = berat kering bahan (g) A = luas permukaan kemasan (m2)

k/x = permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) Po = tekanan uap jenuh (mmHg)

b = slope kurva sorpsi isotermis

C.

RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan blok acak lengkap dengan dua faktor, yaitu rasio singkong : kacang merah yang digunakan (faktor A) dan bentuk kacang merah yang digunakan sebagai campuran (faktor B). Metode rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = μ + αi +βj+ Єij Keterangan:

Yij = Nilai hasil pengamatan μ = Nilai rata-rata umum

αi = Pengaruh kombinasi perlakuan pertama taraf-i βj = Pengaruh kombinasi perlakuan kedua taraf-j Єij = Faktor galat

D.

PROSEDUR ANALISIS

Analisis Sifat Kimia


(21)

18 Cawan aluminium dikeringkan dalam oven suhu 105°C selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105°C selama kurang lebih 6 jam atau sampai beratnya konstan. Selanjutnya cawan beserta isinya didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus :

Kadar air (%bb) = x 100 %

Keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g)

c = berat sampel awal (g)

2.

Kadar Abu (AOAC 2007)

Cawan porselen dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600°C, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600°C selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan rumus :

Kadar abu (% bb) = x 100 %

Keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g)

c = berat sampel awal (g)

3.

Kadar Lemak (AOAC 2007)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110°C selama 30 menit kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel dalam ditimbang sebanyak 1-2 g, dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut (dietil eter atau heksana).

Refluks dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstruksi dipanaskan dalam oven bersuhu 105°C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan rumus :

Kadar lemak (% bb) = x 100 %

Keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g)

c = berat sampel awal (g)

4.

Kadar Protein (AOAC 2007)

Sejumlah kecil sampel (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl 0.01 N atau 0.02 N) yaitu sekitar 0.1 g ditimbang dan diletakkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan 0.9 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Jika bobot sampel lebih dari 15


(22)

19 mg, ditambahkan 0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Sampel

dididihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih.

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi, dibilas dengan akuades, dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Gas NH3 yang dihasilkan dari reaksi

dalam alat destilasi ditangkap oleh 5 ml H3BO3 dalam erlenmeyer yang telah ditambahkan

3 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0.2% dalam alkohol). Kondensat tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N yang sudah distandardisasi hingga terjadi perubahan warna kondensat menjadi abu-abu. Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan metode yang sama seperti penetapan sampel. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan rumus :

Kadar N (%) = ! "# – ! ) "* #+ % ! &, (

Kadar Protein (% bb) = % N x Faktor Konversi (6.25)

5.

Kadar Karbohidrat (by Difference)

Kadar Karbohidrat (% bb) = 100% - (P + KA + A + L) Keterangan :

P = kadar protein (%) KA = kadar air (%) A = abu (%)

L = kadar lemak (%)

6.

Kadar Amilosa (Juliano 1972)

Pembuatan kurva standar amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Larutan standar kemudian didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Selanjutnya larutan tersebut dipipet masing-masing sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan juga asam asetat 1 N sebanyak masing-masing-masing-masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml. Selanjutnya larutan tesebut juga ditambahkan larutan iod sebanyak 2 ml. Setelah itu, larutan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades dan dikocok, lalu didiamkan selama 20 menit. Larutan kemudian diukur intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.

Sejumlah 100 mg sampel tanpa lemak dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml etanol serta 9 ml NaOH 1 N. Setelah itu, larutan sampel didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Larutan kemudian dipipet sebanyak 5 ml, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml asetat 1 N serta 2 ml larutan iod. Larutan selanjutnya ditambah akuades sampai tanda tera, dikocok, didiamkan selama 20 menit, dan diukur intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Kadar amilosa dihitung dengan rumus:

Kadar Amilosa (%) = , x -. x100% Keterangan:

A = absorbansi sampel pada panjang gelombang 620 nm S = slope kemiringan pada kurva standar

FP = faktor pengenceran, yaitu 0.05 W = berat sampel (g)


(23)

20

7.

Kadar HCN (AOAC 2007)

Sampel sebanyak 20 g ditambah 100 ml aquades dimasukkan ke dalam labu kjeldahl dan dibiarkan selama 2 jam. Setelah itu ditambahkan lagi 100 ml aquades lalu dididihkan dan uapnya disuling. Hasil sulingan ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 20 ml NaOH 2.5 % sampai volume destilatnya mencapai 150 ml. destilat dititrasi dengan larutan AgNO3 0.02 N dengan indikator KI 5 %. Titrasi dilakukan sampai terbentuk

kekeruhan yang berwarna kuning tidak hilang lagi. Jumlah HCN dihitung dengan rumus berikut:

HCN (ppm) =/ ) 01 !% 2# % )%34 0+5*6 "* #+ ) x 7

Keterangan: Ag = AgNO3

BM = Berat molekul Fp = faktor pengenceran N = Normalitas

Ka = kadar air

8.

