9 Tabel 7. Hubungan antara aktivitas air a
w
dan keadaan fisik air a
w
Keadaan air dalam bahan pangan 0.00-0.35
Adsorpsi pada lapisan tunggal monolayer 0.35-0.60
Adsorpsi air pada lapisan tambahan multilayer 0.60-1.00
Air terkondensasi pada kapiler atau pori-pori yang dilanjutkan dengan disolusi padatan terlarut
Sumber: Gnanasekharan dan John 1993
3. Model Persamaan Sorpsi Isotermis
Penggunaan model sorpsi isotermis sangat tergantung pada tujuan pemakai misalnya jika ingin mendapatkan kemulusan kurva yang tinggi maka model yang
sederhana dan lebih sedikit jumlah tetapannya akan lebih mudah penggunaannya Labuza 1982.
Secara empiris, Henderson mengemukakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang
simpan. Bentuk persamaan tersebut adalah seperti di bawah ini. 1 - aw = exp -KMen
dimana: Me = kadar air kesetimbangan bk K dan n = konstanta
Selanjutnya, Caurie dari hasil percobaannya mendapatkan model yang dapat berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada selang aw 0.0 sampai 0.85. Persamaan
tersebut adalah sebagai berikut dengan P1 dan P2 merupakan konstanta. ln Me = ln P1 – P2 x a
w
Hasley mengembangkan persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan multilayer. Persamaan ini dapat digunakan untuk bahan makanan
dengan aw 0.1 sampai 0.81. Berikut ini adalah model persamaan Hasley. a
w
= exp [-P1MeP2 Persamaan Oswin dapat berlaku untuk bahan pangan pada aw 0.00 sampai 0.85
dan cocok untuk kurva sorpsi isotermis yang berbentuk S sigmoid. Model persamaan Oswin tersebut adalah seperti di bawah ini.
Me = P1 [a
w
1 – a
w
]P2 Chen Clayton juga telah membuat model matematika yang berlaku untuk bahan
pangan pada semua kisaran nilai aw. Persamaan tersebut dinyatakan sebagai berikut. a
w
= exp[-P1expP2 x Me]
4. Umur Simpan
Hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan irreversible selama penyimpanan, sehingga pada saat
tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi Syarief dan Halid 1993.
Menurut Floros dan Gnanasekharan 1993, umur simpan produk pangan dapat diduga dan ditetapkan waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan dua konsep studi
10 penyimpangan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies ESS dan
Accelerated Storage Studies ASS.
ESS sering juga disebut metoda konvensional, adalah penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari
sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya usable quality hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Sedangkan metode ASS menggunakan suatu kondisi
lingkungan terkontrol yang dapat mempercepat accelerated reaksi deteriorasi penurunan usable quality produk pangan. Kerusakan yang berlangsung dapat diamati
dengan cermat dan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol semua lingkungan produk dan mengamati parameter perubahan yang berlangsung. Keuntungan dari metoda
ASS ini membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat 3 sampai 4 bulan, namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi.
Metode Accelerated Storage Studies ASS dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu model arhenius dan model kadar air kritis.
a. Model arrhenius
Model arrhenius biasanya digunakan untuk menduga umur simpan produk pangan yang sensitif terhadap perubahan suhu, diantaranya produk yang mudah
mengalami ketengikan oksidasi lemak, perubahan warna oleh reaksi pencoklatan, atau kerusakan vitamin C.
b. Model kadar air kritis
Model kadar air kritis biasanya digunakan untuk produk pangan yang relatif mudah rusak akibat penyerapan uap air dari lingkungan. Dalam metode kadar
air kritis ini kerusakan produk disebabkan oleh penyerapan air dari lingkungan hingga mencapai batas yang tidak dapat diterima secara organoleptik. Kadar air pada
kondisi dimana produk pangan mulai tidak diterima oleh konsumen secara organoleptik disebut kadar air kritis. Batas penerimaan tersebut didasarkan pada
standar mutu organoleptik yang spesifik untuk setiap jenis produk. Waktu yang diperlukan oleh produk untuk mencapai kadar air kritis menyatakan umur simpan
produk. Pada metode pendekatan kadar air kritis ini, produk pangan kering disimpan pada kondisi lingkungan penyimpanan yang memiliki kelembaban relatif tinggi,
sehingga akan mengalami penurunan mutu akibat menyerap air Labuza 1982.
Model kadar air kritis dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan metode kadar air kritis termodifikasi.