Kadar Serat Pangan (AOAC 2007)

Sampel ditimbang sebanyak 1 g dalam gelas piala 400 ml. Sebanyak 50 ml buffer fosfat pH 6.0 dimasukkan ke dalam gelas piala. Nilai pH diukur hingga pH 6.0 ± 0.2. Sebanyak 0.1 ml larutan termamyl ditambahkan. Kemudian gelas piala ditutup menggunakan kertas aluminium foil (alufo) dan diletakkan dalam air mendidih selama 15 menit, digoyangkan secara perlahan dalam interval waktu 5 menit. Selanjutnya larutan tersebut didinginkan pada suhu ruang. Nilai pH ditepatkan hingga 7.5 ± 0.2 dengan penambahan 10 ml NaOH 0.275 N.

Sebanyak 5 mg protease dimasukkan ke dalam sampel. Sampel ditutup kembali dengan kertas alufo. Lalu diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60°C dengan agitasi kontinyu. Sampel didinginkan dan ditambahkan 10 ml HCl 0.325 M. Nilai pH diukur hingga berkisar antara 4.0- 4.6. Enzim amiloglukosidase ditambahkan dan sampel ditutup kembali dengan kertas alufo. Selanjutnya diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60°C dengan agitasi kontinyu. Sebanyak 280 ml etanol 95% yang sebelumnya telah dipanaskan hingga suhunya 60°C (volume diukur setelah pemanasan) ditambahkan. Agar terbentuk endapan, sampel dibiarkan pada suhu kamar selama 60 menit. Secara kuantitatif endapan disaring melalui crucible. Sebelumnya, crucible yang mengandung celite ditimbang hingga keakuratan mendekati 0.1 mg.

Residu dicuci dengan 3 x 20 ml etil alkohol 78%, 2 x 10 ml etil alkohol 95%, dan 2 x 10 ml aseton secara berturut-turut. Pada beberapa sampel dapat saja terbentuk getah, filtrasi dapat dibantu dengan pengadukan menggunakan spatula. Waktu yang dibutuhkan untuk pencucian dan penyaringan bervariasi antara 0.1 sampai 6 jam, rata-rata waktu yang dibutuhkan ialah 0.5 jam per sampel. Lamanya waktu filtrasi dapat dikurangi dengan penghisapan vakum secara hati-hati setiap lima menit selama filtrasi. Crucible yang mengandung residu dikeringkan selama satu malam di dalam oven vakum dengan suhu 70°C atau oven biasa pada suhu 105°C. Lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga keakuratan mencapai 0.1 mg. Untuk memperoleh bobot residu, kurangi dengan bobot crucible dan celite. Analisis residu dari satu sampel ulangan digunakan untuk analisis protein menggunakan metode Kjeldahl, faktor konversi yang digunakan ialah N x 6.25, kecuali pada kasus sampel yang diketahui nilai N dalam proteinnya. Sampel ulangan lainnya diabukan selama 5 jam pada suhu 525°C. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga keakuratan mendekati 0.1 mg. Kurangi dengan bobot crucible dan celite untuk memperoleh bobot abu.

Penentuan blanko :


(24)

21 Bobot residu = rata-rata bobot residu (mg) untuk dua ulangan sampel blanko; dan PB dan AB = bobot (mg) dari masing-masing protein dan abu yang ditentukan dari kedua ulangan sampel blanko.

Perhitungan total serat pangan (TDF) :

TDF (%) = [(bobot residu – P – A – B) / bobot sampel] x 100

Bobot residu = rata-rata bobot residu (mg) untuk dua ulangan sampel; P dan A = bobot (mg) dari masing-masing protein dan abu yang ditentukan dari kedua ulangan sampel, B = blanko (mg), dan bobot sampel = rata-rata bobot sampel (mg) yang diambil.

9.

Kadar Serat Kasar (Faridah

et al.

2010)

Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 g. Sampel diekstrak lemaknya menggunakan soxhlet dengan petroleum eter. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan 0.5 g asbes yang telah dipijarkan dan 2 tetes zat anti buih. Kemudian ditambahkan larutan H2SO4 mendidih lalu diletakkan di pendingin balik.

Sampel dididihkan selama 30 menit dengan sesekali digoyang-goyangkan. Suspensi yang terbentuk disaring dengan kertas saring. Residu yang tertinggal dicuci dengan air mendidih hingga tidak bersifat asam lagi. Residu dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan dicuci kembali dengan 200 ml NaOH mendidih. Sampel dididihkan kembali selama 30 menit dengan pendingin balik sambil sesekali digoyang-goyangkan. Sampel disaring kembali dengan kertas saring sambil dicuci dengan K2SO4 10%. Residu dicuci dengan air

mendidih kemudian dengan alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan dengan oven 110°C sampai berat konstan (1-2 jam). Kertas saring didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.

Kadar serat kasar (g/100g contoh) = ./ .. x 100

Keterangan:

W2 : berat residu dan kertas saring yang telah dikeringkan (g)

W1 : berat kertas saring (g)

W : berat contoh yang dianalisis (g)

10.

Daya Cerna Pati

in vitro

(Muchtadi 1989)

Sampel yang dibuat suspensi dalam aquades (1%), kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 30 menit pada suhu 90°C. Setelah itu, sampel didinginkan dan diambil sebanyak 2 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 3 ml aquades dan 5 ml buffer Na-fosfat 0.1 M juga ditambahkan ke dalam tabung reaksi, lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 15 menit, dan didinginkan. Setelah dingin, ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan enzim amilase yang telah dilarutkan dalam buffer Na-fosfat 0.05 M. Larutan tersebut kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 30 menit. Sampel dipipet sebanyak 1 ml sampel dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain. Setelah itu, ke dalam tabung reaksi ditambah 2 ml pereaksi dinitrosalisilat. Pereaksi dinitrosalisilat dibuat dengan melarutkan 1 g 3,5-dinitrosalisilat, 30 g Na-K tartarat, dan 1.6 g NaOH dalam 100 ml aquades. Larutan tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 100°C selama 10 menit sampai terbentuk warna oranye. Warna merah oranye yang terbentuk lalu diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm. Kurva standar maltosa murni diperoleh dengan mereaksikan larutan maltosa standar dengan pereaksi dinitrosalisilat menggunakan prosedur seperti di atas. Daya cerna pati beras dihitung sebagai berikut:


(25)

22 % Daya Cerna Pati = * x 100%

Keterangan:

a = kadar maltosa sampel setelah reaksi enzimatis b = kadar maltosa pati murni setelah reaksi enzimatis

Analisis Sifat Fisik

1.

Bobot 1000 Butir

Beras aruk substitusi kacang merah dipilih yang memiliki butir yang utuh dan baik dengan ukuran 8 mesh. Beras tersebut kemudian diambil sebanyak 1000 butir kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk diketahui bobotnya. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga ulangan.

2.

Densitas Kamba (Wirakartakusumah 1992)

Densitas kamba adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu. Densitas kamba ditentukan oleh berat wadah yang diketahui volumenya dan merupakan hasil pembagian berat bubuk dengan volume wadah. Sampel sebanyak 10 g dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml, diketuk-ketuk 25 kali. Volume beras aruk substitusi kacang merah dibaca, kemudian densitas kamba dihitung dengan rumus :

Densitas kamba = : ; + <* ) 6+5 *8* +5*6 8 6 9 )

3.

Warna (Faridah

et al

. 2010)

Sampel beras aruk substitusi kacang merah difoto dalam bentuk butiran yang dibungkus dengan plastik bening untuk memudahkan dan menyeragamkan proses pemotretan menggunakan khromameter CR-300 sehingga diperoleh nilai L, a dan b. Pengukuran warna didasarkan pada indeks keputihan dengan menggunakan persamaan :

W = 100 – = 100 − A /+ C/+ D/ dimana :

W = Derajat keputihan L = Kecerahan

a = Warna merah jika bertanda + dan hijau jika bertanda - b = warna kuning jika bertanda + dan biru jika bertanda -

4.

Rendemen (Faridah

et al

. 2010)

Rendemen dihitung dengan rumus:


(26)

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan. Tahapan pertama merupakan penelitian pendahuluan dan tahapan kedua berupa penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan bahan baku dalam pembuatan produk beras aruk substitusi kacang merah, yakni meliputi pembuatan hancuran singkong, tepung kacang merah dan hancuran kacang merah segar.

A.

PEMBUATAN BAHAN BAKU

1.