Pendekatan kurva sorpsi isotermis digunakan untuk produk yang mempunyai kurva isotermis yang biasanya berbentuk sigmoid bentuk S. Penentuan umur simpan
produk pangan dengan menggunakan pendekatan kurva sorpsi isotermis memperhitungkan pengaruh perbedaan kadar air awal dibandingkan dengan kadar
air kritis, perbedaan tekanan udara di luar dan di dalam kemasan, permeabilitas uap air kemasan, dan luas kemasan. Keseluruhan faktor yang mempengaruhi umur
simpan ini diformulasikan oleh Labuza menjadi persamaan kadar air kritis Labuza 1982. Persamaan Labuza ini dapat digunakan untuk menentukan umur simpan
produk pada suhu dan kondisi RH tertentu. Metode Labuza dirumuskan sebagai berikut:
θ gain =
[ ]
dimana: θ = Waktu yang diperlukan produk dalam kemasan untuk bergerak dari kadar air
awal menuju kadar air kritis atau waktu perkiraan umur simpan hari me = Kadar air keseimbangan produk g H2Og padatan
mi = Kadar air awal produk g H2Og padatan mc = Kadar air kritis g H2Og padatan
b = Slope kurva sorpsi isotermis kx = Konstanta permeabilitas uap air kemasan gm2.hari.mmHg
A = Luas permukaan kemasan m2 Ws = Berat kering produk dalam kemasan g padatan
Po = Tekanan uap jenuh mmHg
11 Pendekatan kadar air kritis termodifikasi digunakan untuk produk yang
memiliki kelarutan tinggi, seperti produk dengan kadar sukrosa tinggi Labuza 1982. Produk ini akan sulit mencapai kadar air kesetimbangan dan kurva sorpsi
isotermis tidak dapat diasumsikan linear, karena pada RH tertentu kadar airnya akan terus meningkat.
12
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi beras aruk dengan substitusi kacang merah terdiri dari bahan utama dan bahan pembantu. Bahan utama yang digunakan yaitu
singkong putih yang berusia kurang lebih 1 tahun dan kacang merah segar. Bahan pembantu yang digunakan untuk analisis proksimat yaitu air, aquades, pelarut lemak n-heksana,
larutan H
2
SO
4
pekat, NaOH 40, H
3
BO
3
2, HCl 0.1 N, HgO, H
2
O
2
dan AgNO
3
. Bahan- bahan untuk uji serat pangan yaitu etanol, aquades, aseton, buffer phospat, NaH
2
PO4 anhidrat, enzim thermamyl, HCl, pepsin, NaOH. Bahan untuk uji amilosa yaitu etanol 95,
aquades, NaOH 1 N, asam asetat 1 N dan larutan iod. Bahan untuk uji HCN adalah aquades, NaOH 2.5 , AgNO
3
0.02 N dan KI 5 . Bahan untuk uji daya cerna pati in vitro adalah maltosa standar, aquades, buffer Na-fosfat 0.1 M, pereaksi dinitrosalisilat, 3,5-dinitrosalisilat,
Na-K tartarat, dan NaOH. Pada pendugaan umur simpan digunakan larutan garam jenuh, antara lain: NaOH, MgCl
2,
K
2
CO
3
, NaCl, KCl, BaCl
2
. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan beras aruk substitusi kacang merah yaitu
penghablur, tikar pandan, wajan, pisau, ember, talenan, alat penanak, timbangan, kompor, saringan, oven. Alat-alat yang digunakan untuk analisis kimia dan fisik meliputi timbangan
digital, gelas ukur, pisau, sudip, cawan porselen, aluminium foil, gegep, desikator, oven, corong, labu takar, tabung reaksi, cawan alumunium, kompor listrik, tanur pengabuan, kertas
saring whatman bebas abu dan bebas lemak, kapas bebas lemak, labu lemak, tabung soxhlet, penangas air, labu kjeldahl, destilator, labu erlenmeyer, buret, pipet volumetrik,
spektrofotometer, kromameter. Alat yang digunakan untuk pengujian umur simpan yaitu chamber
kedap udara, timbangan digital, gelas ukur, inkubator.
B. METODE PENELITIAN
1.
Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang dibutuhkan adalah hancuran singkong segar dan hancuran kacang merah segar. Tahapan pembuatan hancuran singkong segar yaitu pengupasan dan
pembersihan singkong dari kulit dan kotoran lainnya. Selanjutnya dilakukan pemotongan pada singkong yang telah bersih dan dikupas. Setelah itu, singkong direndam dalam air
selama tiga hari hingga singkong menjadi lunak. Singkong dihancurkan dan diremas- remas di dalam air. Hancuran singkong dibersihkan dari serat atau sumbu yang ada pada
singkong. Setelah itu, singkong dipisahkan dari serat dan dibersihkan dengan air lalu singkong diperas menggunakan kain saring hingga kadar airnya berkurang Gambar 1.
Persiapan bahan baku lainnya yaitu pembuatan tepung kacang merah. Tahapan pembuatan tepung kacang merah yaitu pengupasan kacang merah segar dari kulit yang
berwarna merah hingga diperoleh kacang berwarna putih. Selanjutnya kacang dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60
° C selama 24 jam. Setelah kacang
mengering, kacang digiling menjadi tepung dan dilakukan pengayakan Gambar 2. Sedangkan pembuatan hancuran kacang merah segar yaitu pengupasan kacang
merah segar dari kulit yang berwarna merah hingga diperoleh kacang berwarna putih. Selanjutnya kacang dihancurkan menggunakan blender dengan ditambah sedikit air.
Kacang yang telah halus diperas menggunakan kain saring hingga kandungan airnya berkurang Gambar 3.