Pembuatan Hancuran Singkong Segar

Singkong yang digunakan adalah singkong segar berwarna putih yang berumur kurang lebih 1 tahun. Singkong yang dipakai harus dalam kualitas baik, yakni dagingnya berwarna putih bersih dan tidak busuk. Singkong dikupas kulitnya lalu dipotong dan dicuci hingga bersih. Setelah itu, singkong direndam dalam air selama tiga hari hingga singkong menjadi hancur. Hancuran singkong dibersihkan dari serat atau sumbu yang ada pada singkong. Setelah singkong dipisahkan dari serat dan dibersihkan dengan air, singkong diperas menggunakan kain saring hingga kadar airnya mencapai 64.21%.

Perendaman singkong dalam air akan memicu proses fermentasi secara spontan oleh mikroba. Menurut Kakou et al. (2010), terdapat mikroba yang tumbuh pada singkong seperti bakteri aerobik mesofilik, koliform, enterococci, kapang, kamir, dan bakteri asam laktat. Mikroba-mikroba yang tumbuh pada singkong akan menghasilkan enzim pemecah dinding sel seperti pektinolitik dan selulolitik yang dapat mempengaruhi perubahan tekstur singkong menjadi bubur.

Adetunde et al. (2011), menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka semakin banyak gula yang terbentuk hasil degradasi pati. Menurut Kimaryo et al. (2000) semakin lama waktu fermentasi kandungan sianida juga semakin rendah. Kandungan sianida yang semakin rendah pada produk semakin baik karena dalam dosis tinggi sianida dapat meracuni tubuh apabila dikonsumsi.

Pada pembuatan hancuran singkong segar diperoleh rendemen sebesar 35%. Rendemen cukup rendah karena adanya pembuangan serat dan pengupasan kulit singkong.

2.

Pembuatan Tepung Kacang Merah

Tepung kacang merah dibuat dari kacang merah segar. Kulit kacang merah yang berwarna merah dikupas hingga diperoleh kacang berwarna putih. Setelah itu, kacang dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60°C selama 24 jam hingga kadar air mencapai 6.79%. Pengeringan dilakukan untuk menguapkan air yang ada dalam kacang merah karena penggilingan hanya dapat dilakukan pada bahan yang telah kering. Kacang merah yang telah kering kemudian digiling dengan disc mill lalu disaring dengan ayakan 80 mesh.

Pada pembuatan tepung kacang merah diperoleh rendemen sebesar 36.8%. Rendemen cukup rendah karena kacang merah masih mengandung air sehingga ketika dikeringkan bobotnya menurun. Selain itu, pembuangan kulit kacang merah menjadi salah satu penyebab rendemen menjadi rendah.

3.

Pembuatan Hancuran Kacang Merah Segar

Kacang merah segar dikupas dari kulit yang berwarna merah hingga diperoleh kacang berwarna putih. Kacang tersebut dicuci lalu dihancurkan menggunakan blender


(27)

24 sampai halus. Kacang yang telah dihancurkan lalu disaring airnya menggunakan kain saring hingga kadar airnya mencapai 67.23%. Hal ini bertujuan mempermudah dalam proses pembutiran. Pada pembuatan hancuran kacang merah segar diperoleh rendemen sebesar 88%.

B.

METODE PEMBUATAN BERAS ARUK

Penelitian utama yaitu membuat beras aruk yang disubstitusi dengan kacang merah. Bahan baku yang digunakan yaitu singkong yang telah dihancurkan, tepung kacang merah, dan hancuran kacang merah segar yang telah dibuat sebelumnya.

Pembuatan beras aruk substitusi kacang merah dibagi menjadi dua bagian yaitu pencampuran menggunakan tepung kacang merah dan menggunakan hancuran kacang merah segar. Rasio pencampuran hancuran singkong segar baik dengan tepung kacang merah ataupun hancuran singkong segar masing-masing yaitu 100, 95:5, 90:10, 85:15.

Proses pembuatan beras aruk substitusi kacang merah diawali dengan mengambil hancuran singkong yang telah dibuat sebelumnya, lalu hancuran singkong tersebut diperas dengan kain saring untuk mengurangi kadar airnya hingga kadar airnya mencapai 64.21%. Pengurangan air bertujuan mencegah lengketnya bahan yang akan menghambat proses penghabluran dan pembutiran yang nantinya akan mengurangi rendemen. Hancuran singkong tersebut dicampur dengan tepung atau hancuran kacang merah segar sesuai formulasi yang telah ditentukan.

Proses selanjutnya adalah penghabluran menggunakan ayakan 8 mesh. Menurut Santoso (2012), penghabluran adalah proses perubahan ukuran dan perubahan bentuk, tanpa adanya perubahan kimia. Tujuan dari proses penghabluran adalah menghancurkan campuran adonan hancuran singkong basah dan tepung kacang merah atau hancuran kacang merah segar yang menggumpal. Penghabluran dilakukan dengan meremas dan menggesekkannya di atas ayakan.

Tahap selanjutnya adalah pembutiran beras aruk. Hasil proses penghabluran ditampung di atas tikar pandan lalu dibuat butiran dengan memutar-mutar menggunakan tangan di atas campuran singkong dan kacang tersebut. Tahap ini dilakukan terus menerus hingga diperoleh butiran nasi yang seragam dengan ukuran 8 mesh (Lampiran 1). Butiran yang lebih kecil atau lebih besar dari 8 mesh dihablurkan lagi dan kemudian dilakukan pembutiran ulang hingga mencapai 8 mesh. Butiran yang telah terbentuk disangrai agar bagian luarnya tergelatinisasi dan butiran beras menjadi lebih kuat. Setelah itu butiran dikeringkan untuk menurunkan kadar airnya di bawah 12% agar masa simpannya lebih lama.

Butiran disangrai menggunakan wajan pemasak pada suhu 45-50°C selama 6-7 menit. Suhu dan waktu penyangraian harus diperhatikan, jika suhu dan waktu penyangraian kurang dari suhu dan waktu yang ditentukan maka lapisan terluar dari butir beras tidak tergelatinisasi sempurna yang mengakibatkan bagian dalam butir beras tidak terlindungi sehingga beras akan hancur pada saat pemasakan. Jika suhu dan waktu lebih tinggi dari suhu dan waktu yang ditentukan maka butiran beras menjadi terlalu kering dan gosong. Hal ini menyebabkan beras akan hancur pada saat pemasakan.

C.

METODE PEMASAKAN BERAS ARUK

Metode pemasakan yang digunakan adalah perebusan dan pengukusan. Kedua metode tersebut ditentukan berdasarkan trial and error (Lampiran 2). Penentuan metode terpilih dilihat dari produk akhir yang memiliki tekstur kompak, bentuknya bulat, warna seragam dan tidak lengket.

Metode yang dilakukan adalah metode perebusan menggunakan air mendidih dengan perbandingan berat beras dan volume air yang ditambahkan adalah 1:8 selama 10 menit. Setelah itu, beras yang telah matang direndam dalam air matang selama satu menit untuk mengurangi kelengketan beras aruk. Beras yang telah direndam dalam air kemudian dikukus dengan uap air mendidih selama 15 menit untuk mematangkan beras singkong. Hasil


(28)

25 pengukusan berupa butiran-butiran yang masih utuh dan terpisah, matang dan kenyal (Lampiran 1).

D.

ANALISIS FISIK BERAS ARUK SUBSTITUSI KACANG MERAH

1.

Rendemen

Pembuatan beras aruk terdapat tujuh perlakuan, yaitu hanya menggunakan bahan baku singkong, singkong dengan tepung kacang merah dengan perbandingan 95:5, 90:10, 85:15, singkong dengan kacang merah segar dengan perbandingan 95:5, 90:10, 85:15. Rendemen beras aruk substitusi kacang merah dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rendemen beras aruk substitusi kacang merah Perlakuan Formula Rendemen

Singkong 100 50.00a

Singkong : tepung kacang merah Singkong : tepung kacang merah Singkong : tepung kacang merah

95:5 51.32 a 90:10 50.96 a 85:15 53.04 a Singkong : kacang merah segar

Singkong : kacang merah segar Singkong : kacang merah segar

95:5 42.04b 90:10 42.10 b 85:15 44.28 b

Ket: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada uji beda duncan (p>0.05)

Hasil analisis sidik ragam rendemen beras aruk menunjukkan beras aruk yang hanya terbuat dari singkong dan beras aruk yang terbuat dari singkong dengan substitusi tepung kacang merah tidak berbeda nyata (p>0.05). Sedangkan, jika dibandingkan beras aruk yang terbuat dari singkong dengan substitusi kacang merah segar terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05). Rendemen beras aruk dengan substitusi tepung kacang merah lebih tinggi dibandingkan formula lainnya karena penggunaan tepung kacang merah dalam pembuatan beras aruk lebih mudah membentuk butiran dibandingkan penggunaan hancuran kacang merah segar. Hal ini disebabkan tepung memiliki tekstur yang lebih halus sehingga lebih mudah dalam pembentukan butiran.

2.

Warna

Uji warna beras aruk substitusi kacang merah dilakukan untuk mengetahui keragaman warna beras tersebut (Tabel 10). Warna merupakan salah satu atribut penting yang menentukan sisi penerimaan produk oleh konsumen. Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap atribut warna beras aruk yang dihasilkan.

Menurut data yang dihasilkan beras aruk yang terbuat dari singkong baik dengan substitusi maupun tanpa substitusi kacang merah cenderung agak kusam, kurang putih, dan tidak cerah. Hal ini ditandai dengan nilai W dan L yang belum mendekati 100. Jika dibandingkan beras aruk yang dibuat tanpa substitusi kacang merah dengan beras aruk yang dibuat dengan substitusi kacang merah dalam bentuk segar kecerahannya (nilai L) tidak berbeda nyata. Sedangkan jika beras aruk yang terbuat tanpa substitusi kacang merah dibandingkan beras aruk yang terbuat dengan substitusi kacang merah dalam bentuk tepung, hanya formula 95:5 (singkong : tepung kacang merah) yang kecerahannya tidak berbeda nyata.

Beras aruk yang dibuat tanpa substitusi kacang merah dengan beras aruk yang dibuat dengan substitusi kacang merah dalam bentuk tepung derajat putihnya (nilai W) berbeda nyata, hanya formula 90:10 (singkong : tepung kacang merah) yang tidak berbeda nyata. Sedangkan jika beras aruk yang terbuat tanpa substitusi kacang merah dibandingkan beras aruk yang terbuat dengan substitusi kacang merah dalam bentuk segar, hanya formula 90:10 (singkong : kacang merah segar) yang tidak berbeda nyata.


(29)

26 Tabel 10. Warna beras aruk substitusi kacang merah

Perlakuan Formula L a b W

Singkong 100 90.81a 10.14e 19.18b 76.44b Singkong : tepung kacang merah 95:5 90.94 a 10.67c 11.20d 82.05a Singkong : tepung kacang merah 90:10 84.40b 11.40b 12.92c 76.73 b Singkong : tepung kacang merah 85:15 69.84c 12.51a 20.90a 61.20c Singkong : kacang merah segar 95:5 91.18 a 10.24 e 10.68d 82.76 a Singkong : kacang merah segar 90:10 89.98 a 10.43d 19.35b 75.82 b Singkong : kacang merah segar 85:15 89.62 a 10.23 e 11.23d 81.59 a Ket: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada

perbedaan yang nyata pada uji beda duncan (p>0.05)

Nilai a untuk keseluruhan perlakuan bernilai positif. Hal itu menunjukkan karakter warna hue beras aruk berwarna merah. Nilai b pada semua perlakuan yang diuji menunjukkan nilai positif. Hal tersebut berarti karakter warna produk beras aruk secara keseluruhan berwarna kuning.

3.

Densitas Kamba

Densitas kamba adalah perbandingan bobot bahan dengan volume yang ditempatinya, termasuk ruang kosong di antara butiran bahan, sedangkan densitas nyata adalah perbandingan bobot bahan dengan volume yang hanya ditempai oleh butiran bahan, tidak termasuk ruang kosong diantaranya (Syarief dan Anis 1988).

Pada Tabel 11 menunjukkan bahwa densitas kamba untuk beras aruk substitusi kacang merah dalam bentuk tepung tidak berbeda jauh dengan substitusi dalam bentuk kacang merah segar. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan densitas kamba antar produk tidak berbeda nyata kecuali pada formula 95:5.

Produk beras aruk substitusi kacang merah ini memiliki densitas kamba yang rendah. Hal ini disebabkan karena kandungan air dalam beras aruk substitusi kacang merah rendah sehingga dengan kadar air yang rendah akan menyebabkan berat dari bahan yang diukur lebih kecil dalam volume wadah yang sama dan menyebabkan bulk density menurun ataupun lebih kecil. Kadar air yang rendah menyebabkan partikel pada beras aruk menjadi lebih kecil sehingga volume pada rongga partikel menjadi lebih besar, karena partikel yang tebentuk semakin kecil. Hal tersebut yang menyebabkan jumlah bulk density yang dimiliki semakin kecil.

Tabel 11. Densitas kamba beras aruk substitusi kacang merah Perlakuan Formula Rata-rata (g/ml)

Singkong 100 0.67a

Singkong : tepung kacang merah Singkong : tepung kacang merah Singkong : tepung kacang merah

95:5 0.66b 90:10 0.67a 85:15 0.67a Singkong : kacang merah segar

Singkong : kacang merah segar Singkong : kacang merah segar

95:5 0.66b 90:10 0.67a 85:15 0.67a

Ket: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada uji beda duncan (p>0.05)

4.

Bobot 1000 Butir

Bobot seribu butir beras aruk substitusi kacang merah dapat dilakukan dengan menimbang bobot seribu butir beras dengan timbangan analitik dengan 3 kali ulangan. Bobot seribu butir ini menunjukkan bobot dari setiap butir beras yang menentukan hasil


(30)

27 produksi. Tujuannya adalah untuk mengetahui keseragaman besarnya butiran beras dari masing-masing formula.

Tabel 12. Bobot 1000 butir beras aruk substitusi kacang merah Perlakuan Formula Rata-rata (g)

Singkong 100 18.75a

Singkong : tepung kacang merah Singkong : tepung kacang merah Singkong : tepung kacang merah

95:5 18.52a 90:10 18.55a 85:15 18.52a Singkong : kacang merah segar

Singkong : kacang merah segar Singkong : kacang merah segar

95:5 18.58a 90:10 18.52a 85:15 18.56a

Ket: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada uji beda duncan (p>0.05)

Hasil perhitungan bobot seribu butir dapat dilihat pada Tabel 12. Analisis sidik ragam bobot seribu butir menunjukkan bahwa bobot seribu butir produk tidak berbeda nyata antar formula. Bobot seribu butir beras aruk substitusi kacang merah tidak lebih besar dari beras aruk tanpa substitusi. Pada produk yang memiliki densitas kamba besar, seharusnya memiliki bobot seribu butir yang besar. Densitas kamba beras aruk substitusi kacang merah memiliki nilai yang kecil sehingga nilai bobot seribu butir beras aruk substitusi kacang merah bernilai kecil.

E.

ANALISIS KIMIA BERAS ARUK SUBSTITUSI KACANG MERAH

1.

Proksimat

Tabel 13 menunjukkan bahwa kadar air dari produk beras aruk yang disubstitusi dengan kacang merah dalam bentuk tepung atau segar lebih tinggi dibandingkan beras aruk tanpa substitusi kacang merah. Kadar air dari produk beras aruk tanpa substitusi kacang merah sebesar 5.42%, kadar air dari produk beras aruk dengan substitusi kacang merah dalam bentuk tepung berkisar 6.42-7.10%, sedangkan untuk produk beras aruk dengan substitusi kacang merah segar berkisar 5.99-6.21%. Kadar air yang rendah pada produk beras aruk memang diinginkan karena dapat menjaga daya tahan produk terhadap mikroba. Menurut Nurrahman (2005), kadar air yang tinggi dapat meningkatkan laju respirasi mikroorganisme sehingga mempercepat pertumbuhan mikroorganisme dan seranggga yang pada akhirnya meningkatkan kerusakan produk. Beras dapat dikatakan aman dan dapat disimpan jika kadar airnya di bawah 14%.

Tabel 13. Kadar proksimat beras aruk substitusi kacang merah Perlakuan Formula Kadar

air (%bb) Kadar abu (%bk) Kadar lemak (%bk) Kadar protein (%bk) K.KH by difference (%bk) Singkong 100 5.42 0.16 0.66 0.86 98.32 Singkong : tepung kacang merah

Singkong : tepung kacang merah Singkong : tepung kacang merah

95:5 7.16 0.56 0.31 4.29 94.84 90:10 6.52 0.73 0.60 4.93 93.74 85:15 6.42 1.16 0.50 6.89 91.45 Singkong : kacang merah segar

Singkong : kacang merah segar Singkong : kacang merah segar

95:5 6.21 0.37 0.60 2.75 96.28 90:10 5.56 0.75 0.51 4.43 94.31 85:15 5.99 0.76 0.51 4.82 93.91 Kadar abu yang terkandung dari beras aruk tanpa substitusi kacang merah sebesar 0.16%, kadar abu pada produk beras aruk dengan substitusi kacang merah dalam bentuk tepung berkisar 0.56-1.16%, sedangkan kadar abu pada beras aruk dengan substitusi kacang merah dalam bentuk tepung berkisar 0.37-0.76%. Diketahui produk beras aruk yang ditambahkan dengan kacang merah baik dalam bentuk tepung atau segar


(1)

53

Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam sensori parameter rasa pada nasi

aruk substitusi kacang merah

The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for rasa

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 483 Error Mean Square 1.762674 Number of Means 2 3 4 5 6 7

Critical Range .4410 .4642 .4798 .4913 .5003 .5076

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 4.0143 70 5 A

A 4.0143 70 2 A

B A 3.7571 70 4 B A

B A C 3.6571 70 7 B C

B C 3.3571 70 1 C

C 3.2286 70 6 C


(2)

54

Lampiran 11. Hasil analisis sidik ragam sensori parameter keseluruhan pada

nasi aruk substitusi kacang merah

The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for keseluruhan

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 483 Error Mean Square 1.43354 Number of Means 2 3 4 5 6 7

Critical Range .3977 .4186 .4327 .4431 .4512 .4578

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 4.0571 70 2

A

B A 3.9286 70 5 B A

B A C 3.8000 70 7 B A C

B A C 3.6857 70 4 B C

B C 3.5571 70 1

C

C 3.4714 70 6 C

C 3.4143 70 3

Keterangan : 1 = Singkong (100)

2 = Singkong : tepung kacang merah (95 : 5) 3 = Singkong : tepung kacang merah (90 : 10) 4 = Singkong : tepung kacang merah (85 : 15) 5 = Singkong : kacang merah segar (95 : 5) 6 = Singkong : kacang merah segar (90 : 10) 7 = Singkong : kacang merah segar (85 : 15)


(3)

55

Lampiran 12. Contoh perhitungan penentuan umur simpan beras aruk

substitusi kacang merah

Persamaan caurie

ln me = 0.8623+2.2999 aw

dimana: y = ln Me x = aw a = 0.8623 b = 2.2999

aw Me percobaan X = aw Y = ln Me

0.06 3.3011 0.06 1.194255746

0.32 6.2004 0.32 1.824613806

0.44 8.6862 0.44 2.161735559

0.75 14.5431 0.75 2.677116654

0.84 17.1457 0.84 2.841747413

0.98 23.3576 0.98 3.150922413

Buat grafik dari nilai-nilai X dan Y untuk mencari persamaan regresi liniernya

Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan: Y = 2.062x + 1.142

R2 = 0.992

Nilai-nilai X (aw) dimasukkan ke persamaan regresi linier untuk memperoleh nilai. Setelah itu nilai ln Me di konversi menjadi Me untuk mendapatkan kadar air kesetimbangan.

X (aw) Y perhitungan (ln Me) Me

0.06 1.26572 3.545644

0.32 1.80184 6.060789

0.44 2.04928 7.762310

0.75 2.68850 14.709594

0.84 2.87408 17.709124

0.98 3.16276 23.635740

y = 2.0629x + 1.1429 R² = 0.9925

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

ln

M

e


(4)

56 Sehingga persamaannya menjadi :

ln Me = 1.142 +2.062 aw

Me pada RH 90%

ln Me = 1.142 + 2.062 aw aw = RH/100 = 90/100=0.90 ln Me = 1.142+ 2.062 (0.90)

ln Me = 1.142 + 1.8558 ln Me = 2.9975 Me = 20.04

Perhitungan umur simpan pada plastik PP RH 90%

θ gain = [/ / / / ]

θ gain = [ / . & (.( / / . & 4.I& ]. JI .I/K//.K 4 .J/&//. L/ θ gain = 414 hari


(5)

57

Lampiran 13. Lembar uji organoleptik beras aruk substitusi kacang merah

Uji Hedonik terhadap beras aruk

Nama : Tanggal :

Instruksi:

1. Jangan membandingkan antar sampel

2. Berikan penilaian berdasarkan tingkat kesukaan anda terhadap produk yang disajikan dengan angka 1 sampai 7 pada kolom yang tersedia

Keterangan penilaian:

1. Sangat tidak suka 5. Agak suka 2. Tidak suka 6. Suka 3. Agak tidak suka 7. Sangat suka 4. Netral

Atribut Kode Komentar

Warna Aroma Tekstur Keseluruhan

Uji Hedonik terhadap nasi aruk

Nama : Tanggal :

Instruksi:

1. Jangan membandingkan antar sampel

2. Berikan penilaian berdasarkan tingkat kesukaan anda terhadap produk yang disajikan dengan angka 1 sampai 7 pada kolom yang tersedia

Keterangan penilaian:

1. Sangat tidak suka 5. Agak suka 2. Tidak suka 6. Suka 3. Agak tidak suka 7. Sangat suka 4. Netral

Atribut Kode Komentar

Warna Aroma Tekstur Rasa Keseluruhan


(6)

58

Lampiran 14. Gambar proses pembuatan beras aruk substitusi kacang

merah

(a) (b) (c)

(d) (e)

(f) (g) (h)

(i) (j) (k) Keterangan:

a : pembersihan singkong b : pemotongan singkong c : perendaman singkong

d : penghancuran dan pembersihan e : hancuran singkong segar f : kacang merah

g : kacang merah kupas kulit h : tepung kacang merah

i : penghabluran dan pembutiran j : penyangraian